Anda di halaman 1dari 63

Bells Palsy

Auliadi Anshar S.Ked


NIM. 1407101030277

Pembimbing
Dr. dr. Dessy R Emril Sp.S (K)

Latar Belakang
Sindrom ini pertama sekali dideskripsikan pada
tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter
bedah bernama Sir Charles Bell.

Sekitar 23 kasus per 100.000 orang


setiap tahun menderita Bells Palsy.
Data lainnya, insidensinya sekitar 4070% dari semua kelumpuhan saraf
fasialis perifer akut.

Latar Belakang
Rata-rata berkisar 10-30 pasien per 100.000
populasi per tahun, dan terus meningkat sesuai
umur, insidensinya akan meningkat pada diabetes
dan wanita hamil.

Paresis N. fasialis > saraf kranial lainnya, keadaan


tersebut disebabkan karena N. fasialis adalah saraf
yang panjang dalam perjalanannya melalui kanal
tulang yang sempit dan beberapa tempat sering
berdinding tipis.

Pada dasarnya, manifestasi klinis Bells palsy terkadang sering dianggap


stroke/tumor yang menyebabkan separuh tubuh lumpuh/tampilan
distorsi wajah yang akan bersifat permanen.

Tinjauan Pustaka

Definisi Bells Palsy

Kelumpuhan n. facialis perifer akibat proses non


(supratif,neoplastik, degeneratif), diduga akibat
dari edema jinak, unilateral, akut dan tidak
disertai oleh gangguan pendengaran, kelainan
neurologi lainnya atau kelainan lokal.

Etiologi Bells Palsy

Terdapat lima teori yang kemungkinan dapat


menyebabkan terjadinya Bells palsy, yaitu:
1. Iskemik vaskular
2. Virus
3. Bakteri
4. Herediter
5. Imunologi.

Burgess et al
Mengidentifikasi genom HSV di ganglion genikulatum seorang pria
lanjut yang meninggal 6 minggu setelah mengalami Bells palsy

Murakami et al
Menginokulasi HSV dalam telinga dan lidah tikus yang menyebabkan
paralisis pada wajah tikus tersebut

Patogenesis Bells Palsy

Proses akhir yang bertanggung jawab terhadap


Bells palsy adalah proses edema yang
menyebabkan kompresi n. fasialis.
Hingga kini belum ada persesuaian pendapat
tentang patogensis dari Bells palsy, oleh George
A Gates membagi patogensis dari Bells palsy
menjadi tiga tipe.

Patologi Bells Palsy

Secara patologi, Bells palsy diduga akibat


inflamasi saraf wajah, dan penekanan saraf yang
keluar dari terusan tulang tengkorak.
Pada serangan Bells palsy, saraf wajah
mengalami peradangan, lalu membengkak,
terjepit pada liang tulang bawah telinga yang
dilaluinya.
Jepitan saraf yang membengkak menimbulkan
gejala Bells palsy yang khas.

Manifestasi Klinis Bells Palsy

Kelumpuhan otot wajah pada satu sisi, tiba-tiba,


beberapa jam-hari (maks 7 hari).
Nyeri sekitar telinga, bengkak/kaku wajah tapi
tidak ada gangguan sensorik.
Kadang diikuti hiperakusis, produksi air mata,
hipersalivasi, berubahnya pengecapan.
Kelumpuhan n. fasialis dapat secara
parsial/komplit.

Diagnostik Bells Palsy

Prinsipnya adalah sama:


1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang

Tanda klinis membedakan Bell s palsy dengan stroke atau dengan


kelainan yang bersifat sentral lainnya adalah tidak terdapatnya kelainan
saraf kranialis lain, motorik dan sensorik ekstremitas dbn, dan pasien
tidak mampu mengangkat alis dan dahi pada sisi yang lumpuh.

Pemeriksaan Fisik Bells Palsy

Kelumpuhan sentral atau perifer ?


Kelumpuhan sentral: hanya pada bagian bawah
wajah saja, otot dahi masih dapat berkontraksi
karena otot dahi dipersarafi oleh kortek sisi ipsi
dan kontralateral.
Kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah.

Pemeriksaan Fisik Bells Palsy

Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai


secara subjektif menggunakan sistim House
Brackmann & metode Freyss.
Disamping itu juga dapat dilakukan tes
topografi, schirmer, gustometri, & reflek
stapedius untuk menentukan letak lesi.

Pemeriksaan Penunjang Bells Palsy

Pemeriksaan radiologi (CT-Scan & MRI)


Elektromiografi dan Elektroneurografi

Penanganan Bells Palsy

Terapi yang diberikan dapat berupa kombinasi


nonfarmakologis dan farmakologis.

Penanganan Bells Palsy-Nonfarmakologis

Proteksi kornea mata.


Rehabilitasi fasial, meliputi:
1. Edukasi
2. Pelatihan neuromuskular
3. Massase
4. Meditasi & relaksasi
5. Program pelatihan dirumah.

Penanganan Bells Palsy-farmakologis

Inflamasi & edema dari n. fasialis adalah etiologi


paling mungkin steroid.
Steroid (prednisolon) dimulai dalam 72 jam dari
onset dosis maks 40-60 mg/hari, dan
prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg per
kg per hari peroral selama 6 hari diikuti empat
hari tappering off.

Penanganan Bells Palsy-farmakologis

Ditemukannya genom virus pada sekitar saraf


ketujuh menyebabkan preparat antivirus
digunakan dalam penanganan dari Bells palsy.

Hato et al
Mengindikasikan bahwa hasil yang lebih baik didapatkan pada pasien
yang diterapi dengan asiklovir/valasiklovir dan prednisolon dibandingkan
yang hanya diterapi dengan prednisolon

Axelsson et al
Menemukan bahwa terapi dengan valasiklovir dan prednison memiliki
hasil yang lebih baik

De Almeida et al
menemukan bahwa kombinasi antivirus dan kortikosteroid berhubungan
dengan penurunan risiko batas signifikan yang lebih besar dibandingkan
kortikosteroid saja

Cochrane 2009 pada 1987 pasien dan Quant et al dengan 1145 pasien
menunjukkan tidak ada keuntungan signifikan antiviral dibandingkan
plasebo dalam hal penyembuhan inkomplit dan tidak adanya keuntungan
yang lebih baik dengan penggunaan kortikosteroid ditambah antivirus
dibandingkan kortikosteroid saja.

Prognosis Bells Palsy

Sekitar 80-90% pasien dengan Bells palsy


sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 5060% kasus membaik dalam 3 minggu. Sekitar
10% mengalami asimetri muskulus fasialis
persisten, dan 5% mengalami sekuele yang
berat, serta 8% kasus dapat rekuren.

Laporan Kasus

Identitas Pasien

Nama
: Tn. MR
Umur
: 45 Tahun
Pekerjaan
: Tukang Becak
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
: Lamdingin
Nomor CM
: 1-08-21-60
Tanggal Pemeriksaan : 26 Maret 2016

Keluhan Utama

Merot pada bibir sejak 1 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar oleh keluarga ke Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh dengan
keluhan berupa bibir merot dipagi hari setelah bangun tidur secara
tiba-tiba. Sebelumnya pasien tidak pernah mengeluhkan adanya
keluhan seperti ini dan dikeluarga juga tidak ada yang mengalami hal
yang sama. Sebelum kejadian, pasien mengaku tidak ada keluhan
demam, batuk, flu, dan juga sakit teling sebelumnya. Pasien hanya
mengeluhkan batuk biasa karena pasien adalah seorang perokok, sejak
15 tahun yang lalu dengan satu bungkus rokok per harinya. Sebelum
kejadian, pasien hanya mengeluhkan sakit dileher dan area belakang
kepala disatu hari sebelum munculnya gejala bibir merot. Sebelum
timbulnya gejala, pasien juga mengaku tidur larut malam. Riwayat
trauma tidak ada sebelumnya, kelemahan anggota gerak tidak ada,
kebas tidak ada, BAB dan BAK juga dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya pasien tidak pernah ada keluhan


seperti ini, riwayat diabetes, jantung, stroke, dan
keganasan lainnya tidak ada. Riwayat demam,
flu, batuk tidak ada sejak lebih dari 1 bulan
terakhir ini. Pasien memiliki penyakit hipertensi
yang baru diketahuinya sejak 1 bulan terakhir
ini.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang


sama dengan pasien dan tidak ada penyakit
diabetes, hipertensi, jantung, stroke, dan
keganasan pada keluarga.

Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien bekerja sebagai tukang becak, dengan


riwayat untuk mengkonsumsi alkohol, IVDU
disangkal, Pasien memiliki kebiasaan
mengkonsumsi tembakau sejak 15 tahun yang
lalu dengan satu bungkus rokok per harinya.

Status Internus

Keadaan Umum : Baik


Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 36,5oC
Pernafasan : 20x/menit
Berat Badan
: 74 kg
Tinggi Badan
: 165 cm

Status Internus

Pemeriksaan Kulit
Warna : Kuning langsat
Turgor : Cepat kembali
Sianosis : Negatif
Ikterus : Negatif
Oedema : Negatif

Status Internus
Pemeriksaan Kepala
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Wajah : Simetris
Mata : Conj. anemi (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-),
RCL (+/+), RCTL (+/+), Pupil bulat isokor, 3
mm/3 mm, Katarak
OS, Lapang pandang
sebelah kiri menurun.
Telinga : Serumen (-/-)
Hidung : Sekret (-/-)
Mulut
Bibir : Asimetris
Lidah: Asimetris, tremor (-), hiperemis (-)
Tonsil : Hiperemis (-/-), T1/T1
Faring : Hiperemis (-)

