Anda di halaman 1dari 5

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan berpengaruh
terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua
negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan
suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan
berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan
perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan
termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan
lain-lain. Soeparno (1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan
semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta
tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan
didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk
olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering
dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata
jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah
otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.
Dendeng merupakan produk makanan berbentuk lempengan yang terbuat
dari irisan atau gilingan daging segar yang telah diberi bumbu dan dikeringkan.
Dendeng memiliki cita rasa yang khas, yaitu manis agak asam dan warna yang
gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. Kombinasi gula, garam, dan
bumbu-bumbu menimbulkan bau khas pada produk akhir (Purnomo, 1996).
Dalam praktikum kali ini dilakukan pembuatan dendeng dengan bahan
utama daging sapi yang bertuuan untuk mengetahui proses pembuatan dendeng,
menganalisa karakteristik dendeng sebelum dan sesudah proses penjemuran serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjemuran dendeng.
Dendeng dapat dikategorikan sebagai bahan pangan semi basah karena dendeng
memiliki kadar air yang berada dalam kisaran kadar air bahan pangan semi basah,
yaitu 25%. Bahan pangan semi basah merupakan campuran suatu bahan pangan

ang pada umumnya ditambah dengan bahan pengikat air yang dapat menurunkan
daya ikat air produk, sehngga pertumbuhan mikroorganisme terhambat (Purnomo,
1996). Dalam proses pembuatan dilakukan beberapa tahap diantaranya
mempersiapkan daging, daging yang digunakan adalah daging yang tidak
mengandung lemak, kemudian daging sebanyak 1 kg dibekukan dalam freezer
selam 24 jam. Setelah beku, daging dikeluarkan dari freezer dan diiris-iris dengan
cara memotong serat daging dengan ketebalan 2-3 mm. Selanjutnya daging
ditimbang dan dilakukan uji organoleptik (warna, bau dan tekstur). Kemudian
timbang bumbu dengan komposisi ketumbar 30 gr, garam 40 gr, lengkuas 50 gr,
bawang putih 80 gr, bawang merah 60 gr, asam 80 gr dan gula merah atau gula
pasir 400 gr (sesuai perlakuan). Bumbu yang telah siap dihaluskan lalu dicampur
dengan irisan daging secara merata. Jangan lupa untuk mencicipi rasa daging, bila
setelah dirasakan ada bumbu yang masih kurang maka dilakukan penambahan
bumbu dan catat berat bumbu yang ditambahkan. Diamkan selama 30 menit
supaya bumbu meresap. Dengan catatatan menggunakan handscoon pada saat
mencampur daging dengan bumbu untuk menjaga higienitas. Selanjutnya irisan
daging disusun diatas tampah dan dijemur di bawah panas matahari sampai
kering.
Penambahan garam berfungsi sebagai pengawet karena dalam jumlah yang
cukup, garam dapat menyebabkan autolisis dan pembusukan serta plasmolisis
pada mikroba (Soeparno, 1994). Garam berinteraksi dengan protein daging
selama pemanasan, sehingga protein membentuk massa yang kuat, dapat menahan
air, dan membentuk tekstur yang baik. Selain itu, garam memberi cita rasa asin
pada produk, serta bersama-sama senyawa fosfat, berperan dalam meningkatkan
daya menahan air dan meningkatkan kelarutan protein serabut daging. Garam juga
bersifat

bakteriostatik

dan

bakteriosidal,

sehingga

mampu

menghambat

pertumbuhan bakteri dan mikroba pembusuk lainnya (Potter, 1996).


Gula merah berfungsi untuk memodifikasi rasa, memperbaiki aroma,
warna, dan tekstur produk (Bailey, 1998). Gula merah juga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba. Kadar gula yang tinggi, yaitu konsentrasi 30 sampai 40%
akan menyebabkan air dalam sel bakteri akan keluar menembus dinding sel dan

