Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

LatarBelakang
Bedah mulut dan maksilofasial ialah spesialisasi medis yang berkaitan
dengan diagnosis dan perawatan penyakit rahang, gigi, mulut dan wajah.
Ekstraksi gigi dapat didefinisikan sebagai pencabutan gigi atau akar gigi dari
soket tanpa rasa sakit, dengan cedera minimal pada tulang dan struktur sekitarnya
sehingga penyembuhan pasca operasi segera terjadi.
Kedokteran gigi adalah salah satu ilmu yang paling cepat berkembang
dalam hal pengobatannya. Dengan diperkenalkannya banyak instrumen dan
anestesi baru, ekstraksi menjadi prosedur rutin yang dilakukan di klinik gigi.
Ekstraksi gigi merupakan komponen penting, baik dari segi seni dan ilmu
kedokteran gigi, meskipun kemajuan besar dalam pencegahan penyakit gigi
dilakukan selama tiga dekade terakhir abad kedua puluh.
Ahli bedah mulut dihadapkan pada tantangan-tantangan medikolegal
dimana litigasi ada ketika komplikasi timbul, apapun alasannya. Oleh karena itu,
penting bahwa prinsip-prinsip dan teknik gigi pencabutan gigi, benar-benar
dipahami oleh semua orang dalam profesi kedokteran gigi. Pada pembahasan kali
ini, penulis akan membahas indikasi, kontra indikasi, alat-alat yang digunakan
untuk ekstraksi, tata cara ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah, instruksi

pasca ekstraksi, komplikasi saat ekstraksi, dan penanganan komplikasi pasca


ekstraksi pada gigi pada Dewasa.

1.2.
1.
2.
3.
4.
5.

RumusanMasalah
Apa itu definisi ekstraksi?
Apa saja dan jelaskan indikasi ekstraksi gigi?
Apa dan jelaskan kontra indikasi ekstraksi gigi?
Apa saja alat-alat ekstraksi gigi permanen rahang atas dan rahang bawah?
Bagaimanakah tata cara ekstraksi gigi permanen rahang atas dan rahang

bawah?
6. Bagaimana instruksi pasca ekstraksi gigi permanen?
7. Bagaimana komplikasi pasca ekstraksi gigi permanen?
8. Bagaimana penanganan komplikasi pasca ekstraksi gigi permanen?
1.3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

TujuanPenulisan
Untuk mengetahui definisi ekstraksi gigi.
Untuk mengetahui indikasi ekstraksi gigi pada dewasa.
Untuk mengetahui kontra indikasi ekstraksi gigi pada dewasa.
Untuk mengetahui alat-alat ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah.
Untuk mengetahui tata cara ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah.
Untuk mengetahui instruksi pasca ekstraksi gigi permanen.
Untuk mengetahui komplikasi pasca ekstraksi gigi permanen.
Untuk mengetahui penanganan komplikasi pasca ekstraksi gigi permanen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pendahuluan
Ekstraksi gigi dapat didefinisikan sebagai pencabutan gigi atau akar gigi
dari soket tanpa rasa sakit, dengan cedera minimal pada tulang dan struktur
sekitarnya sehingga penyembuhan pasca operasi segera terjadi. (Datarkar, 2007).

Ekstraksi merupakan prosedur pembedahan oral yang paling sering


digunakan di seluruh dunia dan merupakan salah satu prosedur paling simple
namun juga paling menantang secara teknis. Ekstraksi gigi menyatunya beberapa
prinsip dasar dari fisika, mekanika, dan bedah, dan klinisi harus bisa menguasai
teknik ekstraksi sebaik mungkin. Tindakan yang tepat dapat menyebabkan gigi
tercabut dengan mudah dari socketnya tanpa trauma berlebih pada jaringan lunak
dan jaringan keras di sekitarnya dan harus mencegah komplikasi(Andersson,
Kahnberg, & Pogrel, 2010)
Ekstraksi gigi merupakan

prosedur

yang

paling

dianggap

tidak

menyenangkan karena rasa sakit dan rasa takut yang dihasilkan. Dengan
menggunakan teknik anestesi lokal dan standarisasi prosedur operatif, ekstraksi
tidaklah lagi dianggap sebagai pengalaman yang sangat menyakitkan untuk
pasien.Namun, kontrol rasa takut dan cemas pasien merupakan tantangan terbesar
dari praktisi dokter gigi. (Datarkar, 2007).
Indikasi Ekstraksi Gigi Dewasa
Ekstraksi gigi dari mulut dilakukan dengan berbagai alasan yang bervariasi.

2.2.

Walaupun kondisi modern dalam kedokteran gigi saat ini sangat mungkin untuk
mempertahankan gigi pada cavitas oral, namun masih dibutuhkan untuk dilakukan
ekstraksi dengan beberapa alasan. (Datarkar, 2007)
1. Karies Parah
Mungkin alasan yang paling banyak diterima untuk dilakukan ekstraksi
adalah terlalu parahnya karies sehingga tidak mampu direstorasi. Perluasan karies
pada gigi disarankan untuk tidak dipertahankan dan harus diyakinkan dan
disepakati secara hukum antara dokter gigi dan pasien untuk dilakukan ekstraksi.
2. Nekrosis Pulpa

Alasan lain dilakukannya ekstraksi gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau
pulpitis ireversibel yang tidak disetujui untuk dilakukan perawatan endodontik. Ini
mungkin hasil akibat kanal akar yang mengalami nyeri, dekalsifikasi, dan segala
hal yang tidak terobati oleh teknik perawatan endodontik standar. Juga meliputi
kategori indiksasi secara umum adalah kerusakan endodontik. Dalam situasi ini,
pengobatan endodontik telah dilakukan tetapi telah gagal untuk menghilangkan
rasa nyeri atau memerlukan drainase.
3. Penyakit Periodontal yang Parah
Alasan yang biasa untuk ekstraksi gigi adalah penyakit periodontal yang
meluas. Jika pada pasien dewasa periodontitis telah meluas selama beberapa
waktu, dampak dari kehilangan tulang dan mobility gigi yang ireversibel akan
ditemukan. Pada situasi ini gigi yang mengalami hipermobility atau pergerakan
yang telah berlebihan harus dilakukan ekstraksi.
4. Alasan Ortodontik
Pasien yang mengalami perbaikan ortodontik karena crowding biasanya
dilakukan ekstraksi gigi untuk memberikan space untuk gigi yang mengalami
crowding tersebut. Dalam kasus ini, gigi yang paling sering dilakukan ekstraksi
adalah gigi premolar 1 baik pada maksila maupun mandibula, tetapi gigi premolar
2 atau gigi incisor pada mandibula mungkin dilakukan ekstraksi dengan alasan
yang sama.
5. Malposisi Gigi
Pada beberapa situasi gigi yang mengalami malposisi mungkin dilakukan
ekstraksi. Jika gigi tersebut mengakibatkan trauma pada jaringan lunak dan tidak
bisa direposisi dengan perawatan orthodontik, gigi tersebut harus diekstraksi.
Contoh biasa pada kasus ini adalah pada gigi molar ketiga, yang erupsi ke arah

bukal dan mengakibatkan pembentukan ulserasi dan memberikan trauma trauma


jaringan lunak pada pipi. Contoh lainnya malposisi gigi yang mengalami
hiipererupsi karena hilangnya gigi lawan. Jika perawatan prostetik menangani gigi
lawannya, gigi dengan hipererupsi akan mengganggu kontruksi dari protesa yang
adekuat. Pada situasi ini gigi malposisi tersebut direkomendasikan untuk
dilakukan ekstraksi.
6. Fraktur Gigi
Indikasi yang jelas namun tidak biasa untuk dilakukan ekstraksi adalah
karena adanya keretakan atau fraktur pada akar gigi. Gigi yang retak akan
mengekibatkan rasa sakit yang tidak terobati dengan perawatan konservasi gigi.
Meskipun perawatan endodontik

dan restorasi yang kompleks tidak mampu

menangani rasa nyeri dari gigi yang retak tersebut.


7. Ekstraksi Preprostetik
Kadang gigi menganggu design dan persiapan penempatan dari protesa.
Baik gigi tiruan lengkap, gigi tiruan sebagian, maupun gigi tiruan sebagian
permanen. Jika hal ini terjadi, ekstraksi prepostetik dibutuhkan.
8. Gigi Impaksi
Gigi impaksi disarankan untuk diekstraksi. Jika telah jelas gigi tersebut
mengalami impaksi sebagian maka gigi tersebut tidak mampu mengalami erupsi
lagi hingga mencapai posisi oklusi yang tepat karena kurangnya space untuk gigi
tersebut, gangguan dari gigi yang berdekatan, alasan lainnya, sehingga
memungkinkan untuk dilakukan pembedahan pencabutan gigi.
9. Gigi Suprenumerari
Gigi supernumerari biasanya mengalami impaksi dan harus diekstraksi.
Gigi supernumerari dapat mengganggu erupsi gigi yang berdekatan dan sangat
potensial menyebabkan resorpsi dan displacement.

10. Gigi yang Terkena Lesi Patologis


Gigi yang terlibat dalam lesi patologis perlu dilakukan ekstraksi. Pada
beberapa situasi gigi dapat diperthankan dengan retainer dan dapat dilakukan
terapi endodontik. Bagaimanapun, jika perawatan gigi dikompromikan dengan
pengangkatan lesi patologis dengan bedah komplit, maka gigi tersebut harus
diekstraksi.
11. Terapi Preradiasi
Pasien yang menerima terapi radiasi karena variasi dari tumor oral
hendaknya disarankan untuk dilakukan ekstraksi gigi pada gigi yang terkena
terapi radiasi.
12. Gigi yang diliputi Fraktur Rahang
Pasien yang mengalami fraktur mandibula atau processus alveolaris harus
dilakukan ekstraksi. Pada sebagian besar kasus gigi yang terdapat pada daerah
fraktur rahangdapat dirawat, tetapi jika gigi mengalami kerusakan atau keluar dari
jaringan tulang, ekstraksi perlu dilakukan untuk mencegah infeksi.
13. Estetik
Kadang pasien perlu dilakukan ekstraksi dengan alasan estetik. Pada
situasi ini mungkin terdapat noda pada gigi, seperti karena tetrasiklin atau
fluorosis, atau mungkin malposisi yang parah dan biasanya protrusi. Walaupun
dengan teknik lain, seperti menggunakan bonding dapat meringankan masalah
noda tersebut, dan ortodontik atau prosedur osteotomi dapat digunakan untuk
memperbaiki protrusi, pasien mungkin memilih untuk dilakukan ekstraksi dan
rekontruksi prostetik setelahnya.
14. Ekonomi
Indikasi terakhir untuk pelaksanaan ekstraksi adalah masalah ekonomi.
Semua indikasi ekstraksi telah dikemukakan dan dapat menjadi lebih kuat jika

pasien tidak berkeinginan atau tidak mampu secara financial untuk membiayai
keputusan dalam pemeliharaan gigi. Ketidakmampuan pasien baik karena
ketidakmampuan membayar prosedur perawatan atau untuk meluangkan waktu
yang cukup meninggalkan pekerjaan yang diperlukan untuk perawatan gigi.
Sehingga dilakukanlah ekstraksi gigi(Datarkar, 2007)
2.3.

Kontraindikasi Ekstraksi Gigi Dewasa


Jika ditemukan gigi yang perlu dilakukan ekstraksi, dalam beberapa situasi
gigi tidak dapat diekstraksi, karena faktor lain atau karena kontraindikasi terhadap
ekstraksi. Faktor-faktor ini, seperti halnya indikasi, bersifat relatif. Pada beberapa
situasi kontraindikasi dapat dimodifikasi dengan menggunakan perawatan, dan
indikasi ekstraksi dapat diajukan. Pada situasi lainnya, bagaimanapun,
kontraindikasi mungkin sangat signifikan sehingga gigi tidak dapat diekstraksi
hingga permasalahan kontraindikasi tersebut dapat diselesaikan. Pada umumnya,
kontraindikasi ekstraksi terbagi menjadi dua kelompok; sistemik dan local.
(Datarkar, 2007)

1. Kontra Indikasi Sistemik


Kontraindikasi sistemik menghambat ekstraksi karena kesehatan sistemik
pasien dalam keadaan compromised. Sala satu kontraindikasi sistemik merupakan
suatu kondisi yang disebut penyakit metabolik tidak terkontrol. Diabetes dan
penyakit renal dengan uremia yang parah merupakan bagian dari kondisi ini.
Pasien dengan diabetes yang terkontrol dengan baik dapat dilakukan perawatan
seperti pasien normal. Hanya jika penyakit dalam keadaan tidak terkontrol pasien
tidak boleh dilakukan ekstraksi.
Pasien dengan leukimia dan lyhmphomas yang tidak terkontrol tidak boleh
dilakukan ekstraksi hingga leukimianya berada dibawah kontrol. Komplikasi yang

potensial adalah infeksi yang diakibatkan tidak berfungsinya sel darah putih dan
perdarahan yang berlebihan. Pasien dengan variasi penyakit jantung yang parah
juga tidak bisa diekstraksi hingga darahnya berada dibawah kontrol yang baik.
Pasien dengan iskemia miokardial seperti angina pectoris dan pasien yang infark
miokardial tidak boleh diekstraksi. pasien yang mengalami hipertensi tidak
terkontrol juga harus ditangguhkan karena kemungkinan terjadinya perdarahan
sangat besar.
Kehamilan merupakan kontraindikasi yang relatif; pasien yang berada
pada awal atau akhir trimester merupakan kontraindikasi ekstraksi. Pertengahan
trimester merupakan waktu yang lebih aman untuk dilakukan tindakan ekstraksi,
tetapi untuk tindakan pembedahan sebaiknya tidak dilakukan sebelum bayi
dilahirkan.
Pasien yang memiliki penyakit perdarahan, seperti hemofilia atau kelainan
keping darah yang parah hendaknya tidak dilakukan ekstraksi hingga koagulasi
normal. Sebagian besar kelainan perdarahan dapat dikontrol dengan pemberian
faktor koagulasi atau transfusi keping darah. Kondisi dengan pasien hematologis
dapat menghasilkan pengobatan yang tidak sempurna dari prosedur ekstraksi gigi
pada sebagian besar situasi. Sama halnya pada pasien yang mendapatkan
antikoagulan secara rutin maka ekstraksi gigi harus ditangani dengan baik.
Akhirnya, pasien yang diberi atau tidak diberi macam-macam obat
hendaknya berhati-hati dalam melakukan tindakan pembedahan. Obat-obatan
untuk apa saja termasuk kortikosteroid, imunosupresif dan obat-obat kemoterapi
kanker harus menjadi perhatian.
2. Kontra Indikasi Lokal

Ekstraksi gigi memiliki beberapa kontraindikasi lokal, yang paling penting


dan paling kritis adalah riwayat terapi radiasi untuk kanker. Pencabutan gigi pada
area radiasi dapat menghasilkan osteoradio nekrosis. Jadi harus ditangani dengan
pertimbangan yang luar biasa. Gigi yang terletak pada area tumor, terutama tumor
ganas hendaknya jangan diekstraksi. Prosedur pembedahan untuk ekstraksi gigi
dapat menyebabkan menyebarkan sel kanker yang bersifat metastasis.
Pasien yang mempunyai perikoronitis parah, impaksi gigi molar ketiga
pada mandibula, hendaknya jangan dicabut hingga perikoronitis diobati.
Pengobatan nonbedah meliputi irigasi, antibiotik, dan ekstraksi molar
ketiga pada maksila untuk melepas odema pada jaringan lunak yang menutupi
impaksi pada mandibula. Jika molar ketiga pada mandibula diekstraksi pada
permukaan perikoronitis

yang parah komplikasi mungkin terjadi. Jika

perikoronitis menengah atau tidak parah dan gigi dapat diekstraksi dengan mudah,
maka ekstraksi segera dapat dilakukan.
Akhirnya abses dentoalveolar akut harus diperhatikan. Kasus ini banyak
sekali terjadi dan dari banyak perspektif studi bahwa resolusi yang paling cepat
dari infeksi sekunder terhadap nekrosis pulpa diperoleh ketika gigi diekstraksi
seawal mungkin, jadi infeksi akut tidak kontraindikasi terhadap ekstraksi.
Walaupun demikian adalah sulit untuk mengekstraksi gii tersebut karena pasien
mungkin tidak dapat membuka mulutnya secara lebar atau mungkin sangat sulit
untuk mencapai kondisi anestesi lokal yang mencukupi. Jika akses dan anestesi
yang disarankan dapat dilakukan, gigi dapat dicabut sesegera mungkin. (Datarkar,
2007)

2.4

Alat-Alat Ekstraksi Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah Pada Gigi
Dewasa

Gambar 1. Komponen dasar tang ekstraksi


Komponen dasar dari tang ekstraksi adalah:
1. Gagang
Cara genggam yang berbeda, tergantung pada posisi gigi yang akan
dicabut. Tang untuk maksila digenggam dengan telapak tangan berada di
bawah tang sehingga paruh diarahkan menuju superior. Tang yang
digunakan untuk geligi mandibula

digenggam dengan telapak tangan

berada di atas tang sehingga paruh ditujukan ke bawah menuju gigi.

10

Gambar 2. Gagang tang ekstraksi


2. Engsel
Mekanisme untuk menghubungkan gagang dengan paruh. Terdapat satu
perbedaan style yang jelas pada tang: tang tipe Amerika yang biasa adalah
engsel berada pada arah horizontal dan penggunaannya sesuai dengan
yang telah dijelaskan. Sedangkan tang Inggris lebih memilih engsel
vertical dan tangan menggenggam dalam arah vertical.
3. Paruh
Didesain untuk beradaptasi dengan akar gigi pada hubungan antara
mahkota dengan akar. Untuk itu, paruh yang berbeda-beda didesain untuk
gigi berakar satu, gigi berakar dua, dan gigi berakar tiga. Paruh dari tang
membelok sehingga dapat ditempatkan sejajar dengan sumbu panjang gigi,
dengan gagang pada posisi yang nyaman. Paruh dari tang mandibula tegak
lurus dengan gagang, sehingga operator dapaat mencapai gigi rahang
bawah dan mempertahankan posisi yang nyaman dan terkontrol.

11

Beberapa tang memiliki ukuran yang sempit, karena kegunaan utamanya


adalah untuk mencabut gigi dengan ukuran kecil, contohnya incisivus.
Tang lainnya berukuran lebih lebar, karena di desain untuk mencabut gigi
yang lebih besar, contohnya gigi molar.

2.4.1

Tang Gigi Permanen Untuk Mahkota Anterior Rahang Atas

Gambar 3. Tang gigi permanen mahkota anterior RA (Sumber :


http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya lurus
2) Kedua paruh/ beak bila ditutup tidak bertemu
3) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
2. Kegunaan
Untuk mencabut gigi depan atas permanent
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis

2.4.2 Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Premolar Rahang Atas


12

Gambar 4. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Premolar Rahang Atas (Sumber :
http://www.scribd.com)

1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya seperti S
2) Kedua paruh beak bila ditutup tidak bertemu
3) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
2. Kegunaan
Untuk mencabut gigi premolar atas permanen
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis

2.4.3 Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Rahang Atas

13

Gambar 5. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Rahang Atas( Sumber :
http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya seperti huruf S
2) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
3) Salah satu paruh berlekuk untuk bagian bukal sedangkan paruh yang
tidak berlekuk untuk bagian palatinal
4) Tang untuk molar atas kiri dan kanan berbeda
2. Kegunaan
Untuk mencabut gigi molar atas permanen
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.4 Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Anterior Rahang Bawah

Gambar 6. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Anterior Rahang Bawah


(Sumber: http://www.scribd.com)

14

1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya 90o seperti huruf L
2) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
3) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
2. Kegunaan
Untuk mencabut gigi incisivus dan kaninus permanen
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.5 Tang Gigi Permanen Untuk Mahkota Premolar Rahang Bawah

Gambar 7. Tang Gigi Permanen Untuk Mahkota Premolar Rahang Bawah


(Sumber: Datarkar, Abhay N, 2007)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya 135o
2) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
3) Kedua paruh tidak berlekuk
4) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
2. Kegunaan
Untuk mencabut mahkota gigi premolar bawah permanen
3. Pemeliharaan

15

1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di


bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis

2.4.6 Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Rahang Bawah

Gambar 8. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Rahang Bawah (Sumber :
http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya 90o seperti huruf L
2) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
3) Kedua paruh berlekuk-lekuk
4) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama

16

2.

Kegunaan
Untuk mencabut gigi molar bawah permanen

3.

Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat

4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.7 Tang Permanent Untuk Akar Anterior Rahang Atas

Gambar 9. Tang Permanent Untuk Akar Anterior Rahang Atas (Sumber :


http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya lurus
2) Kedua paruh bila ditutup akan bertemu

17

3) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama

2. Kegunaan
Untuk mencabut akar gigi anterior permanent
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.8 Tang Gigi Permanent Untuk Akar Posterior Rahang Atas

Gambar 10. Tang Gigi Permanent Untuk Akar Posterior Rahang Atas (Sumber
:http://www.scribd.com)

1.

Ciri-Ciri

18

1) Antara handle sampai dengan beak berbentuk seperti bayonet/ seperti


huruf S
2) Kedua paruh bila ditutupkan bertemu
2. Kegunaan
Untuk mencabut akar gigi posterior rahang atas permanent
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.9 Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Tiga Rahang Atas

Gambar 11. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Tiga Rahang Atas
(Sumber : http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya berbentuk seperti bayonet

19

2) Kedua paruh bila ditutupkan tidak bertemu


2. Kegunaan
Untuk mencabut gigi posterior rahang atas permanent
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.10 Tang Gigi Permanent Untuk Akar Rahang Bawah

Gambar 12. Tang Gigi Permanent Untuk Akar Rahang Bawah (Sumber :
http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya membentuk sudut 90o seperti
huruf L

20

2) Kedua paruh bila ditutup akan bertemu


2. Kegunaan
Untuk mencabut akar gigi rahang bawah permanent
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.11 Bein

Gambar 12.

Gambar 13. Straight Bein


1. Ciri-Ciri

21

1) Alat dan bahan stainless steel yang bagian ujungnya tajam dan pipih
2) Bentuknya lurus
3) Bengkok : Mesial dan distal
2. Kegunaan
1) Untuk melepaskan gigi dari jaringan periodontal
2) Untuk mengambil akar
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4) Kalau bagian ujungnya tumpul dapat ditajamkan lagi
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.12 Cryer

22

Gambar 14.
1. Ciri-Ciri
1) Alat dari stainless steel yang berbentuk T
2) Bentuk ujungnya berbeda-beda
2. Kegunaan
1) Untuk mengambil sisa akar
2) Apabila kita mencabut gigi dengan dua akar, baru satu akar yang
tercabut
3) Memisahkan akar gigi yang fraktur diatas bifurkasi
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4) Kalau bagian ujungnya tumpul dapat ditajamkan lagi
4.

