Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri merupakan suatu keadaan kesadaran yang kompleks. 1 Menurut The
International Association for the Study of Pain, nyeri adalah pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan dan terkait dengan suatu kerusakan yang
terjadi. Pada dasarnya, nyeri dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu nyeri akut dan
nyeri kronik.2 Nyeri yang kronik sendiri mengacu kepada beberapa kondisi klinis
yang diartikan sebagai rasa sakit yang panjang dan dapat menimbulkan gangguan
pada kualitas hidup seseorang, seperti irritable bowel syndrome, nyeri neuropatik,
sakit kepala, osteoarthritis, nyeri punggung bawah (low back pain), dan lain-lain.3
Low back pain atau yang sering disebut nyeri panggung bawah merupakan
salah satu gangguan muskuloskeletal yang sering dijumpai dengan manifestasi
klinis berupa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dan merupakan
nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut
iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbal-sakral
dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki penderita.4
Sebuah review terbaru akhir-akhir ini melaporkan bahwa terdapat dua teori
yang paling menonjol yang dapat menjelaskan nyeri pada punggung bawah. Teori
pertama adalah teori nyeri spasme yang menduga bahwa rasa sakit yang terjadi
akibat hiperaktivitas dari otot (spasme) yang pada gilirannya menyebabkan rasa
sakit. Teori lainnya adalah melalui jalur saraf yang berpendapat bahwa terjadi
reflek peregangan berlebih pada tulang belakang yang menjadi dasar dari siklus
pembentukan nyeri.5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, untuk keluhan
low back pain sendiri diketahui menempati urutan kedua tersering setelah nyeri
kepala di negara Amerika Serikat dan lebih dari sekitar 80% penduduk pernah
mengeluhkannya. Faktanya nyeri punggung bawah merupakan penyebab umum
ketidakmampuan ketiga di Negara Amerika Serikat, dan merupakan penyebab
kedua kehilangan waktu kerja, penyebab kelima seseorang dirawat di rumah sakit,
serta menjadi alasan ketiga untuk dilakukannya prosedur bedah.4

Berdasarkan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Community Oriented


Program for Controle of Rheumatic Disease (COPORD), dilaporkan hasil bahwa
ternyata untuk insidensi kejadian nyeri punggung bagian bawah di Indonesia
masih cukup tinggi yakni sebesar 18,2% terjadi pada laki-laki, dan sekitar 13,6%
terjadi pada wanita. National Safety Council juga melaporkan bahwa sakit akibat
kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah nyeri yang terjadi pada
punggung, yaitu sebesar 22% dari 1.700.000 kasus.6 Data epidemiologi pasti
mengenai nyeri punggung bawah di Indonesia sebenarnya belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia 65 tahun pernah mengalami
nyeri punggung bawah, dengan prevalensinya pada laki-laki sebanyak 18,2% dan
pada wanita 13, 6%. Dari sebuah hasil penelitian yang dilakukan secara nasional
pada 14 provinsi di Indonesia oleh kelompok nyeri pada Persatuan Dokter Saraf
Seluruh Indonesia (PERDOSSI), ditemukan 18,13% penderita nyeri punggung
bawah dengan rata-rata nilai Visual Analog Scale (VAS) sebesar 5,462,56 yang
berarti nyeri sedang sampai berat.4
Nyeri punggung bawah diketahui merupakan penyebab utama kecacatan.
Nyeri yang dirasakan oleh pasien tersebut menyebabkan suatu disabilitas yaitu
keterbatasan fungsional dalam aktivitas sehari-hari dan banyak kehilangan jam
kerja terutama pada umur produktif, dimana di Amerika Serikat sendiri, kerugian
akibat kehilangan produktifitas oleh nyeri punggung bawah ini berkisar 28 juta
dolar Amerika pertahunnya.4.7
Kondisi yang terjadi tersebut menyebabkan nyeri punggung bawah menjadi
suatu permasalahan yang perlu perhatian lebih dalam hal penangannya. Akibat
banyaknya dampak-dampak yang dapat dirasakan oleh penderita nyeri punggung
bawah, maka perlu dilakukan upaya untuk mengurangi nyeri tersebut, baik dengan
terapi farmakologis maupun menggunakan terapi non farmakologis, yaitu tanpa
menggunakan obat-obatan.4,7 Selama satu dekade terakhir, telah banyak bukti atau
penemuan ilmiah yang mendukung secara klinis mengenai tingkat efesiensi dan
efektivitas terapi stimulasi otak dalam mengobati keluhan dari nyeri punggung
bawah, yaitu terapi transcranial magnetic stimulation (TMS), transcranial direct
current stimulation (DCS), terapi cranial elec-trotherapy stimulation (CES), dan
lain-lain, walaupun juga terdapat beberapa bukti yang memaparkan tidak terlalu

banyaknya manfaat terapi stimulasi otak dalam menghilangkan keluhan penderita


nyeri punggung bawah.8
Pada prinsipnya, teknik stimulasi otak terutama bekerja dalam memodulasi
aktivitas di daerah otak secara langsung dengan merubah aktivitas otak tersebut.
Sebenarnya, tujuan teknik stimulasi otak dalam pengelolaan nyeri pada umumnya
dan nyeri punggung bawah (low back pain) khususnya adalah mengurangi nyeri
dengan cara mengubah aktivitas pada area otak yang terlibat dalam pengelolaan
nyeri.8 Sebuah penelitian meta analisis terbaru menunjukkan bahwa terapi TMS
diketahui lebih efektif dalam pengobatan kondisi nyeri neuropatik pusat (nyeri
yang timbul akibat kerusakan pada sistem saraf, cedera saraf, strok, multipel
sklerosis, cedera tulang belakang dan kanker) apabila dibandingkan dengan sistem
saraf perifer.9 Penelitian lainnya, menunjukkan bahwa pengobatan stimulasi otak
berupa TMS tunggal tidak sistematis mengubah kortikospinalis atau peregangan
rangsangan reflek dari otot erector spinae pada pasien nyeri punggung bawah.5
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat dan
menilai perbedaan nyeri pada penderita nyeri punggung bawah yang diberikan
terapi transcranial magnetic stimulation (TMS) dan yang tidak diberikan terapi di
Poliklinik dan Ruang Rawat Inap Saraf Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.
Zainoel Abidin, Banda Aceh.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas sebelumnya, maka
dapat dirumuskan masalah: Bagaimana nilai nyeri pada penderita nyeri punggung
bawah yang diberikan terapi transcranial magnetic stimulation (TMS) dan yang
tidak diberikan terapi di Poliklinik dan Ruang Rawat Inap Saraf Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui perbedaan nilai nyeri pada penderita nyeri punggung
bawah yang diberikan terapi transcranial magnetic stimulation (TMS) dan yang
tidak diberikan terapi di Poliklinik dan Ruang Rawat Inap Saraf Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
pemberian terapi transcranial magnetic stimulation (TMS) terhadap nilai nyeri
pada penderita nyeri punggung bawah di Poliklinik dan Ruang Rawat Inap Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh. Hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk
penelitian lebih lanjut.
1.4.1 Manfaat Praktis
A. Bagi Klinisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu petugas kesehatan dalam
memahami dan merencang, serta melaksanakan strategi yang lebih tepat sebagai
upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup, serta meninimalisir
nilai nyeri pada penderita nyeri punggung bawah.
B. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien dalam menghadapi,
mencegah penyakit, dan mencegah perburukan penyakit yang dialaminya, serta
meminimalisir tingkat nyeri yang ditimbulkan oleh nyeri punggung bawah.

Anda mungkin juga menyukai