Anda di halaman 1dari 11

Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan Masyarakat

Email Artikel ini ke Teman Anda

Akibat dari perubahan iklim dapat dirasakan di seluruh dunia mulai dari meningkatnya
kehebatan dan frekuensi badai, cepatnya pencairan gletser, kerugian panen, naiknya
permukaan laut, dan hal lainnya.
Negara bagian Kalifornia di Amerika Serikat telah mengalami sendiri penderitaan dari
pemanasan global seperti musim kemarau, gelombang panas, hingga pengurangan
jumlah salju di pegunungan Sierra Nevada.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berperingkat teratas di negara bagian itu
dengan 61 Nobel Sastrawannya, Universitas Berkeley, Kalifornia adalah sumber dari
ilmuwan-ilmuwan, peneliti-peneliti, dan profesor-profesor papan atas yang meneliti dan
berbicara tentang dampak dari perubahan iklim dunia.
Hari ini, Supreme Master Television menyajikan sebuah wawancara dengan Dr. Kirk
Smith, seorang profesor dari Kesehatan Lingkungan Dunia di Universitas Berkeley AS.
Universitas ini juga menjadi almamaternya dimana dia menerima gelar sarjana, master,
dan doktor.
Dr. Smith menjabat sebagai Ketua Badan Amal Maxwell untuk Pelayanan Kesehatan
Masyarakat di Universitas Kalifornia, Berkeley.
Dia juga seorang pendiri dan koordinator kampus dari perluasan Program Master di
bidang Kesehatan,Lingkungan, dan Pembangunan.
Penelitian kerjanya terpusat pada persoalan lingkungan dan kesehatan di negara
berkembang, dan itu terkait dengan kerusakan kesehatan dan perubahan iklim - polusi
udara, termasuk proyek-proyek lapangan yang sedang berjalan di India, China, Nepal,
dan Guatemala.
Ia membantu sejumlah dewan penasihat ilmiah nasional dan internasional termasuk
Perencanaan Tindakan Dunia untuk Pneumonia, Penilaian Energi Dunia, dan Pedoman
Kualitas Udara WHO.
Ia juga menjadi dewan redaksi sejumlah jurnal internasional dan telah menerbitkan
lebih dari 250 artikel ilmiah dan 7 buku.

Pada tahun 1997, Dr. Smith terpilih sebagai anggota dari Akademi Ilmiah Nasional
Amerika Serikat, satu tanda jasa tertinggi yang dianugerahkan kepada ilmuwanilmuwan Amerika Serikat.

Meluasnya efek perubahan iklim terhadap kesehatan manusia.


Dalam artikel yang diterbitkan di surat kabar AS The Atlantic, Dr. Paul Epstein, mitra pengarah
Pusat Kesehatan dan Lingkungan Global Sekolah Kedokteran Harvard menyoroti beberapa cara
utama perubahan iklim telah membahayakan kehidupan kita. Di antaranya adalah naiknya
penyakit dan kematian terkait cuaca panas; naiknya insiden penyakit lainnya seperti asma, alergi,
dan penyakit menular; dampak pada manusia melalui peningkatan penyakit pada tanaman panen,
hutan, dan kehidupan laut; dan kerawanan pangan.
Dr. Epstein menjelaskan bahwa selain kenaikan temperatur global secara keseluruhan, saat
malam hari juga jauh berkurang sejuknya, sedangkan uap air tambahan dalam atmosfer yang
lebih hangat menjadikan gelombang panas bahkan lebih mematikan.
Mengenai penyebaran penyakit menular, penulis menunjukkan bahwa jangkauannya meluas
lebih cepat daripada model proyeksinya. Cuaca yang memanas dan ekstrem juga telah
menambah penyakit pada kehidupan laut. Misalnya, pada tahun 2004 pelancong kapal pesiar
sakit karena makan tiram yang terinfeksi bakteri Vibrio dari perairan Alaska yang menghangat.
Sama halnya, ledakan ganggang berbahaya, yang merupakan penyebab dari banyak zona mati
dunia yang jumlahnya 350 lebih, telah menyebar di lingkungan pesisir, menyebabkan bahaya
langsung terhadap manusia serta mencemarkan kerang-kerangan dengan zat racun. Akhirnya, Dr.
Epstein menjelaskan bagaimana permintaan untuk daging yang intensif sumber daya disertai
dengan kejadian cuaca buruk seperti kekeringan baru-baru ini di Afrika Timur menyebabkan
kekurangan pangan, kenaikan harga pangan, dan karenanya kekurangan gizi, meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit dan bahkan potensi konflik.
Penghargaan kami, Dr. Paul Epstein, atas peringatan ini tentang bagaimana kesehatan kita
terancam oleh gabungan dampak perubahan iklim. Semoga kita segera hentikan serbuan
ancaman ini terhadap kesejahteraan kita dan Bumi melalui tindakan yang perlu untuk
mendinginkan planet kita.
Pada konferensi video Juni 2011 di Meksiko, Maha Guru Ching Hai menjelaskan cara terbaik
untuk menyetop perubahan iklim dan mencegah dampaknya terhadap kesehatan kita dan Bumi.
Maha Guru Ching Hai: Kita seharusnya mengisi ekonomi dengan bahan bakar terbersih untuk
menjaga udara kita, air dan tanah kita tetap bersih dan kesehatan kita tetap dalam keadaan baik,
karena segala sesuatu yang tidak baik untuk lingkungan adalah tidak baik untuk kesehatan kita
juga. Semua bahan kimia dari pertanian, semua limbah dari peternakan, mengalir ke dalam
sungai, ke dalam aliran air, ke dalam lautan, dan kita minum air ini. Kita gunakan lautan.
Segalanya akan pengaruhi kesehatan kita. Itulah sebabnya orang-orang lebih sering sakit
sekarang ini meskipun ada banyak penemuan baru, penemuan baru obat-obatan dan cara-cara
yang berbeda, lebih banyak rumah sakit saat ini daripada sebelumnya, saat kita katakan kita tidak
begitu berkembang.

Juga, kita harusnya jangan hanya mengisi sistem kita dengan bahan bakar bersih, tapi kita juga
harus mengisi diri kita dengan sumber energi terbaik yang paling bersih dan efisien. Bahan bakar
terbaik kita adalah makanan vegan, makanan vegan organik yang menyelamatkan hidup. Itu
berguna bagi iklim secara fisik dan juga menimbulkan atmosfer penuh kebaikan di sekitar kita.
http://www.theatlantic.com/life/archive/2011/09/health-and-climate-change-7-ways-you-arebeing-harmed/245607/

Berita Tambahan
Living PlanIT yang berbasis di Swiss, yang mengembangkan apa yang ia katakan akan menjadi
wilayah kota terhijau di Portugal, mengumumkan pada tanggal 11 November 2011 bahwa ia
bermitra dengan perusahaan elektronik Jepang Hitachi untuk pembuatan sistem energi bersih
yang lengkap guna mengelola infrastruktur, teknologi, dan bangunan di kota tersebut.
http://www.businessgreen.com/bg/news/2124385/hitachi-links-worlds-greenest-city
http://ajw.asahi.com/article/economy/press_releases/AJ2011111117187
Sebagai bagian dari inisiatif multi-nasional yang disponsori oleh British Council, karya dari 26
fotografer profesional dan amatir di Turki telah dipilih untuk dipamerkan di seluruh negara
sampai dengan Maret 2012, untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak perubahan iklim,
dan mendorong orang-orang pada tindakan memulihkan Bumi.
http://www.treehugger.com/culture/turkish-photographers-capture-climate-change.html
http://www.crowdsourcing.org/document/turkish-photographers-capture-climate-change/8173
Dengan meningkatnya temperatur yang menyebabkan kehidupan liar di Inggris memperlihatkan
perilaku musim semi dan musim panas di pertengahan November 2011, para ahli meteorologi
menyatakan bahwa sepertinya ini akan menjadi bulan terpanas di negara tersebut, dalam
pencatatan sejarah negara itu selama 353 tahun.
http://www.telegraph.co.uk/topics/weather/8887016/November-on-course-for-being-warmestsince-records-began.html,
http://www.dailymail.co.uk/news/article-2060977/UK-weather-Britain-basks-sunny-weekendmild-weather-temperatures-hit-18C.html

Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan:


bertambahnya penyakit yang disebabkan air dan vektor
By Martha Maulidia May 4th, 2010 Category: 101

Laporan Kajian Keempat (FAR) yang diluncurkan IPCC tahun 2007 menyimpulkan bahwa
dampak perubahan iklim terhadap kesehatan termasuk:
Semakin sering dan intens nya gelombang panas yang dapat menyebabkan kematian
Bertambahnya jumlah orang yang tewas, terkena penyakit ataupun luka akibat banjir, petir,
kebakaran dan kekeringan
Bertambahnya penyakit pernafasan dan kematian yang berhubungan dengan pencemaran ozon di
tingkat tanah
Perubahan perilaku vektor yang menyebabkan penyakit infeksius
Bertambahnya kasus malnutrisi dan kelainan termasuk yang berhubungan dengan pertumbuhan
dan perkembangan anak
Dampak langsung dari perubahan iklim terhadap kesehatan manusia dapat termanifestasi dalam
bentuk: stress akibat perubahan variabel iklim, kelainan panas, perubahan respon kekebalan dan
katarak. Dampak tidak langsungnya berupa bertambahnya penyakit yang dibawa oleh nyamuk
karena perubahan praktik pertanian, bertambahnya kejadian kekurangan gizi yang menyebabkan
bertambahnya frekuensi tuberculosis (TBC), campak dan pes, bertambahnya penyakit yang
dibawa oleh vektor yang disebabkan kondisi sanitasi yang buruk dan betambahnya penyakit yang
dibawa oleh air yang disebabkan dari bertambahnya frekuensi dan magnitude dari banjir dan
kekeringan (KLH, 1994). Laporan yang sama juga memprediksi kenaikan angka kejadian
malaria, DBD dan diare di masa mendatang. Dari tahun 1989 hingga 2070, kejadian malaria
akan meningkat sebanyak 18% dan DBD akan bertambah 4 kali lipat.
Laporan WHO (2002) menyimpulkan bahwa perubahan iklim menyebabkan meningkatnya 2,4%
kasus diare dan 6% kasus malaria di dunia pada tahun 2000.
Kejadian El-Nino tahun 1997-1998 dapat dijadikan pengukur bagaimana kira-kira dampak bumi
yang semakin panas terhadap kesehatan public. Pada rentang waktu dua tahun tersebut, El Nino
dihubungkan dengan meningkatnya kejadian malaria dan demam berdarah dengue (DBD). Untuk
pertama kalinya, malaria telah menyebar ke daerah tinggi Irian Jaya dengan ketinggian 2103
meter pada tahun 1997. Pada tahun 2004, para peneliti menyimpulkan perilaku baru dari virus
yang menyebabkan dengue telah muncul . Saat itu angka kejadian DBD dilaporkan meningkat
dan menyebar dengan cepat dan memakan korban lebih banyak dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya.

Hubungan antara perubahan iklim dan penyakit serta masalah kesehatan masih belum diteliti
dengan sempurna. Namun sebagai peringatan dini akan situasi yang mungkin saja terjadi jika
pemanasan global terus berlangsung, meningkatknya kasus DBD di Indonesia sepanjang musim
hujan dapat saja disebabkan karena suhu bumi yang makin meningkat. Perubahan suhu dan curah
hujan dapat merangsang nyamuk untuk memperluas habitatnya. Hal ini akan menyebabkan
nyamuk berkembang biak lebih cepat dan menyebar, membuat penyebaran penyakit juga
menjadi lebih sering.

