Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
Dalam menjalani kehidupan sejak kecil , remaja, dewasa hingga lanjut usia, seseorang
mempunyai kecenderungan atau kebiasaan mengunakan suatu pola yang relative serupa dalam
menyikapi masalah yang dihadapi. Bila diperhatikan, cara atau metode penyelesaian itu tampak
sebagai sesuatu yang terpola tertentu dan dapat ditenggarai sebagai ciri atau tanda untuk
mengenal orang itu.1
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas dari cirri perilaku dan emosi yang merupakan
karakter atau ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari dalam kondisi yang biasa. Sifatnya
stabil dan dapat diramalkan.1
Gangguan kepribadian adalah cirri kepribadian yang bersifat tidak fleksibel dan maladaptive
yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan subjektif. Orang dengan gangguan
kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan dan diri sendiri yang
bersifat berakar mendalam tidak fleksibel serta bersifat maladaptive.1
Menurut Yusuf (2002) beberapa factor yang dapat menyebabkan perubahan kepribadian
diantaranya :
1.

2.

Faktor fisik, seperti gangguan otak ( sakit atau kecelakaan ), kurang gizi ( malnutrisi),
obat obatan ( NAPZA/Narkoba ).
Facktor lingkungan social budaya, seperti : berbagai krisis social, politik, ekonomi,
dan keamanan, yang menyebabkan masalah pribadi ( stress, depresi ) dan masalah-

3.

masalah social lainnya ( oengangguran, premanisme, kriminalitas ).


Factor dari individu itu sendiri, seperti : tekanan emosional ( frustasi yang
berkepanjangan ) dan identifikasi atau imitasi terhadap orang lain yang
berkepribadian menyimpang.1

Adapun criteria penegakan diagnosis gangguan kepribadian secara umum, berdasarkan DSM-IVTR :
A.

Pola pengalaman interna dan prilaku yang sangat jelas menyimpang pemanjangan dari
budaya seseorang. Pola ini ditujukan dengan satu ( atau lebih ) hal berikut ini :
1. Kognisi, yaitu cara menerima dan menginterprestasikan diri, orang lain

B.

C.

D.

E.

F.

dan

peristiwa.
2. Afektivitas yaitu kisaran, intensitas, iabilitas dan kesesuaian respon emosi.
3. Fungsi antar pribadi
4. Kontrol impuls
Pola yang berlansgsung lama ini tidak fleksibel dan pervasive menembus kisaran luas
situasi pribadi dan sosial
Pola yang berlangsung lama ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna
atau hendaya fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting lain.
Pola ini stabil dan berlangsung lama, dan onsetnya dapat dilacak kembali setidaknya
sampai masa remaja atau dewasa awal.
Pola yang berlangsung lama sebaiknya tidak disebabkan oleh manifestasi atau akibat
gangguan jiwa lain.
Pola yang berlangsung ini tidak disebabkan oleh efek biologis langsung suatu zat
( contoh ; penyalahgunaan obat, suatu obat ) atau keadaan medis umum ( contoh : trauma
kepala ).3

Adapun berikut pembagian gangguan kepribadian berdasarkan kelompok :


1. Kelompok A
Yang termasuk kelompok ini

adalah gangguan kepribadian skizotipal, gangguan

kepribadian paranoid dang gangguan kepribadian schizoid


2. Kelompok B
Dalam kelompok ini termasuk gangguan kerpibadian antisocial, gangguan kepribadian
ambang, gangguan kepribadian narsistik dan gangguan kepribadian histrionik.

3. Kelompok C

Dalam kelompok ini termasuk gangguan kepribadian menghindar, gangguan kerpibadian


obsesif kompulsif ( anankastik ) dan gangguan kepribadian dependent.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Gangguan kepribadian histrionik adalah pola prilaku berupa emoosionalitas berlebih dan
menarik perhatian, bersifat pervasive berawal sejak usia dewasa muda, nyata dalam berbagai
kontkeks.1
Pasien dengan gangguan kepribadian histrionik awalnya tampak mempesona,
menyenangkan, lincah dan seduktif ( menggairahkan ) tetapi lama kelamaan tampak menjadi
tidak stabil emosinya, egosentrik, imatur, dependen, manipulative, mencari kehebohan dan
dangkal pikirannya.4
2.2 Epidemiologi
Menurut DSM IV-TR, data yang terbatas dari penelitian populasi umum menyatakan
suatau prevalensi gangguan kepribadian histrionik sekitar 2-3% penduduk. Angka kira-kira 1015% telah dilaporkan pada lingkungan kesehatan mentalrawat inap dan rawat jalan jika
pemeriksaan terstruktur digunakan. Dimana perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Cirri
khasnya adalah berpeilaku menarik perhatian, sering pula melebij-lebihkan pikiran dan
perasaannya. Sering ngambek, menagis dan menuduh orang lain tidak memberikan perhatian
kepadanya.3,5
2.3 Gambaran Klinis
Orang dengan gangguan kepribadian histrionik menunjukkan derajat perilaku mencari
perhatian yang tinggi. Mereka cenderung melebih-lebihkan pikiran dan perasaan mereka dan
membuat sesuatu terdengar lebih penting daripada sebenarnya. Mereka menunjukkan temper
tantrum, menangis dan menuduh jika mereka tidak menjadi pusat perhatian atau tidak menerima
pujian atau persetujuan.3
Perilaku merayu lazim ditemukan pada kedua jenis kelamin. Khayalan seksual mengenai
orang yang terlibat dengan pasien juga lazim ada, tetapi pasien tidak konsisten dalam
memverbalisasikan khayalan ini dan bersikap malu-malu atau genit, bukan agresif secara
seksual. Bahkan pasien histrionik dapat memiliki disfungsi psikoseksual : perempuan dapat
anorgasmik dan laki-laki dapat impoten. Kebutuhan untuk ditenangkan tidak hentinya, mereka
cenderung tidak mendalam, mereka dapat bersikap sombong, asyik dengan diri sendiri serta plin-

plan. Kebutuhannya untuk bergantung membuat mereka terlalu mempercayai orang lain dan
mudah tertipu.3
2.4 Pedoman Diagnostik
Pedoman diagnostik gangguan kepribadian histrionik adalah :
a.

Ekspresi emosi yang didramatisasi, teatrikal dan dibesar-besarkan.

b.

Bersifat mudah disugesti atau dipengaruhi oleh orang lain orang lain atau keadaan

c.

Afeknya dangkal dan labil

d.

Terus mencari kegairahan ( exicitement ), aspresiasi oleh orang lain, dan aktivitas
dimana ia menjadi pusat perhatian.

e.

Bersifat seduktif ( menggairahkan ) dalam penampilan dan prilaku

f.

Sangat mementingkan daya tarik fisik, sering kali bersifat sexually seductive
atau prilaku provokatif.1

Adapun criteria diagnostic lainnya berdasarkan DSM-IV TR gangguan kepribadian


histrionik yaitu pola pervasive emosionalitas dan mencari perhatian yang berlebihan
dimulai pada dewasa muda dan tampak dalam berbagai konteks seperti yang ditunjukkan
oleh 5 atau lebih hal berikut :
1.

Tidak merasa nyaman dalam situasi dimana ia tidak menjadi pusat perhatian

2.

Interaksi dengan orang lain sering ditandai dengan oleh godaan seksual yang tidak
pada tempatnya atau prilaku provokatif

3.

Menunjukkan pergeseran emosi yang cepat dan ekspresi emosi yang dangkal

4.

Secara terus-menerus menggunakan penampilan fisik untuk mencari perhaian kepada


dirinya

5.

Mempunyai gaya bicara yang sangat impresionistik dan tidak memiliki perincian

6.

Menunjukkan dramatisasi diri, teatrikal dan ekspresi emosi yang berlebihan


5

7.

Menunjukkan disugesti yaitu mudah dipengaruhi oleh orang lain atau keadaan

8.

Menganggap hubungan menjadi lebih intim daripada keadaan sebenarnya.3

Pedoman berdasarkan PPDGJ-III adalah :


1.

Gangguan keprobadian dengan cirri-ciri


a. Ekspresi emosi yang dibuat-buat ( self-dramatization ), seperti bersandiwara
( theatricality ), yang dibesar-besarkan ( exaggerated )
b. Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau keadaan
c. Keadaan afektif yang dangkal dan labil
d. Terus-menerus mencari kegairahan ( exicitement ), penghargaan ( appreciation )
dari orang lain dan aktifitas dimana pasien menjadi pusat perhatian
e. Penampilan atau perilaku merangsang ( seductive ) yang tidak memadai
f. Terlalu peduli dengan daya tarik fisik.

2.

Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.6

2.5 Diagnosis Banding


Sulit untuk membedakan pasien dengan gangguan kepribadian histrionik dengan gangguan
kepribadian ambang, tetapi didalam gangguan kepribadian ambang ada percobaan bunuh
diri, difusi identitas, serta episode psikotik singkat lebih lazim terjadi. Meskipun kedua
keadaan dapat didiagnosa pada pasien yang sama. Klinis harus memisahkan keduanya.
Gangguan somatisasi dapat terjadi bersamaan dengan gangguan kepribadian histrionik.
Pasien dengan gangguan disosiatif mungkin memerlukan diagnosis gangguan kepribadian
histrionik juga.3
2.6 Penatalaksanaan
1. Psikoterapi
6

Karena orang dengan gangguan kepribadian histrionik seringkali tidak menyadari (aware)
tentang perasaan sesungguhnya, maka ia perlu dibantu agar dapat mengenal dan
mengklarifikasi perasaannya.
2. Farmakoterapi
Obat antidepresan ( untuk depresi dan keluhan somatik ), anti cemas untuk kecemasan
dan antipsikotik untuk gejala derealisasi dan ilusi

2.7 Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Seiring berjalannya usia, pasien gangguan kepribadian histrionic menunjukkan gejala yang
lebih sedikit, tetapi karena mereka tidak memiliki energy yang sama dengan yang
dimilikinya pada tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan tersebut mungkin lebih terlihat dari
kenyataannya. Orang dengan gangguan kepribadian histrionic adalah pencari sensasi dan
mungkin bermasalah dengan hokum, penyalahgunaan zat serta berganti-ganti pasangan.3

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan kepribadian histrionik adalah pola perilaku berupa emosionalitas berlebihan


dan menarik perhatian, bersifat pervasive berawal sejak usia muda, nyata dalam berbagai
konteks. Prevalensi gangguan histrionik sekitar 2-3% penduduk dimana perempuan lebih
banyak disbanding laki-laki. Orang dengan gangguan kepribadan histrionik menunjukkan
derajat prilaku mencari perhatian yang tinggi. Mereka cenderung melebih-lebihkan pikiran
dan perasaan mereka dan membuat sesuatu terdengar blebih penting dari yang sebenarnya.
7

Dalam wawancara, pasien dengan gangguan kepribadian histrionic biasanya dapat


bekerja sama dan mau memberikan riwayat penyakit yang terkini. Gerak isyarat dan
penekanan yang dramatik dalam percakapan mereka sering ditemukan. Psikoterapi baik
individu maupun kelompok mungkin merupakan terapi pilihan untuk gangguan kepribadian
histrionic. Farmakoterapi dapat menjadi tambahan terapi jika diarahkan kepada gejala yang
menyertainya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangindaan, Lukas. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Editor Sylvia D. Elvira dan
Giyanti Hadisukanto. Jakarta: FK UI, 2013. Hal.343-353.
2. Baihagi, Sunardi, Riksma NR, Heryati E. Psikiatri Konsep Dasar dan GAngguanGangguan. Editor Herlina R. Jakarta: Refika Sditama, 2005. Hal 131-137.
3. Sadock BJ, Sadock VA. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Editor Muttaqin H. Jakarta:
EGC,2010. Hal 366-386
4. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri (Psychiatry) Edisi 6. Editor Mahatmi T. Jakarta:
EGC,2004. Hal 232-240.

5. Basant KP, Paul JL, Ian HT. Buku Ajar Psikiatri (Textbook of Psychiatry) Edisi 2.
Jakarta: EGC, 2011. Hal 202-298.
6. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III cetakan
pertama. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atma Jaya,2001. Hal 100106.

Anda mungkin juga menyukai