Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Bacterial conjunctivitis is a microbial infection involving the mucous
membrane of the surface of the eye. This condition, which is usually a benign
self-limited illness, sometimes can be serious or signify a severe underlying
systemic disease. Occasionally, significant ocular and systemic morbidity may
result.
dan sebagian besar kasus dapat ditangani oleh dokter umum atau sembuh
sendiri.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konjungtivitis
Definisi
Radang konjungtiva atau radang selaput lender yang menutupi belakang
kelopak dan bola mata.IJO Penyakit ini bervariasi dari hyperemia ringan
dengan berair mata sampai konjungtivitis berat dengan banyak sektret
purulen kental. Penyebabnya umumnya eksogen namun dapat endogen. OU

Klasifikasi

Etiologi

Pathogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah S.


pneumoniae, H. influenza, S. aureus, N. meningitides, kebanyakan strain
adenovirus manusia, HSV 1 dan 2, pikorna virus, C. trachomatis dan N.
gonnorhea.OU Konjungtivitis dapat juga disebabkan oleh alergi dan toksik. IJO,
BO

Gambaran klinis
Gambaran klinis yang dapat terlihat pada konjungtivitis dapat berupa
hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan
secret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak mata
bengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran,
granulasi, flikten, mata berasa seperti adanya benda asing, dan adenopati
preaurikular. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal. IJO Gejala
lainnya dapat berupa sensai penuh disekitar mata, gatal dan fotofobia. OU

Konjungtivitis gonore
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai dengan secret
purulen. Etiologinya adalah N. gonnorhoeae. di klinik akan telihat penyakit
ini dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis
gonore infantum (usia lebih dari 10 hari) dan konjungtivitis gonore
adultorum. Terutama mengenai bayi yang ditularkan ibunya dan golongan
muda. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya
kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya. Sedangkan pada
bayi biasanya mengenai kedua mata.IJO

Gejalanya berupa secret purulen padat dengan masa inkubasi antara 12 jam
hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis
kemotik. Pada orang dewasa penyakit ini memiliki tiga stadium penyakit
yaitu infiltratif, supuratif dan penyembuhan. IJO
Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku
disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku
sehingga

sukar

dibuka.

Terdapat

pseudomembran

yang

merupakan

kondensasi fibrin pada konjungtiva tarsal superior. Konjungtiva bulbi


hiperemi, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva
lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa.
Ditemukan pula perasaan sakit pada mata yang dapat disertai dengan
tanda-tanda infeksi umum.IJO
Pada stadium supuratif, terdapat secret kuning kental yang khas pada bayi.
Namun pada orang dewasa secret tidak kental sama sekali. Pada orang
dewasa penyakit ini berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang
ditemukan pembesaran disertai nyeri pada kelenjar reaurikuler. IJO

Konjungtivitis viral

Demam faringokonjungtiva

Konjungtivitas ini disebabkan infeksi virus. Gejalanya berupa demam,


faringitis, secret berair dan sedikit, yang dapat mengenai satu atau kedua
mata. Apabila mengenai satu mata, akan mengenai mata lainnya dalam
minggu berikutnya. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 3, 4 dan 7,
terutama mengenai remaja, yang disebarkan melalui droplet atau kolam

renang. Masa inkubasinya 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari dan
bersifat epidemik.IJO, OU
Penyakit ini berjalan akut yang ditandai dengan hyperemia konjungtiva,
folikel pada konjungtiva, secret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembran. Folikel sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan
mukosa faring. Pada kornea dapat terjadi keratitis superficial dan atau
subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe periaurikuler tanpa nyeri
tekan.IJO, OU

