Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan komponen yang penting kehidupan sehari-hari maupun
dalam pelayanan kesehatan masyarakat, karena diperlukan dalam sebagian besar
upaya kesehatan baik untuk menghilangkan gejala/symptom dari suatu penyakit,
obat juga dapat mencegah penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan
penyakit.
Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan
apabila penggunaannya tidak tepat. Pengetahuan dan penggunaan mengenai obat
secara tepat perlu diketahui agar penggunaan obat dapat menghasilkan efek yang
diinginkan dan untuk mencegah efek samping maupun komplikasi dari
penggunaan obat.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi, etiologi, gejala klinis dan perawatan pulpitis irreversible?


2. Bagaimana penggolongan obat antiseptik dan disinfektan?
3. Apa definisi dari eugenol, cresophene, dan NaOCl?
4. Bagaimana

farmakokinetik

dan

farmakodinamik

dari

eugenol,

cresophene, dan NaOCl?


5. Bagaimana mekanisme kerja dari eugenol, cresophene, dan NaOCl?
6. Apakah indikasi dan kontraindikasi dari eugenol, cresophene, dan
NaOCl?
7. Bagaimana sediaan dan dosis dari eugenol, cresophene, dan NaOCl?

8. Apakah efek samping dari eugenol, cresophene, dan NaOCl?


9. Bagaimana interaksi obat dari eugenol, cresophene, dan NaOCl?
10. Bagaimana penggunaan eugenol, cresophene, dan NaOCl di kedokteran
gigi?
11. Apa saja jenis-jenis pengisi saluran akar?
12. Apa definisi dari endomethasone dan gutta-percha point?
13. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari endomethasone
dan gutte percha point?
14. Apakah indikasi, kontraindikasi dari endomethasone dan gutta-percha
point?
15. Apakah efek samping dari endomethasone dan gutta-percha point?
16. Bagaimana sediaan dan dosis dari endomethasone dan gutta-percha
point?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, gejala klinis dan perawatan
pulpitis irreversible
2. Untuk mengetahui penggolongan obat antiseptik dan disinfektan
3. Untuk mengetahui definisi dari eugenol, cresophene, dan NaOCl
4. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik dari eugenol,
cresophene, dan NaOCl
5. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari eugenol, cresophene, dan
NaOCl
6. Untuk mengetahui

indikasi

dan

kontraindikasi

dari

eugenol,

cresophene, dan NaOCl


7. Untuk mengetahui sediaan dan dosis dari eugenol, cresophene, dan
NaOCl

8. Untuk mengetahui efek samping dari eugenol, cresophene, dan NaOC


9. Untuk mengetahui interaksi obat dari eugenol, cresophene, dan NaOCl
10. Untuk mengetahui penggunaan eugenol, cresophene, dan NaOCl di
kedokteran gigi
11. Untuk mengetahui jenis-jenis pengisi saluran akar
12. Untuk mengetahui definisi dari endomethasone dan gutta-percha point
13. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik dari
endomethasone dan gutte percha point
14. Untuk mengetahui indikasi, kontraindikasi dari endomethasone dan
gutta-percha point
15. Untuk mengetahui efek samping dari endomethasone dan gutta-percha
point
16. Untuk mengetahui sediaan dan dosis dari endomethasone dan guttapercha point

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pulpitis Ireversibel

Aulia Bayu Fitri - 160110130073


2.1.1. Definisi
Pulpitis ireversibel adalah suatu keadaan klinis yang berhubungan dengan
temuan subjektif dan objektif yang mengindikasikan adanya inflamasi pada
jaringan pulpa. Pulpitis ireversibel biasanya merupakan lanjutan dan progresi dari
pulpitis reversibel. (Torabinejad, 2009)
2.1.2. Etiologi
Kerusakan pulpa yang berat dari pengeluaran dentin yang ekstensif saat
prosedur operatif atau gangguan aliran darah pulpa karena trauma atau pergerakan
gigi saat perawatan ortodonti juga dapat mengakibatkan pulpitis ireversibel.
Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi berat yang tidak akan sembuh walaupun
penyebabnya dihilangkan. Pulpa tidak dapat sembuh dan secara perlahan-lahan
atau cepat menjadi nekrotik. Pulpitis ireversibel dapat bersifat simptomatis dengan
nyeri spontan dan menetap atau dapat asimptomatis tanpa tanda dan gejala klinis.
2.1.3. Gejala Klinis
Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis ireversibel ditandai dengan suatu
paroksisme (serangan hebat). Rasa sakit dapat disebabkan oleh perubahan
temperatur yang tiba-tiba, bahan makanan asam, manis ke dalam kavitas atau

pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi, sikap berbaring yang
menyebabkan bendungan pada pembuluh darah. (Ingle, 2008)
Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat
datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas, dilukiskan oleh
pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah
parah, bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus. Terkadang menyebar ke gigi di
dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bawah belakang .Cepat atau lambat jika tidak
ditangani pulpitis ireversibel akan menjadi nekrosis. (Ingle, 2008)
2.1.4. Perawatan Pulpitis Ireversibel
1. Pulp Capping
Pulp Capping dibagi menjadi :
1) Direct Pulp Capping
Istilah ini digunakan untuk menunjukan penempatan bahan adhesif di atas sisa
dentin karies. Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi
kavitas dengan bor bundar kecepatan rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai
dasar pulpa, hilangkan dentin lunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar
pulpa. Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai yaitu zinc okside eugenol atau
dapat juga dipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila
pulpa tidak lagi mendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan
bereaksi secara fisiologis terhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin

sekunder. Agar perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari
inflamasi. Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi.
Apabila hal ini terjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp
capping atau tindakan yang lebih radikal lagi yaitu amputasi pulpa (pulpotomi).
(Ingle, 2008)
Indikasi direct pulp capping apabila pulpa belum terinfeksi contohnya dalam
kesalah pengeboran. Direct pulp capping juga baik dilakukan pada anak-anak
(decidui) dan dewasa muda (permanen).
Kontra indikasi direct pulp capping apabila terjadi perforasi besar. Pada anak
muda potensi daya tahannya masih besar dan ruang pulpa masih lebar. Pulp
capping untuk merangsang pembentukan dentin sekunder.

2) Indirect Pulp Capping


Dilakukan bila pulpa belum terbuka, tapi atap pulpa sudah sangat tipis sekali,
yaitu pada karies profunda. Tanda kegagalan pulp capping, adalah bila ada
keluhan sakit. Apabila gagal maka bisa dilakukan pulpotomi.

Gambar 2.1. anatomi gigi (Finn,S.B.)


2. Pulpotomi
Bebby Putri - 160110130078
Pulpotomi adalah pengambilan jaringan pulpa koronal

yang telah

mengalami infeksi di dalam kamar pulpa dan meninggalkan jaringan pulpa


dibagian radikular. Dahulu, pulpotomi dianggap sebagai pembuangan jaringan
pulpa sampai dibawah garis servikal. Hal ini menyebabkan terhalangnya
pembentukan dentin yang menyebabkan gigi menjadi lemah dan mudah fraktur.
(Ingle, 2008)

Keuntungan dari perawatan pulpotomi adalah sebagai berikut:


(1)
(2)

Dapat diselesaikan dalam waktu singkat satu atau dua kali kunjungan.
Pengambilan
pulpa
hanya
di
bagian
korona
hal
ini
menguntungkan karena pengambilan pulpa di bagian radikular sukar,

(3)

penuh ramikasi dan sempit.


Iritasi obat obatan instrumen perawatan saluran akar tidak ada.

(4)

Jika perawatan ini gagal dapat dilakukan pulpektomi

1.

Pulpotomi Vital
Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan

jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan


anestesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar
pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi
sulung dan gigi permanen muda (akarnya belum tumbuh sempurna). Pulpotomi
gigi sulung umunya menggunakan formokresol atau glutaradehid. Pada gigi
permanen muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi
vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna. Berdasarkan penelitian, menurut
Finn keberhasilan pulpotomi vital formokresol 97% secara rontgenologis dan 82%
secara histologis. Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk
area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi
vital dengan formokresol hanya dilakukan pada gigi sulung dengan singkat dan
bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada kamar pulpa. (Ingle, 2008)

(1)

Indikasi
1. Gigi tetap muda dengan akar yang belum terbentuk sempurna
2. Gigi sulung dengan karies yang mengekspos pulpa yang menunjukkan
3.
4.
5.
6.

(2)

perluasan peradangan jaringan pulpa koronal


Jaringan pulpa radicular vital
Tidak adanya tanda-tanda perubahan patologis
Dapat direstorasi
Minimal akar tertinggal dua per tiga panjangnya

Kontraindikasi
1. Gigi tidak dapat direstorasi

2. Adanya gejala patologis


3. Pulpa sudah nekrosis
4. Resorpsi akar lebih dari sepertiga panjang akar gigi
(3)

Teknik pulpotomi vital :


1. Kunjungan pertama
1) Ro-foto.
2) Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.
3) Semua kotoran pada kavitas gigi dan jaringan karies disingkirkan,
kemudian gigi diolesi dengan larutan yodium.
4) Selanjutnya lakukan pembukaan atap pulpa dengan bur fisur steril
dengan kecepatan tinggi dan semprotan air pendingin kemudian
pemotongan atau amputasi jaringan pulpa dalam kamar pulpa
sampai batas dengan ekskavator yang tajam atau dengan bur
kecepatan rendah.
5) Setelah itu irigasi dengan aquadest H2O2 3% dan NaOCl 5%
untuk membersihkan dan mencegah masuknya sisa-sisa dentin ke
dalam jaringan pulpa bagian radikular. Hindarkan penggunaan
semprotan udara.
6) Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil
yang dibasahi larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan
salin atau aquadest, letakkan kapas tadi di atas pulp stump selama
3-5 menit.
7) Sesudah itu, kapas diambil dengan hati-hati. Hindari pekerjaan
kasar karena pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan
perdarahan kembali.
8) Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian
orifis saluran akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa
kapas kecil yang dibasahi dengan formokresol jangan terlalu

10

basah, dengan meletakkan kapas tersebut pada kasa steril agar


formokresol yang berlebihan tadi dapat diserap.
9) Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan
terlihat warna coklat tua atau kehitam-hitaman akibat proses
fiksasi oleh formokresol.
10) Kemudian di atas pulp stump diletakkan campuran berupa pasta
dari ZnO, eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1, di
atasnya tempatkan tambalan tetap.
Apabila perdarahan tidak dapat dihentikan sesudah amputasi pulpa
berarti peradangan sudah berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena
itu diperlukan 2 kali kunjungan.
Teknik pulpotomi dua kali kunjungan :
1. Sebagai lanjutan perdarahan yang terus menerus ini pulpa ditekan
kapas steril yang dibasahi formokresol ke atas pulp stump dan
ditutup dengan tambalan sementara.
2. Hindarkan pemakaian obat-obatan untuk penghentian perdarahan,
seperti adrenalin atau sejenisnya, karena problema perdarahan ini
dapat membantu dugaan keparahan keradangan pulpa.
(1) Kunjungan kedua (sesudah 7 hari)
1. Tambalan sementara dibongkar lalu kapas yang mengandung
2.

formokresol diambil dari kamar pulpa.


Letakkan di atas orifis, pasta campuran dari formokresol, eugenol

3.

dengan perbandingan 1:1 dan zink oksid powder.


Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup dengan
tambalan tetap.

2.

Pulpotomi Non Vital (Amputasi Mortal)

11

Amputasi mortal adalah amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang
non vital dan memberikan medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan
tetap dalam keadaan aseptik. Obat yang dipakai yaitu formokresol dan CHKM.
(Ingle, 2008)
1. Teknik non vital pulpotomi
1) Kunjungan pertama
(1) Ro-foto daerah kerja.
(2) Atap pulpa / ruang pulpa dibuka.
(3) Isi ruang pulpa dibersihkan dengan ekskavator atau bur bulat
yang besar sejauh mungkin dalam saluran akar.
(4) Ruang pulpa diirigasi dengan H2O2 3% dan NaOCl 5%
kemudian keringkan dengan kapas.
(5) Formokresol yang telah diencerkan atau CHKM diletakkan
dengan kapas kecil ke dalam ruang pulpa kemudian ditambal
sementara.
2) Kunjungan kedua (setelah 2 10 hari)
(1) Gigi diperiksa apakah ada rasa sakit atau tanda tanda infeksi.
(2) Tumpatan sementara dibuka dan kavitas dibersihkan dan
keringkan.
(3) Pasta dari ZnO dengan formokresol dan eugenol (1:1)
diletakkan dalam kamar pulpa, dilakukan penekanan agar pasta
dapat sejauh mungkin masuk dalam saluran akar.
(4) Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup
dengan tambalan tetap.
4.

Devitalisasi
Devitalisasi merupakan pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam

pulp chamber dengan menyisakan jaringan pulpa di saluran akar dalam keadaan
steril dan nonvital dengan obat-obatan mumifikasi. (Ingle, 2008)
(1) Indikasi:

12

1. Pulp capping gagal dilakukan.


2. Pulpa vital, sakit meradang tetapi belum abses
3. Sakit berdenyut saat minum dingin atau makan manis
(2) Kontraindikasi:
1. Gigi dengan abses atau gigi non vital.
2. Pada gigi sulung yang meradang dimana resorpsi akar hampir selesai.
(3) Prosedur perawatan:
1. Kunjungan I:
1) Isolasi gigi.
2) Preparasi kavitas.
3) Ekskavasi karies yang dalam.
4) Aplikasikan obat devitali.sasi seperti arsen atau euparal pada
daerah yang dalam
5) Tambalan sementara.
2. Kunjungan II:
1) Tambalan sementara dibuang, kemudian lakukan tes vitalitas.
2) Buka kavum, kemudian bersihkan dan keringkan (ekstirpasi dan
irigasi).
3) Aplikasi obat antiseptic (okspara liquid).
4) Tambalan sementara.
3. Kunjungan III:
1) Tambalan sementara dibuang.
2) Aplikasikan okspara pasta, kemudian semen base.
3) Tambalan permanen.
3. Restorasi
1) Direct restoration
Adalah tambalan yang secara langsung dikerjakan oleh dokter gigi pada
gigi pasien di dental unit, tanpa membutuhkan proses pengerjaan di laboratorium.
Pilihan bahan restorasi antara lain amalgam, resin komposit, dan glass ionomer
cement (GIC). (Roberson, 2006)
2) Indirect restoration

13

Adalah tambalan yang dibuat di laboratorium, di mana sebelumnya gigi


dan rahang pasien sudah dicetak oleh dokter gigi kemudian hasil cetakan tersebut
dikirim ke laboratorium. Umumnya indirect restorations berupa logam tuang yang
akan disemenkan pada gigi yang telah dipreparasi, dan pengerjaannya
membutuhkan lebih dari satu kali kunjungan. Material yang lazim digunakan
adalah porcelain, logam paduan emas, atau logam paduan dasar. Indirect
restoration umumnya diindikasikan pada gigi belakang (premolar maupun molar).
Macam dari indirect restorations diantaranya adalah inlay dan onlay. (Roberson,
2006)
2.2.

Antiseptik dan Desinfektan


Ririn Fitri - 160110130079
American Dental Association (ADA) dan CDC merekomendasikan bahwa

setiap pasien harus dianggap berpotensi menular dan standard precautions harus
diterapkan bagi semua pasien. Secara keseluruhan tujuan dari program
pengendalian infeksi adalah untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen
ke tingkat di mana mekanisme pertahanan normal pasien dapat mencegah infeksi,
untuk memutus siklus infeksi dan menghilangkan kontaminasi silang, untuk
menangani setiap pasien dan instrumen yang mampu menularkan penyakit
menular, dan untuk melindungi pasien dan petugas kesehatan dari infeksi dan
konsekuensinya. Penggunaan yang tepat dari barrier techniques (sarung tangan,
masker, gaun, pelindung mata, karet dam), sterilisasi, desinfeksi, dan antisepsis
yang tepat dapat menyelesaikan tujuan ini. (Yagiela, 2011)
Sterilisasi adalah tujuan akhir dari setiap protokol kontrol infeksi karena
sterilisasi merupakan pembunuhan segala bentuk mikroorganisme. Untuk
membasmi virus yang resistan dan bakteri endospora secara efektif membutuhkan

14

aplikasi panas tinggi atau bahan kimia atau keduanya dalam waktu yang cukup.
Alat yang paling banyak digunakan untuk mencapai tujuan ini di tempat praktek
dokter gigi adalah unit sterilisasi panas kering, uap, dan uap kimia. Dalam dunia
kedokteran dan industri, sterilisasi termasuk etilen oksida dan formaldehid gas,
radiasi ultraviolet dan gamma, dan filtrasi. (Yagiela, 2011)
Disinfeksi adalah aplikasi bahan kimia untuk menghancurkan sebagian
besar organisme patogen pada permukaan benda mati. Antisepsis adalah
penggunaan bahan kimia untuk menghancurkan atau menghambat organisme
patogen pada kulit atau jaringan hidup. Perbedaan antara desinfeksi dan antisepsis
mungkin tampak sedikit, tapi mengarah pada berbagai perbedaan dalam produk
yang digunakan dan peraturan produk. Desinfektan berada di bawah otoritas dari
U.S. Environmental Protection Agency dan tunduk pada aturan lembaga untuk
demonstrasi efektivitas dan penggunaannya di tempat kerja. Antiseptik, karena
mereka dimaksudkan untuk aplikasi pada jaringan hidup, berada di bawah
peraturan dari US Food and Drug Administration (FDA) mengenai efektivitas dan
penggunaan klinisnya. (Yagiela, 2011)
Banyak permukaan area perawatan dapat terkontaminasi dengan air liur,
darah, dan zat yang berpotensi menular lainnya selama dilakukannya perawatan.
Penggunaan rutin dari desinfektan kimia dan perlengkapan yang sekali pakai
secara historis lebih tepat dalam kasus tertentu karena tidak mungkin dan tidak
perlu untuk mensterilisasi semua barang atau permukaan yang terkontaminasi.
Langkah ini terutama berlaku dalam kedokteran gigi, di mana banyak instrumen
dan permukaan lingkungan yang terkontaminasi dengan air liur dan darah selama
prosedur perawatan. Organisme yang terkandung dalam fluida ini termasuk

15

staphylococci, streptococci, Mycobacterium tuberculosis, cytomegalovirus,


herpes simplex virus (HSV), HBV, HCV, HIV, dan beberapa virus saluran
pernapasan bagian atas seperti influenza dan rhinovirus. Permukaan lingkungan
khususnya tidak mungkin untuk disterilisasi dan harus dibersihkan dan
didesinfeksi atau ditutupi dengan disposable barrier. (Yagiela, 2011)
Sebelum memilih disinfektan permukaan lingkungan, produk harus
dibandingkan dengan kriteria untuk disinfektan yang ideal. Kriteria ini adalah
sebagai berikut:
1.
desinfektan harus memiliki spektrum antimikroba terluas, termasuk
2.

kemampuan untuk membunuh bentuk vegetatif semua organisme patogen,


agen kimia harus dapat tetap aktif dalam bahan organik (yaitu, darah, air

3.

liur, dahak),
produk harus murah, tidak berbau, efektif pada suhu kamar, tidak korosif,
tidak berwarna, tidak beracun untuk manusia, dan memerlukan waktu
paparan yang singkat.

Mengingat banyak kesamaan dalam komposisi kimia dan metabolisme antara


manusia dan mikroorganisme, kriteria ideal ini tidak mungkin untuk dicapai.
Dalam prakteknya, bagaimanapun juga penggunaan yang tepat dari disinfektan
kimia yang tersedia dapat mengurangi jumlah organisme patogen pada permukaan
ke tingkat yang memungkinkan pertahanan alami seseorang yang sehat untuk
mencegah infeksi. (Yagiela, 2011)
Antiseptik yang ideal akan memiliki sifat yang mirip dengan disinfektan
yang ideal. Toksisitas selektif untuk mikroorganisme tetapi tidak untuk sel
manusia merupakan prioritas utama untuk antiseptik. Tingkat selektivitas agen
antiseptik dapat bervariasi tergantung pada jaringan yang berkontak. Antiseptik

16

yang ditujukan untuk mencuci tangan dapat kurang selektif daripada yang
digunakan sebagai obat kumur karena epitel keratin pada kulit memberikan
tingkat perlindungan dari antiseptik yang lebih besar daripada epitel oral.
(Yagiela, 2011)
Berbagai antiseptik dan desinfektan dapat diklasifikasikan menurut
mekanisme aksi dari agen yang mendenaturasi protein, agen yang menyebabkan
gangguan osmotik sel, dan agen yang mengganggu proses metabolisme tertentu.
Agen yang menyebabkan denaturasi protein atau gangguan osmotik cenderung
untuk membunuh organisme dan digambarkan sebagai bakterisida, virucidal, atau
fungisida di alam. Gangguan proses metabolik tertentu biasanya mempengaruhi
pertumbuhan dan reproduksi sel tanpa membunuh sel, menyebabkan efek
bakteriostatik, virustatik, atau fungistatik. (Yagiela, 2011)

17

Tabel 2.1. Aktivitas antimikroba dari beberapa antiseptik dan desinfektan (Sumber
: Yagiela, 2011)

Tabel 2.2. Karakteristik beberapa desinfektan kimia (Sumber : Yagiela, 2011)

Tabel 2. 3. Kegunaan lain dari antiseptik dan desinfektan (Sumber : Yagiela, 2011)

2.2.1.

Halogen dan Senyawa yang Membebaskan Halogen


Muthia Belladina Silmi 160110130074

1. Povidone Iodine
1) Definisi
Povidon Iodine adalah suatu iodofor dari pembentukan kompleks
antara

iodium

dengan

polivinilpirolidon

(Gunawan,

2007).

Polivinilpirolidon kurang 40.000 (Ansel, 1989). Menurut Farmakope edisi

18

IV (1995) larutan povidon iodine mengandung tidak kurang dari 85% dan
tidak lebih dari 120% Iodum dari jumlah yang tertera pada etiket, serta
dapat mengandung sedikit etanol. Kandungan etanol (jika ada) antara 90%
dan 110% dari jumlah yang tertera pada etiket.
Tinctura iodium merupakan salah satu antiseptik kulit tertua yang
pernah digunakan, tetapi mempunyai efek samping yang dapat mengiritasi
kulit dan memiliki insiden alergi yang cukup tinggi. Penggunaan iodium
mulai populer kembali pada dasawarsa terakhir, dengan dibuktikannya
bahwa iodium dapat mengikat komponen polivinilpirolidin untuk
mendapat aksi antibakteri yang baik. Kompleks iodofor yang terbentuk
memiliki frekuensi reaksi alergi dari tinctura iodium yang rendah,
sehingga apabila lapisan iodofor tetap dibiarkan pada kulit, pengeluaran
iodium yang lambat tetap berlangsung untuk beberapa jam (Sabiston,
1995).
Povidone - Iodine bersifat Larut dalam air dan larutan etanol (95%)
P, praktis tidak larut dalam kloroform , dalam eter P, dalam
karbontetraklorida P, dalam aseton P dan dalam heksana P. Larutan
povidon iodum mempunyai pH antara 1,5 dan 6,5 (Depkes, 1979).
2) Farmakodinamik dan Farmakokinetik
Povidon-iodine berangsur-angsur melepaskan iodium yang akan
berkerja sebagai antiseptik yang berspektrum luas (Gunawan, 2007). Zat
aktif ini bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 g/ml dan bersifat
bakterisid pada kadar 960 g/ml. Mycobacterium tuberculosis bersifat
resisten terhadap bahan ini. Povidon iodine memiliki toksisitas rendah
pada jaringan, tetapi detergen dalam larutan pembersihnya dapat

19

meningkatkan toksisitasnya. Povidon iodine 10% mengandung 1% iodium


yang mampu membunuh bakteri dalam 1 menit dan membunuh spora
dalam waktu 15 menit (Rahardjo, 2008).
Mekanisme kerja povidon iodine dimulai setelah kontak langsung
dengan jaringan maka elemen iodine akan dilepaskan secara perlahanlahan dengan aktifitas menghambat metabolisme enzim bakteri sehingga
mengganggu multiplikasi bakteri yang mengakibatkan bakteri menjadi
lemah. Iodine dalam jumlah kecil diserap masuk ke dalam aliran darah,
sehingga menyebabkan efek sistemik dengan akibat shock dan anoksia
jaringan. Penggunaan iodine harus dengan diencerkan terlebih dahulu, hal
ini karena iodine dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit.
Penggunaan iodine yang berlebihan dapat menghambat proses granulasi
luka. Povidon iodine yang biasanya digunakan dalam perawatan luka
hanya 10%. Hasil suatu penelitian menyatakan bahwa semakin tinggi
konsentrasi

iodine

yang

digunakan

semakin

mempercepat

fase

penyembuhan luka.
3) Indikasi
Povidone iodine merupakan agen antimikroba yang efektif dalam
desinfeksi dan pembersihan kulit baik pra- maupun pascaoperasi, dalam
penatalaksanaan luka traumatik yang kotor pada pasien rawat jalan dan
untuk mengurangi sepsis luka pada luka bakar (Morison, 2003).

Menurut Dr. Henny Lukmanto (1986) zat aktif povidon iodine mempunyai
indikasi sebagai berikut:

20

1. Mensuci hamakan kulit, selaput lendir (termasuk vagina) pada operasi dan
suntik.
2.

Membunuh

kuman

agar

mencegah

infeksi

dan

mempercepat

penyembuhan luka (pada sebelum dan sesudah operasi).


3.

Mengompres luka-luka yang terinfeksi atau nanah.

4. Pengobatan pertama pada kecelakaan darurat terhadap luka, lecet maupun


luka koyak.
5.

Mencegah infeksi dan penularan di rumah sakit atau praktek dokter.

6. Mencegah infeksi pada kulit karena jamur dan kuman-kuman.


7. Mengobati luka bakar derajat I, II dan III.
8.

Tindakan pre operatif dan post operatif.

Manfaat povidon iodine berdasarkan kadarnya, yaitu:


1. Povidon

iodine

10%

untuk

mengobati

bermacam-macam

luka.

Povidon iodine 7,5% sebagai sabun cair antiseptik untuk mandi, gatalgatal di kulit, membersihkan kulit dan tangan sebelum melakukan
operasai, membersihkan kulit
yang akan dioperasi.
2. Povidon iodine 1% mempunyai indikasi untuk peradangan dan infeksi
mulut, tenggorokan, gigi, gusi lidah sariawan, pencegahan infeksi pada
pembedahan luka
dan pencabutan gigi. (ISFI, 2009)
4) Efek Samping
Povidon Iodine harus hati-hati bila digunakan pada permukaan kulit
rusak yang luas (misalnya luka bakar), karena iodium dapat diresorpsi dan
meningkatkan kadarnya dalam serum sehingga dapat menimbulkan
asidosis, neutropenia dan hipotirosis (Tjay dan Raharjadja, 2007).

21

Toksisitas dari povidon iodine dapat terjadi apabila zat ini masuk ke
traktus gastro intestinal yang menyebabkan korosif.
5) Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Povidon Iodine

Keuntungan dari zat aktif povidone iodine sebagai antiseptik yaitu


tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena
tidak menguap. Penggunannya yang berulang kali akan mengendap
sehingga efeknya bertahan lama (Tjay dan Raharjadja, 2007). Keuntungan
lainnya yaitu povidon iodine akan tetap aktif pada luka yang terdapat
darah, nanah, serum dan jaringan neukrotik (Lukmanto, 1986). Warna
coklat dan baunya merupakan sifat obat ini yang kurang menguntungkan
(Gunawan, 2007).

2. Klorin dioksida
Klorin dioksida adalah disinfektan yang mempunyai kecepatan dan
efektifitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan klorin dalam
menginaktifkan

bakteri.

Klorin

dioksida

tidak

mengakibatkan

pembentukan THM dan tidak bereaksi dengan amonia untuk membentuk


kloramin.
Kelemahan penggunaan klorin dioksida sebagai disinfektan adalah sebagai
berikut :
a. fungsi tiroid
b. pembentukan klorit dan klorat di dalam air dikhawatirkan dapat
mengakibat-kan methemoglobin

22

Klorin dioksida memiliki banyak aplikasi. Hal ini digunakan dalam


industri elektronik untuk membersihkan papan sirkuit, dalam industri
minyak untuk mengobati sulfida dan tekstil pemutih dan lilin. Pada Perang
Dunia II, klorin menjadi langka dan klorin dioksida digunakan sebagai
pemutih.
Dioksida saat klorin yang paling sering digunakan untuk kertas
pemutih. Ini menghasilkan serat yang lebih jelas dan lebih kuat daripada
klorin tidak. Klorin dioksida memiliki keuntungan yang menghasilkan
produk sampingan yang kurang berbahaya daripada klorin. Gas klorin
dioksida digunakan untuk mensterilkan peralatan medis dan laboratorium,
permukaan, kamar dan peralatan.
Klorin dioksida dapat digunakan sebagai oksidator atau desinfektan.
Ini adalah oksidator yang sangat kuat dan efektif membunuh
mikroorganisme patogen seperti jamur, bakteri dan virus. Hal ini juga
mencegah dan menghilangkan Film bio. Sebagai disinfektan dan pestisida
ini terutama digunakan dalam bentuk cair. Klor dioksida juga dapat
digunakan terhadap anthrax, karena efektif terhadap spora bakteri
pembentuk.
1) Mekanisme Kerja
Zat alam organik dalam sel bakteri bereaksi dengan klor dioksida,
yang menyebabkan proses seluler beberapa terganggu. Klorin dioksida
bereaksi langsung dengan asam amino dan RNA dalam sel. Hal ini tidak
jelas apakah klorin dioksida menyerang struktur sel atau asam di dalam

23

sel. Produksi protein dicegah. Klorin dioksida mempengaruhi membran sel


dengan mengubah protein membran dan lemak dan dengan pencegahan
inhalasi.
Ketika bakteri dieliminasi, dinding sel ditembus oleh klorin dioksida.
Virus dieliminasi dengan cara yang berbeda, klorin dioksida bereaksi
dengan pepton, zat larut dalam air yang berasal dari hidrolisis protein
menjadi asam amino. Klorin dioksida membunuh virus dengan mencegah
pembentukan protein. Klorin dioksida yang lebih efektif terhadap virus
dibandingkan klorin atau ozon.
Klorin dioksida adalah salah satu dari sejumlah disinfektan yang
efektif melawan Giardia Lambia dan parasit Cryptosporidium, yang
ditemukan dalam air minum dan menginduksi penyakit yang disebut
'giardiasis' dan 'Cryptosporidiosis'. Perlindungan terbaik terhadap parasit
protozoa seperti ini adalah desinfeksi oleh kombinasi ozon dan klorin
dioksida.
Klorin dioksida sebagai disinfektan memiliki keuntungan yang
langsung bereaksi dengan dinding sel mikroorganisme. Reaksi ini tidak
tergantung pada waktu reaksi atau konsentrasi. Berbeda dengan nonoksidasi desinfektan, klorin dioksida membunuh mikroorganisme bahkan
ketika mereka tidak aktif. Oleh karena itu konsentrasi klorin dioksida yang
diperlukan untuk secara efektif membunuh mikroorganisme lebih rendah
daripada non-oksidasi konsentrasi desinfektan. Mikroorganisme tidak bisa
membangun perlawanan terhadap klorin dioksida.

24

Klorin dioksida tetap gas dalam larutan. Molekul klorin dioksida


sangat kuat dan memiliki kemampuan untuk pergi melalui seluruh sistem.
Klorin dioksida dapat menembus lapisan lendir dari bakteri, karena klorin
dioksida mudah larut, bahkan dalam hidrokarbon dan emulsi. Klor
dioksida mengoksidasi matriks polisakarida yang membuat film bio
bersama-sama. Selama ini klorin dioksida reaksi berkurang menjadi ion
klorit. Ini dibagi menjadi potongan-potongan film bio yang tetap stabil.
Ketika film bio mulai tumbuh lagi, lingkungan asam terbentuk dan ion
klorit diubah menjadi klorin dioksida. Ini menghilangkan klorin dioksida
film bio tersisa.
Proses reaksi klorin dioksida dengan bakteri dan zat-zat lainnya
terjadi dalam dua langkah. Selama proses ini sampingan disinfeksi
terbentuk yang tetap di dalam air. Pada tahap pertama molekul klorin
dioksida menerima elektron dan klorit terbentuk (ClO3). Pada klorin
dioksida tahap kedua menerima 4 elektron dan klorida bentuk (Cl-). Di
dalam air beberapa klorat (ClO3), yang dibentuk oleh produksi klorin
dioksida, juga dapat ditemukan. Kedua klorat dan klorit yang Oksidator.
Klor dioksida, klorat dan klorit terdisosiasi menjadi natrium klorida
(NaCl).
Pada tahun 1950-an kemampuan biosidal klor dioksida, terutama
pada nilai pH tinggi, dikenal. Untuk pengolahan air minum itu utama yang
digunakan untuk menghapus komponen anorganik, misalnya untuk

25

mangan dan besi, untuk menghilangkan rasa dan bau dan mengurangi
produk samping klorin desinfeksi terkait.
Untuk dioksida pengolahan air minum klorin dapat digunakan baik
sebagai disinfektan dan sebagai agen pengoksidasi. Hal ini dapat
digunakan untuk kedua oksidasi pra-dan pasca-langkah oksidasi. Dengan
menambahkan klorin dioksida dalam tahap pra-oksidasi pengobatan
permukaan air, pertumbuhan ganggang dan bakteri dapat dicegah pada
tahap berikut. Klor dioksida mengoksidasi partikel mengambang dan
membantu proses koagulasi dan penghilangan kekeruhan dari air.
Klorin dioksida adalah disinfektan yang kuat untuk bakteri dan virus.
Hasil sampingan, klorit (ClO2-), adalah agen bakterisida lemah. Dalam
dioksida air klor aktif sebagai biosida untuk setidaknya 48 jam,
kegiatannya probaly outranges bahwa klorin.
Klorin dioksida mencegah pertumbuhan bakteri dalam jaringan
distribusi air minum. Hal ini juga aktif terhadap pembentukan film bio di
jaringan distribusi. Film bio biasanya sulit untuk mengalahkan. Ini
membentuk

lapisan

pelindung

di

atas

mikroorganisme

patogen.

Disinfektan paling tidak dapat menjangkau patogen dilindungi. Namun,


klorin dioksida menghilangkan film bio dan membunuh mikroorganisme
patogen. Klor dioksida juga mencegah pembentukan film bio, karena tetap
aktif dalam sistem untuk waktu yang lama.
Untuk antara pra-oksidasi dan pengurangan zat organik 0,5 dan 2 mg
/ L klorin dioksida diperlukan pada waktu kontak antara 15 dan 30 menit.

26

Kualitas air menentukan waktu kontak yang diperlukan. Untuk pascadesinfeksi, konsentrasi antara 0,2 dan 0,4 mg / L diterapkan. Konsentrasi
produk sampingan sisa klorit sangat rendah dan tidak ada risiko bagi
kesehatan manusia.
2) Keuntungan
Kepentingan dalam penggunaan klorin dioksida sebagai alternatif
atau tambahan klorin untuk disinfeksi air telah meningkat dalam beberapa
tahun terakhir. Klorin dioksida adalah disinfektan bakteri sangat efektif
dan bahkan lebih efektif daripada klorin untuk disinfeksi air yang
mengandung virus. Klorin dioksida telah kembali perhatian karena secara
efektif menonaktifkan klorin-tahan patogen Giardia dan Cryptosporidium.
Klorin dioksida menghilangkan dan mencegah Film bio.
Disinfeksi dengan klorin dioksida tidak menyebabkan gangguan bau.
Ini menghancurkan fenol, yang dapat menyebabkan masalah bau dan rasa.
Klorin dioksida lebih efektif untuk menghilangkan besi dan mangan dari
klorin, terutama ketika ini ditemukan dalam zat yang kompleks.
Penggunaan klorin dioksida bukan klorin mencegah pembentukan
produk

sampingan

disinfeksi

berbahaya

terhalogenasi,

untuk

trihalomethanes contoh dan terhalogenasi asam asam. Klorin dioksida


tidak bereaksi dengan nitrogen amonia, amina atau bahan organik lainnya
teroksidasi. Klorin dioksida menghilangkan zat-zat yang dapat membentuk
trihalomethanes dan koagulasi membaik. Ini tidak mengoksidasi bromida
menjadi bromin. Ketika air yang mengandung bromida diobati dengan

27

klorin atau ozon, bromida dioksidasi menjadi asam bromin dan


hypobromous. Setelah itu ini bereaksi dengan bahan organik untuk
membentuk produk sampingan disinfeksi brominasi, untuk bromoform
misalnya.
Penggunaan

klorin

dioksida

mengurangi

resiko

kesehatan

pencemaran mikroba dalam air dan pada saat yang sama mengurangi
risiko polusi kimia dan produk sampingan. Klorin dioksida adalah
disinfektan lebih efektif daripada klorin, menyebabkan konsentrasi yang
dibutuhkan untuk membunuh mikroorganisme untuk menjadi jauh lebih
rendah. Waktu kontak yang diperlukan juga sangat rendah.
Bertentangan dengan klorin, klorin dioksida efektif pada pH antara 5
dan 10. Efisiensi meningkat pada pH tinggi, sedangkan bentuk aktif klorin
sangat dipengaruhi oleh pH. Dalam klorin dioksida keadaan normal tidak
menghidrolisis. Inilah sebabnya mengapa potensi oksidasi yang tinggi dan
kapasitas desinfeksi tidak dipengaruhi oleh pH. Suhu dan alkalinitas air
tidak mempengaruhi efisiensi. Pada konsentrasi yang diperlukan untuk
desinfeksi, klorin dioksida tidak korosif. Klorin dioksida lebih larut dalam
air dibandingkan klorin. Dalam beberapa tahun terakhir metode yang lebih
baik dan lebih aman untuk produksi klorin dioksida telah dikembangkan.

28

Gambar 2.2 pengaruh pH pada efisiensi yang lebih besar untuk


klorin daripada klor dioksida
Klorin dioksida dapat digunakan untuk mengurangi jumlah
trihalomethanes dan terhalogenasi asam asam, dibentuk oleh reaksi klorin
dengan bahan organik dalam air. Sebelum air diklorinasi, klorin dioksida
ditambahkan. Jumlah amonium dalam air menurun. Klorin yang
ditambahkan sesudahnya, mengoksidasi klorit ke klorine dioksida atau
klorat. Ozon juga dapat digunakan untuk mengoksidasi ion klorit menjadi
ion klorat. Dengan menggunakan chloramines, nitrifikasi dapat terjadi di
jaringan distribusi. Untuk mengatur hal ini, klorin dioksida ditambahkan.
Produk sampingan kontrol dengan klorin dioksida dapat terjadi
dalam kombinasi dengan desinfeksi yang memadai, terutama pengurangan
trihalomethanes mengandung brom dan terhalogenasi asam asam yang
berasal dari reaksi air yang mengandung bromin dengan bahan organik
alami. Klorin dioksida sendiri dikombinasikan dengan bromin tidak
membentuk asam hypobromous atau bromat, sedangkan klorin dan ozon

29

lakukan. Klorin dioksida telah sangat baik anti-mikrobiologis kualitas


tanpa oksidasi non-spesifik ozon.
3) Kerugian
Ketika memproduksi klorin dioksida dengan klorit natrium dan gas
klor, langkah-langkah keselamatan harus diambil berkaitan dengan
transportasi dan penggunaan gas klor. Ventilasi yang cukup merupakan
masker gas yang diperlukan. Gas klorin dioksida mudah meledak. Klorin
dioksida adalah zat yang sangat tidak stabil, ketika terjadi kontak dengan
sinar matahari, hal itu terurai.
Selama proses produksi klorin dioksida, sejumlah besar klorin yang
terbentuk. Ini adalah kerugian. Klorin bebas bereaksi dengan bahan
organik untuk membentuk produk sampingan terhalogenasi desinfeksi.
Klorin dioksida dan disinfeksi yang klorit produk sampingan dan
klorat dapat menciptakan masalah bagi pasien dialisis. Klorin dioksida
umumnya efektif untuk deaktivasi mikroorganisme patogen. Hal ini
kurang efektif untuk deaktivasi rotaviruses dan bakteri E. coli.
Klorin dioksida adalah sekitar 5 sampai 10 kali lebih mahal daripada
klorin. Klorin dioksida biasanya dibuat pada situs. Biaya klorin dioksida
tergantung pada harga bahan kimia yang digunakan untuk memproduksi
klorin dioksida. Klorin dioksida lebih murah daripada metode disinfeksi
lainnya, seperti ozon.
4) Efek Samping
(1)

Klorin dioksida gas

30

Saat menggunakan klorin dioksida sebagai disinfektan, seseorang


harus diingat bahwa gas klorin dioksida dapat melarikan diri dari larutan
berair yang mengandung klorin dioksida. Terutama ketika desinfeksi
berlangsung di ruang tertutup, hal ini bisa berbahaya. Ketika konsentrasi
klorin dioksida mencapai 10% atau lebih di udara, klorin dioksida menjadi
eksplosif.
Akut dari kulit klorin yang berasal dari dekomposisi klorin dioksida,
menyebabkan iritasi dan luka bakar. Mata paparan mata untuk klorin
dioksida menyebabkan iritasi, mata berair, dan pemandangan kabur. Gas
klorin dioksida dapat diserap oleh kulit, di mana ia merusak sel-sel
jaringan dan darah. Menghirup gas klorin dioksida menyebabkan batuk,
sakit tenggorokan, sakit kepala parah, paru-paru edema dan bronchio
spasma. Gejala-gejala dapat mulai menunjukkan lama setelah paparan
telah terjadi dan dapat tetap untuk waktu yang lama. Paparan menahun
untuk klorin dioksida menyebabkan bronchitis. Standar kesehatan untuk
klorin dioksida adalah 0,1 ppm.
(2) Pengembangan dan reproduksi
Klorin dioksida diperkirakan memiliki efek pada reproduksi dan
perkembangan. Namun, ada bukti terlalu sedikit untuk tanah tesis ini.
Penelitian lebih lanjut diperlukan.
(3) Mutagenity
Uji Ames digunakan untuk menentukan mutagenity suatu zat. Uji
Ames menggunakan bakteri Salmonella yang secara genetik dimodifikasi.

31

Tidak ada koloni bakteri yang terbentuk, kecuali mereka datang dalam
kontak dengan zat mutagenik yang mengubah materi genetik. Pengujian
menunjukkan bahwa kehadiran 5-15 mg / L ClO2 meningkatkan
mutagenity air. Sulit untuk membuktikan mutagenity klorin dioksida dan
produk sampingan klorin dioksida, karena zat ini biocides. Biocides
biasanya

membunuh organisme indikator yang digunakan untuk

menentukan mutagenity.
3. Povidone iodine
Povidone iodine adalah suatu iodofor suatu kompleks yodium
dengan

polivinil pirolidon.

Obat ini di klinik digunakan

sebagai

pengganti merkurokrom dabyodium tingtur karena tidak iritatif. Yodium


yang dilepas, bekerja sebagai antiseptik berspektrum luas. Tersedia
dalm bentuk obat kumur dengan konsentrasi 1%, dapat mengurangi
populasi kumansampai 85%, efektif untuk satu jam dan kembali ke
populasi normal setelah 8 jam. Warna coklat gelap dan baunya merupakan
sifat obat ini yang kurang menguntungkan. Tahun 1955, povidone iodine
mulai diperdagangkan setelah banyak diminati sebagai desinfektan, Suatu
bahan

organic

dari

bahan

aktif

polivinil

pirulidon

y a n g merupakan kompleks iodine yang larut dalam air.


Bekerja sebagai bakterisida yang juga membunuh spora, jamur, virus
dan sporozoa. Povidoneiodine diasorbsi secara sistemik sebagai iodine
digunakan

dalam

perawatan

luka

namun

dapat

menyebabkan dermatitis kontak pada kulit, mempunyai efek toksikogenik

32

terhadap fibroblast dan leukosit, menghambat migrasi netrofil dan


menurunkan sel monosit Berdasarkan penelitian Bernard Courtois tahun
1811, iodine telah digunakan secara luas untuk pencegahan dan
terapi infeksi pada kulit. Iodine telah diakui mempunyai efek broad
Spectrum untuk bakteri, dan efektif dalam melawan yeast, mold, jamur,
virus dan protozoa.
Dengan penggunaan PVP-I dapat mengurangi terjadinya iritasi,
toksik pada jaringan sekitar. Sebagai tambahan bahwa bakteri menjadi
tidak resisten dengan pemakaian PVP-I dan

sensitisasinya hanya

sekedar 0,7%. Povidone Iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi


sebagai antiseptik, mampu membunuh mikroorganisme seperti bakteri,
jamur, virus, protozoa, danspora bakteri. Selain sebagai obat kumur
(mouthwash) yang digunakan setelah gosok gigi, povidone iodine gargle
digunakan untuk mengatasi infeksi mulut dan tenggorok, seperti gingivitis
(inflamasi di gusi) dan tukak mulut (sariawan).

1)

Indikasi
Infeksi kulit dan luka, terilisasi kulit sebelum pembedahan &

sterilisasi organ dalam selama pembedahan. Berguna untuk mencegah


terjadinya infeksi post partus, endometritis., mencegah terjadinya infeksi
akibat luka-luka traumatic, mencegah terjadinya infeksi pasca operasi,
mengobati abses akibat infeksi.
2)

Efek Samping

33

Iritasi lokal (jika terjadi, penggunaan jangan diteruskan).


3)

Kemasan
Solution 10 % x 30 ml.

2.2.2. Aldehid
1.Sifat Biologi dan Reaktifitas
Aldehid merupakan komponen organik yang mengandung rangkaian
ikatan karbon. Kelompok fungsional ini memiliki struktur komponen RCHO, mengandung pusat karbonil (ikatan ganda karbon yang terikat
dengan oksigen) berikatan dengan hydrogen dan juga dengangrup R, yang
merupakan rantai alkil lainnya seperti yang terlihat pada gambar di bawah
ini.

Gambar 2.3 Rantai ikatan aldehid


Aldehid terbagi menjadi empat grup karbonil, yakni: 1) alkana jenuh,
seperti formaldehid, acetaldehid, dan hexanal; 2) alkena tak jenuh, seperti
acrolein, 4-hydroxy-2-nonenal (4-HNE), dan crotonaldehid; 3) aldehid
aromatik, seperti benzaldehid, DOPAL (3,4-dihydroxphenylacetaldehid),
dan DOPEGAL (3,4-dihydroxyphenylglycolaldehid); dan 4) dikarbonil,
seperti glyoxal dan malondialdehid (MDA). Komponen organik ini
tersebar luas di alam. Beberapa golongan aldehid, termasuk formaldehid,

34

acetaldehid, dan acrolein, diproduksi pada saat proses pembakaran dan


banyak terdapat di dalam asap kabut serta asap rokok. (Rickert et al.,
1980; Destaillats et al., 2002).
Asap kendaraan bermotor merupakan sumber utama dari aldehid,
baik berupa emisi langsung aldehid, maupun emisi tidak langsung aldehid,
berupa emisi hidrokarbon. Aldehid juga banyak digunakan sebagai bahan
industri, seperti pada produksi resin, polyurethane, dan plastik polyester,
dan juga digunakan sebagai bahan fumigan serta pengawet dari makanan
binatang. Aldehid juga berperan sebagai prekursor untuk produksi obat
dan agen lingkungan. (OBrien et al., 2005) Banyak obat, seperti obat
antikanker, cyclophosphamide dan ifosfamide, juga dimetabolis oleh
aldehid. (Maki and Sladek, 1993).
Golongan aldehid alifatik dan aromatik yang berhubungan
dengan makanan, seperti citral, benzaldehid, acetaldehid, dan formaldehid,
dapat ditemukan di beberapa macam buah-buahan dan sayur-sayuran
(Lindahl, 1992). Terdapat beberapa jenis tanaman yang memproduksi
aldehid, seperti hexanal, yang menjadi bagian dari pestisida alami, yang
dapat melawan beberapa jenis hewan dan serangga (Williams et al.,2001).
Aldehid juga dihasilkan sebagai derivat fisiologis selama
proses biotransformasi beberapa komponen endogen, seperti lemak, asam
amino, neurotransmitter, dan karbohidrat (Esterbauer, 1993). Aldehid juga
berperan penting dalam proses fisiologis normal dan therapeutik. Sebagai
contoh, aldehid retinal yang berperan penting dalam proses penglihatan,

35

merupakan produk dari ALDH-dependent oxidation, asam retinoid, yang


juga berperan dalam perkembangan embrionik. Inhibitor neurotransmitter
GABA juga didapatkan melalui proses ALDH-dependent oxidation dari
aldehid. Dalam proses therapeutik, aldehid dapat memediasi kemanjuran
obat-obat tertentu. Agen antineoplastik cyclophosphamide, melalui
intermedietnya,

aldophosphamide,

memberikan

efek

kepada

phosphoramide dan acrolein, untuk dapat membunuh sel-sel tumor.


Walaupun aldehid memiliki banyak peranan penting di dalam proses
biologis normal, namun aldehid juga memiliki sifat cytotoxic dan bahkan
bersifat karsinogenik (Yokoyama et al., 1996; Feng et al., 2004).
Aldehid memiliki komponen elektrofilik yang kuat, menyebabkan ia
memiliki kereaktifan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, aldehid
merupakan

komponen

yang

paling

reaktif

dibandingkan

dengan

komponen-komponen biomolekuler lainnya. Selain itu, oleh karena


aldehid memiliki komponen elektrofilik yang kuat, aldehid dapat
membentuk ikatan dengan beberapa komponen seluler nukleofili lainnya,
menyebabkan terjadinya homeostasis seluler, mereduksi aktivitas enzim,
dan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan DNA (Sayre, et.al., 2001;
Schaur, 2003).

1) Glutaraldehid

Glutaraldehid pertama kali diperkenalkan sebagai bahan


antimikrobial pada awal tahun 1960. Sejak saat itu, glutaraldehid sering

36

digunakan di bidang kedokteran dan kedokteran gigi sebagai bahan


disinfektan. Aksi antimikrobial ini ditemukan pada ikatan silang protein,
baik pada dinding sel organisme, maupun interselular. Glutaraldehid
umumnya tidak terpengaruh oleh bahan oragnik lainnya, dan non-iritasi,
non-alergenik, dan non-korosif ketika digunakan dengan cara yang benar
(Torabinejad, Walton. 1998)
2) Mekanisme Kerja

Glutaraldehid efektif melawan beberapa bakteri Gram-positif


dan Gram-negatif. Glutaraldehid juga memiliki aktivitas yang efektif
untuk melawan Mycobacterium tuberculosis, beberapa spora, jamur, dan
virus, termasuk virus Hepatitis B dan HIV jika digunakan 30 hari setelah
aktivasi. Aktivasi dimulai melalui proses alkalisasi oleh larutan
gluataraldehid. Alkalisasi juga dapat mengurangi stabilitas larutan.
3) Penggunaan di Kedokteran Gigi

Glutaraldehid di kedokteran gigi digunakan sebagai cold


sterilant, paling baik digunakan secara terbatas untuk sterilisasi beberapa
instrumen dan alat-alat yang kecil, yang tidak dapat disterilkan dengan
alat-alat bersuhu tinggi. Penggunaan yang dianjurkan sekurang-kurangnya
10 jam setelah pembersihan awal untuk dapat menghilangkan debris padat.

4) Sediaan
Glutaraldehid dipasarakan sebagai larutan aqueous asam atau
basa 2% sampai 3.2%.

37

5) Indikasi dan Dosis


Selain digunakan sebagai bahan sterilisasi instrument di
kedokteran gigi, glutarldehid juga diindikasikan untuk menghilangkan
kutil (wart), dosis yang digunakan untuk dewasa adalah sebanyak 10%
larutan yang langsung diaplikasikan di daerah yang terkena. Sebagai
alternatif, 5% larutan atau 10% gel juga dapat digunakan.

6) Efek Samping

Penggunaan glutaraldehid juga harus tetap hati-hati oleh karena


kulit dan membran mukosa yang terekspos berulang-ulang, dapat
menyebabkan terjadinya sensitifitas, iritasi, dan kerusakan. Asma juga
sering dilaporkan terjadi oleh karena penggunaan glutaraldehid yang salah.
Selain dapat mengiritasi kulit, penggunaan glutaraldehid yang salah juga
dapat mengiritasi mata dan sistem pernapasan. Kontak dengan kulit juga
dapat menyebabkan terjadinya allergic contact dermatitis.

2. Formaldehid

Formaldehid

(methanal,

CH2O)

merupakan

golongan

monoaldehid yang ditemukan sebagai gas bebas larut dalam air.


Formaldehid dulu banyak digunakan, namun sekarang sudah sangat jarang

38

digunakan oleh karena toksisitas dan kemampuan menyebabkan


sensitisitasnya yang tinggi.
1) Mekanisme Kerja

Formaldehid bersifat bakterisidal, sporisidal, dan virusidal,


namun

kerjanya

tetap

lebih

lambat

dibandingkan

glutarldehid.

Formaldehid merupakan bahan kimia yang sangat reaktif, yang dapat


berinteraksi dengan protein, DNA, dan RNA secara in vitro. Dikatakan
bersifat sporisidal karena ia memiliki kemampuan untuk berpenetrasi ke
dalam spora bakteri. Formaldehid berperan sebagai agen mutasi ketika ia
bereaksi dengan karbonil, hidroksil, dan sulfhidril. Formaldehid juga dapat
bereaksi dengan asam nukleik, sehingga menghasilkan ikatan silang
dengan protein DNA pada SV40, menyebabkan terjadinya penghambatan
sintesis DNA. Penggunaan formaldehid dengan konsentrasi rendah dapat
menimbulkan efek sporostatik dan inhibisi germinasi. Formaldehid juga
dapat merubah HBcAg dan HBsAg dari virus hepatitis B.

2) Penggunaan Formaldehid
Larutan formaldehid digunakan sebagai larutan disinfektan atau
sterilan atau dikombinasikan dengan alat sterilisasi bertemperatur rendah.
Namun, oleh karena toksisitas dan sensitisitas yang ditimbulkan oleh
formaldehid tergolong tinggi, maka larutan formaldehid sudah sangat
jarang digunakan sekarang.

39

3) Indikasi dan Dosis

Larutan formaldehid diindikasikan untuk penyakit palmar dan


plantar warts. Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah sebanyak 3%
larutan dan 0.75% water-miscible gel dapat diaplikasikan di daerah yang
terkena.

4) Kontraindikasi

Kontraindikasi dari penggunaan larutan formaldehid adalah


untuk

penderita

yang

hipersensitif

terhadap

penggunaan

larutan

formaldehid.
5) Efek Samping

Efek samping yang mungkin ditimbulkan akibat penggunaan


larutan formaldehid secara topikal adalah dapat terjadinya keputihan
(whitening) pada kulit, contact dermatitis, reaksi sensitivitas. Akibat
penggunaan per oral: nyeri hebat disertai inflamasi, ulserasi, nekrosis
membran mukosa, muntah, diare, hematuria, anuria, metabolic acidosis,
vertigo, kejang, kehilangan kesadaran, dan gangguan pada sistem sirkulasi.

2.2.3. Phenols and Related Compounds


Putri Bella Kharisma - 160110130071

40

Lister memperkenalkan Phenol sederhana (contoh: carbolic acid)


digunakan sebagai desinfektan dan antiseptic untuk pembedahan di rumah sakit
pada tahun 1850an, tetapi bersifat mengiritasi dan toksik yang menyebabkan
penggantian komponen phenolic yang besar. Penggantian ini akan meningkatkan
efek antimicrobial dari phenol tanpa meningkatkan toksisitas tubuh yang tinggi.
Generasi selanjutnya dari komponen phenol telah memperlihatkan keefektifannya
sebagai antiseptic dan desinfektan untuk pencucian tangan pada pemerhati
kesehatan. ( Yagiela,2011)
Beberapa phenol yang penting menghasilkan efek anestesis lokal, yang
berguna sebagai antiseptic ketika nyeri berhubungan dengan infeksi. Secara
umum,

phenol

memiliki

keuntungan

dapat

mempertahankan

efek

antimikrobialnya saat adanya material organic, yang berguna saat pengangkatan


seluruh jaringan dan debris. Phenol banyak digunakan saat perawatan endodontic
sebagai agen desinfektan pada terapi root canal local. Phenol diaplikasikan ke
dalam ruang pulpa dengan cotton pellet yang lembab, atau ke seluruh canal dalam
bentuk cairan dengan berbagai konsentrasi. ( Yagiela,2011)
Cresol, yang merupakan bahan aktif coal-tar desinfektan, merupakan
gabungan dari tiga isomer methylphenol. Cresol memiliki 3-10 kali aktifitas
antimicrobial dibanding phenol namun dengan toksisitas tubuh yang sama.
Campuran dari cresol dengan detergen dibentuk dengan saponifikasi dari berbagai
minyak sayuran yang telah digunakan sebagai desinfektan permukaan sejak awal
tahun 1900. Formulasi original dari Lysol adalah 50% campuran dari cresol yang
disaponifikasi oleh minyak sayuran. ( Yagiela,2011)

41

Eugenol (2-methoxy-4-allylphenol) dan guaiacol (o-methoxyphenol)


memiliki aktifitas antimicrobial yang lemah, namun sangat berguna dalam
sifatnya sebagai analgesic yang cepat. Eugenol merupakan komponen umum pada
banyak pasta sedative yang digunakan pada kedokteran gigi dan merupakan
komponen phenolic aktif dalam minyak dari cengkeh. Eugenol yang berkontak
lama dengan jaringan, seperti saat penutupan preparasi root canal, dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang parah tanpa rasa sakit, karena sifatnya
yang merupakan analgesic. Penggunaan eugenol pada kedokteran gigi telah
ditolak beberapa tahun ini karena potensinya untuk menimbulkan sensitisasi alergi
pada eksposure yang berulang. ( Yagiela,2011)
Bisphenol termasuk phenolic yang banyak, dengan penggunaan utama
sebagai

antiseptic

hexachlorophene,

pencuci

tangan.

chlorhexidine

Yang

gluconate,

termasuk
dan

bisphenol

yaitu

parachlorometaxylenol.

Kelompok agen ini, terutama hexachlorophene, nemunjukkan sifatnya sebagai


antimicrobial efektif yang digunakan dengan detergen. Hexachlorophene akan
berakumulasi pada kulit jika digunakan berulang, mencapai level maksimal dalam
3-4 hari, dengan bakteri yang terhitung pada kulit telah berkurang hingga 95-99%.
( Yagiela,2011)
Bisphenol merupakan agen yang paling efektif untuk melawan organisme
gram positif, yang merupakan komponen paling umum untuk flora bakteri pada
kulit dan meninggalkan potensi pathogen utama untuk cross-infection.
Substantifitas dan efektifitas dari hexachlorophene membuatnya digunakan secara
luas untuk sabun saat pembedahan. Sabun tersebut terdiri dari hexachlorophene

42

lebih besar dari 0.1%, dengan laporan klinis menunjukkan akumulasi yang terjadi
pada jaringan kulit kepala bayi, absorpsi kutaneus, dan neurotoksisitas.
( Yagiela,2011)
Chlorhexidine gluconate (CHG) merupakan antiseptic yang paling banyak
digunakan dan merupakan derivat phenolic yang efektif digunakan untuk
kebersihan tangan, CHG adalah cationic bis-biguanide dengan aktifitas
antimicrobial yang didapat dari perlekatannya terhadap membrane sitoplasma
mikrobakterial, yang menghasilkan gangguan fungsi membrane. Selanjutnya
terjadi presipitasi dari konten intraselular yang akan mengakibatkan kematian sel.
Terdapat banyak sediaan yang berbeda dari CHG untuk pencuci tangan. Antiseptic
bentuk cairan atau detergen yang mengandung 0.5-0.75% CHG menunjukkan
efek antimicrobial yang lebih besar daripada sabun biasa (contohnya anionic
detergen). Kebanyakan fasilitas professional kesehatan menggunakan produk
yang mengandung 2-4% CHG untuk penggunaan yang lebih efektif.
( Yagiela,2011)
Spectrum antimicrobial dari CHG maksimal melawan bakteri gram positif,
dengan aktifitas yang kurang untuk melawan bakteri gram negatif dan fungi, juga
aktifitas yang minimal menawan M. tuberculosis. Efektifitas antivirus CHG in
vitro sangat lebih baik dalam melawan virus yang ber-envelope, seperti HSV, HIV,
dan influenza, dibandingkan dengan virus tanpa envelope (rotavirus, adenovirus,
enterovirus). Chlorhexidine juga merupakan agen virusidal yang efektid, dengan
aktifitas in vitro melawan HSV, CMV, influenza cirus, parainfluenza virus, dan
HBV dalam paparan selama 30 detik. Walaupun CHG antiseptic untuk tangan

43

melakukan efek antimicrobial lebih lambat dibandingkan formulasi berbasis


alcohol, namun CHG memiliki fungsi utama yang berguna karena tetap efektif
dengan adanya darah. ( Yagiela,2011)
CHG dan alcohol antiseptic juga termasuk sediaan kebersihan tangan yang
sama dan efektif, dalam 0.5-1% CHG yang ditambahkan pada sanitasi alcohol
dapat meningkatkan aktifitas residual dari produk yang hanya mengandung
alcohol. CHG antiseptic untuk tangan menghasilkan persistensi denngan
akumulasi pada jaringan epitel selama pencucian tangan sepanjang hari. Sifat ini
disebut substantivitas dan merupakan hasil dari bentuk akumulasi kimia aktif pada
epitel, yang meninggalkan efek antimicrobial setelah pencucian. ( Yagiela,2011)
Di Eropa, 0.2% larutan chlorhexidine digunakan sebagai obat kumur.
Efektifitas dari chlorhexidine dalam obat kumur menghasilkan substantivitas
primer. Bentuk cationic dari chlorhexidine mengakibatkan terikatnya dengan
jaringan keras dan lunak pada kavitas oral, dan menghasilkan efek bakteriostatik
yang berkelanjutan. Jika digunakan dua kali sehari, larutan ini efektif untuk
mengurangi pembentukan plak dan gingivitis. Efek samping utamanya yaitu
pewarnaan pada gigi, peningkatan pembentukan kalkulus, dan perubahan persepsi
rasa. ( Yagiela,2011)
Parachlorometaxylenol (PCMX), yang juga disebut chloroxylenol,
merupakan komponen phenolic yang digantikan oleh halogen, digunakan secara
luas sebagai antiseptic pencuci tangan yang efektif. Aktifitas antimikrobialnya
melawan bakteri yang rentan terjadi dengan mengganggu dinding sel microbial
dan inaktivasi enzim. PCMX lebih aktif daripada chlorhexidine sebagai antiseptic

44

spectrum luas karena lebih efektif dalam melawan bakteri gram positif, kurang
aktif melawan organisme gram negatif, dan berusaha memiliki beberapa efek
antifungal. ( Yagiela,2011)
Kegunaan pentingnya untuk pemerhati kesehatan yaitu kemampuan
PCMX untuk membunuh spesies Pseudomonas. Karena kemampuannya untuk
berpenetrasi pada permukaan epitel, PCMX merupakan alternative chlorhexidine
gluconate yang efektif dalam banyak pencuci tangan, dengan laporan potensian
sensitisasi alergi yang sedikit. ( Yagiela,2011)
Triclosan digunakan pada sabun antimicrobial dan ditemukan pada banyak
obat kumur dan pasta gigi sebagai agen antiplak. Antimicrobial bakteriostatik
ditambahkan pada sabun dan produk lain (contohnya pasta gigi) dengan
konsentrasi 0.2-2%. Aksi antimicrobial digunakan pada banyak sisi di sel bakteri.
Aksi tersebut termasuk mengganggu fungsi membrane sitoplasma dan sintesis
RNA, asam berlemak, dan protein dengan mengikatnya pada carrier protein
reduktase. Triclosan bersifat bakteriostatik dan fungistatik, dengan spectrum yang
luas dari aktivitas antimicrobial dan substantivitas. ( Yagiela,2011)
Efek toksis yang relative rendah untuk Pseudomonas aeruginosa
mengurangi penggunaan klinisnya, namun substantivitas epitel membuat triclosan
terdapat pada sabun tangan medis, antiperspirant, dan pasta gigi. Walaupun bahan
kimia ini termasuk banyak formulasi komersil, triclosan lebih kurang efektif
dibanding CHG, iodohhor, atau antiseptic berbasis alcohol dalam mereduksi
jumlah bakteri di tangan setelah mencuci tangan selama 1 menit. Keefisiensian
antimicrobial juga terganggu oleh perubahan pH, dan kehadiran surfaktan dan

45

emollient (obat yang melunakkan) pada jaringan epitel. Sebagai tambahan dari
aktivitas antimikrobialnya, triclosan juga memiliki efek antiinflamasi secara
langsung. Efek ini berasal dari penghambatan dari bagian histamine cascade.
( Yagiela,2011)
Sebagaimana

telah

disebutkan diawal,

Carbolic acid

merupakan

antimicrobial pertama yang digunakan secara luas di rumah sakit sebagai


antiseptic dan desinfektan. Penggunaan yang meluas dari desinfektan permukaan
phenolis yang merupakan campuran sintesis dari dua atau tiga komponen phenol
menuju kepada kemampuan komersialnya dari banyak produk yang mirip. Phenol
dipilih untuk bertindak secara sinergis, menghasilkan produk desinfektan yang
lebih efektif dari komponen lain dengan konsentrasi yang sama. Banyak
campuran sintetis diencerkan dengan air sebelum digunakan, sehingga
meninggikan efektifitas pembersihnya dibanding produk berbasis alcohol-phenol.
( Yagiela,2011)
Salah satu contoh umumnya yaitu kombinasi dari o-phenylphenol dan obenzyl-p-chlorophenol. Antimicrobial ini berberan sebagai racun sitoplasmik
dengan penetrasi dan mengganggu dinding sel, dengan trigger denaturasi protein
intraselular sel microbial. Phenol ini dapat berpenetrasi ke sel microbial target
lebih sering darimada antimicrobial lainnya, yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan lokal jika berakumulasi pada kulit yang terkena. Karena potensi toksisitas
ini, banyak derivat phenol lebih digunakan sebagai desinfektan, kecuali bisphenol.
( Yagiela,2011)

46

2.2.4. Alkohol
Mashita Dyah Chaerani - 160110130076
Alkohol, khususnya ethanol dan isopropanol, sudah digunakan bertahuntahun sebagai antimikroba dan carrier untuk antimikroba water-insoluble seperti
iodine dan fenol. Harga yang murah, vaporasi cepat, dan kurangnya residu
membuat alcohol sangat berguna untuk disinfeksi. Kemamupau alkohol untuk
mengendapkan protein mengurangi efektivitas antimikroba pada darah dan saliva.
Lapisan endapan protein mikroorganisme, melindungi mereka dari paparan
langsung alkohol. Ketidakefektifan alkohol terhadap beberapa spora bakteri,
virus, dan fungi mengurangi manfaat alkohsenol sebagai disinfektan untuk
permukaan atau instrument. (Yagiela. 2011)
Penggunaan isopropanol, ethanol, atau n-propanol dikombinasikan dengan
antimikroba lainnya

seperti chlorhexidine

gluconate, iodine, quartenary

ammonium compound dapat secara efektif mengurangi konsentrasi bakteri.


Aktvitas antimikroba yang cepat, berspektrum luas terhadap bakteri gram-positif
dan gram-negatif ditambah fakta pertumbuhan bakteri pada tangan yang dicuci
berlangsung lambat. Akhir-akhir ini, penelitian tentang hand sanitizer berbahan
dasar alkohol meningkat. ( Yagiela. 2011)
Alkohol digunakan sebagai antiseptic dan agen pembersih, efektif pada
konsentrasi 40 90% ( diatas 70% sebagai antiseptic dan sampai 90%). Jika
digunakan pada luka terbuka akan memberikan burning sensation. Alkohol
merupakan disinfektan yang lemah pada instrument karena

tidak dapat

membunuh spora dan menyebabkan instrument berkarat. ( Singh. 2007 )


2.2.5. Senyawa Pengoksidasi

47

Senyawa pengoksida merupakan senyawa yang melepaskan oksigen dan


radikal hidroksi selama dekomposisi dari molekul utama yang bertanggung jawab
sebagai efek mikrobisida. Konsentrasi untuk antiseptik ( misalnya 3%) aktif
terhadap bakteri vegetatif, konsentrasi yang lebih tinggi (6%) untuk sporisida.
( Yagiela. 2011)
1.

Potasium Permanganat (KMnO4)

merupakan kristal ungu yang larut

dalam air. Cara kerjanya dengan melepaskan oksigen yang mengoksidasi


protoplasma bakteri. Digunakan sebagai Condys lotion (larutan 1:4000
hingga 1:10.000).
1)
Sebagai antiseptik agen pengoksidasi digunakan sebagai obat
kumur, irigasi saluran akar, uretra, dan luka. Sedangkan
konsentrasi yang lebih tinggi menyebabkan rasa terbakar dan
2)

melepuh.
Sebagai disinfektan

digunakan

untuk

disinfeksi

air

dan

membersihkan perut pada keracunan alkaloida (kecuali atropin dan


kokain yang tidak efektif mengoksidasi). Tidak cocok untuk
2.

sterilisasi instrumen bedah (menyebabkan karat). ( Singh. 2007)


Hidrogen Peroksida (H2O2)
Hidrogen peroksida adalah senyawa pengoksida paling umum yang telah
digunakan sebagai antiseptik
1)
Digunakan sebagai antiseptik. Hidrogen peroksida menghasilkan
konsentrasi tinggi antimikroba radikal hidroksil pada jaringan
mikroorganisme, dengan memberikan efek buruk pada lipid
2)

membran bakteri, DNA dan komponen sel lainnya.


Membersihkan kerak, kotoran telinga, dll.

48

3)

Senyawa ini berfungsi efektif sebagai agen debridement untuk

4)
5)
6)

mengobati luka jaringan lunak dan infeksi.


Digunakan dalam preparasi kosmetika.
Sebagai obat kumur
Digunakan sebagai pengggunaan alat bantu kebersihan mulut.
Larutan kumur hidrogen peroksida dapat mengurangi pembentukan
plak dan gingivitis dan untuk menahan penyebaran gingivitis
ulseratif. Oksigen yang dilepaskan oleh peroksida akan menjadi
racun bagi bakteri anaerob.

Penggunaan hydrogen peroksida

baiknya dihindari bersamaan dengan bilasan poviodine-iodine.


Tersedia dalam bentuk larutan1,5 % dan 6 % dengan dosis sebagai
7)

obat 10 15 ml digunakan 2 4 kali sehari.


Hidrogen peroksida juga dapat digunakan sebagai disinfektan
dengan aktivitas tubercolocidal. (Meechan. 2001; Singh. 2007 ;

3.

Yagiela. 2011 )
Benzoyl Peroksida (Persol 2,5; jel 5%; krim 10%)
1)
Digunakan untuk jerawat.
2)
Secara bertahap melepas oksigen (dengan keberadaan air) yang
3)
4)

membunuh bakteri, khususnya anaerob.


Iritasi ringan pada kulit.
Menyebabkan kekeringan kulit, edema, dll. ( Singh. 2007 )

2.2.6. Surface-Active Agents


Yuriesty Azalia - 160110130072
Surface-active agent adalah senyawa yang menghasilkan efek deterjen
karena kemampuannya untuk berinteraksi secara non-kovalen dengan protein

49

membran dan lipid. Agen anionik seperti sabun dan deterjen fosfat dodesil sulfat
tampaknya efektif terutama karena kemampuan membersihkan dan mengemulsi.
Agen yang memproses aktivitas antimikroba spesifik hampir secara eksklusif
efektif terhadap bakteri gram positif saja. (Yagiella, 2011)
Agen kationik, seperti yang dicontohkan oleh senyawa quaternary
ammonium, digunakan selama bertahun-tahun sebagai larutan sterilisasi dingin.
Menyebutnya sebagai larutan sterilisasi adalah keliru karena mereka benar-benar
tidak efektif terhadap spora bakteri, basil tuberkulosis, banyak bakteri gram
negatif, jamur, dan virus. Bioburden, air keras, dan waktu mengurangi efektivitas
larutan ini bahkan terhadap bakteri gram positif. Sebagai hasil dari keterbatasan
ini, Council on Dental Therapeutics of the American Dental Association (ADA)
menghilangkan senyawa ini pada tahun 1978 sebagai desinfektan dari ADAs
Accepted Product List. Meskipun antimikroba ini memiliki kekurangan, berbagai
larutan disinfektan permukaan dan kain lap yang teserapi mengandung generasi
quaternary ammonium selanjutnya dipasarkan. Persiapan tersebut adalah agen
pembersih yang baik dan sering diformulasikan dengan agen antimikroba lain
yang berfungsi sebagai desinfektan spektrum luas primer. Cetylpyridinium
chloride, benzethonium chloride, dan agen kationik yang sama juga digunakan
dalam larutan obat kumur dan obat sakit tenggorokan. (Yagiella, 2011)

2.2.7.

Logam Berat

50

Logam berat, terutama senyawa merkuri dan perak, memiliki sejarah


panjang sebagai agen antimikroba. Merkuri organik masih digunakan di beberapa
negara sebagai fumigant, tetapi mereka telah digantikan oleh senyawa yang lebih
efektif dan kurang toksik dalam kedokteran gigi dan obat-obatan. Silver nitrat
umumnya digunakan dalam kedokteran gigi untuk mengobati ulcer oral, tetapi
tidak lagi digunakan karena menunda penyembuhan dan mengubah morfologi sel.
Dalam pengobatan, obat tetes mata silver nitrat tetap berguna dalam profilaksis
infeksi gonokokal pada bayi baru lahir. (Yagiella, 2011)
Tin (timbal), ion stannous, merupakan antimikroba yang efektif. Sebagai
disinfektan, tin kompleks dengan anion organik, membentuk triorganotin. Aplikasi
utama dari senyawa ini yaitu dalam industri dan pertanian. Dalam kedokteran
gigi, fluoride stannous (SnF) telah menjadi populer lagi sebagai sumber fluoride
dalam pasta gigi, terutama di pasta gigi yang dipasarkan untuk efeknya pada
kesehatan gingiva. Kemampuan timah untuk menghambat pembentukan
pertumbuhan dan plak bakteri didukung penggunaan awal dalam pasta gigi dan
sebagai garam fluor topikal. Selanjutnya, bermasalah dengan stabilitas, rasa, dan
pewarnaan menyebabkan suatu waktu digantikan dengan sodium fluoride dan
monofluorophosphate sebagai sumber fluoride dalam produk ini. (Yagiella, 2011)

2.2.8.

Penggunaan di Kedokteran Gigi


Banyak antiseptik dan disinfektan yang tersedia secara komersial terus

memainkan peran penting dalam mencapai tujuan pengendalian infeksi. Tim

51

dental dapat berbuat banyak untuk mengurangi keberadaan organisme patogen


dan sangat meningkatkan potensi untuk pemulihan lancar dari prosedur dental.
Protokol pengendalian infeksi yang efektif meliputi teknik mencuci tangan secara
menyeluruh dengan antiseptik yang tepat, dikombinasikan dengan teknik
penghalang yang tepat (sarung tangan, masker, pelindung mata, rubber dam),
disposable cover untuk permukaan, desinfeksi permukaan dan peralatan yang
tidak dapat disterilisasi, dan sterilisasi panas semua peralatan yang kompatibel.
Disinfektan adalah alat penting dalam mencapai pengendalian infeksi yang
efektif. (Yagiella, 2011)
Kisaran antiseptik untuk penggunaan di rumah dalam mengendalikan
mikroorganisme oral, pengurangan plak, dan pencegahan gingivitis telah
menjamur dalam beberapa tahun terakhir. Prerinses, pasta gigi, dan mouth rinse
baru muncul setiap hari menggunakan senyawa antiseptik baru dan reformulasi
dari yang lama. (Yagiella, 2011)
2.3.

Eugenol
Fitria Rahmah - 160110130077

2.3.1. Definisi
Menurut Mosbys Dental Dictionary, eugenol adalah senyawa allyl
guaiacol yang berasal dari minyak cengkeh. Digunakan bersama dengan zinc
oxide dalam bentuk pasta untuk tambalan sementara, basis restorasi, dan bahan
cetak. Eugenol juga digunakan sebagai antiseptik, terutama dalam terapi
pengeboran dan penambalan gigi, dan sebagai anodin (penghilang rasa nyeri).

52

Dipercaya mempunyai efek paliatif terhadap pulpa dan memiliki efek


baktrerisidal yang terbatas. (Mosby, 2008)
Dalam kedokteran gigi, eugenol ditemukan dalam pasta zinc oxideeugenol (ZOE). ZOE merupakan salah satu bahan pengisi saluran akar yang
digunakan dalam perawatan saluran akar. (Jha, 2011)

2.3.2. Farmakologi dan Mekanisme Kerja


Eugenol merupakan antiseptik dimana antiseptik ini memiliki mekanisme
kerja dengan cara mengoksidasi protoplasma mikroorganisme, mendenaturasi
protein mikroorganisme termasuk enzim dan meningkatkan permeabilitas
membran bakteri. (Mohan, 2011)
Eugenol termasuk ke dalam golongan fenol yang memiliki aktivitas
antomikroba dengan spektrum luas, tetapi mudah mengiritasi kulit dan mata dan
dapat di inaktivasi oleh debris organik (Yagiela, 2005)
2.3.3. Indikasi
Indikasi penggunaan eugenol ini adalah untuk pengobatan sementara
untuk meredakan sakit ringan pada gigi (medikamen perawatan saluran akar pulpa
vital) dan dikombinasikan dengan zinc oxide akan membentuk dressing sedatif
atau lining. (Cobra Dental)
Eugenol dalam Zinc oxide-eugenol digunakan dalam perawatan saluran
akar, pulpotomi dan pulpektomi. (Mungara, 2010)
2.3.4. Kontraindikasi
Penggunaan Zinc oxide-eugenol tidak boleh berkontak langsung dengan
pulpa atau digunakan pada lapisan dentin yang sangat tipis karena bisa mengiritasi
pulpa. (Mungara, 2010)

53

2.3.5. Penggunaan di Kedokteran Gigi


Eugenol merupakan antimikroba yang kurang baik (lemah) tetapi memiliki
sifat analgesik yang cepat. Beberapa pasta sedatif mengandung eugenol dan
aktivitasnya akan lebih efektif dalam bentuk minyak (cengkeh). Eugenol
digunakan sebagai medikamen pada perawatan endodontik. (Yagiela, 2003)
2.3.6. Keuntungan
Keuntungan dari bahan pengisi saluran akar bentuk pasta adalah mudah
didapatkan, biaya relatif murah, mempunyai efek antimikroba yang baik, tidak
sitotoksik untuk sel-sel yang berkontak langsung ataupun tidak langsung,
plastisitasnya baik, tidak toksisitas, merupakan materi radiopak, memiliki anti
inflamasi dan analgesik yang sangat berguna setelah prosedur pulpektomi. Selain
itu, ZOE juga tidak menyebabkan diskolorisasi pada gigi. (Jha, 2011)
2.3.7. Efek Samping
Kontak yang berkelanjutan dengan jaringan misalnya sebagai pengisi pada
preparasi kanal saluran akar dapat menyebabkan kerusakan jaringan tanpa
ditandai dengan adanya rasa sakit karena eugenol memiliki sifat analgesik kuat.
(Yagiela, 2003)
Zinc Oxide Eugenol (ZOE) dapat mengiritasi jaringan periradikuler tulang
dan menyebabkan nekrosis tulang dan cementum. Jika pengisiannya berlebih
dapat mengiritasi jaringan sehingga menyebabkan inflamasi. Tingkat resorpsi
lambat, dan mengubah jalan erupsi gigi permanen. (Chen, 2005)
2.4

Cresophene

54

Dhani Aristyawan - 160110130070


2.4.1. Definisi
Cresophene merupakan agen antimicrobial yang digunakan unutk
perawatan saluran akar yang terinfeksi. Cresophene merupakan agen antimikroba
golongan phenol compound, karena mengandung kandungan fenol di dalamnya,
cresophene memiliki aktivitas antibakteri terutama pada golongan bakteri gram
positif. (Kalchinov, 2009)
2.4.2. Efektivitas
Dalam penelitian efek bakterisid dari agen antimicrobial yang digunakan
di modern endodontic secara in vitro. Dianara kelima agen antimikroba (I2/KI,
Rockel, Cupral, Kalsium Hidroksida, Cresophene) Cresophene memiliki efek
antibakteri paling kuat melawan bakteri Prevotela spp, Enterococcus faecalis, dan
Streptococcus aureus. Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang paling
resisten dalam penelitian ini, cresophene dapat membuat pertumbuhan E.faecalis
tiga kali lebih lemah. (Kalchinov, 2009)
2.4.3. Deskripsi
Cairan antiseptik untuk penggunaan RCT (Root Canal Therapy).
(Kalchinov, 2009)
2.4.4. Sifat
Cresophen merupakan penggabungan dari tiga agen antiseptik yaitu
bakterisid yang kuat, parachlorophenol dengan kortikosteroid. Cresophen
memiliki sifat iritasi yang lemah dan penelitian membuktikan bahwa insidensi

55

adanya reaksi apical juga rendah. Cresophen mengandung Dexamethasone.


(Kalchinov, 2009)

2.4.5. Formula
Dexamethasone base
0,10 %
Thymol 5,00%
Paraclorophenol
30,00%
Camphor 64,90%
Tabel 2.4. Formula Cresophene
2.4.6. Indikasi
Disinfeksi saluran akar sebelum obturasi, dressing saluran akar yang
terinfeksi. (Kalchinov, 2009)
2.4.7. Penggunaan
Cresophen diaplikasikan sekali, paling banyak dua kali, untuk setiap
saluran dosis berkisar 50mg untuk 7 menit sebelum obturasi. (Kalchinov, 2009)
2.4.8. Pencegahan
Isi digunakan selama satu tahu setelah dibuka, botol ditaruh di tempat
yang sejuk dan kering. (Kalchinov, 2009)
2.4.9. Sediaan
Liquid pada botol kecil 13ml. (Kalchinov, 2009)

56

2.5

Sodium hypochlorite
Muhammad Arfianto Nur - 160110130069
Sodium hypochlorite biasanya diproduksi dengan mendidihkan gas khlor

dengan larutan sodium hydroxide (NaOH). Reaksi ini akan menghasilkan sodium
hypochlorite ( NaOCl), garam (NaCl) dan air ( H 2O). Reaksi adalah seperti
berikut. (Estrela, 2000 ; Clarkson, 1998)
Cl2+2NaOH

NaOCl + NaCl + H2O

2.5.1. Komponen-Komponen Sodium hypochlorite

Semua larutan sodium hypochlorite mungkin mengandung komponen


selain dari sodium itu sendiri. Yang telah diidentifikasi adalah : (Clarkson, 1998)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Sodium chlorate - pecahan dari reaksi sodium hypochlorite


Sodium hydroxide - mengekalkan stabilitas pH yang tinggi
Metallic ion - dari kontainer dan pipa metal
Chloramine (trihalomethanes) - dari reaksi organik
Parfum - bahan tambahan dalam pemutih domestik
Surfactant (amine oxide) - untuk meningkatkan upaya pemutihan
Asam lemak - hasil reaksi NaOH yang berlebihan
Sodium chloride - pecahan dari reaksi sodium hypochlorite

2.5.2. Sifat-Sifat Sodium hypochlorite


1) Sifat Biologis
Sodium hypochlorite (NaOCl) merupakan suatu bahan yang bersifat proteolitik.
Jaringan-jaringan dan debris dilarutkan melalui proses biokemis yang kompleks.
Berbagai konsentrasi sodium hypochlorite yang bervariasi dari 0.5% - 5.25% telah

57

digunakan. Pada konsentrasi 1% cukup untuk melarutkan jaringan serta


mempunyai efek antimikroba. (Mehdipour, 2008 ; Spangberg, 2002) Konsentrasi
1% lebih biokampatibilitas. (Estrela, 2002) Konsentrasi sodium hypochlorite yang
lebih tinggi akan merusakkan jaringan-jaringan vital serta tidak meningkatkan
penurunan jumlah bakteri ketika perawatan endodonti. (Spangberg, 2002)
(Gambar 2.2.)
2) Sifat Kemis
Kemasan larutan sodium hypochlorite adalah alkali kuat, hipertonik, dan biasanya
mempunyai konsentrasi 10% - 14% klorin yang tersedia. Larutan ini dipengaruhi
waktu, suhu, kontak terhadap cahaya, serta kontaminasi dengan ion metal. Klorin
yang berlebihan dalam sodium hypochlorite dapat menyebabkan larutan asam
yang tidak stabil. Semakin tinggi konsentrasi klorin, sodium hypochlorite semakin
tidak stabil. (Clarkson, 1998)

58

Gambar 2.4. Hasil desinfeksi saluran akar yang diukur pada awal kunjungan
kedua.
I. Diirigasi dengan sodium hypochlorite 0,5 %
II. Perawatan yang sama dengan I namun menggunakan Sodium
hypochlorite 5%.
III. Perawatan yang sama dengan I namun menggunakan sodium
hypochlorite 5% dan EDTA.
IV. Diirigasi dengan sodium hypochlorite diikuti dengan Dressing
Camporate Phenol atau paramonochlorphenol.
V. Perawatan yang sama dengan IV namun menggunakan kalsium
hidroksida sebagai dressing. (Spangberg, 2002)
2.5.3. Mekanisme kerja sodium hypochlorite

59

Pecora et.al melaporkan bahawa sodium hypochlorite(NaOCl) membentuk


suatu keseimbangan dinamik seperti ditunjukkan pada reaksi di bawah ini:
(Estrela, 2002)

NaOCl + H2O

+
+
NaOH + HOCl + Na + OH + H +OCl

Sodium hypochlorite bertindak sebagai pelarut organik dan lemak yang


akan memecahkan asam lemak, kemudian menukarnya menjadi garam asam
lemak (sabun) dan gliserol (alkohol). Reaksi ini akan mengurangi tegangan
permukaan larutan selebihnya.( Gambar 2.3. ) (Estrela, 2002)

Gambar 2.5. Reaksi saponifikasi. (Estrela, 2002)


Sodium hypochlorite akan menetralkan asam amino untuk membentuk air
dan garam. Dengan ini, ion hydroxil akan dilepaskan dan menyebabkan pH
menurun. Ion hydroxil yang dilepaskan akan bertindak terhadap protein membran
sehingga protein membran mengalami denaturasi.(Gambar 2.4. ) (Estrela, 2002).

60

Gambar 2.6. Reaksi netralisasi. (Estrela, 2002)


Asam hypochlorous merupakan komponen yang terkandung dalam larutan
sodium hypochlorite bertindak sebagai pelarut apabila berkontak dengan jaringan
organik, akan membebaskan klorin. Klorin yang bergabung dengan kelompok
protein amino akan membentuk Chloramine. ( Gambar 2.5. ) (Estrela, 2002)

Gambar 2.7. Reaksi kloraminisasi. (Estrela, 2002)


Klorin merupakan agen pengoksida yang kuat memberikan sifat
antibakteri

yang

menghambat

enzim-enzim

bakteri

dengan

membentuk

pengoksidaan irreversibel grup SH (sulphydryl), enzim esensial bakteri. (Estrela,


2002)

61

2.5.4. Efek Samping Sodium hypochlorite


1) Toksisitas
Penggunaan konsentrasi sodium hypochlorite mencapai 5.25% merupakan
konsentrasi yang sangat toksik terhadap jaringan vital terutama jaringan periapikal
gigi. Sodium hypochlorite juga mempunyai pH 12-13. Ini menyebabkan larutan
sodium hypochlorite menjadi toksik serta lebih kaustik. Terdapat beberapa
komplikasi akibat penggunaan sodium hypochlorite yang bersifat toksik ini.
Komplikasi yang terjadi adalah penyemprotan larutan sodium hypochlorite secara
tak sengaja ke jaringan periradikuler. (Spangberg, 2002) Efek dari toksisitas
sodium hypochlorite yang mengenai jaringan periapikal ini dapat mengakibatkan
timbul rasa sakit yang cepat (2-6 menit), pembengkakan atau odema di dalam
jaringan lunak, penjalaran odema ke daerah yang lebih luas diwajah seperti pada
pipi, daerah periorbital maupun bibir. Selain itu dapat juga terjadinya ecchymosis
pada kulit atau mukosa akibat dari perdarahan interstitial, rasa serta bau klorin
akibat dari semprotan sodium hypochlorite ke dalam sinus maksilaris. Dapat juga
mengakibatkan anestesia yang reversibel maupun persisten serta kemungkinan
terjadinya infeksi sekunder. (Mehdipour, 2007)
2) Perawatan
Untuk perawatan efek samping toksisitas sodium hypochlorite adalah :
(Mehdipour, 2007 ; Brown 2002)
1. Pasien ditenangkan dan diberitahu mengenai penyebab serta akibat dari
komplikasi tersebut.

62

2. Segera irigasi pasien dengan normal saline untuk mengurangi iritasi jaringan
lunak.

3. Gigi yang dilakukan perawatan endodonti dimonitor selama 30 menit. Eksudat


darah mungkin akan mengalir masuk ke dalam saluran akar.

4. Biarkan perdarahan tetap ada karena akan membantu mengeluarkan iritasi dari
jaringan.

5. Kompress dengan es disarankan selama 24 jam ( interval setiap 15 menit )


untuk mengurangi pembengkakan.

6. Kompress panas setelah 24 jam.

7. Untuk mengontrol sakit, dapat dilakukan dengan anestesia untuk memblok


saraf. Dapat juga dengan pemberian acetaminophen.

8. Antibiotik profilaksis diberikan selama 7-10 hari untuk mencegah terjadinya


infeksi sekunder.

9. Terapi dengan steroid yaitu methylprednisolone selama 2-3 hari untuk


mengontrol reaksi inflammasi.

3) Pencegahan
Langkah-langkah dibawah ini dapat membantu operator mencegah terjadinya
komplikasi akibat dari bahan irigasi sodium hypochlorite. (Mehidpour 2007)

63

1. Preparasi saluran akar yang adekuat.

2. Mengontrol agar panjang kerja yang baik dicapai.

3. Jarum untuk mengirigasi ditempatkan kurang 1mm 3mm dari panjang kerja.

4. Jarum diletakkan secara pasif dan tidak tertekan di dalam saluran akar.

5. Pergerakan jarum irigasi dapat keluar dan masuk dengan mudah ke dalam
saluran akar.

6. Mengobservasi flowback larutan irigasi dari saluran akar.

2.5.5. Cara menggunakan sodium hypochlorite

Setelah dilakukan penyelidikan terhadap penggunaan sodium hypochlorite


sebagai bahan irigasi saluran akar, telah ditemukan penanganan dalam
menggunakan larutan sodium hypochlorite ini: (Clarkson, 1998)

1. Senantiasa menggunakan larutan yang baru.

2. Hanya

menggunakan

air

demineralisasi

untuk

pengenceran

sodium

hypochlorite.

3. Menyimpan larutan di dalam botol kaca buram atau wadah yang dilapisi
polyethylene yang tertutup rapat.

64

4. Menggunakan Luer-Lok plastic syringe.

5. Selalu gunakan rubberdam selama perawatan.

2.5.6. Keuntungan
1. Hasil reaksi pengoksidaan sodium hypochlorite dapat melarutkan jaringan pulpa
dan predentin. (Mehdipour, 2007)

2. Sebagai agen antimikroba. Sangat efektif terhadap mikroorganisme patogen:


bakteri gram positif, bakteri gram negatif, jamur dan virus-virus termasuk virus
imunodefesiensi. (Mehdipour, 2007; Mehra, 2000; Clarkson, 1998)

3. Sodium hypochlorite apabila digunakan dalam konsentrasi tinggi,mampu


mengeluarkan sel-sel dalam saluran akar. Ini karena air tidak efektif dalam
mengeluarkan debris dentin pada daerah apikal saluran akar. (Mehdipour,
2007)

2.5.7. Kerugian
1. Dapat menyebabkan inflammasi akut yang diikuti dengan nekrosis jaringan
apabila sodium hypochlorite berkontak dengan jaringan lunak yang vital
kecuali epitelium yang berkeratinisasi tinggi. (Mehdipour, 2007; Clarkson,
1998)

2. Efek sitotoksik 5.25% sodium hypochlorite pada jaringan vital dapat


menyebabkan hemolisis. Ini akibat dari kemampuan mereduksi,hidrolisis dan

65

sifat osmosis yang memicu cairan keluar dari sel. (Mehdipour, 2007; Clarkson,
1998)

3. Sodium hypochlorite mempunyai pH 11-12.5, yang mana akan mengakibatkan


luka primer apabila terjadinya pengoksidaan protein. (Mehdipour, 2007;
Mehra, 2000)

4. Sodium hypochlorite dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh


darah yang mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah. Secara tak
langsung, pembengkakan akan terjadi dan sering menyebabkan perdarahan di
dalam saluran akar apabila sodium hypochlorite tidak digunakan dengan baik
dalam mengirigasi. (Mehdipour, 2007)

5. Kerusakan terhadap benih gigi permanen terjadi pada anak-anak akibat


penggunaan sodium hypochlorite. (Mehdipour, 2007)

6. Penyemprotan sodium hypochlorite secara langsung ke jaringan periradikuler


dapat menyebabkan kesakitan yang parah seperti sakit luka bakar, odema serta
terjadinya perdarahan. (Mehdipour, 2007; Farren, 2008)

7. Sodium hypochlorite mempunya bau yang kaustik. (Mehdipour, 2007;


Clarkson, 1998)

8. Bersifat korosi terhadap metal. (Clarkson, 1998)

9. Kurang efektif pada saluran akar yang sempit. (Grossman, 1995)

66

2.6

Jenis-jenis Bahan Pengisi Saluran Akar


Eggie Rizky Gunawan - 160110130080

2.6.1
1.
2.

Bahan Padat
Gutta-Percha
Ag-Point (Kon Perak)
Bentuk dan komposisinya yaitu bahan perak murni dengan bentuk ukuran

reamer. Keuntungannya yaitu mudah diletakkan dan dikontrol panjangnya,


kekakuan dan fleksibilitasnya memungkinkan untuk obturasi saluran yang sempit
dan bengkok, bersifat radiopak. (Schmalz, 2003).
Kerugiannya yaitu adaptasi buruk pada dinding saluran akar yang tidak
teratur, mudah berkarat bila kontak lama dengan cairan jaringan, sulit dikeluarkan,
pengisian yang kurang padat tidak terlihat jelas, kebocoran, penggunaannya
sekarang berkurang. (Schmalz, 2003).
3.
Amalgam
Keuntungannya yaitu merupakan bahan yang plastis, mempunyai adaptasi
yang baik, mengalami ekspansi pada proses pengerasan, dapat menutup celah.
Kekurangannya yaitu korosi, mudah over filling, sulit dikeluarkan bila diperlukan.
(Schmalz, 2003).
2.6.2 Bahan Semi Padat
1.
Pasta saluran akar
Jenis-jenis bahan seperti oksida seng dan eugenol, AH26 dan diaket
(plastik). Konsistensi cair seperti dempul. Cara memasukkan dalam saluran akar
dengan metode penyuntikkan, jarum lentulo. Keuntungannya yaitu teknik cepat
dan relatif mudah, hanya menggunakan satu bahan, alat sederhana (jarum lentulo
dan bur khusus). Kekurangannya yaitu kurangnya kontrol kepadatan dan panjang

67

pengisian serta kerapatan apikal akibat udara yang terjebak, penyusutan bahan dan
kelarutan pasta oleh cairan jaringan/ cairan mulut. (Schmalz, 2003).
2.6.3. Semen Saluran Akar
Menurut Schmalz (2003), semen saluran akar menyempurnakan kebutuhan
akan penutupan yang rapat. Semen saluran akar harus digunakan dengan bahan
pengisi, apapun teknik dan bahan yang digunakan. Semen saluran akar berperan
dalam meningkatkan hasil pengisian yang baik dan dapat untuk mengisi
ketidakteraturan saluran akar.
Dibagi 5 kelompok:
1. Berbahan dasar seng oksida egenol
Contoh : Procosol, Tubli-Seal, Kerr, Roth.
2. Berbahan dasar resin
Contoh : AH 26, Diaket, Hydron.
3. Berbahan dasar gutta-percha
Contoh : Chloropercha, Euca Percha.
4. Berbahan adesif dentin
Contoh : Ionomer gelas, Polikarboksilat,

Kalsium

Phosphat,Komposit,

Cyanokrilat.
5. Bahan dengan tambahan obat
Desinfektan : Endomethasone, N2, SPAD
Kalsium Hidroksid : Calcibiotic, Seal apex.
2.7

Endomethason
Putri Ratnasari 160110130081

2.7.1. Definisi
Endomethasone merupakan salah satu bahan pengisi saluran akar sebagai
sealer, dari jenis zinc oxide dengan paraformaldehyde dan kortikosteroid.
Endomethasone merupakan salah satu bahan pengisi pada perawatan saluran akar
(endodontik). Endomethasone merupakan salah satu nama produk dari bahan

68

pengisi saluran akar yang berbahan ZnOE, Paraformaldehyde, corticosteroid dan


iodine. (rstavik, 2005)
2.7.2. Sifat Farmakologis
1. Farmakokinetik
Endomethasone mengandung eugenol (golongan fenol) dan corticosteroid
yang berfungsi sebagai antiinflamasi. Paraformaldehyde, eugenol, dan iodine
yang terkandung dalam endomethasone ini berfungsi sebagai antimikrobial.
(rstavik, 2005)
2. Farmakodinamik
Endomethasone akan terabsorbsi oleh jaringan. (Sargenti)
2.7.3. Indikasi
Mengisi saluran akar gigi permanen dan sealing dalam perawatan
endodontics. (Septodont, 2011)
2.7.4. Komposisi
1. Hydrocortisone Acetate 1g
2. Polyoxymethylene 2.2 g
3. Exipients : thymol iodide , E110 , Barium Sulphate , Zinc Oxide ,
Magnesium Stearate q.sad 100 g (Septodont, 2011)
2.7.5. Ciri-ciri dan Keuntungan
1. Bahan yang sudah megeras, tidak dapat terebsorbsi dan terretraksi
sehingga dalam pemakaian bertahun-tahun tidak akan pecah dan
bergerak
2. Antiseptik dan antiinflamasi bekerja selama beberapa jam saja setelah
ditempatkan pada saluran akar
3. Radiopak dan mudah untuk memasukan pada saluran akar
4. Endomethasone memiliki berbagai kualitas, tergantung exipients dan
zat aktif antiseptik polyoxymethaylene dan timol iodida (Septodont,
2011)
2.7.6. Efek Samping

69

Endomethasone memiliki beberapa efek samping yang merugikan apabila


tidak diaplikasikan dengan berhati-hati. Namun, pada dasarnya, ZnOE memiliki
sifat sitotoksik dan neurotoksik. Selain itu, paraformaldehid yang terkandung pada
endomethasone juga memiliki toksisitas yang tinggi. Endomethasone yang
terebsorbsi jaringan dapat menyebabkan kehancuran jaringan dan kehancuran
saraf karena sifat sitotoksik dan nerurotoksiknya. (Sargenti)
Endomethasone ini dapat mengiritasi jaringan periapikal, nekrosis pada
tulang alveolar, sementum dan merubah arah erupsi pada gigi permanen yang
akan menggantikan gigi desidui yang diaplikasikan endomethasone apabila pada
perawatan saluran akarnya, obturasinya melewati apeks gigi. (Gupta, 2011)
2.7.7. Sediaan dan Dosis
1. Sediaan
Endomethasone tersedia dengan bentuk bubuk sebanyak 14gr dan cairan
sebanyak 10mL. Pada sediaannya sudah terdapat sendok takar untuk pengambilan
bubuk Endomethasone.

Gambar 2.8. Sediaan Endomethasone


2. Dosis
Dosis Endomethasone menggunakan sendok takar yang telah disediakan dari
produsen. Endomethasone dimanupulasi dengan cara pencampuran bubuk ke
cairannya dengan rasio 2 sendok takar endomethasone dan 3-6 tetes cairan
eugenol atau cairan endomethasone.

70

2.8

Gutta Percha Point


Vania Izmi - 160110130075

2.8.1

Definisi
Gutta-percha adalah bahan yang paling umum digunakan untuk pengisian

saluran akar. Silver dulunya digunakan, tetapi telah dilarang karena kualitas
sealing yang kurang baik, bahkan ketika digunakan bersamaan dengan sealer, dan
karena tingginya tingkat korosi yang dapat menyebabkan diskolorasi gigi dan
kerusakan

pada

jaringan

lokal.

Titanium

juga

dapat

digunakan

dan

biokompatibilitasnya baik, tetapi radiopasitasnya rendah dan kurang beradaptasi


dengan dinding kanal akar pada kasus dengan bentuk kanal akar yang tidak
sirkular. Ini membutuhkan sealer dalam jumlah banyak dan merusak seal dari
pengisian. Pada kanal yang sempit dan berlekuk, dimana gutta-percha points sulit
digunakan, titanium dapat dipilih sebagai bahan pengisi saluran akar (Schmalz,
2003).
Gutta-percha adalah bahan utama pengisi saluran akar. Dokter gigi harus
berhati-hati dalam memilih bahan dengan dimensi yang tepat dan komposisi yang
tidak mengiritasi jaringan. Gutta-percha tidak sepenuhnya mengikuti bentuk kanal
akar sehingga harus digunakan bersamaan dengan sealer. Semakin sedikit sealer
yang dibutuhkan akan lebih baik (Schmalz, 2003).
2.8.2

Komposisi
Gutta-percha adalah produk alami yang mengandung eksudat koagulasi

murni dari pohon kayu mazer (Isonandra percha) dari Malay atau dari Amerika

71

Selatan. Dua bentuk gutta-percha yang relevan dengan produk dental adalah
form dan form. form digunakan pada gutta-percha secara umum, sedangkan
form digunakan untuk produk yang diinjeksi karena memiliki sifat flow yang
lebih baik (Schmalz, 2003).
Komposisi gutta-percha bervariasi tergantung pabrik yang memproduksi.
Sifat yang berbeda ditemukan di merk yang berbeda pula karena gutta-percha
adalah produk alami dengan berat molekul yang berbeda. Awalnya, cadmium (Cd)
digunakan untuk memberi warna kuning yang berfungsi saat proses removal.
Sediaan gutta-percha modern menggunakan pewarna lain dan tidak mengandung
Cd. Beberapa sediaan gutta-percha mengandung kalsium hidroksida atau
chlorhexidine, dengan tujuan meningkatkan aktivitas antibakteri dan menstimulasi
apical healing (Schmalz, 2003).

Tabel 2.5. Komposisi Gutta Percha (Sumber: Textbook of Endodontics 2nd


Edition. 2010)
2.8.3

Sifat Fisik

72

Gutta-percha bersifat fleksibel (elastis) pada suhu ruangan, menjadi plastis


pada suhu 600C dan volumenya tetap pada suhu mulut. Pemanasan bertujuan
untuk ekspansi dan akan menurunkan kualitas sealing dari penggunaan guttapercha. Gutta-percha mudah larut pada pelarut alami (Schmalz, 2003).
Gutta-percha tidak melekat pada dinding kanal, terlepas dari teknik
obturasi yang dilakukan, mengakibatkan terjadinya leakage. Oleh karena itu,
gutta-percha umumnya direkomendasikan untuk digunakan bersama dengan
sealer. Untuk seal yang optimal, lapisan sealer umumnya harus setipis mungkin
(Schmalz, 2003).
2.8.4

Sifat Biologis
Tidak ada reaksi toksik sistemik yang pernah dilaporkan pada literatur.

Reaksi alergi terhadap gutta-percha sangat jarang. Peningkatan suhu pada


pengaplikasian

injectable

liquefied

gutta-percha

atau

heat-mediated

condensation/compaction techniques telah menyebabkan risiko adverse clinical


effects. Namun, jaringan target utama (ligament periodontal) terpisah dari heated
gutta-percha oleh dentin yang memiliki konduktivitas termal rendah dan berperan
sebagai isolator thermal. Keefektifannya bergantung dari ketebalan dentin. Tidak
ada kerusakan jaringan yang terjadi selama pendinginan secara cepat selama
pengaplikasian dan isolasi lapisan dentin. Jika lapisan ini tidak terbentuk, reaksi
jaringan dapat terjadi. Penggunaan sealer akan mengurangi kenaikan suhu
(Schmalz, 2003).

73

2.8.5 Cara Penanganan


Gutta-percha biasanya diproduksi pabrik dalam keadaan non steril.
Penyimpanan gutta-percha menggunakan disinfektan akan memberikan dampak
negative pada sifat mekanis. Namun disinfektan permukaan yang efektif
disarankan yaitu 5.25% NaOCl. Cone harus direndam setelahnya untuk
menghidari pembentukan kristal NaOCI. Gutta-percha harus disimpan dalam
keadaan dingin dan gelap untuk mencegah peningkatan kekerasan dan kerapuhan
karena kristalisasi atau oksidasi (Schmalz, 2003).

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Tutorial 1
Seorang perempuan bernama Nn. Aby berusia 25 tahun datang ke RSGM
dengan keluhan gigi depan kanan atas patah karena terjatuh sejak 2 hari yang lalu.
Gigi terasa sakit berdenyut terus menerus hingga mengganggu aktivitasnya.
Pemeriksaan Intra Oral gigi 11 fraktur mahkota hingga pulpa tereksponasi.
Perkusi dan palpasi (+). Dokter gigi mendiagnosa pulpitis irreversible gigi 11 dan
melakukan perawatan saluran akar 1 x kunjungan dengan medikamen eugenol,
cresophene dan irigasi NaOCL 0.5 % kemudian saluran akar diisi dengan
menggunakan endomethason dan gutapercha point. Pasien dianjurkan dating
kembali 1 minggu kemudian untuk control .
3.1.1

3.1.2
1.
2.
3.
4.
5.
3.1.3

3.1.4

Identitas Pasien
Nama
: Nn. Aby
Umur
: 25 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
Terminologi
NaOCl
Medikamen Eugenol
Cresophene
Endometasone
Gutta percha point

Identifikasi Masalah
1. Gigi depan kanan atas patah
2. Gigi terasa sakit berdenyut terus menerus hingga mengganggu
aktivitas
Hipotesis
Pulpitis Irreversible gigi 11

74

75

3.1.5

Mekanisme
Gigi depan kanan atas patah

Sakit berdenyut terus menerus

Pulpitis irreversible

Perawatan saluran akar


Disinfeksi dengan medikamen
eugenol + cresophene

Irigasi dengan NaOCL


0.5 %

Pengisian SA dengan
guttaperca + endomethasone

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang telah dilaukan,
diagnosis yang didapat untuk kasus Nn. Aby adalah pulpitis irreversible pada gigi
11 akibat terjadinya fraktur 1/2 mahkota pada gigi tersebut. Oleh karena itu, dokter
melakuka perawatan saluran akar untuk menangani masalah Nn. Aby.
Dalam perawatan saluran akar, diberikan medikamen eugenol yaitu bahan
antiseptic yang juga bersifat sedatif ( memberikan ketenangan dan mengurangi
rasa sakit). Eugenol banyak digunakan pada prosedur perawatan endodontic untuk
sterilisasi saluran akar. Eugenol merupakan antimikroba yang kurang baik tetapi
memiliki sifat analgesic yang cepat.
Selain eugenol, dokter juga memberikan cresophene. Cresophene
merupakan agen antimicrobial yang digunakan untuk perawatan saluran akar yang
terinfeksi. Cresophene memiliki aktivitas antibakteri terutama pada golongan
bakteri gram positif. Sedian cresophene memiliki sifat-sifat yang efektif dalam
disinfeksi kanal akar. Cresophene memiliki sifat iritan yang minimal dan
penelitian menunjukkan insidensi reaksi pada apikal gigi tergolong rendah.
Selanjutnya dilakukan irigasi dengan NaOCl 0.5 % dan pengisian saluran
akar menggunakan endomethasone dan gutta percha point. Para dokter gigi sering
menggunakan gutta percha sebagai pengisi saluran akar karena memiliki sifat
plastis sehingga gutta percha dapat beradaptasi dengan baik dengan dinding
saluran akar yang telah dipreparasi. Sedangkan Endomethasone adalah sealer
yang mengandung desinfektan berbahan dasar eugenol dan memiliki kandungan

76

77

paraformaldehida dan kortikosteroid. Indikasi penggunaanya adalah untuk sealer


dan bahan pengisi permanen saluran akar. Endomethasone mengandung eugenol,
sehingga dapat memiliki efek antiinflamasi dan dapat menghilangkan rasa sakit
begitu juga dengan kortikosteroid. Endomethasone bersifat bakterisid dan
baketeriostatik yang memberikan keuntungan mencegah adanya infeksi setelah
dilakukan perawatan endodontik. Endomethasone merupakan endodontik sealer
yang efektif digunakan pada bakteri Gram-positif. Aktivitas anti-inflamasi dan
antiseptic dari endomethasone dapat bertahan hingga beberapa jam setelah
diaplikasikan. Setelah prosedur pengisian saluran akar selesai, pasien dianjurkan
datang kembali 1 minggu kemudian untuk kontrol .

DAFTAR PUSTAKA

78

Bergenholtz, G., etc. 2010. Textbook of Endodontology 2nd Edition. United


Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.
Brown DC, Cohen AS. Orofacial dental pain emergencies : Endodontic diagnoses

and management. In: Cohen S, Burns RC, eds. Pathways of the pulp. 8

th

ed. St. Louis : Mosby, 2002 : 68- 70.


Burks RI. Povidone-iodine solution in wound treatment. Phys Ther.1998;78:212218.1.
Clarkson RM, Moule AJ. Sodium hypochlorite and its use as an endodontic
irrigant. Aust Dent J 1998; 43 (4).
Cobra

Dental

Indonesia

in

http://shop.cobradental.co.id/do/product/DE113/Eugenol2835 [Diakses 8
November 2015 13:30].
Chen Chung Wen, Kao Chia Tze, Tsui Hsien Huang. 2005. Comparison of The
Biocompatibility Between 2 Endodontic Filling Material for Primary
Teeth. Chin Dent J.
Cohen S, Hargreaves KM. 2006. Pathways of the Pulp, 9th ed. Mosby Elsevier, St.
Louis.
Estrela C, Estrela CRA, Barbin EL, Spano JCE, Marchesan MA, Pecora JD.
Mechanism of action of sodium hypochlorite. Braz Dent J 2002;13(2) :
113-7.
Farren ST, Sadoff Rs, Penna KJ. Sodium hypochlorite chemical burn. New York
State Dent J 2008; 74(1): 61-2.

79

Ganiswan,

Sulistia.

1995. Farmakologi

dan

Terapi.

Jakarta:

Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.


Garg, Nisha. 2010. Textbook of Endodontics 2 nd Edition. Jaypee Brothers Medical
Publishers.
Gerral McDonnell.1999.Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and
Resistance.ncbi.
Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. Ilmu Endodontik dalam Praktek. 11

th

ed. Alih

bahasa : Abyono R, Suryo S. Jakarta : EGC, 1995 : 205-12, 244-54.


Gupta,S. 2011. Clinical and radiographic evaluation of zinc oxide eugenol and
metapex in root canal treatment of primary teeth. Department of
Pedodontics and Preventive Dentistry, Hitkarini Dental College: India.
Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry, Vol.
29 No. 3, July-September, 2011, pp. 222-228
Ingle JI, Bakland LK, Baumgartner JC. 2008. Endodontics, 6 th ed. BC Decker,
Hamilton.
Jha Mihir, et al. Pediatric Obturating Materials and Techniques. Journal of
Contemporary Dentistry. 2011; 1(2): 27-32.
Kalchinov, V. 2009. In Vitro Study Of Bacterial Effect Of Antimicrobial Agents
Used In Modern Endodontics. Departement of Image an Oral Diagnostic.
Faculty of Dental Medicine: Sofia, Bulgaria.
Leaflet of Cresophene. Septodont. France.
Khan MN dan Naqvi HA. Antiseptics, iodine, povidone iodine and traumatic
woundcleansing. Wound cleansing 2005 Nov 1: 16(4); 234-10.
Mandacutie, 2008. Tentang Antibiotik. Jakarta: Mind & Heart.htm.

80

Meechan, J. G. and R.A. Seymour. 2001. Drug dictionary for dentistry. England:
Oxford University Press.
Mehdipour O, Kleir DJ, Averbach RE. Anatomy of sodium hypochlorite accidents.
Compend Cont Educ Dent 2007; 28(10).
Mehra P, Clancy C, Wu J. Case report : Formation of a facial hematoma during
endodontic therapy. J Am Dent Assoc 2000; 131 : 67-71.
Mohan, Mandakini dkk. 2011. Pharmacological Agents in Dentistry: A Review
dalam Tripathi, K.D. (2008a). Essentials of pharmacology 6th Ed. New
Delhi:Jaypee, pp.857.
Mosby Dental Dictionary 2nd Edition. 2008. Elsevier Mosby.
Narlan Sumawinata. Jakarta : Hipokkrates
rstavik, D. 2005. Materials used for root canal obturation: technical, biological
and clinical testing. Blackwell Munksgaard: Endodontic Topics, 12, 25
38
Ramar K, Mungara J. 2010. Clinical and Radiographic Evaluation of
Pulpectomies Using Three Root Canal Filling Materials: An in-vivo study.
J Indian Soc Pedod Prev Dent.
Roberson TM, Heymann HO, Swift Jr EJ. 2006. Sturdevants Art and Science of
Operative Dentistry, 5th ed, Mosby Elsevier, St. Louis.
Saraf, Sanjay. 2006. Text Book of Oral Pathology. Jaypee Brothers: New Delhi.
Schmalz, Gotlfried. 2003. Textbook of Endodontology. Blackwell Publishing Ltd.
Septadont.

2011.

www.septodont.co.uk/products/endomethasone-n?

from=251&cat=. Diakses [7 November 2015]

81

Singh, S. 2007. Pharmacology for Dentistry. New Age Internatiinal Publisher:


New Delhi.
Spangberg L. Instruments, materials and devices. In: Cohen S, Burns RC, eds.

Pathway of the pulp. 8

th

ed. St. Louis : Mosby, 2002 : 544- 547.

Torabinejad M, Walton RE. 4th ed Endodontics, 2009. Principles and Practice, 4 th


ed. Saanders Elsevier, St. Louis.
Yagiela, John A dkk. 2003. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry 5th
Edition. Elsevier Mosby.
Yagiela, Dowd, Neidle. 2004. Pharmacology and Therapeutic for Dentistry Fifth
Edition. Missousi: Mosby.
Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA, eds. 2011. Pharmacology and Therapeutics for
Dentistry. 6 th ed.

Anda mungkin juga menyukai