Dampak Perubahan Iklim terhadap kesehatan


Tiba-tiba, ombak datang menutupi semua bagian negara Amerika Serikat. Cuaca menjadi turun
secara drastis dengan kematian umat manusia yang sangat amat banyak. Itulah sepenggal kisah
dalam film The Day After Tomorrow, sebuah film yang menggambarkan kondisi bumi ketika es
di kutub mencair akibat pemanasan global. Sebuah film yang cukup menyadarkan saya akan
pentingnya arti dari sebuah kata: global warming. Sebuah kata yang mungkin saja akan
mengakibatkan dampak yang sangat besar seperti yang terjadi dalam film itu.
Perubahan iklim bermula pada efek rumah kaca. Efek ini terjadi akibat adanya emisi dari karbon
dioksida. Pada mulanya, karbon dioksida dianggap bukan sebagai sumber pencemar udara
karena Karbon dioksida ,erupakan senyawa normal yang ada di atmosfir sebagai hasil dari siklus
karbon dan oksigen. Akan tetapi, karena semakin banyaknya penggunaan bahan bakar fosil dan
adanya intervensi manusia dalam siklus karbon dan oksigen mengakibatkan produksi karbon
dioksida lebih cepat dari pada siklus normal sehingga trejadi kepincangan, sebagai akibatnya
konsentrasi rata-rata karbon dioksida di atmosfir meningkat.
Semenjak tahun 1860, sebagai akibat dari mulai digunakannya batu bara dan efek tersebut
semakin meningkat dengan cepat sejak tahun 1958, sebagai akibat meningkatnya penggunaan
bahan bakar minyak dan gas alam mengakibatkan peningkatan rata-rata temperatur atmosfir
bumi secara gradual yang selanjutnya dapat mengubah pola iklim global.
Efek rumah kaca tak hanya disebabkan oleh karbon dioksida, tapi juga disebabkan oleh radiasi
sinar matahari. Radiasi yang datang dari matahari dapat melalui atmosfir dan menembus
permukaan bumi. Radiasi yang datang ini diserap oleh tanah dan air, kemudian dipantulkan
kembali sebagai radiasi infra merah yang mempunyai panjang gelombang lebih besar dan energi
panas, tetapi tak semua panas infra merah ini kembali ke udara, beberapa diantaranya diserap
oleh gas CO2 dan H20, yang kemudian dipantulkan kembali ke permukaan bumi sehingga
mengakibatkan atmosfir Bumi menjadi lebih panas. Jika tidak ada efek rumah kaca maka di
Bumi tak akan kehidupan. Ironisnya, malah panas yang dihasilkan oleh efek rumah kaca ini yang
menyebabkan perubahan iklim global dan mengancam kehidupan manusia di Bumi.

Pemanasan global ini menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim yang terjadi memiliki
dampak-dampak buruk bagi manusia, dampak itu antara lain:
1. Perubahan penyebaran curah hujan dan turunnya salju di sebagian besar
permukaan bumi sehingga mengakibatkan tanah menjadi tidak subur dan
tidak produktif.
2. Mencairnya bongkahan es di daerah kutub mengakibatkan permukaan laut
naik 2,4 KM pada tahun 2100 sehingga memungkinkan terjadinya banjir pada
kota-kota tepi pantai dan daerah industri.
3. Peningkatan penguapan
4. peningkatan badai tropis

Dampak-dampak yang ditulis diatas belum termasuk dampak-dampak kesehatan yang


ditimbulkan oleh pemanasan global. Dampak-dampak kesehatan yang timbul akibat pemanasan
global antara lain dampak tidak langsung pada penyakit penyebaran vektor, cuaca ekstrim, dan
dampak langsung pada kesehatan. Dampak tidak langsung pada penyakit penyebaran vektor bisa
dilihat dari penyebaran penyakit malaria yang berubah bionomiknya, berubah (misalnya biting
rate meningkat, kopulasi, beringas dll), populasi nyamuk meningkat , parasit cepat matang ,
adaptasi yang cepat. Dampak yang diakibatkan oleh cuaca ekstrim misalnya banjir membawa
lepstospirosis, kholera, dysentri, typhoid fever, menyebarnya spora anthrax, diare, typhoid dan
air laut pasang (rob) membawa Hanta virus, leptospirosis, kholera (zooplankton, phytoplankton).
Sedangkan dampak langsung pemanasan global bagi kesehatan manusia adalah kanker kulit yang
diakibatkan oleh peningkatan ultraviolet.
Pemanasan global ini tak mungkin akan kita biarkan sehingga akan menyebabkan kerusakan di
muka bumi. Kita harus mengendalikan pemanasan global ini, beberapa langkah pengendalian
pemanasan global antara lain:
1. Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil khususnya batu bara pada 50
tahun ke depan, mulai melakukan konservasi energi, menggunakan energi
yang dapat diperbaharui seperti matahari, angin, arus laut dan energi
geothermal.
2. Menggunakan scrubber (penyaring) untuk menangkap C02 dari industri,
kendaran bermotor supaya tak lepas ke atmosfir.
3. Menanam pohon-pohon untuk mengurangi efek rumah kaca melalui proses
fotosintesis
4. Menggalakkan konservasi tanah untuk mengurangi erosi tanag yang dapat
melepaskan CO2 ke atmosfir.

Sedangkan langkah-langkah untuk mengendalikan penyakit akibat pemanasan global dapat


dilakukan dengan cara manajemen penyakit berbasis wilayah (MPBW). Cara ini digunakan
untuk mengendalikan penyakit dengan cara melihat prioritas masalah. Wilayah yang akan
diterapakan MPBW haruslah wilayah yang memang menderita penyakit yang cukup tinggi jika
dibandingkan daerah lainnya. Wilayah ini dapat dilihat dari peringkatnya dalam riskesdas yang
ditetapkan oleh menteri kesehatan. Selain MPBW, terdapat berbagai upaya strategis lainnya
untuk mengendalikan efek kesehatan akibat pemanasan global, yaitu:

Indonesia Sehat 2020

Intensifikasi kegiatan pengendalian faktor risiko yang kini sedang dijalankan:


STBM, WSLIC dll

Networking (clearing house)

R n D (termasuk ke arifan lokal)

Pedoman-Guidelines

Health Promotion berbasis (knowledge dan evidences)

Tentu semua orang tak ingin hal seperti di film The day after tomorrow terjadi Global warming
bukanlah sesuatu hal yang pasti terjadi, melainkan sesuatu hal yang masih akan terjadi.
Global warming masing bisa dikendalikan bahkan dihentikan apabila kita bekerja sama satu
sama lain.

Dampak Perubahan Iklim


Written by Administrator
Tuesday, 03 March 2009 03:37

Simulasi Dampak Perubahan Iklim pada Ketinggian Muka Laut

Perubahan iklim merupakan sesuatu yang sulit untuk dihindari dan memberikan dampak terhadap berbagai segi
kehidupan. Dampak ekstrem dari perubahan iklim terutama adalah terjadinya kenaikan temperatur serta pergeseran
musim. Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan
terjadinya pemuaian massa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan
udang
serta
mengancam
kehidupan
masyarakat
pesisir
pantai.
Dampak Perubahan Iklim Regional
Pola musim mulai tidak beraturan sejak 1991 yang mengganggu swasembada pangan nasional hingga kini tergantung
import pangan. Pada musim kemarau cenderung kering dengan trend hujan makin turun salah satu dampak kebakaran
lahan dan hutan sering terjadi. Meningkatnya muka air danau khususnya danau Toba makin susut dan mungkin
danau/waduk lain di Indonesia, konsentrasi es di Puncak Jayawija Papua semakin berkurang dan munculnya kondisi cuaca
ekstrim yang sering yang menimbulkan bencana banjir bandang dan tanah longsor di beberapa lokasi dalam beberapa
tahun terakhir. Beberapa kajian dari IPCC 4AR yang menyinggung Indonesia secara spesifik antara lain : Meningkatnya
hujan di kawasan utara dan menurunnya hujan di selatan (khatulistiwa). Kebakaran hutan dan lahan yang peluangnya
akan makin besar dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas El-Nino. Delta Sungai Mahakam masuk ke dalam peta
kawasan pantai yang rentan. (Murdiyarso, 2007).

