Anda di halaman 1dari 12

TUGAS SEJARAH

Penyebaran Islam

Disusun

Oleh :
Aliea
7E/01

SMPK 1 BPK PENABUR BANDUNG


2015/2016

Wali Songo

Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

1.

Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22


dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik,
atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat
Wali Songo . Ia merupakan anak dari Syekh Jumadil
Qubro.Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim
Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari
As-Sayyid

Bahruddin

Ba'alawi

Al-Husaini

yang

kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam


Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari
beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu tertulis: AsSayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat
Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin AsSayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin
As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid Muhammad
Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin
As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin AlImam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Jafar Shadiq bin Al-Imam Muhammad
Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali
bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah
Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah
Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa
terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal.
Maulana Malik Ibrahim memiliki, 3 isteri bernama:
1. Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1), memiliki
2 anak, bernama: Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah
2. Siti Maryam binti Syaikh Subakir, memiliki 4 anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan
Ahmad
3. Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu: Abbas dan
Yusuf.
Selanjutnya Sharifah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali
Murtadha [Sunan Santri/ Raden Santri] dan melahirkan dua putera yaitu Haji Utsman (Sunan
Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan
Ngudung) berputera Sayyid Jafar Shadiq [Sunan Kudus].
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam
di Jawa. Daerah penyebaran Islam: Gresik. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam
dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan
akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah

dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di
Leran, Gresik. Ia juga membangun masjid sebagai tempat peribadatan pertama di tanah Jawa,
yang sampai sekarang masjid tersebut menjadi masjid Jami' Gresik. Pada tahun 1419, Malik
Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.

Sunan Ampel (Raden Rahmat)

2.

Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, riwayat


ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan
seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro
Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin
Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Sayyid
Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad Jalaluddin
bin

Sayyid

Abdullah

bin

Sayyid

Abdul

Malik

Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil Faqih bin Sayyid


Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali
Qasam bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin
Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad
Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid keturunan ke-19
dari Nabi Muhammad, menurut Muhammad bin Sayyid Ali Al-Uraidhi bin Imam Jafar Shadiq bin
Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah
Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Daerah penyebaran Islam: Demak dan
Surabaya.Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya.
Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat
penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar
Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi
Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai
Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syariah,Sunan Derajat,Sunan
Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti
Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan
Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan
Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.

3. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)


Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban
bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik
penduduk Jawa(di Tuban) agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah
suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya

pada gamelan Jawa

ialah

dengan

memasukkan rebab dan bonang,

dihubungkan

dengan

yang

sering

namanya. Universitas

Leiden me

nyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het

Boek van

Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu

bukan

karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung

ajarannya.

Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. Ia

dimakamkan

di daerah Tuban, Jawa Timur.

4.

Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan
Ampel,

dan

merupakan

keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad. Nama asli dari Sunan Drajat
adalah Masih Munat. Masih Munat nantinya terkenal dengan nama
sunan drajat. Nama sewaktu masih kecil adalah Raden Qasim.
Sunan drajat terkenal juga dengan kegiatan sosialnya. Dialah wali
yang memelopori penyatuan anak-anak yatim dan orang sakit. Ia
adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri
adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah
kepada masyarakat kebanyakan. Daerah penyebaran Islam:
Drajat,

Kecamatan

Paciran,

Lamongan.Ia

menekankan

kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran


masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara
mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan.
Tembang macapat Pangkurdisebutkan

sebagai

ciptaannya.

Gamelan

Singomengkok

peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan
wafat pada 1522.

5. Sunan Kudus
Sunan Kudus (nama asli : Syekh Jafar Shadiq) adalah putra Sunan Ngudung atau Raden
Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti
Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi
Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin
Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan
bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali Qasam bin Alwi bin
Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi
bin Jafar Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah
Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Daerah penyebaran Islam: Kudus.
Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Ke
sultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah
dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi
Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak,
dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah

Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya


bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan
Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.

6.

Sunan Giri
Sunan Giri (nama
asli

Ainul

Raden
Yaqin)

adalah
putra Maulana
Ishaq. Sunan Giri
adalah keturunan
ke-23

dari Nabi

Muhammad, merupakan murid dari Sunan


Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri
Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan
Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal
ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.

7. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga (nama asli : Raden Said) adalah putra adipati
Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau
Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Daerah penyebaran
Islam: Kadilangu, Demak.Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan
Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana
untuk

berdakwah,

tembang suluk.

antara
Tembang

lain

kesenian wayang

kulit dan

suluk lir-Ilirdan Gundul-Gundul

Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu


riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi
juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti
Raja Kediri.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said)


Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia
adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi
Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi
Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari
Sunan Kudus. Daerah penyebaran Islam: Muria, Kudus.

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah Al-Khan)


Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra
Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan

keratin Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri
Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon
sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya
kemudian

menjadi Kesultanan

Cirebon.

Anaknya

yang

bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan


kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga
kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.

Penyebaran Islam Di Luar Jawa


1. Datuk Ri Bandang
Datuk Ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal adalah
seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaankerajaan di wilayah timur nusantara, yaitu Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa, Kerajaan
Tallo dan Kerajaan Gantarang(Sulawesi) serta Kerajaan Kutai (Kalimantan) dan Kerajaan
Bima (Nusa Tenggara). Datuk ri Bandang bersama dua orang saudaranya yang juga ulama,
yaitu Datuk Patimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dengan gelar Khatib Sulung dan Datuk
Ri Tiro yang bernama asli Nurdin Ariyani dengan gelar Khatib Bungsu dan seorang
temannya, Tuan Tunggang Paranganmelaksanakan syiar Islam sejak kedatangannya pada
penghujung abad ke-16hingga akhir hayatnya ke kerajaan-kerajaan yang ada di timur nusantara
pada masa itu.

Dakwah Islam
Pada awalnya, Datuk Ri Bandang berdakwah ke Kutai (Kerajaan Kutai, Kalimantan Timur , tapi
karena situasi masyarakat yang belum memungkinkan dia pergi ke Makassar (Kerajaan Gowa,
Sulawesi), dan melaksanakan syiar Islam bersama temannya, Tuan Tunggang Parangan di
kerajaan tersebut. Temannya, Tuan Tunggang Parangan tetap bertahan di Kutai, dan akhirnya
berhasil mengajak Raja Kutai (Raja Mahkota) beserta seluruh petinggi kerajaan masuk Islam.
Setelah kembali lagi ke Makassar, Datuk Ri Bandang bersama dua saudaranya Datuk Patimang
dan Datuk Ri Tiro menyebarkan agama Islam dengan cara membagi wilayah syiar mereka
berdasarkan keahlian yang mereka miliki dan kondisi serta budaya masyarakat Sulawesi Selatan
atau Bugis/Makassar ketika itu. Datuk Ri Bandang yang ahli fikihberdakwah di Kerajaan
Gowa dan Tallo, sedangkan Datuk Patimang yang ahli tentang tauhid melakukan syiar Islam di
Kerajaan Luwu, sementara Datuk Ri Tiro yang ahli tasawuf di daerah Tiro dan Bulukumba

Pada mulanya Datuk ri Bandang bersama Datuk Patimang melaksanakan syiar Islam di wilayah
Kerajaan Luwu, sehingga menjadikan kerajaan itu sebagai kerajaan pertama di
Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara yang menganut agama Islam. Kerajaan Luwu
merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan wilayah yang meliputi Luwu, Luwu
Utara, Luwu Timur serta Kota Palopo, Tana Toraja, Kolaka (Sulawesi Tenggara)
hingga Poso (Sulawesi Tengah).
Dengan pendekatan dan metode yang sesuai, syiar Islam yang dilakukan Datuk ri Bandang dan
Datuk Patimang dapat diterima Raja Luwu dan masyarakatnya. Bermula dari masuk Islam-nya
seorang petinggi kerajaan yang bernama Tandi Pau, lalu berlanjut dengan masuk Islam-nya raja
Luwu yang bernama Datu' La Pattiware Daeng Parabung pada 4-5 Februari 1605, beserta
seluruh pejabat istananya setelah melalui dialog yang panjang antara sang ulama dan raja
tentang segala aspek agama baru yang dibawa itu. Setelah itu agama Islam-pun dijadikan
agama kerajaan dan hukum-hukum yang ada dalam Islam-pun dijadikan sumber hukum bagi
kerajaan.
2. Sunan Tembayat
Sunan Bayat (nama lain: Pangeran Mangkubumi, Susuhunan Tembayat, Sunan Pandanaran (II),
atau Wahyu Widayat) adalah tokoh penyebar agama Islam di Jawa yang disebut-sebut dalam
sejumlah babad serta cerita-cerita lisan. Ia terkait dengan sejarah Kota Semarang dan
penyebaran awal agama Islam di Jawa, meskipun secara tradisional tidak termasuk
sebagai Wali Sanga. Makamnya terletak di perbukitan ("Gunung Jabalkat") di wilayah
Kecamatan Bayat, Klaten,Jawa Tengah, dan masih ramai diziarahi orang hingga sekarang. Dari
sana pula konon ia menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat wilayah Mataram. Tokoh ini
dianggap hidup pada masa Kesultanan Demak (abad ke-16).
Terdapat paling tidak empat versi mengenai asal-usulnya, namun semua sepakat bahwa ia
adalah putra dari Ki Ageng Pandan Arang, bupati pertama Semarang. Sepeninggal Ki Ageng
Pandan Arang, putranya, Pangeran Mangkubumi, menggantikannya sebagai bupati Semarang
kedua. Alkisah, ia menjalankan pemerintahan dengan baik dan selalu patuh dengan ajaran
ajaran Islam seperti halnya mendiang ayahnya. Namun lama-kelamaan terjadilah perubahan. Ia
yang dulunya sangat baik itu menjadi semakin pudar. Tugas-tugas pemerintahan sering pula
dilalaikan, begitu pula mengenai perawatan pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat
ibadah.
Sultan Demak Bintara, yang mengetahui hal ini, lalu mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu,
Demak, untuk menyadarkannya. Terdapat variasi cerita menurut beberapa babad tentang
bagaimana Sunan Kalijaga menyadarkan sang bupati. Namun, pada akhirnya, sang bupati
menyadari kelalaiannya, dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan duniawi dan
menyerahkan kekuasaan Semarang kepada adiknya.

Pangeran Mangkubumi kemudian berpindah ke selatan (entah karena diperintah sultan Demak
Bintara ataupun atas kemauan sendiri, sumber-sumber saling berbeda versi), didampingi
isterinya, melalui daerah yang sekarang dinamakan Salatiga, Boyolali, Mojosongo, Sela
Gringging dan Wedi, menurut suatu babad. Konon sang pangeran inilah yang memberi nama
tempat-tempat itu). Ia lalu menetap di Tembayat, yang sekarang bernama Bayat, Klaten, dan
menyiarkan Islam dari sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya. Karena
kesaktiannya ia mampu meyakinkan mereka untuk memeluk agama Islam. Oleh karena itu ia
disebut sebagai Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.

3. Datuk Patimang
Datuk Patimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung adalah seorang
ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke Kerajaan
Luwu, Sulawesi sejak kedatangannya pada tahun 1593 atau penghujung abad ke-16 hingga
akhir hayatnya. Dia bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu Datuk ri
Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal dan Datuk ri Tiroyang
bernama asli Nurdin Ariyani dengan gelar Khatib Bungsu menyebarkan agama Islam ke
kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan pada masa itu.

Syiar Islam
Mereka menyebarkan agama Islam dengan cara membagi wilayah syiar mereka berdasarkan
keahlian yang mereka miliki dan kondisi serta budaya masyarakat Sulawesi Selatan
atau Bugis/Makassar ketika itu. Datuk Patimang yang ahli tentang tauhid melakukan syiar Islam
di Kerajaan Luwu, sedangkan Datuk ri Bandang yang ahli fikih di Kerajaan
Gowa dan Tallo sementara Datuk ri Tiro yang ahli tasawuf di daerah Tiro dan Bulukumba
Pada awalnya Datuk Patimang dan Datuk ri Bandang melaksanakan syiar Islam di wilayah
Kerajaan Luwu, sehingga menjadikan kerajaan itu sebagai kerajaan pertama di
Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara yang menganut agama Islam. Kerajaan Luwu
merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan wilayah yang meliputi Luwu, Luwu
Utara, Luwu Timur serta Kota Palopo, Tana Toraja, Kolaka (Sulawesi Tenggara)
hingga Poso (Sulawesi Tengah).
Seperti umumnya budaya dan tradisi masyarakat nusantara pada masa itu, masyarakat Luwu
juga masih menganut kepercayaan animisme/dinamisme yang banyak diwarnai hal-hal mistik
dan menyembah dewa-dewa. Namun dengan pendekatan dan metode yang sesuai, syiar Islam
yang dilakukan Datuk Patimang dan Datuk ri Bandang dapat diterima Raja Luwu dan
masyarakatnya. Bermula dari masuk Islam-nya seorang petinggi kerajaan yang bernama Tandi
Pau, lalu berlanjut dengan masuk Islam-nya raja Luwu yang bernama Datu' La Pattiware Daeng

Parabung pada 4-5 Februari 1605, beserta seluruh pejabat istananya setelah melalui dialog
yang panjang antara sang ulama dan raja tentang segala aspek agama baru yang dibawa itu.
Setelah itu agama Islam-pun dijadikan agama kerajaan dan hukum-hukum yang ada dalam
Islam-pun dijadikan sumber hukum bagi kerajaan.
4. Syekh Muhammad Nafis al-Banjari
Syekh Muhammad Nafis al-Banjari (lahir
di Martapura, Kesultanan Banjar,1735 - meninggal
di Kelua, 1812) adalah salah seorang Ulama Banjar yang
cukup dikenal sebagai tokoh sufi yang tegas dalam
melawan segala bentuk penindasan.
Di samping dikenal sebagai ulama yang ahli di bidang
fikih, juga ahli dalam bidang tasawuf. Ia telah menulis
sebuah kitab yang berisi tentang ajaran-ajaran tasawuf
dengan judul Ad-Durrun Nafis. Kitab ini banyak
didiskusikan dan diperdebatkan, karena materimaterinya yang dianggap kontroversi oleh para ulama
fiqih.
Nama lengkap dari ulama ini adalah Muhammad Nafis bin Idris bin Husein. Ia lahir sekitar tahun
1148 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1735 Masehi, di Martapura, sekarang ibu kota
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Ia berasal dari keluarga bangsawan Banjar yang garis
silsilah dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M). Sultan
Suriansyah merupakan Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam, yang dahulu bergelar
Pangeran Samudera.
Sejak kecil, Syekh Muhammad Nafis memang sudah menunjukkan bakat dan kecerdasan yang
tinggi dibanding dengan teman-teman sebayanya. Bakat dan kecerdasan yang dimilikinya ini
membuat Sultan Banjar tertarik. Sehingga, pada akhirnya Muhammad Nafis pun dikirim ke
Makkah untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama. Salah satu dari ilmu agama yang
digelutinya, bahkan menjadikan ia populer adalah bidang tasawuf.Sebagaimana halnya ulama
Jawi (Indonesia) abad ke-17 dan ke-18 yang belajar di Makkah, Syekh Muhammad Nafis juga
belajar pada para ulama terkenal, baik yang menetap maupun yang sewaktu-waktu berziarah
dan mengajar di Haramain (Makkah dan Madinah) dalam berbagai cabang ilmu keislaman,
seperti tafsir, fikih, hadits, ushuluddin (teologi), dan tasawuf.
Di antara gurunya dalam bidang ilmu tasawuf di Makkah adalah Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi
al-Azhari (1150-1227 H/1737-1812 M), ulama tasawuf yang kemudian menduduki jabatan Syekh
al-Islam dan Syekh al-Azhar sejak 1207 H/1794 M.Dalam mempelajari tasawuf, Syekh
Muhammad Nafis berhasil mencapai gelar 'Syekh al-Mursyid', gelar yang menunjukkan bahwa ia

diperkenankan mengajar ilmu tasawuf dan tarekatnya kepada orang lain. Setelah itu, ia pulang
ke kampung halamannya,Martapura, pada 1210 H/1795 M

Berita Penyebaran Islam di Indonesia


-

Masuk dan berkembangnya pengaruh agama dan kebudayaan Islam ke


Indonesia diperkuat oleh beberapa sumber berita sejarah, baik yang berasal dari luar
negeri maupun dari dalam negeri sumber-sumber berita itu diantaranya sebagai
berikut :
1. Berita Arab
Berita ini diketahui melalui para padagang Arab yang telah melakukan
aktifitas dalam bidang perdagangan dengan bangsa Indonesia pada masa
perkembangan Kerajaan Sriwijaya (abad ke 7 M) sebagai Kerajaan maritim yang
menguasai jalur pelayanan perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk
Selat Malaka. Kegiatan para pedagang Arab di kerajaan Sriwijaya dibuktikan dengan
adanya sebutan para pedagang Arab untuk Kerajaan Sriwijaya, yaitu Zabag, Zabay
atau Sribusa.
2. Berita Eropa
Berita ini datangnya dari Marco polo, ia adalah orang eropa yang pertama kali
menginjakkan kakinya di wilayah Indonesia, ketika ia
kembali dari Cina menuju
Eropa melalui jalan laut. Ia mendapat tugas dari kai sar
cina untuk mengantarkan
putrinya yang dipersembahkan kepada kaisar Romawi.
Dalam perjalanannya itu ia
singgah di Sumatra bagian Utara. Di daerah ini ia telah
menemukan adanya Kerajaan
Islam, yaitu Kerajaan samudera dengan ibu kotanya
Pasai. Marcopolo seorang pedagang dari Vene ia yang
melakukan perjalanan pulang dari Cina menuju Persia,
sempat singgah di Perlak pada tahun 1292. Menurutnya,
Perlak merupakan kota Islam, sedangkan dua tempat di
dekatnya, yang disebutnya Basma dan Samara
bukanlah kota Islam. Di Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk
Islam, dan juga banyak pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan Islam.
3. Berita India
Dalam berita ini disebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat
mempunyai peranan yang sangat penting didalam penyebaran agama dan
kebudayaan
Islam di Indonesia, terutama kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisir
pantai.
4. Berita Cina
Berita ini berhasil diketahui melalui catatan dari Ma-Huan seorang penulis
yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-ho ia menyatakan melalui tulisannya

10

bahwa sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang
bertempat
tinggal dipantai utara Pulau Jawa.
5. Hikayat Dinasti Tang di Cina. Hikayat ini mencatat, terdapat orang-orang Ta
Shihyang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho Ling yang diperintah
oleh Ratu Sima(675 M) Ta Shih ditafsirkan oleh para ahli yaitu bangsa
Arab.Berdasarkan hikayat ini dapat disimpulkan bahwa Islam datang ke Indonesia
bukan pada abad ke-12 M, melainkan pada abad ke-7 M dan berasal dari Arab
langsung, bukan dari Gujarat India.
6. Ajaib Al Hind , yaitu sebuah kitab yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar sekitar
tahun 390 H/1000 M berbahasa Persia. Mencatat adanya kunjungan pedagang
muslim ke kerajaan Zabaj. Setiap orang muslim, baik pendatang maupun lokal,
ketika datang ke kerajaan ini harus bersila . Kitab ini mengisyaratkan adanya
komunitas muslim lokal pada masa kerajaan Sriwijaya. Kata Zabaj diidentikan
dengan kata Sriwijaya.
7. Ibnu Batutah seorang musafir dari Maroko, dalam perjalanannya ke dan dari India
pada tahun 1345 dan 1346, singgah di Samudera. Di sini ia mendapati bahwa
penguasanya adalah seorang pengikut ma hab Syafi i. Hal ini menegaskan bahwa
keberadaan ma hab ini sudah berlangsung sejak lama, yang kelak akan
mendominasi Indonesia, walaupun ada kemungkinan bahwa ketiga ma hab Sunni
lainnya (Hanafi, Maliki, dan Hambali) juga sudah ada pada masa-masa awal
berkembangnya Islam.
Sumber-sumber dari dalam Negeri, Sumber-sumber ini diperkuat dengan
penemuan-penemuan seperti
1. Penemuan sebuah batu di Leran (dekat Gresik). Batu bersirat itu
menggunakan huruf dan
bahasa Arab. Batu itu memuat
keterangan tentang
meninggalnya seorang
perempuan yang bernama
Fatimah binti Mamun
(1028).
2. Makam Sultan Malikul Saleh di
-

Sumatera Utara yang meninggal pada bulan


Ramadhan tahun 676 M atau tahun 1297 M.

3.

Sebuah batu nisan muslim kuno yang bertarikh 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik (Jawa
Timur). Batu nisan ini menjadi tanda makam Syekh Maulana Malik Ibrahim.Bentuk batu
nisan makam Maulana Malik Ibrahim (822 H/1419M), di Gresik Jawa Timur, memiliki
kesamaan dengan bentuk batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat India. Diperkirakan batu
nisan tersebut diimpor dari Gujarat ke Wilayah Nusantara yang beriringan dengan
penyebaran Islam..

11

4.

Serangkaian batu
nisan yang sangat
penting ditemukan
di
kuburankuburan di Jawa
Timur,
yaitu
di
Trowulan
dan
Troloyo,
dekat situs istana
Majapahit.
Batu
nisan
itu
menunjukkan
makammakam
orang
muslim,
namun lebih banyak
menggunakan angka tahun Saka India dengan angka Jawa Kuno daripada tahun
Hijriah dan angka Arab. Batu nisan yang pertama ditemukan di Trowulan memuat
angka tahun 1290 Saka (1368-1369 M). Di Troloyo ada batu-batu nisan yang
berangka tahun anta ra 1298 1533 Saka (1376 1611 M). Batu-batu nisan ini
memuat ayat-ayat Al-Qur an.

12

Anda mungkin juga menyukai