PENDAHULUAN
1.1.
LatarBelakang
Bedah mulut dan maksilofasial ialah spesialisasi medis yang berkaitan
dengan diagnosis dan perawatan penyakit rahang, gigi, mulut dan wajah.
Ekstraksi gigi dapat didefinisikan sebagai pencabutan gigi atau akar gigi dari
soket tanpa rasa sakit, dengan cedera minimal pada tulang dan struktur sekitarnya
sehingga penyembuhan pasca operasi segera terjadi.
Kedokteran gigi adalah salah satu ilmu yang paling cepat berkembang
dalam hal pengobatannya. Dengan diperkenalkannya banyak instrumen dan
anestesi baru, ekstraksi menjadi prosedur rutin yang dilakukan di klinik gigi.
Ekstraksi gigi merupakan komponen penting, baik dari segi seni dan ilmu
kedokteran gigi, meskipun kemajuan besar dalam pencegahan penyakit gigi
dilakukan selama tiga dekade terakhir abad kedua puluh.
Ahli bedah mulut dihadapkan pada tantangan-tantangan medikolegal
dimana litigasi ada ketika komplikasi timbul, apapun alasannya. Oleh karena itu,
penting bahwa prinsip-prinsip dan teknik gigi pencabutan gigi, benar-benar
dipahami oleh semua orang dalam profesi kedokteran gigi. Pada pembahasan kali
ini, penulis akan membahas indikasi, kontra indikasi, alat-alat yang digunakan
untuk ekstraksi, tata cara ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah, instruksi
1.2.
1.
2.
3.
4.
5.
RumusanMasalah
Apa itu definisi ekstraksi?
Apa saja dan jelaskan indikasi ekstraksi gigi?
Apa dan jelaskan kontra indikasi ekstraksi gigi?
Apa saja alat-alat ekstraksi gigi permanen rahang atas dan rahang bawah?
Bagaimanakah tata cara ekstraksi gigi permanen rahang atas dan rahang
bawah?
6. Bagaimana instruksi pasca ekstraksi gigi permanen?
7. Bagaimana komplikasi pasca ekstraksi gigi permanen?
8. Bagaimana penanganan komplikasi pasca ekstraksi gigi permanen?
1.3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
TujuanPenulisan
Untuk mengetahui definisi ekstraksi gigi.
Untuk mengetahui indikasi ekstraksi gigi pada dewasa.
Untuk mengetahui kontra indikasi ekstraksi gigi pada dewasa.
Untuk mengetahui alat-alat ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah.
Untuk mengetahui tata cara ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah.
Untuk mengetahui instruksi pasca ekstraksi gigi permanen.
Untuk mengetahui komplikasi pasca ekstraksi gigi permanen.
Untuk mengetahui penanganan komplikasi pasca ekstraksi gigi permanen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pendahuluan
Ekstraksi gigi dapat didefinisikan sebagai pencabutan gigi atau akar gigi
dari soket tanpa rasa sakit, dengan cedera minimal pada tulang dan struktur
sekitarnya sehingga penyembuhan pasca operasi segera terjadi. (Datarkar, 2007).
prosedur
yang
paling
dianggap
tidak
menyenangkan karena rasa sakit dan rasa takut yang dihasilkan. Dengan
menggunakan teknik anestesi lokal dan standarisasi prosedur operatif, ekstraksi
tidaklah lagi dianggap sebagai pengalaman yang sangat menyakitkan untuk
pasien.Namun, kontrol rasa takut dan cemas pasien merupakan tantangan terbesar
dari praktisi dokter gigi. (Datarkar, 2007).
Indikasi Ekstraksi Gigi Dewasa
Ekstraksi gigi dari mulut dilakukan dengan berbagai alasan yang bervariasi.
2.2.
Walaupun kondisi modern dalam kedokteran gigi saat ini sangat mungkin untuk
mempertahankan gigi pada cavitas oral, namun masih dibutuhkan untuk dilakukan
ekstraksi dengan beberapa alasan. (Datarkar, 2007)
1. Karies Parah
Mungkin alasan yang paling banyak diterima untuk dilakukan ekstraksi
adalah terlalu parahnya karies sehingga tidak mampu direstorasi. Perluasan karies
pada gigi disarankan untuk tidak dipertahankan dan harus diyakinkan dan
disepakati secara hukum antara dokter gigi dan pasien untuk dilakukan ekstraksi.
2. Nekrosis Pulpa
Alasan lain dilakukannya ekstraksi gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau
pulpitis ireversibel yang tidak disetujui untuk dilakukan perawatan endodontik. Ini
mungkin hasil akibat kanal akar yang mengalami nyeri, dekalsifikasi, dan segala
hal yang tidak terobati oleh teknik perawatan endodontik standar. Juga meliputi
kategori indiksasi secara umum adalah kerusakan endodontik. Dalam situasi ini,
pengobatan endodontik telah dilakukan tetapi telah gagal untuk menghilangkan
rasa nyeri atau memerlukan drainase.
3. Penyakit Periodontal yang Parah
Alasan yang biasa untuk ekstraksi gigi adalah penyakit periodontal yang
meluas. Jika pada pasien dewasa periodontitis telah meluas selama beberapa
waktu, dampak dari kehilangan tulang dan mobility gigi yang ireversibel akan
ditemukan. Pada situasi ini gigi yang mengalami hipermobility atau pergerakan
yang telah berlebihan harus dilakukan ekstraksi.
4. Alasan Ortodontik
Pasien yang mengalami perbaikan ortodontik karena crowding biasanya
dilakukan ekstraksi gigi untuk memberikan space untuk gigi yang mengalami
crowding tersebut. Dalam kasus ini, gigi yang paling sering dilakukan ekstraksi
adalah gigi premolar 1 baik pada maksila maupun mandibula, tetapi gigi premolar
2 atau gigi incisor pada mandibula mungkin dilakukan ekstraksi dengan alasan
yang sama.
5. Malposisi Gigi
Pada beberapa situasi gigi yang mengalami malposisi mungkin dilakukan
ekstraksi. Jika gigi tersebut mengakibatkan trauma pada jaringan lunak dan tidak
bisa direposisi dengan perawatan orthodontik, gigi tersebut harus diekstraksi.
Contoh biasa pada kasus ini adalah pada gigi molar ketiga, yang erupsi ke arah
pasien tidak berkeinginan atau tidak mampu secara financial untuk membiayai
keputusan dalam pemeliharaan gigi. Ketidakmampuan pasien baik karena
ketidakmampuan membayar prosedur perawatan atau untuk meluangkan waktu
yang cukup meninggalkan pekerjaan yang diperlukan untuk perawatan gigi.
Sehingga dilakukanlah ekstraksi gigi(Datarkar, 2007)
2.3.
potensial adalah infeksi yang diakibatkan tidak berfungsinya sel darah putih dan
perdarahan yang berlebihan. Pasien dengan variasi penyakit jantung yang parah
juga tidak bisa diekstraksi hingga darahnya berada dibawah kontrol yang baik.
Pasien dengan iskemia miokardial seperti angina pectoris dan pasien yang infark
miokardial tidak boleh diekstraksi. pasien yang mengalami hipertensi tidak
terkontrol juga harus ditangguhkan karena kemungkinan terjadinya perdarahan
sangat besar.
Kehamilan merupakan kontraindikasi yang relatif; pasien yang berada
pada awal atau akhir trimester merupakan kontraindikasi ekstraksi. Pertengahan
trimester merupakan waktu yang lebih aman untuk dilakukan tindakan ekstraksi,
tetapi untuk tindakan pembedahan sebaiknya tidak dilakukan sebelum bayi
dilahirkan.
Pasien yang memiliki penyakit perdarahan, seperti hemofilia atau kelainan
keping darah yang parah hendaknya tidak dilakukan ekstraksi hingga koagulasi
normal. Sebagian besar kelainan perdarahan dapat dikontrol dengan pemberian
faktor koagulasi atau transfusi keping darah. Kondisi dengan pasien hematologis
dapat menghasilkan pengobatan yang tidak sempurna dari prosedur ekstraksi gigi
pada sebagian besar situasi. Sama halnya pada pasien yang mendapatkan
antikoagulan secara rutin maka ekstraksi gigi harus ditangani dengan baik.
Akhirnya, pasien yang diberi atau tidak diberi macam-macam obat
hendaknya berhati-hati dalam melakukan tindakan pembedahan. Obat-obatan
untuk apa saja termasuk kortikosteroid, imunosupresif dan obat-obat kemoterapi
kanker harus menjadi perhatian.
2. Kontra Indikasi Lokal
perikoronitis menengah atau tidak parah dan gigi dapat diekstraksi dengan mudah,
maka ekstraksi segera dapat dilakukan.
Akhirnya abses dentoalveolar akut harus diperhatikan. Kasus ini banyak
sekali terjadi dan dari banyak perspektif studi bahwa resolusi yang paling cepat
dari infeksi sekunder terhadap nekrosis pulpa diperoleh ketika gigi diekstraksi
seawal mungkin, jadi infeksi akut tidak kontraindikasi terhadap ekstraksi.
Walaupun demikian adalah sulit untuk mengekstraksi gii tersebut karena pasien
mungkin tidak dapat membuka mulutnya secara lebar atau mungkin sangat sulit
untuk mencapai kondisi anestesi lokal yang mencukupi. Jika akses dan anestesi
yang disarankan dapat dilakukan, gigi dapat dicabut sesegera mungkin. (Datarkar,
2007)
2.4
Alat-Alat Ekstraksi Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah Pada Gigi
Dewasa
10
11
2.4.1
Gambar 4. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Premolar Rahang Atas (Sumber :
http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya seperti S
2) Kedua paruh beak bila ditutup tidak bertemu
3) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
2. Kegunaan
Untuk mencabut gigi premolar atas permanen
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
13
Gambar 5. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Rahang Atas( Sumber :
http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya seperti huruf S
2) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
3) Salah satu paruh berlekuk untuk bagian bukal sedangkan paruh yang
tidak berlekuk untuk bagian palatinal
4) Tang untuk molar atas kiri dan kanan berbeda
2. Kegunaan
Untuk mencabut gigi molar atas permanen
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.4 Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Anterior Rahang Bawah
14
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya 90o seperti huruf L
2) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
3) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
2. Kegunaan
Untuk mencabut gigi incisivus dan kaninus permanen
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.5 Tang Gigi Permanen Untuk Mahkota Premolar Rahang Bawah
15
Gambar 8. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Rahang Bawah (Sumber :
http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya 90o seperti huruf L
2) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
3) Kedua paruh berlekuk-lekuk
4) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
16
2.
Kegunaan
Untuk mencabut gigi molar bawah permanen
3.
Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.7 Tang Permanent Untuk Akar Anterior Rahang Atas
17
2. Kegunaan
Untuk mencabut akar gigi anterior permanent
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.8 Tang Gigi Permanent Untuk Akar Posterior Rahang Atas
Gambar 10. Tang Gigi Permanent Untuk Akar Posterior Rahang Atas (Sumber
:http://www.scribd.com)
1.
Ciri-Ciri
18
Gambar 11. Tang Gigi Permanent Untuk Mahkota Molar Tiga Rahang Atas
(Sumber : http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya berbentuk seperti bayonet
19
Gambar 12. Tang Gigi Permanent Untuk Akar Rahang Bawah (Sumber :
http://www.scribd.com)
1. Ciri-Ciri
1) Antara handle sampai dengan beaknya membentuk sudut 90o seperti
huruf L
20
Gambar 12.