Keterangan
Termasuk alat kritis

2.4.13 Instrumen Dasar Untuk Jaringan Lunak

23

Instrumen dasar yang digunakan untuk jaringan lunak diantaranya scalpel


untuk insisi, forcep bergigi ataupun tidak bergigi untuk menggenggam jaringan
dan pembuluh darah yang mengalami perdarahan, Allis-type clamp untuk tepat
memegang specimen biopsy dan margin jaringan, retractor untuk menarik pipi,
lidah, dan flap mukoperiosteal, serta berbagai tang mulai dari mosquito-type
forcep yang kecil sampai Kelly and Schnidt-type forcep yang besar, needleholding forcep, dan gunting yang sesuai. (Anderson, et al, 2010)

Gambar 15. Scalpel Handle (Sumber : Anderson, et al, 2010)

Gabar 16. Scalpel Blade (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Scalpel terdiri dari handle dan disposable, mata pisau steril yang tajam)

Gambar 17. Toothed Forcep (Sumber : Anderson, et al, 2010)

24

Gambar 18. Non-Toothed Forcep (Sumber : Anderson, et al, 2010)

Gambar 19. Allis Clamp (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Memiliki pegangan yang dapat mengunci, yang biasanya digunakan untuk
mengambil jaringan yang lebih besar seperti epulis fissuratum)

Gambar 20. Minnesota Retraktor (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Retraktor Pipi : Retraktor ini dapat menarik pipi dan flap mukoperiosteal secara
stimultan. Sebelum flap dibuat, retraktor menahan pada pipi dan ketika akan
menyentuh flap, retraktor ditempatkan pada tulang dan selanjutnya digunakan
untuk menarik flap)

25

Gambar 21. Weider retractor (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Retraktor lidah : Retraktor yang lebar, berbentuk hati yang bergigi tajam pada
satu sisi sehingga dapat melawan lidah lebih kuat serta menarik secara medial dan
anterior)

Gambar 22. Mosquito and Kelly-type forceps (Sumber : Anderson, et al, 2010)

Gambar 23. Needle Holder (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Pengangannya mengunci, berparuh pendek dan kuat. Untuk penjahitan intraoral
digunakan needle holder 6 inci (15 cm). Paruh dari needle holder lebih pendek
dan kuat daripada hemostat. Needle holder dipegang dengan ibu jari dan jari
manis. Jari telunjuk dan jari tengah untuk mengontrol pergerakan)

26

Gambar 24. Iris Scissor (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Gunting jaringan lunak yang berbentuk kecil, berujung lancip dan tajam,
merupakan alat yang lembut (delicate) untuk pekerjaan yang halus )

Gambar 25. Metzenbaum Scissor (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Gunting jaringan lunak yang kasar, digunakan untuk menggali jaringan lunak dan
juga memotong-motong benang)
2.4.14 Instrumen Dasar Untuk Jaringan Keras
Untuk operasi yang melibatkan mandibula atau maksila, instrument dasar
untuk jaringan lunak dianjurkan, dan sebagai tambahan, diperlukan juga periosteal
elevators untuk mengangkat periosteum dari tulang, periosteal retractors, curettes,
dan roungeurs untuk menghilangkan dan mengikis/ mengorek tulang, dan bone
files untuk menghaluskan tulang. (Anderson, et al, 2010)

Gambar 26. Woodson periosteal elevator (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Ketika gigi sudah diekstraksi, jaringan lunak yang menempel disekeliling gigi
harus dilepaskan. Instrumen yang sering digunakan adalah Woodson periosteal

27

elevator no.1. Instrumen ini relatif kecil dan lembut dan dapat digunakan untuk
menghilangkan jaringan lunak melewati sulkus gingival).

Gambar 27. Molt #9 periosteal elevator (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Setelah insisi melewati mukoperiosteum sudah dibuat, mukosa dan periosteum
harus di refleksikan dari tulang dibawahnya dengan periosteal elevator.
Periosteal elevator dapat digunakan untuk mereflek jaringan lunak dengan 3 cara:
Pertama, ujung lancip digunakan pada gerakan membongkar untuk mengangkat
jaringan lunak. Ini paling sering digunakan untuk mengangkat papila dental.
Metode kedua adalah gaya dorongan, dimana ujung yang lebar meluncur dibawah
flap, memisahkan periosteum dari tulang di bawahnya. Ini lebih efisien dan
menghasilkan refleksi paling bersih dari periosteum. Metode ketiga adalah gaya
tarikan, atau mengikis. Ini kadang berguna pada beberapa area tapi lebih ke
menyobek atau menoreh periosteum jika tidak digunakan hati-hati. Periosteal
elevator juga dapat digunakan sebagai retractor).

. Gambar 28. Langenbeck retractor (Sumber : Anderson, et al, 2010)

Gambar 29. Curettes (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Kuret periapikal memiliki bentuk bersudut, berujung ganda, dan digunakan untuk
mengambil jaringan lunak dari kerusakan tulang. Kegunaan utamanya untuk

28

mengangkat granuloma atau kista kecil dari lesi periapikal, dapat juga untuk
mengambil jaringan granulasi debris kecil dari soket gigi)

Gambar 30. Rongeurs (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Memiliki pegas diantara pegangannya sehingga ketika tekanan tangan
dilepaskan, instrumen akan terbuka. Terdiri dari side-cutting forceps (Gbr. 4A),
side-cutting and end-cutting forceps)

Gambar 31. Bone Files (Sumber : Anderson, et al, 2010)


(Digunakan untuk menghaluskan permukaan tulang sebelum menutup kembali
flap mukoperiosteal. Hindari menekan bone file ini karena akan menyebabkan
kerusakan pada tulangnya)
2.4.15 Bur dan Handpiece

Digunakan handpiece high-speed dengan carbide bur fissure no.557 atau


no.703 atau bur bundar no.8 untuk mengambil tulang kortikal. Untuk mengangkat
tulang yang besar seperti pengurangan torus, digunakan bur akrilik. Handpiece

29

harus di strelilisasi di dalam autoclave, dan tidak boleh membuang udara ke daera
operatif seperti bor dental.
2.4.16 Instrumen Untuk Memindahkan Instrumen Steril
Transfer forceps : Tang yang memiliki jepitan yang berat dan membelok
ke kanan. Biasa disimpan pada wadah berisi larutan antibakteri seperti
glutaraldehid.
Fungsi : Memindahkan alat instrumen dari satu area ke area lainnya. (Pedersen,
1996)

Gambar 33.
2.5 Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah
2.5.1Metode Pencabutan
1. Intra-alveolar Extraction
Metode pencabutan ini biasanya digunakan untuk mencabut gigi yang
telah erupsi dan masih utuh menggunakan forceps, elevator, maupun
keduanya. Metode ini juga diistilahkan sebagai extraction by closed method
(Borle, 2014).
Indikasi dari intra-alveolar extraction yaitu:
1) gigi yang telah goyang
2) gigi yang masih firm namun mahkotanya utuh
3) lokasi gigi yang memungkinkan untuk dicabut

dengan forceps

dan/atau elevator (Borle, 2014).


2. Transalveolar Extraction

30

Metode ini digunakan untuk mencabut gigi yang impaksi atau untuk
mengambil potongan akar gigi atau untuk mencabut gigi yang bentuk akarnya
tidak menguntungkan. Metode ini dapat disebut surgical extraction. Dalam
teknik transalveolar ini, gigi yang akan dicabut diakses dengan
menghilangkan tulang alveolar yang menutupinya (Borle, 2014).
Indikasi metode pencabutan transalveolar yaitu:
1) Potongan akar (sisa akar)
2) Mahkota yang rusak parah
3) Gigi yang fraktur
4) Gigi yang rapuh (brittle, dirawat saluran akarnya)
5) Bentuk akar gigi yang tidak menguntungkan
6) Tulang yang padat (dense)
7) Gigi malposisi (crowding, erupsi yang tidak lengkap)
8) Lokasi yang dekat dengan struktur vital (Borle, 2014).
2.5.2Rangkaian Prosedur Selama Pencabutan
1. Administrasi Anestesi Lokal
Kebanyakan kasus dan tindakan pencabutan akan berlangsung secara
efektif dan berhasil di bawah pengaruh anestesi lokal. Sehingga, langkah
pertama dalam tindakan pencabutan gigi adalah administrasi anestesi lokal
dengan menggunakan agen anestesi yang sesuai dan teknik yang benar.
Operator sebaiknya menunda tindakan sampai anestesi lokal tersebut
menimbulkan efeknya dan ditinjau kembali melalui evaluasi simtom subjektif
dan objektif (Borle, 2014).
2. Posisi Operator dan Pasien
1) Posisi Operator
Selama tindakan ekstraksi, posisi operator dibuat sedemikian rupa agar
tindakan dapat berjalan dengan lancar meskipun tindakan berlangsung
cukup lama (Borle, 2014)..
Hal-hal yang penting untuk diperhatikan operator mengenai posisinya
adalah sebagai berikut:
(1) Operator dapat berdiri atau duduk

31

(2) Posisi operator dapat berada di depan atau di belakang pasien,


bergantung pada gigi yang akan dicabut. Untuk gigi rahang atas
dan rahang bawah di sebelah kiri, operator berdiri pada posisi jam
7 atau 8. Untuk gigi rahang bawah di sebelah kanan, operator
berdiri pada posisi jam 11.
(3) Operator memposisikan dirinya senyaman mungkin. Punggung
dibuat lurus. Kepala tidak menunduk karena dapat menghalangi
cahaya dari lampu.
(4) Operator tidak boleh condong tubuhnya ke arah pasien dan
mengontaminasi daerah steril yang telah di-draping dan diisolasi
(Borle, 2014).

Gambar 36. Posisi operator pada pencabutan gigi rahang bawah anterior, posterior
kanan, dan posterior kiri (Sumber: Borle, 2014)

32

Gambar 37. Posisi operator pada pencabutan gigi rahang atas posterior kiri,
anterior, dan posterior kanan (Sumber: Borle, 2014)
2) Posisi Pasien
(1) Pasien harus berada pada posisi senyaman mungkin, dengan kepala
yang ditopang dengan baik di bagian oksipital
(2) Untuk gigi rahang atas, posisi yang disarankan adalah posisi
supinasi (punggung 10 terhadap lantai). Untuk gigi rahang bawah,
posisi yang disarankan adalah posisi hampir supinasi atau semisitting (punggung 20-30 terhadap lantai).
(3) Kedua posisi pasien yang telah disebutkan di atas disarankan untuk
digunakan jika operator berada dalam posisi duduk.
(4) Jika operator berada dalam posisi berdiri, maka sebaiknya kursi
pasien ditinggikan dan kepala pasien disandarkan ke belakang,
sehingga lengkung rahang bawah pasien akan sejajar dengan lantai
dan lengkung rahang atas pasien membentuk sudut 45 dengan
lantai (Borle, 2014).

Gambar 38. Posisi pasien (Sumber: Pedersen, 1996)


3) Urutan Pencabutan
(1) Untuk menghindari perdarahan dari soket yang dapat mengganggu
area tindakan, urutan pencabutan biasanya dilakukan pencabutan
pada gigi rahang bawah terlebih dahulu kemudian gigi rahang atas.
Kekurangan dari urutan demikian adalah fragmen kalkulus atau

33

fraktur dari gigi rahang atas dapat terjatuh ke dalam area soket
rahang bawah, sehingga dapat mengganggu penyembuhan. Oleh
karena itu, disarankan untuk melakukan pencabutan pada gigi
rahang atas terlebih dahulu sebelum melakukan pencabutan pada
gigi rahang bawah. Gigi-gigi posterior dicabut terlebih dahulu
sebelum gigi-gigi anterior (Borle, 2014).
(2) Pada pencabutan lebih dari satu gigi, lebih baik dilakukan
pencabutan pada gigi yang paling sakit terlebih dahulu, kalau-kalau
anestesi atau operasi mengalami kesulitan sehingga dapat
menghambat kelancaran prosedur. Dengan cara yang sama, di
bawah pengaruh anestesi lokal, hanya satu kuadran mulut yang
diperbolehkan untuk diinjeksi dalam satu waktu. Jika tindakan
pada kuadran tersebut telah selesai, maka kuadran lainnya dapat
diinjeksi. Sebaiknya gigi yang dicabut hanya dari satu sisi
lengkung saja, sehingga sisi yang lain dapat digunakan untuk
pengunyahan (Borle, 2014).
(3) Ekstraksi lebih dari satu gigi pada pasien dalam sekali kunjungan
merupakan kontraindikasi dapat menyebabkan inflamasi dan
ketidaknyamanan dan hilangnya darah. Perlu dipertimbangkan
kesulitan pembedahannya, kesehatan pasien, aspek moral, dan lainlain. Jika diperlukan pencabutan banyak gigi dalam sekali
kunjungan, pasien harus ditempatkan dalam recovery room selama
setidaknya 1 jam pasca pencabutan dan didampingi asisten saat di
rumah (Borle, 2014).

34

3. Akses
Dalam tindakan pencabutan gigi, akses dan visibilitas yang cukup terhadap
lokasi pencabutan merupakan prasyarat yang penting dalam keberhasilan
tindakan pencabutan. Operator tidak boleh menggunakan forceps pada
elevator tanpa mengetahui dengan jelas area yang dikerjakan karena hal
tersebut dapat menyebabkan cedera pada jaringan lunak, terselipnya
instrumen, dan fraktur pada gigi (Borle, 2014).
Akses yang baik dalam tindakan pencabutan dapat diperoleh dengan
meretraksi bibir, pipi, dan lidah dengan hati-hati, dengan menggunakan
Bishops/Austin/Minnesota retractors dan Wieder tongue blade (Borle, 2014).

Gambar 39. Retraktor modifikasi Austin (Borle, 2014)


4. Retraksi Gingiva
Retraksi gingiva diperlukan untuk memudahkan aplikasi tang sedalam
mungkin ke apikal di bawah CEJ dan mencegah laserasi gingiva saat
pencabutan. Retraksi dapat dicapai dengan penggunaan 15 BP blade, Moons
probe, atau elevator periosteal yang tajam (Borle, 2014).

Gambar 40. Retraksi gingiva

35

(Sumber: Borle, 2014)


5. Elevator
Elevator merupakan innstrumen yang digunakan untuk menguji anestesi,
memperkirakan mobilitas gigi, memisahkan perlekatan ginginya, dan
memulai pelonggaran alveolus (Pedersen, 1996).
Keberhasilan penggunaannya bergantung pada tekanan yang terkontrol,
cara memegang yang baik dan tepat (pinch/sling grasp), bidang titik
penempatan atau insersi yang tepat, dan titik tumpu yang tepat (Pedersen,
1996).
Bentuk elevator umumnya lurus dengan bidang miring, diinsersikan pada
regio mesiogingival interproksimal, paralel dengan permukaan akar gigi
untuk mengawali pencabutan. Mobilitas yang cukup dicapai apabila elevator
ditekan ke apikal dan juga dirotasi ke bukal/fasial (Pedersen, 1996).

Gambar 41. Penggunaan elevator yang benar dan tidak benar


(Sumber: Borle, 2014)
6. Tang (Forceps)
Tang (forceps) digunakan dengan cara dipegang. Tang dapat dipegang
dengan posisi telapak tangan menghadap ke bawah untuk pencabutan gigi
rahang bawah, dan ke atas untuk pencabutan gigi rahang atas. Cara
pemegangan seperti ini memungkinkan posisi pergelangan tangan lurus dengan
siku yang mendekati badan (Pedersen, 1996).
36

Teknik pencabutan dengan tang ada 3, yaitu:


1) Pinch grasp technique
Teknik ini digunakan dengan cara memegang prosesus alveolaris di
antara ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang bebas (nonextraction
hand). Hal ini akan membantu retraksi pipi, stabilisasi kepala,
dukungan pada prosesus alveolaris, dan meraba tulang bukal. Dengan
teknik ini, tekanan dapat ditentukan derajat kekuatannya (Pedersen,
1996).

Gambar 42. Teknik pinch grasp


(Sumber: Borle, 2014)
2) Sling grasp technique
Teknik ini biasanya digunakan pada rahang bawah, memungkinkan
retraksi pipi/lidah, dan memberikan dukungan terhadap rahang bawah.
Dukungan diperoleh dengan memegang mandibula di antara ibu jari
dan jari telunjuk tangan yang bebas, sehingga TMJ terlindung dari
tekanan yang berlebihan. Dengan cara ini, gerakan mandibula yang
berlebihan

dapat

terlihat,

perlu/tidaknya

mengurangi

tekanan,

memperbesar dukungan, atau keduanya. Untuk menambah kekuatan


sling grasp dapat digunakan bite block (Pedersen, 1996).

37

Gambar 43. Mandibular sling grasp (Sumber: Borle, 2014)


3) Pegangan dengan kedua tangan
Teknik ini diindikasikan untuk pencabutan dengan tingkat kesulitan
tertentu, sehingga memerlukan tekanan yang lebih besar atau dapat
digunakan untuk operator dengan kekuatan fisik yang tergolong
kurang. Dalam teknik ini, diperlukan imobilisasi kepala, retraksi
pipi/lidah, dan fiksasi mandibula oleh asisten melalui penggunaan bite
block. Syarat pemegangannya yaitu telapak tangan ke atas/bawah dan
pergelangan tangan lurus/siku dekat ke badan (Pedersen, 1996).
7. Tekanan Pencabutan
Tekanan dalam pencabutan diperlukan untuk melonggarkan alveolus,
memutus ikatan ligamen periodontal, dan memisahkan perlekatan gingiva.
Tekanan harus terkontrol untuk menghindari fraktur (Pedersen, 1996).
Macam-macam tekanan pencabutan yaitu:
1) Tekanan permulaan yang biasa digunakan adalah tekanan apikal yang
dikombinasikan dengan cengkeraman. Tujuannya untuk mendesakkan
beak ke dalam ruang PDL dan mendapatkan apical seat;
2) Tekanan bukal merupakan tekanan utama dalam pencabutan (major
movement), karena plat kortikal bukal relatif tipis dan mudah
diekspansi;

38

3) Tekanan lingual merupakan tekanan yang sedikit dilakukan (minor


movement), karena plat kortikalnya relatif lebih tebal dan sulit
diekspansi. Selain itu, kemungkinan fraktur akar dengan tekanan ini
lebih besar, khususnya pada kasus pencabutan gigi rahang atas, dan
dapat menyebabkan hematoma sublingual atau kerusakan nervus
lingualis;
4) Tekanan rotasi digunakan untuk memutus serat-serat PDL, tidak dapat
diaplikasikan pada gigi berakar jamak daan insisivus lateral rahang
atas karena adanya distal curvature, sehingga kemungkinan fraktur
lebih besar. Tekanan ini baik untuk diaplikasikan pada gigi berakar
konikal;
5) Tekanan traksi (traction) digunakan untuk mengeluarkan gigi dari
soketnya (Borle, 2014).

Gambar 44. Macam-macam tekanan pada pencabutan


(Sumber: Borle, 2014)
8. Kuretase dan Kompresi
Kuret merupakan alat yang ideal untuk memeriksa alveolus setelah
pencabutan. Alat ini digunakan untuk melapaskan fragmen-fragmen tulang,
jaringan granulasi, dinding granuloma dan atau kista. Kuretase harus
dilakukan dengan hati-hati (Pedersen, 1996).

39

Gambar 45 . Kuret
(Sumber: Pedersen, 1996)
Kompresi diperlukan pada alveolus untuk memperbaiki ekspansi alveolus
saat

pencabutan.

Rasa

nyaman,

pembentukan

bekuan

darah,

dan

penyembuhan jangka panjang dicapai dengan kompresi. Daerah bekas


pencabutan dijepit dengan ibu jari dan telunjuk, untuk menyempitkan
alveolus dan sangat terasa pada lengkung rahang atas (Pedersen, 1996).
2.5.3 Teknik Pencabutan Gigi-gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah
1. Insisivus
Kesulitan dalam pencabutan gigi insisivus jarang terjadi, kecuali dalam
kasus crowding, konfigurasi akar yang rumit, atau kondisi gig yang telah
dirawat endodontik (Pedersen, 1996).
Gigi insisivus atas dicabut dengan menggunakan tang 150, menggunakan
teknik pinch grasp. Tekanan yang digunakan mengarah ke lateral
(fasial/lingual) dan rotasional. Tekanan lateral lebih diutamakan ke arah
fasial, sedangkan tekanan rotasional lebih diutamakan ke arah mesial.
Tekanan-tekanan tersebut diindikasikan karena biasanya inklinasi apeks gigigigi insisivus adalah ke arah distal, bidang labial gigi yang tipis, dan arah
pengungkitannya dominan ke arah fasial (Pedersen, 1996).
40

Gambar 46. Arah pencabutan gigi insisivus rahang atas dan bawah
(Sumber: Pedersen, 1996)
Gigi insisivus bawah dicabut dari posisi kanan atau kiri belakang,
menggunakan tang 150 dan teknik sling grasp. Mula-mula, gigi ditekan ke
arah lateral dengan penekanan ke fasial. Ketika muncul mobilitas pertama,
tekanan rotasional kemudian dikombinasikan dengan tekanan lateral, dan hal
ini sangat efektif (Pedersen, 1996).
Insisivus bawah diungkit ke arah fasial, kecuali pada insisivus yang
inklinasinya ke lingual dan crowding. Jika insisivus bawah memiliki keadaan
demikian, maka digunakan tang 74 atau 74N dari kanan atau kiri depan,
karena dapat beradaptasi baik terhadap insisivus. Tang tersebut digunakan
dengan gerakan menggoyahkan secara perlahan untuk mencegah fraktur
karena insisivus bawah tidak tertanam dengan kuat (Pedersen, 1996).

41

Gambar 47. Penggunaan tang 151 dari posisi kanan belakang untuk mencabut
insisivus rahang bawah. Mandibula ditahan antaa ibu jari dan jari-jari lain dari
tangan yang bebas (nonextraction hand)
(Sumber: Pedersen, 1996)

Gambar 48. Pencabutan dengan tang 74 dari posisi kanan depan untuk mencabut
gigi anterior bawah. Diberikan tekanan yang hati-hati dalam arah bukal-lingual
dan cukup efektif
(Sumber: Pedersen, 1996)

42

2. Kaninus
Gigi kaninus tergolong gigi yang sukar dicabut. Akarnya panjang dan
tulang servikal yang menutupinya padat dan tebal (Pedersen, 1996).
Gigi kaninus rahang atas dicabut dengan teknik pinch grasp untuk
mendeteksi awal terjadinya ekspansi atau fraktur bidang fasial dan mengatur
tekanan selama proses pencabutan. Tang yang digunakan adalah tang 150,
dipegang dengan telapak tangan menghadap ke atas. Alternatif lainnya yaitu
menggunakan tang khusus kaninus rahang atas, yaitu tang 1. Pegangannya
lebih panjang dan paruh tang beradaptasi lebih baik dengan akar kaninus.
Apabila tang sudah ditempatkan dengan baik pada gigi, paruh masuk cukup
dalam, dipegang pada ujung pegangan dan kontrol tekanan cukup baik,
selanjutnya dihantarkan tekanan pada tang (Pedersen, 1996).
Tekanan utama pencabutan adalah ke arah lateral terutama fasial. Tekanan
rotasional digunakan untuk melengkapi tekanan lateral dan biasanya
diaplikasikan setelah sedikit luksasi (Pedersen, 1996).
Gigi kaninus rahang bawah dicabut dengan tang 151, dipegang dengan
telapak tangan menghadap ke bawah dan tekniknya adalah sling grasp.
Seperti halnya kaninus rahang atas, akarnya panjang sehingga memerlukan
tekanan terkontrol yang cukup kuat untuk ekspansi alveolus. Tekanan yang
diberikan adalah tekanan lateral fasial, dan dapat digunakan pula tekanan
rotasional (Pedersen, 1996).

43

Jika pada pencabutan gigi kaninus ternyata memerlukan tekanan yang


lebih besar dari perkiraan, prosedur pencabutannya dapat digantikan dengan
open flap procedure (Pedersen, 1996).

Gambar 49. Teknik pinch grasp pada gigi kaninus rahang atas
(Sumber: Pedersen, 1996)

Gambar 50. Arah pencabutan gigi kaninus


(Sumber: Pedersen, 1996)
44

3. Premolar
Gigi premolar rahang atas dicabut dengan tang 150, dipegang dengan
telapak menghadap ke atas dan teknik pinch grasp. Premolar pertama mulamula ditekan ke lateral, ke arah bukal. Gerakan rotasional dihindari karena
premolar pertama rahang atas sering mempunyai akar dua. Tekanan
diaplikasikan secara hati-hati dan diberikan perhatian khusus saat
pengeluaran gigi untuk mneghindari fraktur akar. Ujung akar premolar
pertama rahang atas yang mengarah ke palatal akan menyulitkan pencabutan,
dan fraktur dapat diperkecil dengan membatasi gerak ke arah lingual
(Pedersen, 1996).
Gigi premolar kedua biasanya berakar tunggal dan dicabut dengan cara
yang sama seperti kaninus atas. Akarnya lebih pendek dan tulang bukal gigi
ini lebih tipis daripada gigi kaninus. Alat yang digunakan yaitu tang 150,
tekanan ke arah lateral (bukal dan lingual), dikombinasikan dengan tekanan
rotasional dan oklusal saat pengeluaran ke arah bukal (Pedersen, 1996).
Gigi premolar rahang bawah dicabut dengan teknik yang sangat mirip
dengan insisivus bawah. Tang yang digunakan yaitu tang 151, dipegang
dengan telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Tekanan utama yaitu ke
arah lateral (bukal), bisa dikombinasikan dengan tekanan rotasi. Gigi
dikeluarkan ke arah bukal (Pedersen, 1996).

45

Gambar 51. Teknik pencabutan premolar


(Sumber: Pedersen, 1996)

Gambar 52. Arah pencabutan gigi premolar rahang atas dan bawah
(Sumber: Pedersen, 1996)

46

4. Molar
Tekanan dalam pencabutan molar biasanya membutuhkan tekanan yang
besar untuk memudahkan ekspansi alveolus. Keterampilan penggunaan
elevator sangat diperlukan untuk luksasi dan ekspansi alveolar (Pedersen,
1996).
Gigi molar rahang atas dicabut dengan tang 150, 53, atau 210, dipegang
dengan telapak tangan ke atas dan teknik pinch grasp. Lebih sering digunakan
tang 53 daripada 150 karena adaptasi akar lebih baik dengan paruh anatomis.
Tekanan pencabutan utama adalah ke arah bukal (Pedersen, 1996).
Gigi molar rahang bawah dicabut dengan tang 151, 23, dan 222. Tang 151
memiliki kekurangan serupa tang 150, yaitu paruh tang yang sempit sehingga
kurang beradaptasi dengan baik dengan molar. Tang 17 bawah berparuh lebih
lebar, dapat memegang bifurkasi dan baik digunakan asalkan mahkotanya
cocok. Tang 23 (Cowhorn) digunakan berbeda dari tang rahang bawah lain,
dalam hal tekanan. Tekanan mencengkeram yang digunakan dikombinasikan
dengan tekanan lateral, ke arah bukal dan lingual, sehingga menyebabkan
bifurkasi terungkit atau fraktur. Tang 222 seperti tang 10 maksila, spesifik
untuk molar ketiga namun dapat digunakan untuk pencabutan molar kesatu dan
kedua (Pedersen, 1996).
Tekanan lateral mula-mula adalah ke lingual, karena pada area ini tulang
bukal relatif tebal, sehingga gigi molar sering dikeluarkan ke arah lingual
(Pedersen, 1996).

47

Gambar . Pencabutan gigi molar


(Sumber: Pedersen, 1996).

48

Gambar 53. Luksasi gigi molar dengan tang dan elevator


(Sumber: Pedersen, 1996)

2.6 Instruksi Pasca Ekstraksi


Dalam Buku Ajar Praktis Bedah Mulut oleh Pedersen (1996), terdapat
instruksi yang harus dijelaskan oleh dokter gigi kepada pasien yang telah melalui
tindakan ekstraksi, yaitu:
1. Perdarahan bisa dikontrol dengan baik dengan menggigit kapas atau kasa
selama 30 menit sampai 1 jam pasca ekstraksi. Hal tersebut membantu
mempercepat proses hemostasis sehingga perdarahan akan cepat berhenti.
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca ekstraksi masih
tergolong normal;
2. Rasa sakit atau tidak nyaman sesudah ekstraksi tidak akan terjadi sampai
pengaruh anestesinya hilang. Saat pulihnya sensasi dari anestesi adalah
saat yang paling tidak nyaman. Pasien dapat diinstruksikan untuk
meminum analgesik seperti asetaminofen dalam 2 jam untuk mengurangi
rasa sakit tersebut;
3. Meskipun edema yang biasa terjadi pasca ekstraksi biasanya tidak terlalu
berat, hal tersebut dapat dicegah dengan aplikasi dingin seperti kompres
es batu dalam kantung plastik yang dibungkus handuk. Kompres es
tersebut dapat diaplikasikan selama 24 jam pertama pasca ekstraksi,
selama 30 menit;
4. Hindari konsumsi makanan dan minuman panas;
5. Hindari konsumsi makanan yang keras. Pasien dianjurkan untuk
mengonsumsi makanan bertekstur lunak;
6. Daerah bekas pencabutan tidak boleh dihisap;
7. Pasien diinstruksikan untuk tidak meludah;
8. Pasien tidak boleh mengunyah permen karet atau merokok;

49

9. Jika terdapat keluhan berupa komplikasi, pasien diinstruksikan untuk


menghubungi dokter gigi yang bersangkutan.

Gambar 54. Daftar medikasi yang dapat diresepkan sebagai analgesik


(Sumber: Pedersen, 1996)

2.7 Komplikasi saat dan pasca pencabutan gigi


Komplikasi adalah suatu respon tertentu pada pasien yang dianggap normal
dari

suatu

pembedahan

seperti

terjadinya

perdarahan

sesaat,

oedem

(pembengkakan) dan timbulnya rasa sakit. Adapun beberapa faktor penyebab


terjadinya komplikasi diantaranya karena kondisi sistemik dan lokal pasien,
keahlian, keterampilan dan pengalaman sang operator, serta standar prosedur
pelaksanaan bedah yang diterapkan oleh dokter gigi. (Riawan, 2002)
Berbagai komplikasi dapat terjadi, seperti:
50

1. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi karena kelainan bawaan atau yang didapat. selain itu
ditentukan pula oleh kondisi sistemik pasien serta keadaan lokal di rongga
muluT. Perdarahan (hemorragie), keadaan ini merupakan terjadinya perdarahan
yang hebat saat pencabutan gigi. Ini terjadi akibat adanya kelainan sistemik dan
faktor lokal. (Riawan, 2002)
Kelainan sistemik pada pasien, seperti:
1) Hipertensi, Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor,
pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat,
pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita
menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah
dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga
ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti
obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena
juga dapat menyebabkan perdarahan.
2) penyakit kardiovaskular, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien
naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga
terjadi perdarahan.
3) diabetes melitus, pada pasien dengan DM tidak terkontrol, akan terjadi
gangguan sirkulasi perifer, sehingga penyembuhan luka akan berjalan lambat,
fagositosis terganggu, PMN akan menurun, diapedesis dan kemotaksis juga
terganggu karena hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan
terjadinya perdarahan.

