Anda di halaman 1dari 10

UVEITIS (RADANG UVEA)

Latar Belakang
Uveitis adalah suatu inflamasi pada traktus uvea. Uveitis banyak penyebabnya dan
dapat terjadi pada satu atau semua bagian jaringan uvea. Pada kebanyakan kasus,
penyebabnya tidak diketahui.
Penyakit peradangan pada traktus uvealis umumnya unilateral. Di dunia, rata-rata
insiden penyakit ini sekitar 15 dari 100.000 jiwa. Biasanya terjadi pada dewasa muda dan
usia pertengahan (20-50 tahun). Uveitis jarang terjadi pada anak dibawah umur 16 tahun,
hanya sekitar 5% sampai 8% dari jumlah total. Kira-kira setengah dari jumlah anak yang
mendreita uveitis umumnya uveitis posterior dan panuveitis. Tidak ada perbedaan antara pria
dan wanita dalam angka kesakitan.
Bentuk uveitis paling sering adalah uveitis anterior akut atau iritis yang umumnya
unilateral dan ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia dan penglihatan kabur. Serta mata
merah (merah sirkumkorneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau irreguler. Bentuk
uveitis lainnya adalah uveitis posterior, intermediet, dan panuveitis.
Penatalaksanaan uveitis tergantung pada penyebabnya. Biasanya disertakan
kortikosteroid topikal atau sistemik dengan obat-obatan sikloplegik-midriatik dan/atau
imunosupresan non kortikosteroid. Jika penyebabnya adalah infeksi diperlukan terapi
antibiotik.
Definisi
Uveitis adalah suatu inflamasi pada traktus uvea. Uveitis dapat diklasifikasikan
menurut:
a. Anatomi:
1. Uveitis anterior dibagi dalam dua kelompok:

Iritis: dimana inflamasi umumnya mengenai iris.

Iridocyclitis: dimana mengenai dari iris dan bagian anterior dari korpus
ciliaris.

2. Uveitis Intermediet adalah inflamasi dari uvea yang mengenai korpus ciliaris bagian
posterior (Pars Plana), retina perifer dan sedikit koroid.

3. Uveitis Posterior adalah inflamasi yang mengenai koroid dan retina posterior sampai
ke dasar dari vitreus.
4.

Panuveitis adalah inflamasi yang mengenai selurh bagian dari badan uvea
b. Gambaran klinik:
1. Uveitis akut; gejala klinik yang terjadi secara mendadak dan menetap sampai tiga
bulan .
2. Uveitis kronik; Uveitis yang menetap hingga lebih dari tiga bulan dan biasanya
asimtomatik, walaupun akut atau subakut dapat terjadi.
c. Etiologi:
1. Uveitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik seperti sarkoidosis.
2. Infeksi; bakteri, jamur, virus.
3. Parasit: protozoa dan nematoda.
4. Uveitis spesifik idiopatik; merupakan bagian dari penyakit yang tidak berhubungan
dengan kelainan sistemik.

5. Uveitis non spesifik non idiopatik.


d. Histopatologi
1. Granulomatosa.
2. Non-granuomatosa

Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi atau
merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli,
walaupun kadang kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang
diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen).
Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal
ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya
mekanisme hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan
gerak Brown (efek tyndall).
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Apabila prespitat keratik ini besar disebut mutton fat.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang
di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam
BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada perifer pupil
yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules.
Sel-sel radang, fibrin dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan
kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun antara iris dengan endotel
kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil,
yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio
pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel
radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan

yang tampak sebagai iris bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat
dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi akuos humor
yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat hipofungsi badan siliar.
2.3 Gambaran Klinik
1.Uveitis Anterior
a. Gejala subyektif
1) Nyeri :
Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar
bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul. Lokalisasi nyeri bola mata,
daerah orbita dan kraniofasial. Nyeri ini disebut juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri
tergantung hiperemi iridosiliar dan peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita,
sehingga sulit menentukan derajat nyeri.
2) Fotofobia dan lakrimasi
Fotofobia disebabkan spasmus siliar dan kelainan kornea bukan karena sensitif terhadap
cahaya. Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi berhubungan
erat dengan fotofobia.
3) Kabur
Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan sedang, berat atau hilang timbul,
tergantung penyebab, seperti: pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan
badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin dan bisa juga disebabkan oleh
kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi kornea.
b. Gejala obyektif
Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila
diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi.
1) Hiperemi
Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar 360 sekitar limbus, berwarna ungu
Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat hiperemi dapat meluas
sampai pembuluh darah konjungtiva.

Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis marginalis. Hiperemi
sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada pembuluh darah siliar depan dengan
refleks aksonal dapat difusi ke pembuluh darah badan siliar.
2) Perubahan kornea
Keratik presipitat
Terjadi karena pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea
akibat aliran konveksi akuoshumor, gaya berat dan perbedaan potensial listrik endotel
kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga difus.

Keratik presipitat dapat dibedakan :

ru dan lama : baru bundar dan berwarna putih. lama mengkerut, berpigmen, lebih jernih.

is sel : lekosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus keabuan. Limfosit kemampuan
aglutinasi sedang membentuk kelompok kecil bulat batas tegas, putih. Makrofag
kemampuan aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk kelompok lebih
besar dikenal sebagai mutton fat.

an jumlah sel : halus dan banyak terdapat pada iritis dan iridosiklitis akut, retinitis/koroiditis, uveitis
intermedia.
3) Kelainan kornea :
Keratitis dapat bersamaan dengan keratouveitis dengan etiologi tuberkulosis, sifilis, lepra,
herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea sekunder terhadap kelainan kornea.
Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descemet dan
neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan Descemet dan vesikel
pada epitel kornea.
4) Kekeruhan dalam bilik depan mata dapat disebabkan oleh meningkatnya kadar
protein, sel, dan fibrin.
5) Iris
5.1. Hiperemi iris
Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang tidak terlihat
karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hiperemi ini harus dibedakan dari rubeosis
iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa percabangan abnormal.
5.2. Pupil
Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat
peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat disertai
nyeri.
5.3. Nodul Koeppe :
Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih, warna putih
keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmcntasi baik pada permukaan atau
lebih dalam merupakan hiasan dari iris.
5.4. Nodul Busacca
Merupakan agregasi sel yang tcrjadi pada stroma iris, terlihat scbagai benjolan putih
pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk kelompok dalam liang setelah
mengalami organisasi dan hialinisasi. Nodul Busacca merupakan tanda uveitis anterior
granulomatosa.
5.5. Granuloma iris
Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris merupakan
kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti tuberkulosis, lepra dan lainlain. Ukuran lebih besar dari kelainan pada iris lain. Terdapat hanya tunggal, tebal padat,
menimbul, warna merah kabur, dengan vaskularisasi dan menetap. Bila granuloma
hilang akan meninggalkan parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan.

5.6. Sinekia iris


5.7. Oklusi pupil
Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusi dengan membran radang pada pinggir
pupil.
5.8. Atrofi iris
Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi iris dapat difus,
bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada iridosiklitis akut disebabkan olch
virus, terutama hcrpetik.
5.9. Kista iris
Jarang dilaporkan pada uveitis anterior. Penyebab ialah kecelakaan, bedah mata dan
insufisiensi vaskular. Kista iris melibatkan stroma yang dilapisi epitel seperti pada epitel
kornea.
6). Perubahan pada lensa
6.1. Pengendapan sel radang
Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi pengendapan pada kapsul
lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil putih keabuan, bulat,
menimbul, tersendiri atau berkelompok pada permukaan lensa.
6.2. Pengendapan pigmen
Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan lensa
menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia posterior yang
menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.
6.3. Perubahan kejernihan lensa
Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea dan proses
degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior. Luas kekeruhan tergantung
pada tingkat perlengketan lensa-iris, hebat dan lamanya penyakit.
7). Perubahan dalam badan kaca
Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan sisa
kolagen, di depan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap atau
bergerak. Agregasi terutama oleh set limfosit, plasma dan makrofag.
8). Perubahan tekanan bola mata
Tekanan bola mata pada uveitis hipotoni, normal atau hiperton. Hipotoni timbul karena
sekresi

badan

siliar

berkurang

akibat

peradangan.

Normotensi

menunjukkan

berkurangnya peradangan dan perbaikan bilik depan mata. Hipertoni dini ditemui pada
uveitis hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh sel radang dan fibrin yang
menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.

2. Uveitis intermediet
a. Gejala subjektif

Keluhan yang dirasakan pasien pada uveitis media berupa penglihatan yang kabur dan
floaters. Tidak terdapat rasa sakit, kemerahan maupun fotofobia.
b. Gejala Objektif

Secara umum, segmen anterior tenang dan kadang-kadang terdapat flare di kamera okuli
anterior. Dapat ditemukan pula sel dan eksudat pada korpus vitreus.
3. Uveitis Posterior
a. Gejala subjektif

Dua keluhan utama uveitis posterior yaitu penglihatan kabur dan melihat lalat berterbangan
atau floaters. Penurunan visus dapat mulai dari ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis
mengenai daerah macula. Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan
tanda-tanda peradangan sehingga sering kali proses uveitis posterior tidak disadari oleh
penderita.
b. Gejala obyektif

Lesi pada fundus biasanya dimuai dari retinitis atau koroiditis tanpa kompikasi. Apabila
proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinokoroiditis, hal yang sama terjadi pada
koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru didapatkan tepi
lesi yang kabur, terlihat tiga dimensional dan dapat disertai perdarahan disekitarnya, dilatasi
vaskuler atau sheathing pembuluh darah.
Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan disertai
hilang atau mengkerutnya jaringan retina dan atau koroid. Pada lesi yang lebih lama
didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu
terkena.