21
1) Alat dan bahan stainless steel yang bagian ujungnya tajam dan pipih
2) Bentuknya lurus
3) Bengkok : Mesial dan distal
2. Kegunaan
1) Untuk melepaskan gigi dari jaringan periodontal
2) Untuk mengambil akar
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4) Kalau bagian ujungnya tumpul dapat ditajamkan lagi
4. Keterangan
Termasuk alat kritis
2.4.12 Cryer
22
Gambar 14.
1. Ciri-Ciri
1) Alat dari stainless steel yang berbentuk T
2) Bentuk ujungnya berbeda-beda
2. Kegunaan
1) Untuk mengambil sisa akar
2) Apabila kita mencabut gigi dengan dua akar, baru satu akar yang
tercabut
3) Memisahkan akar gigi yang fraktur diatas bifurkasi
3. Pemeliharaan
1) Cuci dibawah air mengalir, menggunakan sikat dan sabun, terutama di
bagian beaknya yang bergaris-gariss, lalu dibilas dibawah air mengalir
kemudian dikeringkan
2) Disterilkan
3) Disimpan di lemari alat
4) Kalau bagian ujungnya tumpul dapat ditajamkan lagi
4.
Keterangan
Termasuk alat kritis
23
24
25
Gambar 22. Mosquito and Kelly-type forceps (Sumber : Anderson, et al, 2010)
26
27
elevator no.1. Instrumen ini relatif kecil dan lembut dan dapat digunakan untuk
menghilangkan jaringan lunak melewati sulkus gingival).
28
mengangkat granuloma atau kista kecil dari lesi periapikal, dapat juga untuk
mengambil jaringan granulasi debris kecil dari soket gigi)
29
harus di strelilisasi di dalam autoclave, dan tidak boleh membuang udara ke daera
operatif seperti bor dental.
2.4.16 Instrumen Untuk Memindahkan Instrumen Steril
Transfer forceps : Tang yang memiliki jepitan yang berat dan membelok
ke kanan. Biasa disimpan pada wadah berisi larutan antibakteri seperti
glutaraldehid.
Fungsi : Memindahkan alat instrumen dari satu area ke area lainnya. (Pedersen,
1996)
Gambar 33.
2.5 Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah
2.5.1Metode Pencabutan
1. Intra-alveolar Extraction
Metode pencabutan ini biasanya digunakan untuk mencabut gigi yang
telah erupsi dan masih utuh menggunakan forceps, elevator, maupun
keduanya. Metode ini juga diistilahkan sebagai extraction by closed method
(Borle, 2014).
Indikasi dari intra-alveolar extraction yaitu:
1) gigi yang telah goyang
2) gigi yang masih firm namun mahkotanya utuh
3) lokasi gigi yang memungkinkan untuk dicabut
dengan forceps
30
Metode ini digunakan untuk mencabut gigi yang impaksi atau untuk
mengambil potongan akar gigi atau untuk mencabut gigi yang bentuk akarnya
tidak menguntungkan. Metode ini dapat disebut surgical extraction. Dalam
teknik transalveolar ini, gigi yang akan dicabut diakses dengan
menghilangkan tulang alveolar yang menutupinya (Borle, 2014).
Indikasi metode pencabutan transalveolar yaitu:
1) Potongan akar (sisa akar)
2) Mahkota yang rusak parah
3) Gigi yang fraktur
4) Gigi yang rapuh (brittle, dirawat saluran akarnya)
5) Bentuk akar gigi yang tidak menguntungkan
6) Tulang yang padat (dense)
7) Gigi malposisi (crowding, erupsi yang tidak lengkap)
8) Lokasi yang dekat dengan struktur vital (Borle, 2014).
2.5.2Rangkaian Prosedur Selama Pencabutan
1. Administrasi Anestesi Lokal
Kebanyakan kasus dan tindakan pencabutan akan berlangsung secara
efektif dan berhasil di bawah pengaruh anestesi lokal. Sehingga, langkah
pertama dalam tindakan pencabutan gigi adalah administrasi anestesi lokal
dengan menggunakan agen anestesi yang sesuai dan teknik yang benar.
Operator sebaiknya menunda tindakan sampai anestesi lokal tersebut
menimbulkan efeknya dan ditinjau kembali melalui evaluasi simtom subjektif
dan objektif (Borle, 2014).
2. Posisi Operator dan Pasien
1) Posisi Operator
Selama tindakan ekstraksi, posisi operator dibuat sedemikian rupa agar
tindakan dapat berjalan dengan lancar meskipun tindakan berlangsung
cukup lama (Borle, 2014)..
Hal-hal yang penting untuk diperhatikan operator mengenai posisinya
adalah sebagai berikut:
(1) Operator dapat berdiri atau duduk
31
Gambar 36. Posisi operator pada pencabutan gigi rahang bawah anterior, posterior
kanan, dan posterior kiri (Sumber: Borle, 2014)
32
Gambar 37. Posisi operator pada pencabutan gigi rahang atas posterior kiri,
anterior, dan posterior kanan (Sumber: Borle, 2014)
2) Posisi Pasien
(1) Pasien harus berada pada posisi senyaman mungkin, dengan kepala
yang ditopang dengan baik di bagian oksipital
(2) Untuk gigi rahang atas, posisi yang disarankan adalah posisi
supinasi (punggung 10 terhadap lantai). Untuk gigi rahang bawah,
posisi yang disarankan adalah posisi hampir supinasi atau semisitting (punggung 20-30 terhadap lantai).
(3) Kedua posisi pasien yang telah disebutkan di atas disarankan untuk
digunakan jika operator berada dalam posisi duduk.
(4) Jika operator berada dalam posisi berdiri, maka sebaiknya kursi
pasien ditinggikan dan kepala pasien disandarkan ke belakang,
sehingga lengkung rahang bawah pasien akan sejajar dengan lantai
dan lengkung rahang atas pasien membentuk sudut 45 dengan
lantai (Borle, 2014).
33
fraktur dari gigi rahang atas dapat terjatuh ke dalam area soket
rahang bawah, sehingga dapat mengganggu penyembuhan. Oleh
karena itu, disarankan untuk melakukan pencabutan pada gigi
rahang atas terlebih dahulu sebelum melakukan pencabutan pada
gigi rahang bawah. Gigi-gigi posterior dicabut terlebih dahulu
sebelum gigi-gigi anterior (Borle, 2014).
(2) Pada pencabutan lebih dari satu gigi, lebih baik dilakukan
pencabutan pada gigi yang paling sakit terlebih dahulu, kalau-kalau
anestesi atau operasi mengalami kesulitan sehingga dapat
menghambat kelancaran prosedur. Dengan cara yang sama, di
bawah pengaruh anestesi lokal, hanya satu kuadran mulut yang
diperbolehkan untuk diinjeksi dalam satu waktu. Jika tindakan
pada kuadran tersebut telah selesai, maka kuadran lainnya dapat
diinjeksi. Sebaiknya gigi yang dicabut hanya dari satu sisi
lengkung saja, sehingga sisi yang lain dapat digunakan untuk
pengunyahan (Borle, 2014).
(3) Ekstraksi lebih dari satu gigi pada pasien dalam sekali kunjungan
merupakan kontraindikasi dapat menyebabkan inflamasi dan
ketidaknyamanan dan hilangnya darah. Perlu dipertimbangkan
kesulitan pembedahannya, kesehatan pasien, aspek moral, dan lainlain. Jika diperlukan pencabutan banyak gigi dalam sekali
kunjungan, pasien harus ditempatkan dalam recovery room selama
setidaknya 1 jam pasca pencabutan dan didampingi asisten saat di
rumah (Borle, 2014).
34
3. Akses
Dalam tindakan pencabutan gigi, akses dan visibilitas yang cukup terhadap
lokasi pencabutan merupakan prasyarat yang penting dalam keberhasilan
tindakan pencabutan. Operator tidak boleh menggunakan forceps pada
elevator tanpa mengetahui dengan jelas area yang dikerjakan karena hal
tersebut dapat menyebabkan cedera pada jaringan lunak, terselipnya
instrumen, dan fraktur pada gigi (Borle, 2014).
Akses yang baik dalam tindakan pencabutan dapat diperoleh dengan
meretraksi bibir, pipi, dan lidah dengan hati-hati, dengan menggunakan
Bishops/Austin/Minnesota retractors dan Wieder tongue blade (Borle, 2014).
35
dapat
terlihat,
perlu/tidaknya
mengurangi
tekanan,
37
38
39
Gambar 45 . Kuret
(Sumber: Pedersen, 1996)
Kompresi diperlukan pada alveolus untuk memperbaiki ekspansi alveolus
saat
pencabutan.
Rasa
nyaman,
pembentukan
bekuan
darah,
dan
Gambar 46. Arah pencabutan gigi insisivus rahang atas dan bawah
(Sumber: Pedersen, 1996)
Gigi insisivus bawah dicabut dari posisi kanan atau kiri belakang,
menggunakan tang 150 dan teknik sling grasp. Mula-mula, gigi ditekan ke
arah lateral dengan penekanan ke fasial. Ketika muncul mobilitas pertama,
tekanan rotasional kemudian dikombinasikan dengan tekanan lateral, dan hal
ini sangat efektif (Pedersen, 1996).
Insisivus bawah diungkit ke arah fasial, kecuali pada insisivus yang
inklinasinya ke lingual dan crowding. Jika insisivus bawah memiliki keadaan
demikian, maka digunakan tang 74 atau 74N dari kanan atau kiri depan,
karena dapat beradaptasi baik terhadap insisivus. Tang tersebut digunakan
dengan gerakan menggoyahkan secara perlahan untuk mencegah fraktur
karena insisivus bawah tidak tertanam dengan kuat (Pedersen, 1996).
41
Gambar 47. Penggunaan tang 151 dari posisi kanan belakang untuk mencabut
insisivus rahang bawah. Mandibula ditahan antaa ibu jari dan jari-jari lain dari
tangan yang bebas (nonextraction hand)
(Sumber: Pedersen, 1996)
Gambar 48. Pencabutan dengan tang 74 dari posisi kanan depan untuk mencabut
gigi anterior bawah. Diberikan tekanan yang hati-hati dalam arah bukal-lingual
dan cukup efektif
(Sumber: Pedersen, 1996)
42
2. Kaninus
Gigi kaninus tergolong gigi yang sukar dicabut. Akarnya panjang dan
tulang servikal yang menutupinya padat dan tebal (Pedersen, 1996).
Gigi kaninus rahang atas dicabut dengan teknik pinch grasp untuk
mendeteksi awal terjadinya ekspansi atau fraktur bidang fasial dan mengatur
tekanan selama proses pencabutan. Tang yang digunakan adalah tang 150,
dipegang dengan telapak tangan menghadap ke atas. Alternatif lainnya yaitu
menggunakan tang khusus kaninus rahang atas, yaitu tang 1. Pegangannya
lebih panjang dan paruh tang beradaptasi lebih baik dengan akar kaninus.
Apabila tang sudah ditempatkan dengan baik pada gigi, paruh masuk cukup
dalam, dipegang pada ujung pegangan dan kontrol tekanan cukup baik,
selanjutnya dihantarkan tekanan pada tang (Pedersen, 1996).
Tekanan utama pencabutan adalah ke arah lateral terutama fasial. Tekanan
rotasional digunakan untuk melengkapi tekanan lateral dan biasanya
diaplikasikan setelah sedikit luksasi (Pedersen, 1996).
Gigi kaninus rahang bawah dicabut dengan tang 151, dipegang dengan
telapak tangan menghadap ke bawah dan tekniknya adalah sling grasp.
Seperti halnya kaninus rahang atas, akarnya panjang sehingga memerlukan
tekanan terkontrol yang cukup kuat untuk ekspansi alveolus. Tekanan yang
diberikan adalah tekanan lateral fasial, dan dapat digunakan pula tekanan
rotasional (Pedersen, 1996).