Keratokonjungtivitis epidemika

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada


satu mata saja dan biasanya mata pertama lebih parah. OU Penyakit ini
mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 hari.
Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair
mata, kemudian dalam 5-14 hari diikuti dengan fotofobia, keratitis epitel,
dan kekeruhan subepitel di pusat kornea. Sensasi kornea normal.
Pembesaran kelenjar limfe preurikel disertai nyeri tekan yang khas. Edema
palpebra, kemosis dan hyperemia konjungitva menandai fase akut. Folikel
dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat terbentuk
pseudomembran (kadang-kadang membrane sejati) dan mungkin diikuti
parut datar atau pembentukan symblepharon. Biasanya gejala akan
menurun dalam waktu 7-15 hari dan konjungitvitis berlangsung paling lama
3-4 minggu. Kekeruhan subepitel dapat menetap berbulan-bulan namun
menyembuh tanpa meninggalkan parut.IJO, OU

Etiologinya adalah adenovirus tipe 8,19,29, dan 37 (adenovirus manusia


subgroup D). Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas
pada bagian luar mata, namun pada anak-anak mungkin terdapat gejala
sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan
diare.OU

Konjungtivitis herpetik

Konjungtivitis herpes simpleks

Konjungtivitis herpetic dapat merupakan manifestasi primer herpes dan


terdapat pada anak-anak yang mendapat infeksi dari pembawa virus.
Perjalanan penyakit biasanya akut dengan folikel yang besar disertai
terbentuknya jaringan parut besar pada kornea. Lebih jarang dapat
ditemukan pula pseudomembran.IJO Konjungtivitis virus herpes simpleks
(HSV) ditandai dengan pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi
mata mukoid, sakit dan fotofobia ringan. Dapat terjadi pada infeksi primer
atau selama episode kambuh herpes mata. Keadaan ini sering disertai
dengan keratitis herpes simpleks dengan kornea menampakkan lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau
ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Vesikel herpes
kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema
hebat pada palpebra. Pembesaran nodus preurikel yang nyeri tekan juga
ditemukan.OU
Konjungtivitis HSV dapat berlangsung 2-3 minggu dan jika timbul
pseudomembran dapat meinggalkan parut linear halus atau parut datar. OU

Konjungtivitis herpes zoster

Virus herpes zoster (HZ) dapat mengenai ganglion Gaseri saraf trigeminus.
Bila yang terkena adalah ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat
gejala-gejala herpes zoster pada mata.IJO
Kelainan yang terjadi akibat HZ tidak akan melampaui garis median kepala.
Hiperemia dan konjungtivitis infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler khas
sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika.
Konjungtiva

biasanya

papiler,

namun

pernah

ditemukan

folikel,

pseudomembran dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Lesi


palpebra mirip lesi kulit di tempat lain dapat timbul di tepian palpebra
maupun

palpebra

dan

sering

meninggalkan

parut.

Sering

timbul

konjungtivitis eksudatif ringan namun lesi konjungtiva yang jelas jarang


terjadi. Lesi di limbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahaptahap vesikel, papula dan ulkus. Kornea didekatnya mengalami infiltrasi dan
bertambah pembuluhnya.

IJO,OU

Konjungtivitis alergi
Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi dapat
berupa reaksi cepat dan reaksi terlambat yang merupakan reaksi antibody
humoral terhadap allergen. Biasanya terdapat riwayat atopi. Gejala utama
penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak dan panas), gatal,
silau

berulang

dan

menahun.

Tanda

karakteristik

lainnya

adalah

terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang bermusim yang dapat


mengganggu penglihatan. Biasanya sering sembuh sendiri, namun dapat

memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Dikenal beberapa


macam

bentuk

konjungtivitis

alergi

seperti

konjungtivitis

flikten,

konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri,


konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Steven
Johnson, pemfigoid okuli dan sindrom Syorgen.IJO

2.2. Konjungtivitis Bakterialis Akut


Definisi
Konjungtivitis bakterialis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
beragam bakteri gram positif maupun gram negatif, namun gram positif
lebih dominan.1 Infeksi ini melibatkan lapisan membran mukosa pada
permukaan mata. Kondisi ini, yang pada umumnya merupakan penyakit
self-limited ringan, terkadang dapat menjadi berat atau menandakan suatu
penyakit sistemik yang berat. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
penglihatan dan fungsi sistemik.2
Epidemiologi
Konjungtivitis bakterialis merupakan penyakit yang umum terjadi di
seluruh bagian dunia. Umumnya setiap individu akan mengalami minimal
satu episode konjungtivitis dalam hidupnya. Tidak ditemukan adanya
perbedaan angka kejadian yang bermakna antar ras ataupun antar jenis
kelamin.2

Etiologi
Konjungtivitis bakterialis akut dapat disebabkan oleh bakteri-bakteri
berikut ini:
a.

