Anda di halaman 1dari 7

Two Step Flow Of Communication Theory

&
Spiral Of Silence Theory

Dosen:
WAHYUNI CHOIRIYATI
Nama:
Merlin (14815142)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS GUNADARMA
2016

A. SPIRAL OF SILENCE THEORY


1. Sejarah Spiral of Silence Theory
Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Elisabeth Noelle-Neumann pada tahun 1984. Ia
adalah ilmuwan dari Jerman. Neumann memperkenalkan spiral keheningan sebagai
upaya untuk menjelaskan bagaimana opini publik dibentuk.
Teori ini menyatakan bahwa pendapat atau pandangan (yang dominan) bergantung
pada suara mayoritas dari suatu kelompok.
2. Asumsi Teori Spiral of Silence
Berikut adalah pernyataan dari Noelle-Neumann (1991;1993) mengenai asumsi dasar
dari teori spiral keheningan.

Masyarakat mengancam individu - individu yang menyimpang dengan adanya


isolasi, rasa takut terhadap isolasi sangat berkuasa.

Rasa takut akan isolasi menyebabkan individu-individu untuk setiap saat


mencoba menilai iklim opini.

Perilaku publik dipengaruhi oleh penilaian akan opini publik

Asumsi pertama menyatakan bahwa masyarakat memegang kekuasaan terhadap


mereka yang tidak sepakat melalui ancaman akan isolasi. Noelle-Neumann percaya
bahwa struktur masyarakat kita bergantung sepenuhnya pada orang-orang yang secara
bersama menentukan dan mendukung seperangkat nilai tertentu dan opini publiklah
yang menentukan apakah nilai-nilai ini diyakini secara sama di seluruh populasi.
Ketika orang sepakat mengenai nilai bersama, maka ketakutan akan isolasi akan
berkurang. Namun, ketika terdapat perbedaan nilai atau pendapat, frekuensi ketakutan
akan isolasi akan semakin besar. Elizabeth Blakeslee (2005) dari New York Times
menyatakan bahwa, "ketidaknyamanan berdiri sendirian dapat membuat opini
mayoritas tampak lebih menarik dibandingkan dengan berpegang pada keyakinan diri
sendiri."

Asumsi yang kedua dari teori ini menyatakan bahwa orang secara terus-menerus
menilai iklim dari opini publik. Noelle-Neumann berpendapat bahwa individuindividu menerima informasi mengenai publik dari dua sumber yaitu observasi
pribadi dan media. Noelle-Neumann menyatakan bahwa orang terlibat didalam
kemampuan kuasistatistik untuk mengevaluasi opini publik. Indra kuasi-statistik
berarti bahwa orang mampu untuk memperkirakan kekuatan dari sisi-sisi yang
berlawanan didalam sebuah debat publik. Mereka mampu melakukan ini dengan
mendengarkan pendapat orang lain dan menggabungkan pengetahuan itu ke dalam
pandangan mereka sendiri.
Asumsi yang terakhir dari teori ini adalah bahwa perilaku publik dipengaruhi oleh
evaluasi opini publik. Noelle-Neumann mengemukakan bahwa perilaku publik dapat
berupa berbicara mengenai suatu topik atau tetap diam. Manusia enggan
mendiskusikan suatu topik yang tidak memiliki dukungan dari kaum mayoritas
sehingga Jika individu-individu merasakan adanya dukungan mengenai suatu topik,
maka mereka akan cenderung mengomunikasikan hal itu. Namun, jika mereka merasa
bahwa orang lain tidak mendukung suatu topik, maka mereka akan cenderung
memilih untuk bungkam. "Kekuatan sinyal suatu kelompok yang lain, merupakan
tenaga pendorong yang menggerakkan sebuah spiral"
Teori spiral keheningan ini berfokus pada apa yang terjadi ketika orang orang
menyatakan opininya mengenai topik yang telah didefinisikan oleh media bagi
khalayak. Media sendiri akan berfokus pada pandangan mayoritas dan meremehkan
pandangan minoritas. Ini membuat minoritas menjadi lebih tidak telibat dalam
mengkomunikasikan opini mereka yang menyebabkan munculnya spiral komunikasi
yang bergerak ke bawah. Individu dalam kaum minoritas pun akhirnya akan menilai
pengaruh mereka secara berlebihan dan makin tidak berani dalam berkomunikasi.
3. Analisis Kasus
Contoh kasus nyata dari teori ini terkait pada Pilkada langsung DKI Jakarta. Pada
Pilkada DKI 2017 mendatang, Ahok begitu gencar diberitakan dan diiklankan di
media massa melalui politik pencitraannya. Akibatnya ini mempengaruhi pilihan
politik mayoritas masyarakat untuk memilih Ahok saat Pilkada. Orang-orang dalam

kaum mayoritas ini akan lebih terdorong untuk bersuara mengenai calon pilihannya
yakni Ahok, sedangkan orang-orang minoritas dari pendukung capres lain akan lebih
diam dan menarik diri karena takut akan dikucilkan dengan pilihan politik berbeda.
Dalam hal ini masyarakat yang tidak memiliki power akan cenderung memilih untuk
bungkam dan menjadikan dirinya apatis karena jika ia berani buka mulut akan
berdampak bagi psikis, keluarga maupun kehidupan sosialnya.

