Kasus
Audit
Email
Pos
Nomor Registrasi : 096968
Terdaftar Sejak : 10Maret 2016
Pasien sudah tidak bekerja, dulu bekerja sebagai petani, biaya hidup ditanggung oleh anak yang bekerja
sebagai karyawan swasta.
6. Pemeriksaan Fisik :
-
Kesadaran
Tekanan darah
: 138/ 89 mmHg
Nadi
: 98 x / menit
Respiratory rate
: 21 x / menit
Temperatur
: 36,8 oC
Kepala / leher
Mata
: pupil bulat isokor 3/3 mm, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Hidung
Telinga
Thorax
: Inspeksi
: compos mentis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/bunyi jantung S1/S2 tunggal, murmur -, gallop -
Abdomen
Extremitas
Status urologis :
a. Ginjal (dengan bimanual palpasi):
Flank Mass (-/-)
Flank Pain dengan nyeri ketok costo vertebrae angle (-/-)
b. Buli buli : teraba penuh
c. Rectal toucher
Tonus sphincter ani baik
Ampula tidak kolaps
Mukosa rectum : Licin, Massa (-)
Prostat
- Prostat membesar, sulkus mediana teraba datar, pole atas tidak teraba
- Konsistensi kenyal
- Permukaan rata, tidak teraba nodul
- Nyeri tekan (-)
- Sarung tangan lendir (-) darah (-) feses (+)
- Kesan: pembesaran prostat, tidak terdapat nodul.
Daftar Pustaka :
1.
Tanagho. Emil A, Mc Aninch Jack W. 2008. Smiths General urology 17th Edition.
2.
3.
Basuki, Purnomo. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya: Malang.
2
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Retensio Urine e.c Suspek Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) berdasarkan tanda dan gejala
2. Pentingnya penanganan kasus secara definitif.
3. Perlunya merujuk ke spesialis Bedah Urologi untuk dilakukan penanganan selanjutnya agar etiologi
retensi urine dapat disingkirkan.
1.
Subjektif :
Laki-laki, 70 tahun, tidak dapat BAK sejak 12jam SMRS disertai rasa nyeri pada perut bawah.
Riwayat beberapa kali dipasang DC di puskesmas karena keluhan serupa. Riwayat sering mengejan saat
memulai BAK, BAK tidak tuntas, air kencing menetes pasca BAK, dan anyang-anyangan atau
peningkatan frekuensi BAK beberapa bulan sebelumnya. Riwayat kencing batu, trauma, dan BAK
disertai darah disangkal
2.
.Objektif :
Diagnosis BPH ditegakkan berdasarkan anamnesis, dimana sebelum terjadi retensio urin total, pasien
sering menunjukkan gejala prostatismus/LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome), seperti mengejan bila
memulai BAK (hesitensi), BAK tidak puas, tidak tuntas, kencing menetes, serta peningkatan frekuensi
BAK. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan rectal toucher, dimana ditemukan pembesaran prostat
secara simetris, dengan konsistensi kenyal, tidak nyeri tekan dan tidak berbenjol yang mengindikasikan
adanya BPH (bukan keganasan prostat). Selain itu, perlu dicari apakah ada komplikasi lain di luar
saluran kemih terkait efek hesitensi (sering mengejan), seperti munculnya hernia dan hemorrhoid. Pada
pasien ini, tidak ditemukan. Diagnosis BPH juga dapat ditunjang dengan pemeriksaan USG, dalam hal
ini, dilakukan oleh dokter spesialis bedah urologi.
3.
Assessment :
Semakin tua usia seorang laki-laki, risiko untuk terjadinya BPH semakin meningkat. Beberapa
penjelasan untuk hal ini antara lain: peningkatan kadar 5- reduktase yang mengubah testosterone
menjadi dihidrotestosteron (DHT). DHT berikatan dengan reseptorreseptor androgen prostat, dan
berperan dalam aktivasi suatu Growth Factor yang efeknya merangsang lebih banyak lagi pertumbuhan
sel-sel prostat. Selain itu, pada usia tua, apoptosis pada sel-sel prostat berkurang, sehingga tidak ada
keseimbangan antara proliferasi sel dan apoptosis, akibatnya, jumlah sel prostat semakin bertambah.
Pembesaran prostat pada akhirnya memperkecil diameter uretra, sehingga aliran urin dari ginjal-ureterVU menuju uretra terhambat. Hambatan aliran urin berperan besar terhadap peningkatan tekanan
intravesika. Dalam jangka panjang, struktur VU menjadi berubah, seperti munculnya selula atau
divertikel pada dinding VU yang berefek pada ketidakmampuan VU dalam mengeluarkan urine secara
adekuat. Pada kondisi kompensasi, gejala yang biasa ditemukan pada pasien adalah gelaja
LUTS/prostatimus yang telah dijelaskan di atas (Objektif). Namun, bila VU tidak mampu lagi
mengeluarkan urin karena fatigue (fase dekompensasi), terjadilah retensio urine seperti yang dialami
oleh pasien. Terkait simptom, evakuasi urine harus segera dilakukan, baik dengan DC, metal kateter,
ataupun pungsi suprapubik. Evakuasi urine, selain bertujuan mengurangi penderitaan pasien, juga
bertujuan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut, seperti hidroureter, hidronefrosis, maupun gagal
Ginjal
4. Plan :
4
4.
Planning :
Diagnosis
Besar kemungkinan keluhan pada pasien ini disebabkan oleh BPH. Pemeriksaan laboratorium seperti
DL, UL, Faal Ginjal dapat dilakukan untuk menilai ada tidaknya komplikasi. Pemeriksaan spesifik yang
dapat dilakukan adalah PSA (Prostate Spesific Antigen). Terkadang pemeriksaan radiologi
ultrasonografi dan pemeriksaan biopsi digunakan untuk menemukan jenis kelainan dari prostat.
Pengobatan
Pengobatan awal ditujukan untuk menghilangkan gejala, dalam hal ini retensio urine. Yaitu dilakukan
pemasangan DC (Dawer Chateter) pada pasien. Sementara itu, untuk pengobatan etiologi, ada beberapa
hal yang dapat dipertimbangkan. Medikamentosa dapat dilakukan pada penderita BPH dengan syarat,
gejala prostat masih dalam rentang ringan-sedang. Pengobatan dengan medikamentosa antara lain
dengan obatobatan golongan penghambat 5--reduktase (finasteride selama 6 bulan) atau penghambat
-adrenergik. Dengan pengobatan, tentunya pasien harus bersabar karena jangka waktu pengobatan
cukup lama. Selain itu, pengobatan tidak menjamin prostat kembali ke ukuran semula, dan masih ada
kemungkinan prostat membesar kembali. Dalam kasus ini terkait kondisi pasien,disarankan untuk rujuk
ke bidang yang lebih kompeten, yaitu spesialis bedah Urologi, untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
Pendidikan
Edukasi bertujuan untuk memotivasi pasien menjalani terapi bedah. Karena berdasarkan anamnesis,
pasien lebih memilih hanya diobati kondisi retensio urin-nya dengan DC berulang. Edukasi juga
bertujuan untuk menjelaskan bahwa pemasangan DC berisiko menyebabkan infeksi saluran kemih dan
juga tidak akan menghilangkan gejala dalam jangka panjang.
Konsultasi
Dijelaskan perlunya konsultasi dengan dokter spesialis penyakit bedah urologi. Hal ini bertujuan agar
pasien dapat memahami kondisinya dari segi bedah.
Rujukan
Pasien dirujuk ke poli bedah Urologi dengan tujuan pelimpahan wewenang ke pihak yang lebih
kompeten (dokter spesialis bedah urologi). Selain untuk memastikan diagnosis (melihat volume prostat)
dengan dilakukan pemeriksaan penunjang berupa USG transabdominal, juga bertujuan agar pasien
dapat berkonsultasi langsung dengan dokter spesialis bedah urologi terkait kondisi penyakitnya dan
mendapatkan edukasi tentang tindakan bedah berikutnya.
5