&
Spiral Of Silence Theory
Dosen:
WAHYUNI CHOIRIYATI
Nama:
Merlin (14815142)
Asumsi yang kedua dari teori ini menyatakan bahwa orang secara terus-menerus
menilai iklim dari opini publik. Noelle-Neumann berpendapat bahwa individuindividu menerima informasi mengenai publik dari dua sumber yaitu observasi
pribadi dan media. Noelle-Neumann menyatakan bahwa orang terlibat didalam
kemampuan kuasistatistik untuk mengevaluasi opini publik. Indra kuasi-statistik
berarti bahwa orang mampu untuk memperkirakan kekuatan dari sisi-sisi yang
berlawanan didalam sebuah debat publik. Mereka mampu melakukan ini dengan
mendengarkan pendapat orang lain dan menggabungkan pengetahuan itu ke dalam
pandangan mereka sendiri.
Asumsi yang terakhir dari teori ini adalah bahwa perilaku publik dipengaruhi oleh
evaluasi opini publik. Noelle-Neumann mengemukakan bahwa perilaku publik dapat
berupa berbicara mengenai suatu topik atau tetap diam. Manusia enggan
mendiskusikan suatu topik yang tidak memiliki dukungan dari kaum mayoritas
sehingga Jika individu-individu merasakan adanya dukungan mengenai suatu topik,
maka mereka akan cenderung mengomunikasikan hal itu. Namun, jika mereka merasa
bahwa orang lain tidak mendukung suatu topik, maka mereka akan cenderung
memilih untuk bungkam. "Kekuatan sinyal suatu kelompok yang lain, merupakan
tenaga pendorong yang menggerakkan sebuah spiral"
Teori spiral keheningan ini berfokus pada apa yang terjadi ketika orang orang
menyatakan opininya mengenai topik yang telah didefinisikan oleh media bagi
khalayak. Media sendiri akan berfokus pada pandangan mayoritas dan meremehkan
pandangan minoritas. Ini membuat minoritas menjadi lebih tidak telibat dalam
mengkomunikasikan opini mereka yang menyebabkan munculnya spiral komunikasi
yang bergerak ke bawah. Individu dalam kaum minoritas pun akhirnya akan menilai
pengaruh mereka secara berlebihan dan makin tidak berani dalam berkomunikasi.
3. Analisis Kasus
Contoh kasus nyata dari teori ini terkait pada Pilkada langsung DKI Jakarta. Pada
Pilkada DKI 2017 mendatang, Ahok begitu gencar diberitakan dan diiklankan di
media massa melalui politik pencitraannya. Akibatnya ini mempengaruhi pilihan
politik mayoritas masyarakat untuk memilih Ahok saat Pilkada. Orang-orang dalam
kaum mayoritas ini akan lebih terdorong untuk bersuara mengenai calon pilihannya
yakni Ahok, sedangkan orang-orang minoritas dari pendukung capres lain akan lebih
diam dan menarik diri karena takut akan dikucilkan dengan pilihan politik berbeda.
Dalam hal ini masyarakat yang tidak memiliki power akan cenderung memilih untuk
bungkam dan menjadikan dirinya apatis karena jika ia berani buka mulut akan
berdampak bagi psikis, keluarga maupun kehidupan sosialnya.
4. Analisis kasus
Contoh kasus nyata terkait teori ini yaitu Ahok sebagai opinion leader. Mengapa Ahok
disebut opinion leader? Pertama, Ahok memiliki status sosial yang lebih tinggi karena
ia merupakan gubernur DKI Jakarta. Ia juga menjadi panutan bagi masyarakat
Jakarta. Kedua, Ahok paham terhadap suatu topik atau masalah yang akan
diberitahukan pada masyakarat khususnya mengenai Jakarta. Selain itu, Ahok juga
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, sehingga tak jarang masyarakat
mencari informasi yang benar untuk mendukung dan mematuhi pendapat pemimpin
opininya. Ketiga, Ahok unggul dari masyarakat kebanyakan karena mampu
menentukan sikap dan perilakunya sehingga dirinya berpengaruh terhadap orang lain
khusunya masyarakat Jakarta dan lagi sikap Ahok yang tegas dan arogan membuat
masyarakat mendukung pendapatnya. Karena alasan-alasan tersebut, Ahok gencar
diusung untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, hal ini terlihat dari antusias
masyarakat terhadap Ahok. Respon dan reaksi masyarakat terhadap pesan dari media
terutama Ahok memang tidak terjadi secara langsung dan segera, tetapi melalui
perantaraan yakni membuat gerakan Teman Ahok sebagai bentuk dukungan
masyarakat, walaupun tak semua lapisan masyarakat mendukung akan hal itu.
Daftar Pustaka
1. Em Griffin. 2006. A First Look at Communication Theory. USA: McGraw Hill
2. West, Richard.,& Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan
Aplikasi. Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.