mengalir ke larutan gula. Osmosis dan mentebabkan sel mikroba mengalami


plasmolisis dan pertumbuhannya akan terhambat (Winarno, et al., 1994).
Bawang putih memiliki aroma kuat dan tajam, tetapi hampir tidak berbau
jika tidak dimemarkandan dipotong-potong (Farreli, 1990). Bawang putih dapat
digunakan sebagai bahan pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan
oleh adanya zat aktif alisin yang sangat efektif terhadap bakteri. Selain itu bawang
putih mengandung skordinin, yaitu senyawa komplek thioglisidin yang bersifat
antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995).
Ketumbar adalah rempah-rempah kering yang berbentuk bulat dan
berwarna kuning kecoklatan, memiliki rasa gurih dan manis, berbau harum dan
dapat membangkitkan kesan sedap di mulut (Farreli, 1990). Ketumbar memiliki
aroma rempah-rempah dan terasa pedas. Minyak dari biji ketumbar mengandung
d-linalol, stironelol, bermacam-macam ester, keton, dan didehida (Rismunandar,
1998). Lengkuas mengandung beberapa minyak atsiri, diantara kamfer, galang,
galangol, philandren, dan mungkin juga curcumin. Minyak atsiri tersebut
menghasilkan arioma yang khas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Berdasarkan pengamatan sensoris yang dilakukan pada produk dendeng
pada hasil praktikum , diperoleh hasil dendeng kelompok 1 dengan berat daging
awal 1 kg, bumbu 380 gram sebelum dijemur memiliki warna merah kecoklatan
sedangkan setelah dijemur warnanya menjadi coklat kehitaman. warna dendeng
yang cokelat kehitaman terjadi karena adanya reaksi Maillard, grup karbonil dari
gula reduksi bereaksi dengan grup amino dari protein daging dan asam amino
secara non-enzimatis (Soeparno, 2009). Selain itu, warna gelap dapat disebabkan
dari gula merah yang digunakan (Saloko, 2000) serta terjadi pada suhu
pengeringan yang tinggi (Nathakaranakule et al., 2007). Menurut Anonim (2008)
pengaruh proses curing selama pencampuran bahan terhadap pembuatan dendeng
dapat meningkatkan warna menjadi gelap, sehingga semakin lama penyimpanan
maka warna pada dendeng akan semakin mengalami pencoklatan dan warna
menjadi gelap. Untuk aroma dendeng baik sebelum dan sesudah dijemur samasama memiliki aroma khas bumbu yang berarti proses pengeringan tidak
mempengaruhi aroma dari dendeng tersebut. Tekstur dendeng sebelum dijemur
masih lunak, sedangkan setelah dijemur dendeng menjadi keras. Tekstur daging

olahan sangat dipengaruhi oleh macam daging yang digunakan, metode


pengolahan dan bahan-bahan lain yang ditambahkan (Soeparno, 2009). Untuk
rasa dendeng sebelum dijemur memiliki rasa manis yang diperoleh dari bumbu,
sedangkan dendeng setelah dijemur memiliki rasa manis, gurih dan asam.
Menurut Prayitno et al. (2012), rasa merupakan karakteristik sensoris yang
berkaitan dengan indera perasa. Formulasi bahan penyedap yang berbeda akan
menghasilkan rasa produk daging proses yang berbeda.
Dari produk akhir dendeng tersebut juga dihitung kehilangan beratnya
selama proses pengolahan atau rendemen yang dilakukan dengan cara
membandingkan berat awal dengan berat akhirnya. Dari hasil perhitungan
diketahui rendemen daging kelompok 1 yaitu 34, 2%. Yang berarti terjadi
pengurangan berat ketika mengalami proses pengolahan. Hal ini di sebabkan
karena terjadinya pengikisan yaitu sebagian berat dari daging yang awal terkikis
dan terbuang akibat proses pengeringan. Teknik pengeringan yang digunakan pada
praktikum ini yaitu pengeringan menggunakan sinar matahari.

Teknik

pengeringan dendeng akan menentukan lama pengeringan dan biaya produksi .


Suatu penelitian yang mengamati cara pengeringan dendeng yakni antara yang
dikeringkan dengan sinar matahari dan dioven dengan suhu 60C tidak
mendapatkan pengaruh yang nyata terhadap mutu gizi clan preferensi dendeng
(Triyantini, 2012) . Sedangkan menurut Prayitno et al. (2012) Cara pengeringan
dengan sinar matahari. Keuntunganya adalah murah, bersih dan sederhana tetapi
kerugianya yaitu sangat tergantung pada cuaca.

Sumber :
Anonim. 2008. Karakteristik Daging. Blog at WordPress.com. diakses 20 april
2016
Muchtadi, T.R, dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk
Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikti. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Nathakaranakule, A., W. Kraiwanichkul and S. Soponronnarit. 2007. Comparative


study of different combined superhcated-steam drying techniques for
chicken meat. J. Food Engine. 80 (4): 1023-1030.
Potter, N. 1996, Food Science. Published by Van Nostrand Reinhold Co. New
York.
Prayitno, Agus Hadi, Dwi Puspa Adie Saputra, Antariya Kurniati, Herni
Widyasturi, Raras Rahayu. 2012. Pengaruh Metode Pembuatan Dan
Pengeringan Yang Berbeda Terhadap Karaktersitik Fisik, Kimia Dan
Sensoris Dendeng Daging Kelinci. Buletin Peternakan Vol 26 (2): 113-121.
Saloko, M. 2000. Penentuan Kandungan Gula pada Dendeng Sapi Selama
Penyimpanan dengan metode HPLC sistem fase terbalik. Seminar Nasional
Industri Pangan. 3: 434-443
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Ke-5. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Winarno, F.G, S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1994. Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai