telur
Mahasiswa dapat melakukan penilaianorganoleptik produk telur dengan
baik dan benar
B. TINJAUAN PUSTAKA
Telur merupakan produk ungas yang mudah rusak, bahkan cepat
membusuk. Telur utuh segar jika dibiarkan begitu saja dalam udara terbuka
akan mengalami perubahan tau kerusakan. Salah satu pengolahan telur untuk
membuat umur simpannya lebih panjang adalah telur asin. Telur asin dibuat
bertujuan untuk mengawetkan telur dan menghindari kemungkinan telur
mentah tidak terjual dalam waktu cepat. Pengawetan pada telur dilakukan
untuk memperpanjang masa kesegaran telur. Pada intinya, proses ini
dilakukan untuk mengrangi penguapan air dari dalam ke permukaan telur dan
mencegah masuknya mikroba melalui pori-pori kulit telur. Karena itu, teknik
pengawetan telur umumnya dilakukan dengan cara menutupi pori-pori telur
(Wakhid, 2010).
Daya buih adalah ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih
jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap putih telur.
Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase
cair atau fase padat. Pengocokan putih telur pada suhu ruang (28-30 0C) lebih
mudah menghasilkan busa daripada yang dilakukan pada suhu rendah. Suhu
terbaik yang dihasilkan dari pengocokan yaitu pada suhu 46,110C. Kestabilan
buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau
tidak mencair selama waktu tertentu (Siregar, 2012).
Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar
yang menentukan baik kualitas internal dan eksternal. Kualitas eksternal
difokuskan pada kebersihan kulit,tekstur permukaan, kulit, dan keutuhan
telur. Kulitas internal mengacu pada putih telur (albumin) kebersihan dan
viskositas, ukuran sel udara, bentuk kuning telur dan kekuatan kuning telur.
Penurunan kualitas interior dapat diketahui dengan menimbang bobot telur
atau meneropong ruang udara (air cell) dan dapat juga dengan memecah telur
untuk diperiksa kondisi kuning telur, putih telur, kekentalan putih telur, warna
kuning telur, posisi kuning telur, haugh unit (HU) da nada tidaknya nodanoda bintilk darah (Tugiyanti dan Iriyanti, 2012).
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang bergizi. menyatakan
bahwa kandungan gizi telur terdiri dari protein (12,8-13,4 %) karbohidrat
(0,3-1,0 %), lemak (10,5-11,8%), vitamin dan mineral. Telur ayam
mempunyai tiga bagian utama, yaitu kulit telur (811 %), putih telur atau
albumen (5661 %) dan kuning telur atau yolk (2732 %) Bagian-bagian
telur ayam yang lain adalah selaput cangkang, membran telur (vitelline)
keeping germinal, kalaza, dan ruang udara. Baik atau tidak dari sebuah
telur ditentukan oleh kualitas telur, yaitu kualitas internal (keadaan
albumen, keadaan yolk dan keadaan air shell) dan kualitas eksternal (ukuran
telur warna
telur,
keutuhan
cangkang
b. Telur Rebus
c. Uji pH
Sampel
Telur ayam
Telur ayam
Telur ayam
Telur bebek
Telur bebek
Telur bebek
Telur ayam
Telur ayam
Telur ayam
10
Telur bebek
11
Telur bebek
12
Telur bebek
Berat awal
(gr)
62,9
55,4
53,9
61,3
57,4
51,5
55,9
61,6
53,6
57,7
58,0
58,6
68,1
76,4
68,3
65,5
64,2
54,1
56,3
48,7
55,4
56,6
56,6
58,3
63,8
55,3
53,9
60,7
56,2
50,4
55,3
61,1
53,8
57,9
58,7
58,7
68,4
76,6
67,8
65,5
64,3
53,8
56
56
44,5
56,7
56,9
57,8
Pertambahan
berat
(gr)
-0,1
-0,1
0
-0,6
-1,2
-1,1
-0,6
-0,5
-0,2
-0,2
-0,7
-0,1
0,3
0,2
-0,5
0
-0,1
-0,3
-0,3
-0,3
0,8
1,3
0,3
-0,5
dicelupkan dalam parafin cair selama beberapa menit kemudian telur diangkat
dan diangin-anginkan agar cairan parafin kering, cairan parafin yang kering
akan menutup pori-pori telur, sehingga telur lebih awet.
Pada praktikum kali ini menggunakan telur bebek dan telur ayam.
Pada shift 1 kelompok 1-3 menggunakan sampel telur ayam. Berat awal ratarata telur ayam yang diuji kelompok 1-3 adalah 58,06 gram, dan berat akhir
rata-ratanya adalah 56,55 gram. Berat telur rata-rata berkurang sebesar 0,5
gram pada setiap telur, sedangkan untuk shift 2 juga menggunakan sampel
telur ayam adalah kelompok 7-9. Berat awal rata-rata telur pada kelompok 7-9
adalah 66,1 gram sedangkan berat akhir rata-ratanya adalah 66,06 gram. Berat
akhir telur rata-rata berkurang sebesar 0,03 gram pada setiap telur.
Sedangakan yang menggunakan sampel telur bebek pada shift 1 adalah
kelompok 4-6, rata-rata berat awal telur pada kelompok tersebut adalah 57,7
gram, sementara rata-rata berat akhir telur 67,5 gram. Berat akhir telur ratarata berkurang sebesar 0,38 gram pada setiap telur. Untuk shift 2 yang
menggunakan sampel telur bebek adalah kelompok 10-12, rata-rata berat awal
telur pada kelompok tersebut adalah 55,26 gram, sementara rata-rata berat
akhir telur adalah 55,48 gram. Pada kelompok ini ada sebagian telur yang
berat akhirnya bertambah tetapi ada jga berat akhirnya berkurang. Untuk telur
yang berat akhirnya bertambah adalah sampel pada kelompok 11 dan 1 telur
sampel kelompok 12, pertambahan beratnya rata-rata adalah 0,8 gram.
Sedangkan telur yang berat akhirnya berkurang adalah sampel telur kelompok
10 dan 1 samel telur kelompok 12, beratnya berkurang rata-rata sebesar 0,3
gram pada setiap telur.
Pada perlakuan pelapisan parafin terjadi susut berat. Pada telur ayam
beratnya rata-rata berkurang 0,7 gram, dan pada telur bebek rata-rata
berkurang sebesar 0,06 gram. Pelapisan parafin yang kurang sempurna
menyebabkan sebagian pori-pori telur masih terbuka dan penyebabkan
penguapan saat telur dismpan dalam kondisi digantung. Menurut Zulaekah
dan Widyaningsih (2005), berkurangnya berat telur ini tentunya akan
mempengaruhi kualitas telur. Pada telur parafin hal ini tentunya tidak
diinginkan, karena akan mempengaruhi kualitas telur. Semakin besar susut
berat telur maka kualitas telur semakin menurun. Susut berat terjadi karena air
dalam telur menguap melalui pori-pori telur.
Tabel 3.2 Uji Kesukaan Pada Sampel Telur Pindang Garam/Jahe
Parameter
Kode
Kenampakan Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Overal
678
3,80a
4,40bc
3,80a
3,80ab
4,00a
3,80a
768
4,20a
4,60c
3,80a
4,20b
4,20a
4,00a
a
a
a
ab
a
878
3,80
3,40
3,20
3,40
3,20
3,40a
a
a
a
a
a
910
3,00
3,20
3,60
3,20
3,20
3,40a
110
3,80a
3,60ab
3,60a
3,80ab
4,00a
3,60a
a
ab
a
a
a
112
4,00
3,60
3,00
3,00
3,40
3,50a
Superscript yang berbeda menunjukkan beda nyata pada kolom yang sama
Sumber : Output SPSS
Keterangan kode sampel :
Kelompok 7 : kode 678 : telur rebus air
Kelompok 8 : kode 768 : telur rebus garam
Kelompok 9 : kode 878 : telur rebus jahe
Kelompok 10 : kode 910 : telur rebus air
Kelompok 11 : kode 110 : telur rebus garam
Kelompok 12 : kode 112 : telur rebus jahe
Uji sifat organoleptik dilakukan terhadap telur yang sudah direbus
biasa dan direbus dengan ekstrak jahe. Perubah yang diamati pada sifat
organoleptik diantaranya warna kuning dan putih telur, rasa telur, tekstur telur
dan aroma telur. Dari data diatas pada parameter warna telur dengan perlakuan
ekstrak jahe memiliki warna yang lebih kuning dibandingkan telur rebus biasa.
Semakin lama perendaman dalam larutan ekstrak jahe maka tingkat kuning
telur semakin kuning.
Ekstrak jahe dalam larutan kedalam telur melalui pori-pori kerabang,
menembus putih telur kemudian menuju kuning telur. Larutan ekstrak jahe
yang berwarna kuning kemerah-merahan diduga memiliki zat pewarna alami.
Menurut jurnal penelitian Zulfikar, (2007) bahwa pigmen kuning telur
diklasifikasikan menjadi dua pigmen yaitu liokrom dan lipokrom. Lipokrom
larut dalam lemak dan termasuk ke dalam kelompok karotenoid yang banyak
terdapat dalam jaringan tanaman. Perubahan nilai yang sangat kecil pada
proses osmosis dan difusi, sehingga pewarna alami meresap ke dalam telur
sehingga tekstur cenderung sama, begitu juga dengan parameter overall. Telur
yang paling disukai adalah telur rebus dengan garam sedangkan telur rebus
dengan jahe kurang disukai. Telur rebus dengan jahe kurang disukai
dibandingkan dengan telur rebuh dengan garam karena jahe memiliki rasa
yang pedas khas jahe dan tidak semua panelis menyukai jahe. Sedangkan telur
rebus dengan garam lebih disukai karena rasanya gurih.
Garam dan jahe dalam pengawetan perebusan telur memiliki beberapa
fungsi, menurut Koswara (2009) penambahan garam dalam jumlah tertentu
pada suatu bahan pangan dpaat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hali ini
disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plamolisis
sel mikroba (sel mengalami dihidrasi atau keluarnya cairan dari sel) dan sel
menjadi peka terhadap CO2 Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen
terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air. Sedangkan
jahe sudah banyak diketahui dapat digunakan sebagai antimikrobia sehingga
akan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur
Tabel 3.3 Uji pH
Hari ke Kelompok
1
Sampel
1
Telur Ayam
7
Telur Ayam
4
Telur Bebek
11
Telur Bebek
3
2
Telur Ayam
8
Telur Ayam
5
Telur Bebek
12
Telur Bebek
5
3
Telur Ayam
9
Telur Ayam
6
Telur Bebek
10
Telur Bebek
Sumber : Laporan Sementara
pH
8,0
8,0
8,0
8,0
7,0
8,0
7,7
8,0
8,0
6,0
8,0
8,0
bakteri yang masuk ke dalam telur, disamping mencegah gas dan air keluar
dari telur (Card, 1972).
Nilai pH putih telur akan mengalami penurunan yang disebabkan
mikroorganisme yang tumbuh selama penyimpanan telah menghasilkan
asam. Kenaikan nilai pH putih telur dapat ditekan dengan pengawetan telur.
Nilai pH putih telur dengan pengolesan selulosa meningkat dari 8,71 menjadi
9,44 selama penyimpanan empat minggu. Perubahan pH kuning telur dan
putih telur ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Semakin tinggi suhu
lingkungan maka penguapan air semakin cepat sehingga nilai pH semakin
cepat naik (Afifah, 2013).
Daya simpan telur sebagai bahan pangan perlu dipertahankan agar
tetap mempunyai kualitas yang tinggi dengan melakukan pengawetan yang
benar karena dengan pengawetan maka proses kerusakan atau perubahanperubahan di dalam telur dapat diperlambat. pengawetan bertujuan mencegah
pemecahan sel oleh enzim dalam bahan pangan itu sendiri (autolisis) dan
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat merusak pangan seperti bakteri,
jamur dan khamir (Tugiyanti dan Iriyanti, 2012).
Faktor yang mempengaruhi pH telur menurut Card (1972) adalah
Suhu, Pelepasan CO2, lama penyimpanan, kondisi penyimpanan, pengawetan
telur, aktivitas bakteri. Dari hasil praktikum antara telur bebek dan telur ayam
pH yang lebih baik adalah pH telur bebek, karena telur ayam lebih banyak
mengalami penurunan pH dibanding telur bebek.
Kelompok
Sampel Telur
1
Telur Ayam
7
Telur Ayam
1
4
Telur Bebek
11
Telur Bebek
2
Telur Ayam
8
Telur Ayam
3
5
Telur Bebek
12
Telur Bebek
3
Telur Ayam
9
Telur Ayam
5
6
Telur Bebek
10
Telur Bebek
Sumber : Laporan Sementara
Volume Awal
Volume
Akhir
Daya buih
(%)
48
60
51
52
55
61
50
51
48
48
47
49
200
360
225
180
270
440
205
190
280
250
250
285
316,67
500
314,18
246,15
390,909
621,31
310
272,55
483,33
420,83
431,9
272,549
dibutuhkan telur dengan daya buih yang baik. Sehingga daya buih ini sangat
mempengaruhi kualitas telur.
Pada praktikum ini dilakukan uji daya buih pada hari ke 1, 3, dan 5.
Pada hari ke 1 kelompok yang menguji adalah kelompok 1,4,7, dan 11.
Kelompok 1 dan 7 menggunakan sampel telur ayam, dengan hasil perhitungan
daya buihnya rata-rata 408,33 %. Sedangkan kelompok 4 dan 11 menggunakan
sampel telur bebek, dengan perhitungan daya buihnya rata-rata adalah 280%.
Untuk hari ke 3 yang melakukan pengujian adalah kelompok 2,5,8,
dan 12. Kelompok 2 dan 8 menggunakan sampel telur ayam dengan
perhitungan daya buihnya rata-rata adalah 506,1%. Sedangkan kelompok 5 dan
12 menggunakan sampel telur bebek dengan perhitungan daya buihnya ratarata adalah 291,27%. Untuk hari ke 5 yang melakukan pengujian adalah
kelompok 3,6,9, dan 10. Kelompok 3 dan 9 menggunakan sampel telur ayam
dengan perhitungan daya buihnya rata-rata adalah 452,08%. Kelompok 6 dan
10 menggunakan sampel telur bebek dengan perhitungan daya buihnya ratarata adalah 352,22%.
Dari Tabel 3.4 dapat diketahui bahawa daya buih untuk telur ayam
rata-rata adalah 455,50% sedangkan untuk telur bebek daya buih rata-ratanya
adalah 307,88%. Daya buih telur bebek lebih kecil daripada daya buih telur
ayam, hal ini dipengaruhi beberapa faktor, antara lain pH, suhu, lama
pengocokan dan ada tidaknya bahan lain yang ditambahkan. Pengocokan yang
dilakukan lebih dari 6 menit tidak akan menambahan volume busa, melainkan
akan memperkecil ukuran gelembung udara. Ovalbumin dapat membentuk
udara paling baik pada pH 3,7 sampai 4,0, sedangkan protein yang lain dapat
membentuk busa paling baik pada pH 6,5 - 9,5. Pengocokan putih telur pada
suhu 10C sampai 25 C tidak mempengaruhi pembentukan busa. Tetapi pada
suhu yang lebih tinggi lagi (lebih dari 25C) peningkatan suhu mengakibatkan
penurunan tegangan permukaan, yang akan mempermudah pembentukan busa.
Pengocokan telur pada suhu ruang (28 - 30C) lebih mudah menghasilkan busa
daripada yang dilakukan pada suhu rendah ( Koswara, 2009).
Telur yang baik memiliki ciri-ciri seperti, bentuk telur harus normal,
yaitu bulat telur, telur dalam keadaan bersih, kulit telur rata, isi dalam telur
tidak berbunyi jika digoncang, telur tidak cacat atau retak.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan telur:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Letakkan telur pada tempat telur dengan posisi yang runcing pada bagian
bawah dan bagian yang tumpul di atas Hal ini dimaksudkan agar kantong
udara yang terdapat di bagian yang tumpul tetap berada diatas. Bila di
bawah isi telur akan mensedak kantong udara dan akan merusak mutu
telur,
2.
Telur jangan disimpan di tempat yang berbau keras seperti bawang, terasi,
ikan asin, sabun dan minyak tanah karena bau tersebut mudah diserap oleh
pori-pori kulit,
3.
Faktor-faktor
yang
menyebabkan
telur
cepat
mengalami
kerusakan
9. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya buih antara lain pH, suhu, lama
pengocokan dan ada tidaknya bahan lain yang ditambahkan.
10. Faktor yang mempengaruhi pH telur menurut Card (1972) adalah Suhu,
Pelepasan CO2, lama penyimpanan, kondisi penyimpanan, pengawetan
telur, dan aktivitas bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta.
Murtidjo, Bambang Agus. 1998. Mengelola Itik. Kanisius. Yogyakarta.
Nys, Y. 2008. Factors Contributing to Improvement in Egg Quality . Lucrri
tiinifice Vol. 52 No. 2.
Siregar, R F, dkk. 2012. Perubahan Sifat Fungsional Telur Ayam Ras Pasca
Pasteurisasi. Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 521
528.
Suprapti, M Lies. 2002. Pengawetan Telur. Kanisius. Yogyakarta.
Triawati, Novia Wahyuana., Imam Thohari., Djalal Rosyidi. Evaluasi Sifat Putih
Telur Ayam Pasteurisasi Ditinjau dari Daya Buih, Stabilitas Buih, Daya
Koagulasi dan Daya Kembang Sponge Cake. Penelitian Universitas
Brawijaya Malang.
Tugiyanti E., N Iriyanti. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur yang
Mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi
Menggunakan Isolasi Produser Antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan Vol.1 No. 2.
Wakhid, Abdul. 2010. Beternak dan Bisnik Itik. PT Agromedia Pustaka.
Tangerang.
Zumrotun. 2005. Beternak Itik. PT Musi Perkasa Utama. Jakarta.