Staphylococcus

aureus.

Merupakan

bakteri

penyebab

konjungtivitis bakterialis akut yang paling banyak ditemukan. Kokus


gram positif yang bersifat aerobik ini merupakan bakteri yang normal
berada di kulit. Bakteri ini dapat menjadi agen penyebab disemua umur.
Walaupun umumnya bakteri ini tidak secara agresif menginvasi,
organisme ini sangat toksigenik dan dapat menyebabkan infiltrat di
kornea, blefaritis eksematosa, keratitis fliktenularis, dan blefaritis
angularus.
b.

Staphylococcus

Bakteri

epidermidis.

ini

umumnya

merupakan organisme yang tidak berbahaya yang berada di pelupuk


mata

dan

konjungtiva,

namun

terkadang

dapat

menyebabkan

blefarokonjungtivitis. Organisme ini mampu memproduksi eksotoksin


yang bersifat nekrotik.
c.

Streptococcus

pneumoniae.

Organisme

ini

merupakan

diplokokus gram positif yang memiliki kapsul dan bersifat aerobic.


Umumnya merupakan agen penyebab untuk konjungtivitis pada anakanak dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam 9-10 hari.
d.

Streptococcus pyogenes. Bakteri kokus gram positif yang


bersifat aerobic ini jarang menyebabkan konjungtivitis, namun memiliki
sifat

yang

invasif

dan

toksigenik

serta

mampu

mengakibatkan

konjungtivitis pseudomembran. Pseudomembran terdiri dari lapisan


fibrin yang mengurung sel-sel inflamasi dan menempel pada permukaan

konjungtiva.

Pelepasan

pseudomembran

dapat

dilakukan

dengan

perdarahan yang minimal dari jaringan dasarnya.


e.

Haemophilus influenzae (H. aegyptius, Koch-Weeks bacillus).


Bakteri ini memberikan hasil negatif pada pewarnaan gram dan bersifat
aerobik serta termasuk organisme yang pleomorfik. Terkadang bakteri ini
terlihat seperti tangkai panjang atau dalam bentuk kokobasil. Lebih
sering ditemukan pada pasien anak daripada dewasa. Bakteri ini
merupakan organisme toksigenik dan dapat disertai dengan perdarahan
konjungtival berbentuk patch selama infeksi akut. Kasus yang tidak
diobati akan sembuh dalam 9-12 hari, namun dapat pula menjadi bagian
dari selulitis periorbita yang berhubungan dengan infeksi saluran
pernapasan yang dapat menyebabkan bakteremia pada anak-anak.

f.

Moraxella

lacunata. Bakteri

berbentuk diplobasil dan

merupakan bakteri gram negative yang bersifat aerobic. Bakteri ini


dianggap sebagai penyebab tersering dari blefarokonjungtivitis angularis.
Kondisi akut akibat organisme ini dapat berlanjut menjadi konjungtivitis
kronik dengan reaksi folikular.3
Patofisiologi
Mata memiliki deretan mekanisme pertahanan untuk mencegah invasi
bakteri, yaitu lapisan epitel konjungtiva, lisozim bakteriostatik dan
imunoglobulin pada lapisan air mata, kemampuan berkedip, sistem imun
secara umum dan bakteri non patogen yang hidup di mata dan melawan
organisme eksternal yang berusaha masuk. Saat salah satu dari pertahanan
ini terganggu, infeksi bakteri pathogen dapat terjadi.

Bakteri yang masuk, termasuk eksotoksin yang diproduksnya,


merupakan benda asing dalam tubuh. Hal ini mengcetuskan reaksi imun
antigen-antibodi dan menyebabkan proses inflamasi. Pada keadaan normal,
individu yang sehat akan berjuang untuk kembali dalam keadaan
homeostasis dan berusaha untuk mengeradikasi bakteri. Namun, organisme
eksternal yang berlebihan akan sulit untuk dihadapi, menyebabkan infeksi
konjungtival dan meningkatkan resiko untuk terjadi infeksi bagian lain dari
mata yang lebih dalam.2
Sel-sel radang dari proses inflamasi ini akan bermigrasi dari stroma
konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung
dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva
yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra, terutama di pagi hari. 4
Manifestasi Klinis
Konjungtivitis bakterialis akut memiliki ciri khas berupa onset yang
mendadak, bermula dari satu mata dan kemudian menyebar ke mata
sebelahnya dalam 48 jam, dengan manifestasi awal berupa sekresi air mata
yang berlebihan dan iritasi okuler. Sekret mukopurulen atau purulen akan
timbul dalam satu sampai dua hari, dengan penumpukan debris pada dasar
bulu mata.1 Sekret dari konjungtivitis bakterial lebih purulen daripada
konjungtivitis viral, sehingga pasien dengan konjungtivitis bakterial lebih
sulit membuka matanya di pagi hari.
Dari pemeriksaan oftalmologi, edema palpebra dapat terlihat, namun
umumnya ringan. Akan nampak adanya hiperemi yang difus pada
konjungtiva bulbar dan konjungtiva tarsal. Injeksi konjungtiva tersebut

dapat

terjadi

difus

ataupun

segemental.

Pada

kasus

yang

tidak

berkomplikasi, dari pemeriksaan menggunakan slit lamp akan tampak bilik


mata depan yang tenang dan sama sekali tidak tampak adanya sel. 3 Namun
pada beberapa kasus, dapat disertai keratitis dan blefaritis. 5
Pasien umumnya merasa tidak nyaman dan mengalami fotofobia
ringan. Refleks pupil dan tajam penglihatan tidak mengalami gangguan. 2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada kasus konjungtivitis bakterial tidak rutin
dilakukan, karena umumnya diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik serta tingkat keberhasilan pemberian antibiotik
spektrum luas dalam pengobatannya. Namun, sebaiknya dimintakan
pemeriksaan sediaan langsung sehingga pengobatan dapat disesuaikan. 5
Saat manifestasi klinis meragukan atau reaksi infeksi sangat berat
atau pada kasus yang tidak responsif terhadap terapi rutin, pemeriksaan
mikroskopis dari sediaan hapus konjungtiva dan kultur harus dilakukan.
Pewarnaan

yang

sangat

bermanfaat

dalam

mengidentifikasi

organisme dan tipe sel inflamasi adalah pewarnaan Gram, Giemsa, atau
Wright. Giemsa dan Wright baik dalam menampakkan kondisi dan karakter
sel epitel dan sel inflamasi. Giemsa paling efektif untuk memperlihatkan
morfologi bakteri. Sedangkan Gram berguna untuk menentukan apakah
organisme tersebut termasuk gram positif atau negatif. Gambaran sel juga
membantu dalam menegakkan diagnosis. Pada konjungtivitis bakterial akan
tampak dominasi leukosit polimorfonulear, kecuali pada diplokokus.

Pemeriksaan

kultur

sebaiknya

dilakukan

sebelum

penggunaan

anestetik topikal, karena preparat tersebut dan bahan pengawetnya akan


mematikan beberapa bakteri sehingga akan terjadi false negative. Sediaan
untuk kultur diambil dengan alat swab steril khusus yang sudah dibasahi
dengan larutan saline steril. Alat tersebut disapukan pada batas palpebra.
Media kultur yang digunakan secara luas adalah blood agar dan chocolate
agar. Chocolate agar dapat digunakan untuk semua organisme yang dapat
diisolasi dengan blood agar dan memiliki keuntungan lain, yaitu dapat
digunakan untuk kultur Haemophilus.3
Pencitraan tidak memegang peran penting dalam penegakkan
diagnosis konjungtivitis bakterial, kecuali adanya kecurigaan kondisi yang
menyebabkan munculnya infeksi konjungtiva ini, seperti sinusitis. CT scan
dan orbital color Doppler dapat bermanfaat pada kasus suspek fistula sinus
kavernosus.

Sedangkan

CT

scan

orbital

dapat

digunakan

untuk

menyingkirkan diagnosis abses orbita atau pansinusitis jika dicurigai infeksi


konjungtiva tersebut merupakan bagian dari selulitis orbita.2
Penatalaksanaan

Non-medikamentosa
Menjaga kebersihan sekitar daerah mata yang terinfeksi sangat penting
dalam membantu proses penyembuhan konjungtivitis bakterial. Kompres
hangat dapat memperbaiki sirkulasi, membersihkan sekresi kelenjar
Meibom, dan membantu melepaskan kumpulan kotoran mata yang
mengeras di bulu mata.

Medikamentosa

Terapi antibiotik topikal

Kasus konjungtivitis bakterial akut akan memberikan respon yang


baik dengan terapi antimikrobial topikal dalam bentuk solusio
ataupun salap. Bentuk salap memiliki kelemahan yaitu sulit dalam
pemakaian dan menyebabkan pandangan kabur. Obat ini dapat
digunakan empat kali sehari, selama 5-7 hari.6
Jika diagnosis ditegakkan hanya berdasarkan manifestasi klinis,
sebaiknya diberikan antibiotik topikal dengan spektrum luas sehingga
dapat mengatasi infeksi gram positif dan negatif. Pendekatan secara
empirik ini terbukti sangat efektif dengan kejadian reaksi samping
yang minimal.1 Salap eritromisin dan basitrasin atau solusio/salap
sodiun sulfacetamid 10-15% hanya efektif untuk mengatasi infeksi
gram positif. Sekitar 50% stafilokokus sudah resisten terhadap
sulfonamid dan saat ini sudah terjadi peningkatan resistensi yang
signifikan terhadap siprofloksasin san cefazolin. Neomisin-polimiksinbasitrasi (Neosporin, Ocutricin, AK-Spore) merupakan antimikroba
spekrum luas yang paling efektif, namun terdapat 6-8% kejadian
alergi

terhadap

(polysporin,

AK

pemakaian
Poly-Bac)

neomisin.
bentuk

Polimiksin

salap

dan

B-basitrasi

polimiksin

B-

trimethroprim bentuk tetes (Polytrim) menunjukkan efektivitas yang


tinggi untuk mengatasi bakteri gram positif dan negatif. Gentamisin
0.3%, tobramisin 0.3% (Tobrex), dan netilmisin (nettacin) bentuk tetes
atau salap efek spektrum luas yang baik, namun biasanya digunakan
untuk kasus kecurigaan infeksi gram negatif. Quinolon, siprofloksasin

(Ciloxan), ofloksasin (Ocuflox), levofloksasin (Quixin), dan norfloksasin


(Chibroxin), memiliki spektrum yang sangat luas dan sangat poten.
Walaupun antibiotik akan mengeradikasi bakteri, obat ini tidak akan
memberikan efek dalam menekan proses inflamasi yang sedang
terjadi. Jika tidak terdapat gangguan yang signifikan pada kornea,
selain antibiotik, dapat ditambahkan steroid (Pred Forte, Vexol,
Flarex). Dapat dijuga diberikan dalam bentuk kombinasi antibiotiksteroid, seperti neomisin-polimiksin B-deksametason 0.1% (Maxitrol),
gentamisin 0.3%-prednisolon asetat 0.1% (Pred-G), atau Tobramisin
0.3%-dexametason 0.1% (Tobradex). Namun penggunaan steroid masih
merupakan kontroversi.
Terapi sistemik

Penggunaan antibiotik oral secara tunggal umumnya tidak cukup


untuk mengobati konjungtivitis bakterialis pada pasien dewasa. Pada
kasus blefaritis stafilokokal akut, doksisiklin atau eritromisin oral
dapat dipertimbangkan sebagai obat tambahan selain obat topikal. 1,3
Untuk

kasus

konjungtivitis

H.infleunzae,

sebaiknya

diberikan

amoksisilin atau asam klavulanat per oral dengan dosis 20-40


mg/kgBB/hari dalam tiga dosis terbagi karena biasanya terdapat pula
infeksi di tempat lain, seperti otitis media, pneumonia, dan
meningitis.6

Edukasi
Pencegahan ataupun penyembuhan penyakit ini sangat bergantung pada
kesadaran pasien dalam menjaga kebersihan tubuhnya, terutama mata.

Untuk mencegah penularan, sebaiknya pasien tidak banyak mengadakan


kontak dengan orang lain atau dapat pula menggunakan penutup mata.
Pasien harus kontrol setiap 2-3 hari pada awal proses pengobatan dan
kemudian setiap 4-5 hari sampai sembuh.6 Pengunaan antibiotik juga
harus dipastikan bahwa pasien mengkonsumsinya hingga habis. Jika
keluhan tidak menunjukkan perbaikan dalam satu minggu, pasien
sebaiknya dirujuk ke spesialis mata. 1
Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati,
infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari. Sedangkan jika diobati dengan
memadai, dapat sembuh dalam 1-3 hari.4

BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Nn. AP

Usia

: 17 tahun

Alamat

: Pisangan Baru I, Jakarta Timur

Pekerjaan

: pelajar (SMU)

Agama

: Islam

Suku

: Sunda

No. RM

: 316-14-70

ANAMNESIS (berdasarkan autoanamnesis tanggal 27 September 2007 dan rekam


medis)

Keluhan Utama
Mata kiri merah sejak 10 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
16 hari yang lalu, pasien merasa kedua mata seperti ada yang mengganjal.
Saat itu mata tidak merah, tidak nyeri, dan tidak buram. 2 hari sebelum
gejala ini muncul, pasien berenang di kolam renang umum. Demam (-),
batuk-pilek (-), gatal daerah mata (-).
14 hari yang lalu, kedua kelopak mata mulai bengkak. Pasien juga mulai
mengeluhkan keluarnya kotoran mata berwarna kuning kental berjumlah
cukup banyak, terutama di pagi hari saat bangun tidur. Hal ini menyebabkan
pasien sulit membuka mata.
10 hari yang lalu, mata kiri pasien tampak merah, tidak buram, berair,
sekret (+), sulit dibuka, silau (-). Pasien kemudian menggunakan obat
Cendoxitrol 3 kali 2 tetes per hari (obat dibeli sendiri). Namun tidak terdapat
perbaikan. Sehingga 3 hari yang lalu, pasien berobat ke Poli Mata RSCM.
Pasien

dikatakan

menderita

konjungtivitis

viral

ODS

dan

keratokonjungtivitis OS. Pasien mendapatkan terapi berupa Hervis e.o 5x


ODS, Polygran ED 6 x ODS, Cenfresh ED 6 x ODS, dan Vitamin C 3 x
500mg.
Pada saat kontrol (27 September 2007), pasien datang untuk kontrol. Pasien
mengeluh mata kiri makin buram. Keluhan mata merah, kelopak bengkak,
jumlah kotoran mata sudah berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami sakit mata sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat alergi terhadap seafood. Pada saat serangan alergi,
pasien hanya mengalami gatal-gatal dan kemerahan pada kulit, tidak ada
keluhan pada mata. Riwayat rinits alergika, dermatitis atopi, dan asma
disangkal.
Riwayat penyakit kelamin disangkal.
Riwayat penyakit paru, diabetes melitus, hipertensi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Kejadian penyakit serupa di rumah/sekolah pasien (-).
Riwayat penyakit atopi, penyakit paru, diabetes melitus, hipertensi
disangkal.
Riwayat sosial, ekonomi, dan kebiasaan
Pasien seorang pelajar SMU kelas III.
Pemakaian lensa kontak dan obat-obat tetes mata sebelumnya disangkal.
Riwayat pemakaian IVDU, alkohol, seks bebas disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis (27 September 2007)


Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Keadaan gizi

: baik

Kesadaran

: kompos mentis

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Laju napas

: 20 x/menit

Laju nadi

: 84 x/menit

Suhu

: 36.7oC

Kulit

: tidak ada kelainan

Kepala

: tidak ada deformitas

Mata

: lihat status oftalmologikus

THT

: tidak ada deformitas, tidak ada serumen/sekret pada


telinga, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Paru

: vesikuler, tidak ada ronki dan wheezing

Jantung

: BJ I-II normal, tidak ada murmur dan gallop

Abdomen

: datar, lemas, tidak ada nyeri tekan, hati-lien tidak


teraba, BU normal

Ekstremitas

: akral hangat, tidak ada edema

KGB preaurikuler : tidak ada pembesaran

Status Oftalmologikus (24 September 2007)


OD

OS

orthophoria

Posisi

gerakan

baik ke segala arah

orthophoria
baik ke segala arah

bola mata
6/5 (KM)

AV

TIO

n/p
tenang
injeksi

konjungtiva

(+),

CB

6/7.5 (KM)
n/p
spasme, edema (+)
papil (+), folikel (-), injeksi

injeksi silier (-)

konjungtiva (+), injeksi silier

jernih

(+)
infiltrat punctata di superior

dalam

COA

bulat, sentral, RC (+)


jernih

I/P
L

dalam, sel (-), flare (-)


bulat, sentral, RC (+)
jernih

jernih

jernih

baik

baik

Status Oftalmologikus (27 September 2007)


OD
orthophoria
baik ke segala arah

OS
Posisi

gerakan

orthophoria
baik ke segala arah

bola mata
6/5 (KM)

AV

TIO

n/p
tenang
tenang

CB
C

jernih

6/7.5 (KM)
n/p
spasme, edema (+)
injeksi konjungtiva (+),
injeksi silier (+)
infiltrat, multipel, sedalam
epitel (bertambah

COA

dalam
bulat, sentral, RC (+)

I/P

dibandingkan sebelumnya)
dalam, sel (+) trace, flare (-)
bulat, sentral, RC (+)

jernih

jernih

jernih

jernih

baik, refleks fundus (+)

baik, refleks fundus (+)

Pemeriksaan Laboratorium
Pewarnaan Gram dari sekret mata: steril
Diagnosis
Keratokonjungtivitis bakterialis OS
Penatalaksanaan
R dx/:
-

pemeriksaan kultur dan resistensi (bila tidak ada perbaikan)

pemeriksaan fluoresensi

R th/:
-

kompres air hangat

rutin membersihkan kotoran mata dengan kassa atau kain bersih


yang sudah dibasahi air bersih

Gaflox ED per 3 jam OS

R ed/:
-

jaga kerberihan mata

cuci tangan setelah menetaskan obat

jangan menggosok-gosok mata

cara memakai obat tetes mata

jaga kondisi tubuh agar tetap optimal

kontrol 3 hari atau bila keluhan bertambah buruk

Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: bonam

Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN KHUSUS
Keratokonjungtivitis bakterialis OS pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan data-data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.

Pasien perempuan, 17 tahun, datang dengan keluhan utama mata kiri


merah sejak 10 hari yang lalu tanpa disertai penurunan tajam penglihatan.
Berdasarkan keluhan utama tersebut, kasus ini dapat digolongkan dalam
kelompok penyakit mata merah visus normal.
Keluhan pasien bermula setelah pasien berenang di sebuah kolam
renang umum. Saat itu pasien merasa ada yang mengganjal di mata, namun
tidak ada mata merah, nyeri, penurunan tajam penglihatan, dan gejala
sistemik. Dengan data ini, kemungkinan pasien sudah mengalami infeksi
konjungtiva yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. Keluhan pasien
yang bertambah buruk, walaupun hanya di mata kiri, kemungkinan
disebabkan oleh perburukan infeksi bakterial atau infeksi virus yang sudah
disertai infeksi sekunder oleh bakteri.
Diagnosis saat ini ditegakkan berdasarkan data-data berupa injeksi
konjungtiva yang mencolok, sekret kuning kental yang banyak sehingga
menyebabkan pasien sulit membuka mata, air mata sedang, tidak ada gatal,
tidak ada keluhan sistemik yang menyertai. Pewarnaan usapan telah
dilakukan dengan hasil steril. Hal ini dapat disebabkan karena pemakaian
antibiotik secara bebas sebelumnya.
Pada pemeriksaan berikutnya, pasien mengeluhkan mata yang dirasa
makin buram. Penurunan tajam penglihatan pada pasien ini tidak terbukti
dari hasil pemeriksaan visus yang memberikan hasil sama seperti
pemeriksaan sebelumnya. Namun, pada pemeriksaan oftalmologi, selain
didapatkan tanda-tanda konjungtivitis, didapakan pula adanya injeksi silier
dan infiltrat punctata multipel pada kornea kiri. Data tersebut mengarahkan

adanya keratitis yang menyertai diagnosis konjungtivitis bakterialis. Pada


kebanyakan

konjungtivitis,

perubahan

epitel

kornea

dapat

terlibat.

Perubahan epitel sangat bervariasi dari edema biasa dan vakuolisasi sampai
erosi kecil-kecil, pembentukan filamen, keratinisasi parsial, dan lain-lain.
Lesi-lesi itu juga bervariasi lokasinya pada kornea. 4 Gambaran infiltrat pada
kornea seperti pada pasien ini, cocok dengan gambaran keratitis stafilokok
dan sesuai dengan etiologi konjungtivitis bakterial tersering (Staphylococcus
aureus).
Pemeriksaan penunjang yang direncanakan adalah kultur dan
resistensi serta pemeriksaan fluoresensi. Pemeriksaan ini akan dilakukan
apabila pada saat kontrol berikutnya tidak didapatkan perbaikan.
Penatalaksanaan pada pasien ini dibagi menjadi non-medikamentosa
dan medikamentosa. Kompres air hangat dimaksudkan untuk memperbaiki
sirkulasi dan membantu membersihkan sekret. Antibiotik yang diberikan
adalah Gaflox ED

(golongan ofloksasin) yang merupakan antibiotik

spektrum luas dan sangat poten. Pemilihan obat ini dikarenakan pengobatan
sebelumnya tidak memberikan respon yang baik. Pemakain Gaflox ED
dilakukan setiap 3 jam, hal ini akan menyulitkan pasien ketika malam hari.
Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik bentuk salap
untuk pemakaian di malam hari.
Prognosis kasus ini adalah bonam untuk vitam dan functionam karena
kasus ini tidak mengancam nyawa dan merupakan self-limiting disease.
Namun melihat respon yang kurang baik dari pemakaian 2 jenis antibiotik
sebelumnya, maka prognosis ad sanactionam dinilai dubia ad bonam.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
1.

Leibowitz HM. The Red Eye. The New England Journal of Medicine
2000 August 3; 343 (5):345-351.

2.

Marlin DS, Freeman J. Conjunctivitis, Bacterial. E-medicine [serial on


line] 2007 [cited 2007 October 25 ]. Available from: URL: HYPERLINK
http:// www.emedicine.com/oph/ophCONJUNCTIVA/topic88.htm.

3.

Pavan-Langston D. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 5 th ed.


2002. Lippincott, Williams & Wilkins [CD-ROM]

4.

Schwab IR, Dawson CR. Conjuctiva. In: Vaughan DG, Asbury T,


Riordan-Eva P. General Ophthalmology. 14th ed. 1995. New York: Appleton
& Lange. p..

5.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2004. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI. Hal.120-46.

6.

Rhee DJ, Pyefer MF, Rhee DM. The Wills Eye Manual: Office and
Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. 3 rd ed. 1999.
Lippincott Williams & Wilkins [CD-ROM]

Anda mungkin juga menyukai