51

4) hemofilia, pada pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi


faktor VIII. Pada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor
IX. Sedangkan pada von Willebrands disease terjadi kegagalan pembentukan
platelet, tetapi penyakit ini jarang ditemukan.
Sedangkan, faktor lokal yang dapat menyebabkan perdarahan, seperti:
1) Mukosa yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi.
2) Trauma yang berlebihan pada jaringan lunak dan keras.
3) Tidak dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien.
4) Tindakan pasien seperti penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan
menghisap-hisap.
5) Kumur-kumur yang berlebihan.
6) Memakan makanan yang keras pada daerah ekstraksi. (Riawan, 2002)
2. Pembengkakan
Keadaan ini terjadi akibat perdarahan yang hebat saat pencabutan gigi. Ini
terjadi karena bermacam hal, seperti kelainan sistemik pada pasien. (Riawan,
2002)
3. Rasa sakit
Rasa sakit pasca operasi pada jaringan keras dapat berasal dari instrument
atau bur yang terlalu panas selama pembuangan tulang. Dengan mencegah
kesalahan teknis dan memperhatikan penghalusan tepi tulang yang tajam, serta
pembersihan soket tulang setelah pencabutan dapat menghilangkan penyebab
rasa sakit setelah pencabutan gigi. (Riawan, 2002)
4. Fraktur
1) Fraktur mahkota gigi,
Fraktur mahkota disebabkan oleh tidak tepatnya aplikasi tang pada gigi,
bilah tang di aplikasikan pada mahkota gigi bukan pada akar atau massa akar

52

gigi, atau dengan sumbu panjang tang yang tidak sejajar dengan sumbu
panjang gigi. Bila operator memilih tang dengan ujung terlalu lebar dan
hanya memberikan kontak 1 titik gigi dapat pecah bila tang ditekan. Bila
tangkai tang tidak dipegang dengan kuat, ujung tas mungkin terlepas dari akar
dan mematahkan mahkota gigi. Pemberian tekanan berlebihan dalam upaya
mengatasi perlawanan dari gigi tidak dianjurkan dan bisa menyebabkan
fraktur mahkota gigi. (Riawan, 2002)
Bila fraktur mahkota gigi terjadi, metode yang digunakan untuk
mengambil sisa dari gigi bergantung pada banyaknya gigi yang tersisa serta
penyebab kegagalannya. Terkadang diperlukan aplikasi tang atau elevator
tambahan untuk mengungkit gigi. (Riawan, 2002)
2) Fraktur akar gigi,
Fraktur akar sering terjadi pada pencabutan dengan tang, pada gigi yang
mati oleh karena rapuh, akar gigi yang bengkok, atau adanya hipersementosis
dan lain-lain. Bila akar yang fraktur amat kecil dan letaknya jauh terbenam
dalam tulang dapat dibiarkan dengan catatan penderita diberitahu keadaan
tersebut. (Riawan, 2002)
3) Fraktur tulang alveolar
Dapat terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar. Bila terasa bahwa
terjadi fraktur tulang alveolar sebaiknya giginya dipisahkan terlebih dahulu
dari tulang yang patah, baru dilanjutkan pencabutan. (Riawan, 2002)
4) Fraktur tuberositas maksila
Biasa terjadi pada waktu pencabutan gigi molar tiga rahang atas. Perlu
dihindari oleh karena tuberositas diperlukan sebagai retensi pada pembuatan
gigi tiruan. (Riawan, 2002)
5) Fraktur yang bersebelahan atau gigi antagonis
Gigi yang bersebelahan atau gigi antagonis bisa pecah atau fraktur bila
gigi yang akan dicabut diberikan tekanan yang berlebih dan tang membentur

53

gigi tersebut. Teknik pencabutan yang terkontrol dapat mencegah kejadian


ini. (Riawan, 2002)
6) Fraktur mandibula atau maxilla
Paling umum terjadi dikarenakan kesalahan teknik operator saat
melakukan pencabutan gigi. Oleh karena itu operator diharuskan memiliki
teknik yang benar dan bisa memperhitungkan seberapa besar penggunaan
tenaga saat mencabut gigi dan cara menggunakan alat dengan tepat. (Riawan,
2002)
5. Dry socket
Dry socket adalah kerusakan bekuan darah yang disebabkan oleh trauma pada
saat ekstraksi akibat dokter gigi yang kurang berhati-hati, pasien yang
menggunakan kontrasepsi oral atau

kortikosteroid,

kurangnya irigasi saat

dokter gigi melakukan tindakan, gerakan menghisap dan menyedot daerah


sekitar pencabutan gigi, merokok segera setelah pencabutan dapat mengganggu
dan merusak bekuan darah. (Riawan, 2002)
Selain itu, kontaminasi bakteri adalah faktor penting. Orang dengan
kebersihan mulut yang buruk lebih beresiko mengalami dry socket pasca
pencabutan gigi. Demikian juga pasien yang menderita gingivitis, periodontitis,
dan perikoronitis. (Riawan, 2002)
6. Infeksi
Infeksi jarang terjadi, namun bila terjadi dokter gigi dapat memberikan resep
berupa antibiotik untuk pasien yang beresiko terkena infeksi. (Riawan, 2002)
2.8 Penanganan komplikasi pencabutan gigi
1. Perdarahan, untuk mengurangi perdarahan biarkan gauze sponge tetap berada
dalam mulut selama 30 menit setelah pencabutan gigi. Apabila terjadi

54

perdarahan ringan, segera kumur-kumur dengan air garam hangat. Apabila


perdarahan terus menerus terjadi, segera hubungi dokter gigi. (Riawan, 2002)
2. Pembengkakan, untuk mengatasi pembengkakan dapat dilakukan dengan
pemeberian aplikasi dingin saat 24 jam pertama sesudah pembedahan atau
pencabutan gigi, dan pemberian obat-obatan, yang sering diberikan adalah jenis
steroid yang diberikan secara parenteral, topikal, atau oral. (Riawan, 2002)
3. Rasa sakit, untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan analgesik. (Riawan,
2002)
4. Fraktur, pada fraktur mahkota, gigi yang tersisa dapat diambil dengan
menggunakan tang atau elevator. Sedangkan untuk kasus fraktur pada akar yang
amat kecil dan letaknya jauh terbenam dalam tulang dapat dibiarkan dengan
catatan penderita diberitahu keadaan tersebut. (Riawan, 2002)
5. Dry socket, bagian yang mengalami alveolitis diirigasi dengan larutan salin hangat
untuk menghilangkan debris, lalu lakukan pemberian antiseptic dressing untuk
menutupi tulang yang terekspos. Antiseptic dressing yang digunakan adalah
pasta eugenol yang diletakan di bagian korona dari soket gigi untuk menutupi
tulang. Dressing ini tidak perlu diganti krena akan hilang sendiri dalam waktu
beberapa hari. (Riawan, 2002)
6. Infeksi, bila terjadi dokter gigi dapat memberikan resep berupa antibiotik untuk
pasien yang beresiko terkena infeksi. (Riawan, 2002)

55

BAB III
HASIL DISKUSI

BAB IV
PENUTUP

56

DAFTAR PUSTAKA

Andersson, L., Kahnberg, K.-E., & Pogrel, M. A. (Tony). (2010). Oral and
Maxillofacial Surgery. (L. Andersson, K.-E. Kahnberg, & M. A. Pogrel,
Eds.). Wiley-Blackwell. http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Borle, Rajiv M. 2014. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers.
Datarkar, Abhay N. 2007. Exodontia Practice. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher.
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery).
Jakarta: EGC.
Riawan, Lucky. 2002. Penanggulangan komplikasi pencabutan gigi. Pada
http://www.pustaka-unpad.com [diakses pada tanggal 7 Mei 2016]
Riski, Dwi. Alat Pencabutan Gigi Sulung dan Gigi Permanen. Pada
https://www.scribd.com/mobile/doc/243543276/alat-pencabutan-gigisulung-dan-gigi-permanen-doc [Diakses 8 Mei 2016]

57

Anda mungkin juga menyukai