B. TWO STEP FLOW COMMUNICATION THEORY


1. Sejarah Two Step Flow Communication Theory
Konsep komunikasi dua tahap (two step flow of communication) pada awalnya berasal
dari Paul Felix Lazarsfeld, Bernard Berelson dan Hazel Gaudet yang berdasarkan
pada penelitiannya menyatakan bahwa ide-ide seringkali datang dari radio dan surat
kabar yang ditangkap oleh pemuka pendapat (opinion leaders) dan dari mereka ini
berlalu menuju penduduk yang kurang giat. Hal ini pertama kali diperkenalkan oleh
Lazarsfeld pada tahun 1944. Kemudian dikembangkan oleh Elihu Katz di tahun 1955.
2. Definisi Two Step Flow Communication Theory
Teori ini menyatakan bahwa pesan-pesan media massa tidak seluruhnya mencapai
massa audience secara langsung, sebagian besar berlangsung secara bertahap. Tahap
pertama dari media massa kepada orang-orang tertentu di antara mass audience
(opinion leaders) yang bertindak selaku gate-keepers; dari sini pesan-pesan media
diteruskan kepada anggota-anggota mass audience yang lain sebagai tahap yang
kedua sehingga pesan-pesan media akhirnya mencapai seluruh penduduk (Wiryanto,
2000: 23).
Para pemimpin opini dan khalayak secara keseluruhan adalah mass audience. Pada
umumnya pemimpin opini lebih banyak bersentuhan dengan media massa
dibandingkan dengan khalayak. Karena posisinya, pemimpin opini mempunyai
pengaruh atas khalayaknya. Melalui pemimpin opini, pesan-pesan dari media
mendapatkan efek yang kuat. Tahap pertama dari media massa ke pemimpin opini
adalah komunikasi massa, sedangkan tahap kedua dari pemimpin opini kepada
khalayak adalah komunikasi antarpribadi.
Anggota-anggota dari khalayak (mass audience nonleader) yang menerima secara
langsung pesan-pesan media, tetapi mempunyai efektivitas di dalam komunikasi
setelah melalui penerjemahan lebih lanjut dari pemimpin opini. Tanpa pemimpin
opini, walaupun pesan-pesan sampai kepada khalayak secara langsung, komunikasi
cenderung tidak efektif karena audiens adalah tidak aktif (passive). Sebagaimana
dipahami bersama bahwa media massa kurang efektif di dalam mengubah perilaku
khalayaknya, karena media massa hanya akan membuat khalayak sadar (aware) akan
suatu masalah (Ardianto, Lukiati, Karlinah, 2007: 69).

3. Asumsi Two Step Flow Communication Theory


Teori dan penelitian-penelitian komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsi sebagai
berikut (ontologis):
1. Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota dari
kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
2. Respons dan reaksi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung
dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan
sosial tersebut.
3. Ada dua proses yang berlangsung, yang pertama mengenai penerimaan dan
perhatian, dan yang kedua berkaitan dengan respons dalam bentuk persetujuan
atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau penyampaian informasi.
4. Individu tidak bersikap sama terhadap pesan atau kampanye media, melainkan
memiliki berbagai peran yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya
dapat dibagi atas mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan atau
mengandalkan hubungan personal dengan orang lain sebagai panutannya.
5. Individu-individu yang berperan aktif (pemuka pendapat) ditandai oleh
penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi,
anggapan bahwa dirinya berpengaruh terhadap orang-orang lain, dan memiliki
peran sebagai sumber informasi dan panutan.

4. Analisis kasus
Contoh kasus nyata terkait teori ini yaitu Ahok sebagai opinion leader. Mengapa Ahok
disebut opinion leader? Pertama, Ahok memiliki status sosial yang lebih tinggi karena
ia merupakan gubernur DKI Jakarta. Ia juga menjadi panutan bagi masyarakat
Jakarta. Kedua, Ahok paham terhadap suatu topik atau masalah yang akan
diberitahukan pada masyakarat khususnya mengenai Jakarta. Selain itu, Ahok juga
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, sehingga tak jarang masyarakat
mencari informasi yang benar untuk mendukung dan mematuhi pendapat pemimpin
opininya. Ketiga, Ahok unggul dari masyarakat kebanyakan karena mampu

menentukan sikap dan perilakunya sehingga dirinya berpengaruh terhadap orang lain
khusunya masyarakat Jakarta dan lagi sikap Ahok yang tegas dan arogan membuat
masyarakat mendukung pendapatnya. Karena alasan-alasan tersebut, Ahok gencar
diusung untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, hal ini terlihat dari antusias
masyarakat terhadap Ahok. Respon dan reaksi masyarakat terhadap pesan dari media
terutama Ahok memang tidak terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui
perantaraan yakni membuat gerakan Teman Ahok sebagai bentuk dukungan
masyarakat, walaupun tak semua lapisan masyarakat mendukung akan hal itu.

Daftar Pustaka
1. Em Griffin. 2006. A First Look at Communication Theory. USA: McGraw Hill
2. West, Richard.,& Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan
Aplikasi. Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.

Anda mungkin juga menyukai