Pemeriksaan Penunjang
1. Flouresence Angiografi
FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit korioretinal dan
komplikasi ntraocula dari uveitis posterior. FA sangat berguna baik untuk ntraocula maupun
untuk pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema ntrao,
vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina, N. optikus dan radang
pada koroid.
2. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan retina dan pelepasan retina
3. Biopsi Korioretinal

Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari gejala dan
pemeriksaan laboratorium lainnya.

Diagnosis
Diagnosis uveitis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang menyokong.

Diagnosis Banding
1. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat sekret dan
umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier
2. Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.
3. Glaukoma akut
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya beruap/ keruh.
4. Neoplasma
Large-cell lymphoma,

retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna bisa terdiagnosa

sebagai uveitis.

Pengobatan
Pengobatan uveitis pada umumnya digunakan obat-obatan ntraoc. Seperti sikloplegik,
OAINS atau kortikosteroid. Pada OAINS dan kortikosteroid, dapat juga digunakan obatobatan secara sistemik. Selain itu, pada pengobatan yang tidak beresponsif terhadap
kortikosteroid, dapat digunakan imunomodulator.
a. Mydriatik dan Sikloplegik
Midriatik dan sikloplegik berfungsi dalam pencegahan terjadinya sinekia posterior dan
menghilangkan efek fotofobia sekunder yang yang diakibatkan oleh spasme dari otot siliaris.
Semakin berat reaksi inflamasi yang terjadi, maka dosis sikloplegik yang dibutuhkan semakin
tinggi
b. OAINS
Dapat berguna sebagai terapi pada inflamasi post operatif, tapi kegunaan OAINS dalam
mengobati uveitis anterior endogen masih belum dapat dibuktikan. Pemakaian OAINS yang

lama dapat mengakibatkan komplikasi seperti ulkus peptikum, perdarahan traktus digestivus,
nefrotoksik dan hepatotoksik.
c. Kortikosteroid
Merupakan terapi utama pada uveitis. Digunakan pada inflamasi yang berat. Namun, karena
efek sampingnya yang potensial, pemakaian kortikosteroid harus dengan indikasi yang
spesifik, seperti:

Pengobatan inflamasi aktif di mata

Mengurangi ntraocula inflamasi di retina, koroid dan N. Optik

d. Imunomodulator
Terapi imunomodulator digunakan pada pasien uveitis berat yang mengancam penglihatan
yang sudah tidak beresponsif terhadap kortikosteroid. Imunomodulator bekerja dengan cara
membunuh sel limfoid yang membelah dengan cepat akibat reaksi inflamasi. Indikasi
digunakannya imunomodulator adalah
1. Inflamasi ntraocular yang mengancam penglihatan pasien
2. Gagal dengan terapi kortikosteroid
3. Kontra indikasi terhadap kortikosteroid
Sebelum diberikan imunomodulator, harus benar-benar dipastikan bahwa uveitis pasien tidak
disebabkan infeksi, atau infeksi di tempat lain, atau kelainan hepar atau kelainan darah. Dan,
sebelum dilakukan informed concent.

Komplikasi
Apabila uveitis tidak mendapatkan pengobatan maka dapat terjadi komplikasi berupa:
1. Glaukoma, peninggian tekanan bola mata.
2. Katarak.
3. Neovaskularisasi.
4. Ablatio retina.
5. Kerusakan nervus optikus.
6. Atropi bola mata.

Namun terkadang peninggian tekanan bola mata dan katarak dapat muncul pada sebagian
pasien yang telah mendapatkan pengobatan, tetapi hal ini dapat diatasi dengan terapi obatobatan ataupun operasi. Komplikasi yang lain dapat muncul namun tidak selalu ada pada
pasien dengan uveitis, komplikasi ini dapat dicegah dengan pemberian terapi yang sesuai
untuk penderita uveitis.

Prognosis
Pada uveitis anterior gejala klinis dapat hilang selama beberapa hari hingga beberapa
minggudengan pengobatan, tetapi sering terjadi kekambuhan. Pada uveitis posterior, reaksi
inflamasi dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga tahunan dan juga dapat
menyebabkan kelainan penglihatan walaupun telah diberikan pengobatan.

Daftar Pustaka

1. Ilyas Sidarta, 2002. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum
Dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Sagung Seto. Jakarta.
2. Ilyas Sidarta, 2006. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FK UI.
Jakarta.
3. Vaughan Daniel, 2000. Traktus Uvealis dan Sklera. Oftalmologi Umum.
Wydia Medika. Jakarta
4. Gordon, Kilbourn. Iritis and Uveitis. EMedicine [Online] Available from :
http://www.emedicine.com/emerg/byname/Iritis
and
Uveitis.htm.
Accessed: 26/08/2008
5. Skuta Gregory, Cantor Luis, Weiss Jayne. 2008. Clinical Approach to
Uveitis. Intraocular Inflammation and Uveitis. American Academy
Ophtalmology. Singapura.
6. Suharjo, Gunawan. 2005. Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akuta pada
HLA-B27 positif. Cermin Dunia Kedokteran. Diakses pada tanggal 16
Agustus 2008

Anda mungkin juga menyukai