43
Gambar 49. Teknik pinch grasp pada gigi kaninus rahang atas
(Sumber: Pedersen, 1996)
3. Premolar
Gigi premolar rahang atas dicabut dengan tang 150, dipegang dengan
telapak menghadap ke atas dan teknik pinch grasp. Premolar pertama mulamula ditekan ke lateral, ke arah bukal. Gerakan rotasional dihindari karena
premolar pertama rahang atas sering mempunyai akar dua. Tekanan
diaplikasikan secara hati-hati dan diberikan perhatian khusus saat
pengeluaran gigi untuk mneghindari fraktur akar. Ujung akar premolar
pertama rahang atas yang mengarah ke palatal akan menyulitkan pencabutan,
dan fraktur dapat diperkecil dengan membatasi gerak ke arah lingual
(Pedersen, 1996).
Gigi premolar kedua biasanya berakar tunggal dan dicabut dengan cara
yang sama seperti kaninus atas. Akarnya lebih pendek dan tulang bukal gigi
ini lebih tipis daripada gigi kaninus. Alat yang digunakan yaitu tang 150,
tekanan ke arah lateral (bukal dan lingual), dikombinasikan dengan tekanan
rotasional dan oklusal saat pengeluaran ke arah bukal (Pedersen, 1996).
Gigi premolar rahang bawah dicabut dengan teknik yang sangat mirip
dengan insisivus bawah. Tang yang digunakan yaitu tang 151, dipegang
dengan telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Tekanan utama yaitu ke
arah lateral (bukal), bisa dikombinasikan dengan tekanan rotasi. Gigi
dikeluarkan ke arah bukal (Pedersen, 1996).
45
Gambar 52. Arah pencabutan gigi premolar rahang atas dan bawah
(Sumber: Pedersen, 1996)
46
4. Molar
Tekanan dalam pencabutan molar biasanya membutuhkan tekanan yang
besar untuk memudahkan ekspansi alveolus. Keterampilan penggunaan
elevator sangat diperlukan untuk luksasi dan ekspansi alveolar (Pedersen,
1996).
Gigi molar rahang atas dicabut dengan tang 150, 53, atau 210, dipegang
dengan telapak tangan ke atas dan teknik pinch grasp. Lebih sering digunakan
tang 53 daripada 150 karena adaptasi akar lebih baik dengan paruh anatomis.
Tekanan pencabutan utama adalah ke arah bukal (Pedersen, 1996).
Gigi molar rahang bawah dicabut dengan tang 151, 23, dan 222. Tang 151
memiliki kekurangan serupa tang 150, yaitu paruh tang yang sempit sehingga
kurang beradaptasi dengan baik dengan molar. Tang 17 bawah berparuh lebih
lebar, dapat memegang bifurkasi dan baik digunakan asalkan mahkotanya
cocok. Tang 23 (Cowhorn) digunakan berbeda dari tang rahang bawah lain,
dalam hal tekanan. Tekanan mencengkeram yang digunakan dikombinasikan
dengan tekanan lateral, ke arah bukal dan lingual, sehingga menyebabkan
bifurkasi terungkit atau fraktur. Tang 222 seperti tang 10 maksila, spesifik
untuk molar ketiga namun dapat digunakan untuk pencabutan molar kesatu dan
kedua (Pedersen, 1996).
Tekanan lateral mula-mula adalah ke lingual, karena pada area ini tulang
bukal relatif tebal, sehingga gigi molar sering dikeluarkan ke arah lingual
(Pedersen, 1996).
47
48
49
suatu
pembedahan
seperti
terjadinya
perdarahan
sesaat,
oedem
1. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi karena kelainan bawaan atau yang didapat. selain itu
ditentukan pula oleh kondisi sistemik pasien serta keadaan lokal di rongga
muluT. Perdarahan (hemorragie), keadaan ini merupakan terjadinya perdarahan
yang hebat saat pencabutan gigi. Ini terjadi akibat adanya kelainan sistemik dan
faktor lokal. (Riawan, 2002)
Kelainan sistemik pada pasien, seperti:
1) Hipertensi, Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor,
pembuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat,
pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita
menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah
dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi. Penting juga
ditanyakan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti
obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena
juga dapat menyebabkan perdarahan.
2) penyakit kardiovaskular, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien
naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga
terjadi perdarahan.
3) diabetes melitus, pada pasien dengan DM tidak terkontrol, akan terjadi
gangguan sirkulasi perifer, sehingga penyembuhan luka akan berjalan lambat,
fagositosis terganggu, PMN akan menurun, diapedesis dan kemotaksis juga
terganggu karena hiperglikemia sehingga terjadi infeksi yang memudahkan
terjadinya perdarahan.
51
52
gigi, atau dengan sumbu panjang tang yang tidak sejajar dengan sumbu
panjang gigi. Bila operator memilih tang dengan ujung terlalu lebar dan
hanya memberikan kontak 1 titik gigi dapat pecah bila tang ditekan. Bila
tangkai tang tidak dipegang dengan kuat, ujung tas mungkin terlepas dari akar
dan mematahkan mahkota gigi. Pemberian tekanan berlebihan dalam upaya
mengatasi perlawanan dari gigi tidak dianjurkan dan bisa menyebabkan
fraktur mahkota gigi. (Riawan, 2002)
Bila fraktur mahkota gigi terjadi, metode yang digunakan untuk
mengambil sisa dari gigi bergantung pada banyaknya gigi yang tersisa serta
penyebab kegagalannya. Terkadang diperlukan aplikasi tang atau elevator
tambahan untuk mengungkit gigi. (Riawan, 2002)
2) Fraktur akar gigi,
Fraktur akar sering terjadi pada pencabutan dengan tang, pada gigi yang
mati oleh karena rapuh, akar gigi yang bengkok, atau adanya hipersementosis
dan lain-lain. Bila akar yang fraktur amat kecil dan letaknya jauh terbenam
dalam tulang dapat dibiarkan dengan catatan penderita diberitahu keadaan
tersebut. (Riawan, 2002)
3) Fraktur tulang alveolar
Dapat terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar. Bila terasa bahwa
terjadi fraktur tulang alveolar sebaiknya giginya dipisahkan terlebih dahulu
dari tulang yang patah, baru dilanjutkan pencabutan. (Riawan, 2002)
4) Fraktur tuberositas maksila
Biasa terjadi pada waktu pencabutan gigi molar tiga rahang atas. Perlu
dihindari oleh karena tuberositas diperlukan sebagai retensi pada pembuatan
gigi tiruan. (Riawan, 2002)
5) Fraktur yang bersebelahan atau gigi antagonis
Gigi yang bersebelahan atau gigi antagonis bisa pecah atau fraktur bila
gigi yang akan dicabut diberikan tekanan yang berlebih dan tang membentur
53
kortikosteroid,
54
55
BAB III
HASIL DISKUSI
BAB IV
PENUTUP
56
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, L., Kahnberg, K.-E., & Pogrel, M. A. (Tony). (2010). Oral and
Maxillofacial Surgery. (L. Andersson, K.-E. Kahnberg, & M. A. Pogrel,
Eds.). Wiley-Blackwell. http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Borle, Rajiv M. 2014. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers.
Datarkar, Abhay N. 2007. Exodontia Practice. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher.
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgery).
Jakarta: EGC.
Riawan, Lucky. 2002. Penanggulangan komplikasi pencabutan gigi. Pada
http://www.pustaka-unpad.com [diakses pada tanggal 7 Mei 2016]
Riski, Dwi. Alat Pencabutan Gigi Sulung dan Gigi Permanen. Pada
https://www.scribd.com/mobile/doc/243543276/alat-pencabutan-gigisulung-dan-gigi-permanen-doc [Diakses 8 Mei 2016]
57