Dampak perubahan iklim terhadap pertanian


Diperkirakan produktivitas pertanian di daerah tropis akan mengalami penurunan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata
global antara 1-2o C sehingga meningkatkan risiko bencana kelaparan. Meningkatnya frekuensi kekeringan dan banjir
diperkirakan akan memberikan dampak negatif pada produksi lokal, terutama pada sektor penyediaan pangan di daerah
subtropis dan tropis. Terjadinya perubahan musim di mana musim kemarau menjadi lebih panjang sehingga menyebabkan
gagal panen, krisis air bersih dan kebakaran hutan. Terjadinya pergeseran musim dan perubahan pola hujan, akibatnya
Indonesia harus mengimpor beras. Pada tahun 1991, Indonesia mengimpor sebesar 600 ribu ton beras dan tahun 1994
jumlah beras yang diimpor lebih dari satu juta ton (KLH, 1998). Adaptasi bisa dilakukan dengan menciptakan bibit unggul
atau mengubah waktu tanam. Peningkatan suhu regional juga akan memberikan dampak negatif kepada penyebaran dan
reproduksi ikan.
Tabel
1
:
Luas
tanaman
padi
dan puso (ha) pada tahun 1988-1997 (Yusmin, 2000)

terkena

bencana

banjir

dan

kekeringan

Tahun

Keterangan

Kebanjiran(ha)

Kekeringan(ha)

Puso(ha)

1987

El-Nino

***

430.170

***

1988

La-Nina

130.375

87.373

44.049

1989

Normal

96.540

36.143

15.290

1990

Normal

66.901

54.125

19.163

1991

El-Nino

38.006

867.997

198.054

Gambar

1992

Normal

50.360

42.409

16.882

1993

Normal

78.480

66.992

47.259

1994

El-Nino

132.975

544.422

194.025

1995

La-Nina

218.144

28.580

51.571

1996

Normal

107.385

59.560

50.649

1997

El-Nino

58.974

504.021

102.254

1.

Proyeksi

Perubahan

Produktivitas

Pertanian

di

Indonesia

Dampak Perubahan iklim terhadap kenaikan Muka Air Laut.


Naiknya permukaan laut akan menggenangi wilayah pesisir sehingga akan menghancurkan tambak-tambak ikan dan
udang di Jawa, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi (UNDP, 2007). akibat pemanasan global pada tahun 2050 akan
mendegradasi 98 persen terumbu karang dan 50% biota laut. Gejala ini sebetulnya sudah terjadi di kawasan Delta
Mahakam Kalimantan Timur, apabila suhu air laut naik 1,50C setiap tahunnya sampai 2050 akan memusnahkan 98%
terumbu karang. di Indonesia kita tak akan lagi menikmati lobster, cumi-cumi dan rajungan. Di Maluku, nelayan amat sulit
memperkirakan waktu dan lokasi yang sesuai untuk menangkap ikan karena pola iklim yang berubah.
Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan
terjadinya pemuaian massa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Hal ini membawa banyak perubahan bagi kehidupan
di bawah laut, seperti pemutihan terumbu karang dan punahnya berbagai jenis ikan. Sehingga akan menurunkan produksi
tambak ikan dan udang serta mengancam kehidupan masyarakat pesisir pantai. Kenaikan muka air laut juga akan
merusak
ekosistem
hutan
bakau,
serta
merubah
sifat
biofisik
dan
biokimia
di
zona
pesisir.

Gambar 2 : Tingkat kerawanan bencana di Indonesia

Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan.


Frequensi timbulnya penyakit seperti malaria dan demam berdarah meningkat. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi
rendah akan semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. Pemanasan global juga memicu meningkatnya kasus penyakit tropis
seperti malaria dan demam berdarah. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin rentan terhadap
diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan
hewan. Faktor iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular vektor seperti demam berdarah dengue (DBD)
dan malaria. Semakin tinggi curah hujan, kasus DBD akan meningkat. suhu berhubungan negatif dengan kasus DBD,
karena itu peningkatan suhu udara per minggu akan menurunkan kasus DBD. Penderita alergi dan asma akan meningkat
secara signifikan. Gelombang panas yang melanda Eropa tahun 2005 meningkatkan angka "heat stroke" (serangan panas
kuat) yang mematikan, infeksi salmonela, dan "hay fever" (demam akibat alergi rumput kering).
Dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air.
Pada pertengahan abad ini, rata-rata aliran air sungai dan ketersediaan air di daerah subpolar serta daerah tropis basah
diperkirakan akan meningkat sebanyak 10-40%. Sementara di daerah subtropis dan daerah tropis yang kering, air akan
berkurang sebanyak 10-30% sehingga daerah-daerah yang sekarang sering mengalami kekeringan akan semakin parah
kondisinya.

Dampak perubahan iklim terhadap Ekosistem


Kemungkinan punahnya 20-30% spesies tanaman dan hewan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,52,5oC. Meningkatnya tingkat keasaman laut karena bertambahnya Karbondioksida di atmosfer diperkirakan akan
membawa dampak negatif pada organisme-organisme laut seperti terumbu karang serta spesies-spesies yang hidupnya
bergantung pada organisme tersebut. Dampak lainnya yaitu hilangnya berbagai jenis flaura dan fauna khususnya di
Indonesia yang memiliki aneka ragam jenis seperti pemutihan karang seluas 30% atau sebanyak 90-95% karang mati di
Kepulauan Seribu akibat naiknya suhu air laut. (Sumber World Wild Fund (WWF) Indonesia)
Dampak perubahan iklim Sektor Lingkungan
Dampak perubahan iklim akan diperparah oleh masalah lingkungan, kependudukan, dan kemiskinan. Karena lingkungan
rusak, alam akan lebih rapuh terhadap perubahan iklim. Dampak terhadap penataan ruang dapat terjadi antara lain
apabila penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi, memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang
berpotensi menimbulkan bencana alam, berupa : banjir dan tanah longsor. Dengan kata lain daerah rawan bencana
menjadi perhatian perencanaan dalam mengalokasikan pemanfaatan ruang.

Dampak perubahan iklim pada Sektor Ekonomi


Semua dampak yang terjadi pada setiap sektor tersebut diatas pastilah secara langsung akan memberikan dampak
terhadap
perekonomian
Indonesia
akibat
kerugian
ekonomi
yang
harus
ditanggung.
Dampak perubahan iklim pada pemukim perkotaan
Kenaikan muka air laut antara 8 hingga 30 centimeter juga akan berdampak parah pada kota-kota pesisir seperti Jakarta
dan Surabaya yang akan makin rentan terhadap banjir dan limpasan badai. Masalah ini sudah menjadi makin parah di
Jakarta karena bersamaan dengan kenaikan muka air laut, permukaan tanah turun: pendirian bangunan bertingkat dan
meningkatnya pengurasan air tanah telah menyebabkan tanah turun.Namun Jakarta memang sudah secara rutin dilanda
banjir besar:p ada awal Februari,2007,banjir di Jakarta menewaskan 57 orang dan memaksa 422.300 meninggalkan
rumah, yang 1.500 buah di antaranya rusak atau hanyut.Total kerugian ditaksir sekitar 695 juta dolar.
Suatu penelitian memperkirakan bahwa paduan kenaikan muka air laut setinggi 0,5 meter dan turunnya tanah yang terus
berlanjut dapat menyebabkan enam lokasi terendam secara permanen dengan total populasi sekitar 270,000 jiwa, yakni:
tiga di Jakarta Kosambi, Penjaringan dan Cilincing; dan tiga di Bekasi Muaragembong, Babelan dan
Tarumajaya.Banyak wilayah lain di negeri ini juga akhir-akhir ini baru dilanda bencana banjir. Banjir besar di Aceh,
misalnya, di penghujung tahun 2006 menewaskan 96 orang dan membuat mengungsi 110,000 orang yang kehilangan
sumber penghidupan dan harta benda mereka. Pada tahun 2007 di Sinjai, Sulawesi Selatan banjir yang berlangsung
berhari-hari telah merusak jalan dan memutus jembatan, serta mengucilkan 200.000 penduduk. Selanjutnya masih pada
tahun itu,banjir dan longsor yang melanda Morowali, Sulawesi Utara memaksa 3.000 orang mengungsi ke tenda-tenda
dan barak-barak darurat.

Last Updated on Thursday, 10 September 2009 07:19

Anda mungkin juga menyukai