Status Internus

Pemeriksaan Leher
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi
: TVJR-2cmH2O, pembesaran
KGB (-), Kuduk kaku (+)

Status Internus

Pemeriksaan Thorax
Inspeksi
Statis : Simetris, bentuk normochest
Dinamis : Pernafasan abdominothorakal,
retraksi suprasternal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi
epigastrium (-)

Status Internus

Paru
Inspeksi
dinamis

: Simetris saat statis dan


Kanan

Kiri

Palpasi

Fremitus N

Fremitus N

Perkusi

Sonor

Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal

Vesikuler Normal

Ronchi (-) wheezing (-) Rh (-) wheezing (-)

Status Internus

Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Simetris, luka memar pada abdomen (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen sinistra (-), defans
muscular (-)
H/L/P : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskul : Peristaltik 3x/menit, kesan normal

Status Internus

Tulang Belakang
Bentuk
: Simetris
Nyeri tekan: Positif
Kelenjar Limfe
Pembesaran KGB : Negatif

Status Internus

Superior

Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Sianosis

Oedema

Fraktur

Status Neurologis

: E4 M6 V5
GCS
Pupil
: Isokor, bulat, ukuran 3 mm/3
mm, RCL (+ /+), RCTL (+/+)
TRM
: Negatif
N. Cranialis : Parese n. VII Dex Perifer
Parese n. XII Sin

Status Neurologis

Nervus II (visual)
OD
: 6/60, Lapang pandang (N), Melihat
warna (N)
OS
: 4/60, Lapang pandang (), Melihat
warna (N)

Status Neurologis

Nervus III, IV, V, VI : dalam batas normal


Nervus VII
:
1. Mengerutkan dahi : Asimetris
2. Menutup Mata
: Asimetris
3. Menggembungkan pipi: Asimetris
4. Memperlihatkan gigi : Asimetris
5. Sudut bibir
: Asimetris

Status Neurologis

Nervus IX, XI
: dalam batas normal
Nervus XII
:
1. Artikulasi lingualis : Dalam batas normal
2. Menjulurkan lidah : Parese N. XII
sinistra
. Dalam (terdorong kanan)
. Luar (terdorong kiri)

Status Neurologis

Refleks fisiologis : dalam batas normal


Refleks patologis : dalam batas normal
Fungsi motorik : dalam batas normal
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Otonom
: dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah rutin


Hemoglobin : 14.3 g/dL
Hematokrit : 42 %
Eritrosit : 5.3 x 106/mm3
Leukosit: 8.9 x 103/mm3
Trombosit : 221 x 103/mm3
Diftel: 0/0/1/79/13/7 %
Ureum : 30 mg/dL
Creatinin : 1.02 mg/dL
Natrium: 142 mmol/L
Kalium : 4.7 mmol/L
Kalsium : 118 mmol/L

Pemeriksaan Penunjang

Thorax PA Cord an Pulmo dalam batas normal


CT Scan Kepala Non-Kontras MSCT scan
kepala normal

Diagnosa Kerja

Diagnosa Klinis : Bibir merot, ketidaksimetrisan


wajah
Diagnosa Etiologi : Parase nervus fasialis perifer
kanan
Diagnosis Topis : Bells Palsy

Penatalaksanaan

Mecobalamin 2 x 500 mg
Metilprednisolon 3 x 16 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Neurodex FC Tab 3 x 1
Asam Folat 3 x 1 mg

Planning

Fisioterapi
Terapi cermin

Pembahasan

Pembahasan

Pasien berinisial MR dengan usia 45 tahun,


datang dengan keluhan bibir merot dan bicara
susah sejak tadi pagi sewaktu bangun tidur dan
terjadi secara tiba-tiba.

Pembahasan

Pasien juga ternyata mengeluhkan adanya


ketidaksimetrisan wajah, berupa ketika
mengerutkan dahi tidak sama kiri dan kanan,
ketika membuka dan menutup mata tidak sama
kiri dan kanan.

Pembahasan

Pasien juga tidak mengeluhkan adanya


kelemahan anggota gerak sebelah sisi atau
semua sisi, pasien juga tidak ada kebas, tidak
ada penurunan kesadaran.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan juga


tidak ditemukan adanya stroke.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan juga


tidak ditemukan adanya stroke.

Kesimpulan

Kesimpulan

Bells Palsy merupakan sindrom klinis gangguan


saraf fasialis yang bersifat perifer. Keterlibatan
dari HSV tipe 1 banyak dilaporkan sebagai
penyebab kerusakan saraf tersebut, meski
penggunaan preparat antivirus masih menjadi
perdebatan dalam tata laksana.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai