Anda di halaman 1dari 90

Nomor 24 Volume XII Juli 2014

ISSN 1693-0134

Analisis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


pada Bengkel Politeknik Negeri Kupang
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Koilal Alokabel ; Agoes Soehardjono ; Arief Rachmansyah

Kajian Standarisasi Kebutuhan Satuan Ruang Parkir


(SRP) untuk Apartemen di Surabaya
Anik Budiati ; Nurul Imamah

Analisis Pengaruh Faktor Keterlambatan Proyek


pada Pembuatan Dermaga di Provinsi Maluku Utara
Hatta Annur ; Agoes Soehardjono ; Yulvi Zaika

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen yang Berbeda


Pengaruhnya Terhadap Kuat Tekan Mortar dan Biaya untuk Pembuatan
Mortar dengan Berbagai Variasi Proporsi Campuran yang Berbeda
Heri Sujatmiko

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi


pada Proyek Civil Work di SMK Negeri 1 Kediri
Niken Peni Wardani ; M. Ruslin Anwar ; Indradi Wijatmiko

Studi Pascahuni RSS Berdasarkan Tinjauan Aspek Kepuasan Penghuni


di Kota Malang
Studi Kasus: RSS Citramas Raya Tidar
Titik Poerwati ; Tri Bhuana Tungga Dewi

Penelusuran Genius Loci pada Permukiman Suku Dayak Ngaju


di Kalimantan Tengah
Ave Harysakti ; Lalu Mulyadi

Nomor 24 Volume XII Juli 2014


ISSN 1693-0134

PETUNJUK UMUM BAGI PENULIS


Spectra merupakan Jurnal Ilmiah
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
ITN Malang yang memuat artikel asli
para Penulis, baik yang berasal dari
dalam maupun luar lingkungan
fakultas.
Artikel bersifat ilmiah dan dapat ditulis
dalam Bahasa Indonesia maupun
dalam Bahasa Inggris.
Semua grafik, peta, dan gambar lain
yang diperlukan dalam artikel disebut
Gambar dan diberi nomor dengan
simbol angka Arab diikuti dengan
judul.
Semua tabel dan daftar yang
diperlukan dalam artikel disebut Tabel
dan diberi nomor dengan simbol
angka Arab diikuti dengan judul yang
ditulis di atas setiap tabel.
Semua foto dalam artikel tetap
disebut Foto dan diberi nomor
dengan simbol angka Arab diikuti
dengan judul yang ditulis di bawah
setiap foto.
HAK DEWAN REDAKSI
Dewan Redaksi berhak menolak
suatu artikel yang kurang memenuhi
syarat setelah meminta pertimbangan
Dewan Redaksi dan/atau Tenaga
Ahli.
Dewan Redaksi dapat menyesuaikan
bahasa dan/atau istilah tanpa
mengubah isi dan pengertiannya
dengan tidak memberi tahu kepada
Penulis, apabila dipandang perlu
untuk mengubah isi artikel.
Artikel ilmiah yang dimuat dalam
jurnal ini menjadi hak Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan ITN Malang,
sehingga penerbitan kembali oleh
siapapun harus meminta ijin Dewan
Redaksi.

Pembina

Dekan FTSP ITN Malang

Pemimpin Umum / Penanggungjawab

Dr. Ir. Kustamar, MT.

Redaktur Pelaksana

Ir. Y. Setyo Pramono, MT.

Staf Redaksi

Dr. Ir. Lalu Mulyadi, MT.


Dr. Ir. Ibnu Sasongko, MT.
Dr. Ir. Hery Setyobudiarso, MSc.
Ir. Eding Iskak Imananto, MT.
Ir. J. Pradono de Deo, MT.

Alamat Redaksi

Gedung FTSP Lt. II ITN Malang


Jl. Bend. Sigura-gura No. 2 Malang
Telepon: (0341) 551431 Pes. 212
Facsimile: (0341) 553015
E-mail: spectra@ftsp.itn.ac.id

Spectra kembali mengupas tuntas


pelbagai pengembangan bidang ilmu
teknik sipil dan perencanaan yang
lebih beragam. Edisi ini terbit dengan
komitmen yang tetap untuk memberi
wacana ilmiah yang lebih mendalam
atas apa yang kami geluti selama ini.
Semoga penampilan Spectra kali ini
tetap menggema di medio 2014.
Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014

Analisis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


pada Bengkel Politeknik Negeri Kupang
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Koilal Alokabel ; Agoes Soehardjono ; Arief Rachmansyah

Kajian Standarisasi Kebutuhan Satuan Ruang Parkir (SRP)


untuk Apartemen di Surabaya
Anik Budiati ; Nurul Imamah

13

Analisis Pengaruh Faktor Keterlambatan Proyek


pada Pembuatan Dermaga di Provinsi Maluku Utara
Hatta Annur ; Agoes Soehardjono ; Yulvi Zaika

24

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen yang Berbeda


Pengaruhnya Terhadap Kuat Tekan Mortar dan Biaya Untuk Pembuatan
Mortar dengan Berbagai Variasi Proporsi Campuran yang Berbeda
Heri Sujatmiko

35

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi


pada Proyek Civil Work di SMK Negeri 1 Kediri
Niken Peni Wardani ; M. Ruslin Anwar ; Indradi Wijatmiko

48

Studi Pascahuni RSS Berdasarkan Tinjauan Aspek Kepuasan Penghuni


di Kota Malang
Studi Kasus: RSS Citramas Raya Tidar
Titik Poerwati ; Tri Bhuana Tungga Dewi

64

Penelusuran Genius Loci pada Permukiman Suku Dayak Ngaju


di Kalimantan Tengah
Ave Harysakti ; Lalu Mulyadi

72

Sistem Manajemen K3| Koilal Alokabel | A. Soehardjono | Arief Rachmansyahi

ANALISIS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA (SMK3)
PADA BENGKEL POLITEKNIK NEGERI KUPANG
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Koilal Alokabel
Agoes Soehardjono
Arief Rachmansyah
Program Pascasarjana Teknik Sipil (S-2) Universitas Brawijaya Malang

ABSTRAKSI
Politeknik Negeri Kupang Provinsi NTT, khususnya Bengkel Teknik
Sipil dan Bengkel Teknik Mesin, dalam pelaksanaan praktek sudah
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3).Namun demikian, dalam pelaksanaan SMK3 tersebut belum
maksimal.Oleh karena itu, dibutuhkan sumberdaya manusia (SDM)
yang cukup, sehingga pelaksanaannya bisa semaksimal mungkin.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan SMK3 di
Bengkel Teknik Sipil mencapai 61,10%, sedangkan di Bengkel Teknik
Mesin mencapai 49,50%. Faktor yang mempengaruhi kesuksesan
SMK-3 di Bengkel Teknik Sipil adalah komitmen dan kebijakan dengan
tingkat pengaruh 28,75%, perencanaan 61,25%, penerapan 52,50%,
pengukuran dan evaluasi 50%, serta tinjauan ulang 51,25%; sedangkan
di Bengkel Teknk Mesin komitmen dan kebijakan dengan tingkat
pengaruh 25,88%, perencanaan 75,29%, penerapan 57,65%,
pengukuran dan evaluasi 57,65%, serta tinjauan ulang 74,12%.
Kata Kunci: Bengkel Teknik Sipil, Bengkel Teknik Mesin, SMK3

PENDAHULUAN
Pembangunan di Indonesia sedang memasuki era industrialisasi dan
globalisasi yang ditandai dengan semakin berkembangnya perindustrian
dengan menggunakan teknologi tinggi, sehingga diperlukan peningkatan
kualitas sumberdaya manusia serta pelaksanaan yang konsisten dari Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman,
selamat dan nyaman, serta terbebas dari resiko bahaya yang mungkin
timbul. Pada gilirannya, perusahaan akan memperoleh pekerja yang sehat
dan produktif.

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 1-12

Dalam menunjang kegiatan praktikum di Politeknik Negeri Kupang


Provinsi NTT dilengkapi dengan bengkel di masing-masing unit. Aktivitas
setiap bengkel sudah menerapkan program Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan (SMK3) guna memberikan rasa aman,
nyaman, keselamatan, serta mencegah resiko kecelakaan kerja. Politeknik
Negeri Kupang diharapkan dapat menjalankan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebaik mungkin agar terhindar
dari kecelakaan kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis SMK3 di Politeknik
Negeri Kupang, khususnya di Bengkel Teknik Sipil dan Teknik Mesin, serta
(2) mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan SMK3
tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Beberapa pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP 50
Tahun 2012).
2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu kondisi atau
faktor-faktor yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan karyawan atau pekerja lainnya
(termasuk pekerja sementara dan kontraktor), tamu atau orang lain
di tempat kerja (Ramli S, 2009).
3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut American Society of
Safety Engineers (ASSE) diartikan sebagai bidang kegiatan yang
ditunjuk untuk mencegah semua jenis kecelakaan demi kesehatan
pekerja yang kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja
(Silalahi, 1995).
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Beberapa pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3), antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi
pengembangan
penerapan,
pencapaian,
pengkajian
dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam

Sistem Manajemen K3| Koilal Alokabel | A. Soehardjono | Arief Rachmansyahi

rangka mengendalikan resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja


guna terciptanya tempat kerja yang aman, efesien dan produktif
(Permenaker No. 5 Tahun 1996).
2. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan
bagian dari sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk
mengembangkan dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola
resiko (Ramli S, 2009).
Pedoman dan Implementasi SMK3
Pedoman dan implementasi SMK3 terdiri dari 5 (lima) prinsip dasar,
yaitu:
1. Komitmen dan kebijakan
2. Perencanaan
3. Penerapan
4. Pengukuran dan evaluasi
5. Tinjau ulang dan peningkatan
Kelima prinsip dasar tersebut di atas dilakukan secara terus menerus
dan berkesinambungan, sehingga dapat menjamin peningkatan
berkelanjutan.

Gambar 1.
Prinsip Dasar SMK3

METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan
kuantitatif dengan metode survey melalui penyebaran kuesioner. Penelitian
dilakukan pada Bengkel Teknik Sipil dan Teknik Mesin Politeknik Negeri
Kupang, Provinsi NTT. Kuesioner disebarkan kepada Mahasiswa, Instruktur/
Teknisi, dan Dosen/Pengelola di kedua bengkel tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara, berupa daftar
pertanyaan (kuesioner) kepada responden yang bersangkutan. Data
sekunder diperoleh dari dokumen serta publikasi lainnya yang memuat
informasi tentang penelitian.
3

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 1-12

Spectra

Variabel penelitian dibedakan menjadi variabel terikat dan variabel


bebas. Variabel terikat adalah SMK3 (Y), sedangkan variabel bebas
merupakan variabel yang nantinya akan mempengaruhi variabel terikat (X),
antara lain komitmen dan kebijakan, perencanaan, penerapan, pengukuran
dan evaluasi, serta tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen.
Tahapan penelitian dapat dijelaskan dalam bagan alir berikut ini.

Gambar 2.
Bagan Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Umum
Politeknik Negeri Kupang didirikan melalui Surat Keputusan Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 80/DIKTI/KEP/1985 dengan 3 Jurusan,
yaitu Teknik Sipil, Teknik Mesin dan Teknik Elektro.
Dalam menunjang kegiatan praktikum Politeknik Negeri Kupang
dilengkapi dengan bengkel masing-masing. Pada Jurusan Teknik Sipil dan
Teknik Mesin aktivitas setiap bengkel sudah menerapkan program Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), namun optimalisasi
dari SMK3 tersebut belum maksimal sesuai dengan Permenaker Nomor 05
Tahun 1996.

Sistem Manajemen K3| Koilal Alokabel | A. Soehardjono | Arief Rachmansyahi

Karakteristik Responden
Tabel 2.
Karakteristik RespondenTeknik Sipil
Karakteristik
Responden

Teknik Sipil

Teknik Mesin

Jumlah (org)

(%)

Jumlah (org)

(%)

89
12

89,09
10,91

112
3

89,09
10,91

62
8
13
17
10

88,57
11,43
32,50
42,50
25,00

64
13
15
14
9

88,57
11,43
32,50
42,50
25,00

11
15
14

27,50
37,50
33,00

13
14
11

34,21
36,84
28,95

5
5
30

50,00
50,00
100,00

4
4
30

50,00
50,00
100,00

Jenis kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Usia
- 18 20 tahun
- > 20 tahun
- < 41 tahun
- 42 50 tahun
- > 50 tahun
Pekerjaan
- 11 20 tahun
- 21 30 tahun
- > 31 tahun
Pendidikan
- D III
- D IV
- S2

Deskripsi Jawaban Responden


Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Variabel SMK3 Instruktur/Teknisi/Mahasiswa Teknik Sipil
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
No

Pernyataan

Ratarata

16

20.00

5.00

59

73.75

1.25

2.56

65

81.25

7.50

10.00

1.25

1.31

Keterlibatan Instruktur/Teknisi
dalam K3
Struktur organisasi K3

Sosialisasi K3

12

15.00

59

73.75

10.00

1.25

1.98

Identifikasi bahaya resiko

0.00

10

12.50

32

40.00

38

47.50

3.35

Penyajian K3 sebelum praktek

0.00

5.00

56

70.00

20

25.00

3.20

Penyediaan P3K

0.00

5.00

52

65.00

24

30.00

3.25

Penyiapan APD sebelum praktek

16

20.00

57

71.25

1.25

7.50

1.96

Kenyamana lingkungan praktek

8.75

68

85.00

1.25

5.00

2.03

0.00

57

23.00

5.00

0.00

1.58

0.00

0.00

54

67.50

26

32.50

3.33

9
10

Bahan (material) praktek yang


potensi membahayakan kerja
Urgensi demo mesin/alat sebelum
praktek

Rata-rata Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.45

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 1-12

Spectra

Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Variabel SMK3 Dosen Teknik Sipil
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
No

Pernyataan

Ratarata

Keterlibatan Instruktur/Teknisi
dalam K3

16.67

0.00

25

83.33

0.00

2.67

Struktur organisasi K3

24

80.00

0.00

20.00

0.00

1.40

Sosialisasi K3

3.33

27

90.00

6.67

0.00

2.03

Identifikasi bahaya resiko

0.00

20.00

20.00

18

60.00

3.40

Penyajian K3 sebelum praktek

0.00

13.33

20

66.67

20.00

3.07

Penyediaan P3K

0.00

13.33

22

73.33

13.33

3.00

Penyiapan APD sebelum praktek

0.00

26

86.67

0.00

13.33

2.27

Kenyamana lingkungan praktek

0.00

26

86.67

0.00

13.33

2.27

0.00

26

86.67

13.33

0.00

2.13

0.00

0.00

27

90.00

10.00

3.10

9
10

Bahan (material) praktek yang


potensi membahayakan kerja
Urgensi demo mesin/alat sebelum
praktek

Rata-rata Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.53

Tabel 5.
Distribusi Frekuensi Variabel SMK3 Instruktur/Teknisi/Mahasiswa Teknik Mesin
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
No

Pernyataan

Ratarata

Keterlibatan Instruktur/Teknisi
dalam K3

1.18

1.18

79

92.94

4.71

3.01

Struktur organisasi K3

58

68.24

2.35

17

20.00

9.41

1.71

Sosialisasi K3

1.18

80

94.12

0.00

4.71

2.08

Identifikasi bahaya resiko

0.00

7.06

32

37.65

47

55.29

3.48

Penyajian K3 sebelum praktek

0.00

0.00

48

56.47

37

43.53

3.44

Penyediaan P3K

0.00

4.71

62

72.94

19

22.35

3.18

Penyiapan APD sebelum praktek

0.00

76

89.41

1.18

9.41

2.20

Kenyamana lingkungan praktek

0.00

0.00

78

91.76

8.24

3.08

0.00

67

23.00

15

17.65

2.35

2.20

0.00

0.00

44

51.76

41

48.24

3.48

9
10

Bahan (material) praktek yang


potensi membahayakan kerja
Urgensi demo mesin/alat sebelum
praktek

Rata-rata Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.79

Sistem Manajemen K3| Koilal Alokabel | A. Soehardjono | Arief Rachmansyahi

Tabel 6.
Distribusi Frekuensi Variabel SMK3 Dosen Teknik Mesin
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
No

Pernyataan

Ratarata

Keterlibatan Instruktur/Teknisi
dalam K3

0.00

0.00

27

90.00

10.00

3.10

Struktur organisasi K3

14

46.67

6.67

26.67

20.00

2.20

Sosialisasi K3

0.00

27

90.00

0.00

10.00

2.20

Identifikasi bahaya resiko

0.00

10.00

14

46.67

13

43.33

3.33

Penyajian K3 sebelum praktek

0.00

0.00

13

43.33

17

56.67

3.57

Penyediaan P3K

0.00

6.67

19

63.33

30.00

3.23

Penyiapan APD sebelum praktek

0.00

24

80.00

3.33

16.67

2.37

Kenyamana lingkungan praktek

0.00

0.00

26

86.67

13.33

3.13

0.00

28

93.33

26.67

3.33

2.80

0.00

0.00

16

53.33

14

46.67

3.47

9
10

Bahan (material) praktek yang


potensi membahayakan kerja
Urgensi demo mesin/alat sebelum
praktek

Rata-rata Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.53

Uji Validitas
Hasil uji validitas instrument penelitian ini dapat di lihat pada tabel di
bawah ini.
Uji validitas dengan menggunakan software SPSS 17 for window
terlihat bahwa semua item dalam indikator pada setiap variabel valid, yaitu
nilai indeks korelasi product momen (r) >0,3.
Tabel 7.
Uji Validitas Instrumen untuk Instruktur/Teknisi/Mahasiswa
Variabel

Item

Teknik Sipil

Teknik Mesin

Signifikansi

Ket.

Signifikansi

Ket.

Komitmen dan
Kebijakan (X1)

X1.1
X1.2
X1.3

0.801
0.625
0.809

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

0.803
0.563
0.868

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

Perencanaan (X2)

X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5

0.712
0.666
0.535
0.558
0.699

0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

0.641
0.610
0.621
0.636
0.749

0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Penerapan (X3)

X3.1
X3.2
X3.3

0.782
0.747
0.725

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

0.829
0.835
0.638

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

Pengukuran dan
Evaluasi (X4)

X4.1
X4.2
X4.3

0.811
0.515
0.885

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

0.835
0.657
0.778

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 1-12

Spectra

Variabel
Tinjauan Ulang dan
Peningkatan oleh
Manajemen (X5)

Sistem Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Y)

Teknik Sipil

Item

Teknik Mesin

Signifikansi

Ket.

Signifikansi

Ket.

X5.1

0.856

0.000

Valid

0.841

0.000

Valid

X5.2

0.842

0.000

Valid

0.874

0.000

Valid

Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Y9
Y10

0.539
0.401
0.495
0.634
0.578
0.534
0.387
0.392
0.405
0.421

0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

0.503
0.892
0.438
0.290
0.702
0.504
0.605
0.571
0.511
0.591

0.000
0.000
0.000
0.004
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Tabel 8.
Uji Validitas Instrumen untuk Dosen
Variabel

Item

Teknik Mesin

Komitmen dan
Kebijakan (X1)

X1.1
X1.2
X1.3

Signifikansi
0.000
0.015
0.000

Ket.
Valid
Valid
Valid

r
0.831
0.640
0.892

Signifikansi
0.000
0.000
0.000

Ket.
Valid
Valid
Valid

Perencanaan (X2)

X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5

0.451
0.705
0.731
0.587
0.650

0.006
0.000
0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

0.490
0.684
0.606
0.775
0.748

0.003
0.000
0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Penerapan (X3)

X3.1
X3.2
X3.3

0.733
0.809
0.719

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

0.817
0.761
0.845

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

Pengukuran dan
Evaluasi (X4)

X4.1
X4.2
X4.3

0.759
0.636
0.913

0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid

0.887
0.569
0.842

0.000
0.001
0.000

Valid
Valid
Valid

X5.1

0.868

0.000

Valid

0.859

0.000

Valid

X5.2

0.832

0.000

Valid

0.901

0.000

Valid

Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Y6
Y7
Y8
Y9
Y10

0.701
0.437
0.547
0.688
0.854
0.865
0.683
0.683
0.575
0.595

0.000
0.008
0.001
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

0.526
0.917
0.442
0.443
0.776
0.488
0.628
0.561
0.427
0.808

0.001
0.000
0.007
0.007
0.000
0.003
0.000
0.001
0.009
0.000

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Tinjauan Ulang dan


Peningkatan oleh
Manajemen (X5)

Sistem Manajemen
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (Y)

Teknik Sipil
r
0.861
0.395
0.930

Sistem Manajemen K3| Koilal Alokabel | A. Soehardjono | Arief Rachmansyahi

Uji Reliabilitas Instrumen


Pengujian reliabilitas instrumen dengan menggunakan teknik alpha
cronbach. Reabilitas instrumen dianggap andal jika memiliki koefesien
reliabilitas 0.6 (Sugiyono, 2012).
Tabel 9.
Uji Reliabilitas Instrumen untuk Instruktur/Teknisi/Mahasiswa/Dosen
Variabel
Komitmen dan Kebijakan
Perencanaan
Penerapan
Pengukuran dan Evaluasi
Tinjauan Ulang & Peningkatan
Sistem Manajemen K3

Teknik Mesin

Teknik Sipil
Koefisien
Alpha Cronbach
0,602
0,627
0,613
0,621
0,612
0,614

Ket.
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel

Koefisien
Alpha Cronbach
0,623
0,657
0,658
0,622
0,638
0,758

Ket.
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel

Uji Asumsi Klasik


Multikolinieritas
Pada analisis regresi linier berganda, diharapkan bahwa tidak terdapat
gejala multikolinieritas (hubungan linier antar variabel-variabel bebas).
Untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan menggunakan nilai
Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF > 10, maka menunjukkan
adanya multikolinieritas. Apabila sebaliknya, VIF < 10, maka tidak terjadi
multikolinieritas.
Heteroskedastisitas
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel-variabel model
regresi memiliki ragam (variance) residual sama atau tidak. Model regresi
yang baik adalah model yang memiliki ragam residual homogen (bersifat
homoskedastisitas).
Normalitas
Pada analisis regresi linier berganda, data yang digunakan adalah
data yang berdistribusi normal. Untuk menguji asumsi ini digunakan metode
Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian yang digunakan adalah tolak H0 jika
nilai signifikansi < 0,05, dan sebaliknya terima H0 jika nilai signifikansi > 0,05.
Analisis Regresi Linier Berganda
Instruktur/Teknisi/Mahasiswa Teknik Sipil
Dalam pengolahan data menggunakan analisis linier berganda,
diperoleh hasil bahwa model regresi hubungan Komitmen dan Kebijakan,
Perencanaan, Penerapan, Pengukuran dan Evaluasi, serta Tinjauan Ulang
9

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 1-12

dan Peningkatan oleh Manajemen terhadap


Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah:
Y = 0,697 + 0,263X1 + 0,205X2+ 0,219X4

Sistem

Manajemen

Dosen Teknik Sipil


Dalam pengolahan data menggunakkan analisis linier berganda,
diperoleh hasil bahwa model regresi hubungan Komitmen dan Kebijakan,
Perencanaan, Penerapan, Pengukuran dan Evaluasi, serta Tinjauan Ulang
dan Peningkatan oleh Manajemen terhadap Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah:
Y = 0,208 + 0,278X1 + 0,301X2+ 0,226X4
Instruktur/Teknisi/Mahasiswa Teknik Mesin
Dalam pengolahan data menggunakkan analisis linier berganda,
diperoleh hasil bahwa model regresi hubungan Komitmen dan Kebijakan,
Perencanaan, Penerapan, Pengukuran dan Evaluasi, serta Tinjauan Ulang
dan Peningkatan oleh Manajemen terhadap Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah:
Y = 1,091 + 0,248X1 +0,163X3+ 0,240X4
Dosen Teknik Mesin
Dalam pengolahan data menggunakkan analisis linier berganda,
diperoleh hasil adalah model regresi hubungan Komitmen dan Kebijakan,
Perencanaan, Penerapan, Pengukuran dan Evaluasi, serta Tinjauan Ulang
dan Peningkatan oleh Manajemen terhadap Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah:
Y = 0,657 + 0,305X1
Hasil Analisis
1. Untuk Instruktur/Teknisi/Mahasiswa Teknik Sipil
Hasil analisis penelitian untuk pelaksanaan SMK3 di Bengkel
Teknik Sipil menunjukkan bahwa Komitmen dan Kebijakan,
Perencanaan, serta Pengukuran dan Evaluasi berpengaruh
signifikan terhadap SMK3; sedangkan variabel Penerapan, serta
Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Manajemen tidak
berpengaruh signifikan terhadap SMK3. Tingkat keberhasilan
pelaksanaan SMK3 di Bengkel Teknik Sipil mencapai 61,10%.
2. Untuk Dosen Teknik Sipil
Hasil analisis penelitian pada tingkat manajemen SMK3 di Teknik
Sipil menunjukkan bahwa Komitmen dan Kebijakan, Perencanaan,
serta Pengukuran dan Evaluasi berpengaruh signifikan terhadap
SMK3; sedangkan variabel Penerapan serta Tinjauan Ulang dan
Peningkatan oleh Manajemen tidak berpengaruh signifikan
10

Sistem Manajemen K3| Koilal Alokabel | A. Soehardjono | Arief Rachmansyahi

terhadap SMK3. Tingkat keberhasilan pelaksanaan SMK3 di tingkat


manajemen Bengkel Teknik Sipil mencapai 87,80%.
3. Untuk Instruktur/Teknisi/Mahasiswa Teknik Mesin
Hasil analisis penelitian untuk pelaksanaan SMK3 di Bengkel Mesin
menunjukkan bahwa Komitmen dan Kebijakan, Perencanaan, serta
Pengukuran dan Evaluasi berpengaruh signifikan terhadap SMK3;
sedangkan variabel Penerapan serta Tinjauan Ulang dan
Peningkatan oleh Manajemen tidak berpengaruh signifikan
terhadap SMK3. Tingkat keberhasilan pelaksanaan SMK3 di
Bengkel Teknik Mesin mencapai 49,50%.
4. Untuk Dosen Teknik Mesin
Hasil analisis penelitian pada tingkat manajemen SMK3 di Bengkel
Mesin menunjukkan bahwa Komitmen dan Kebijakan, serta
Perencanaan berpengaruh signifikan terhadap SMK3; sedangkan
variabel Penerapan, Pengukuran dan Evaluasi, serta Tinjauan
Ulang tidak berpengaruh signifikan terhadap SMK3. Tingkat
keberhasilan pelaksanaan SMK3 di tingkat manajemen di Bengkel
Mesin mencapai 63,70%.

PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian ini dilaksanakan pada Mahasiswa, Instruktur/Teknisi, dan
Dosen di Bengkel Teknik Sipil dan Teknik Mesin Politeknik Negeri Kupang,
Provinsi NTT. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan SMK3 di Bengkel Sipil mencapai 61,10%, sedangkan
di Bengkel Mesin mencapai 49,50%.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan SMK3 adalah
Komitmen dan Kebijakan dengan tingkat pengaruh 2,23 (28,75%),
Perencanaan 2,56 (61,25%), Penerapan 2,48 (52,50%),
Pengukuran dan Evaluasi 2,28 (50%), serta Tinjauan Ulang dan
peningkatan oleh Manajemen 2,46 (51,25%) untuk Teknik Sipil;
sedangkan di Bengkel Mesin adalah Komitmen dan Kebijakan
dengan tingkat pengaruh 1,91 (25,88%), Perencanaan 2,62
(75,29%), Penerapan 2,52 (57,65%), Pengukuran dan Evaluasi
2,49 (57,65%), serta Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh
Manajemen 2,74 (74,12%).
Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi Politeknik Negeri Kupang khususnya
Direktur dan Pimpinan lainnya (Ketua Jurusan Teknik Sipil dan

11

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 1-12

Teknik Mesin) untuk lebih memperhatikan variabel Penerapan serta


Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Manajemen.
2. Hasil penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam indikatorindikator secara teoritis, sehingga untuk peneliti selanjutnya dapat
mendalami dan mengembangkan penelitian ke indikator-indikator
yang lebih beragam. Selain itu, perlu dipertimbangkan penerapan
analisis selain analisis regresi linier berganda, seperti mengukur
hubungan antara indikator terhadap variabelnya, sehingga tidak
hanya mempertimbangkan hubungan antar variabel saja.
DAFTAR PUSTAKA
David P. et al. 2012. Comparative Analysis Of Safety Culture Perceptions Among
Home Safe Manager and Workers In Residential Contruction.
Luckyta, Dhinar Tiara dan Partiwi, Sri Gunani. 2012. Evaluasi dan Perancangan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam
Rangka Perbaikan Safety Behavior Pekerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Penerapan
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Ramli S. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. (OHSAS
18001). Penerbit Dian Rakyat.
Silalahi B.NB. dkk. 1995. Manajemen keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Penerbit PT Pustaka Binaman Presindo.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit Alfa Beta.
Triatmidi, Bambang. 2010. Kontribusi Pemahaman dan Sikap Guru Tentang K3
Terhadap Pelaksanaan K3 Dalam Pembelajaran Praktik di Bengkel Mekanik
Otomotif se-Kota Malang.

12

Kajian Standarisasi Kebutuhan SRP| Anik Budiati | Nurul Imamah

KAJIAN STANDARISASI KEBUTUHAN SATUAN RUANG PARKIR


(SRP) UNTUK APARTEMEN DI SURABAYA
Anik Budiati
Fakultas Teknik Universitas Bhayangkara Surabaya

Nurul Imamah
Fakultas Ekonomi Universitas Bhayangkara Surabaya

ABSTRAKSI
Penyediaan lahan parkir untuk apartemen di Surabaya didasarkan pada
dua peraturan, yaitu: (1) Pedoman Perencanaan dan Bangunan Fisik
Bidang Tata Ruang Wilayah Kotamadya Surabaya tahun 1996 dan (2)
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Nomor 272/HK.105/DRJD/96
tentang Pedoman Teknik Penyelenggaraan Fasilitas Parkir.
Berdasarkan hal tersebut, perlu kajian terhadap standarisasi kebutuhan
ruang parkir yang didasarkan atas 2 (dua) peraturan tersebut serta
pada variasi luas unit dan fasilitas pendukungnya. Penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan survey di 4 (empat) apartemen di
Surabaya guna mendapatkan jumlah kendaraan parkir, luas lahan
parkir dan kapasitas lahan parkir.
Dari penelitian ini dihasilkan keperluan SRP didasarkan pada Pedoman
Perencanaan dan Bangunan Fisik Bidang Tata Ruang Wilayah
Kotamadya Surabaya dan Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan
Nomor 272/HK.105/DRJD96 untuk luas lantai efektif bahwa lahan parkir
tersedia > nilai yang diperlukan atau lahan parkir memenuhi peryaratan,
atau lahan parkir > ketentuan SK Dirjen Perhub no. 272/HK.105/DRJD96.
Kata Kunci: Apartemen, SRP, Pedoman, Lahan Efektif.

PENDAHULUAN
Perkembangan Kota Surabaya dan terbatasnya lahan membawa
dampak terhadap kebutuhan sarana tempat tinggal. Salah satu solusi guna
memenuhi kebutuhan adalah pembangunan rumah tinggal yang dibangun
secara bersusun yang dilengkapi dengan fasilitas penunjang, salah satunya
adalah apartemen. Konsekuensi logis terhadap pembangunan apartemen
adalah penyediaan sarana dan prasarana transportasi, termasuk
diantaranya adalah penyediaan fasilitas parkir.
Terdapat 2 (dua) peraturan tentang penyediaan lahan parkir untuk
apartemen di Surabaya. Pertama berdasarkan Pedoman Perencanaan dan
Bangunan Fisik Bidang Tata Ruang Kotamadya Surabaya Tahun 1996.
Pedoman ini mensyaratkan bahwa rasio kebutuhan ruang parkir untuk
setiap 5 (lima) unit apartemen harus menyediakan 1 (satu) unit tempat parkir
13

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 13-23

Spectra

mobil. Kedua berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan


Nomor 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknik Penyelenggaraan
Fasilitas Parkir, dimana perhitungan luasan efektif area parkir apartemen
dengan luas unit hunian < 70 m2 dibutuhkan 1 (satu) satuan ruang parkir
(SRP) untuk 5 unit.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji terhadap standarisasi
Satuan Ruang Parkir (SRP) didasarkan pada Pedoman Perencanaan dan
Bangunan Fisik Bidang Tata Ruang Kotamadya Surabaya Tahun 1996 dan
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Nomor 272/HK.105/DRJD/96.
Penelitian dilakukan terhadap 4 (empat) apartemen di Surabaya, yaitu:
Apartemen Gunawangsa, Apartemen Metropolis, Apartemen Cosmopolis,
dan Surabaya Educity Resident.
TINJAUAN PUSTAKA
Parkir didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak suatu kendaraan
yang tidak bersifat sementera. Berdasarkan jenis fasilititas dan tempat,
parkir dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu antara lain adalah sebagai berikut
onstreet parking dan offstreet parking (Dephub, 1999). Satuan Ruang Parkir
(SRP) merupakan ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan,
termasuk ruang bebas pengendara dan lebar bukaan pintu.
Tabel 1.
Penggolongan Jenis Kendaraan dan Kebutuhan SRP
Jenis kendaraan
1

2.
3.

SRP (m)

a. Mobil penumpang untuk golongan I


b. Mobil penumpang untuk golongan II
c. Mobil penumpang untuk golongan III
Bus mini
Sepeda motor

2.30 x 5.00
2.50 x 5.00
3.30 x 5.00
3.40 x 12.50
0.75 x 2.00

Sumber : Dirjen Perhubungan Darat, 1999.


B

Bp

a1

SRP

Lp

a2
Keterangan :
B
= lebar kendaraan
L
= panjang kendaraan
O
= lebar bukaan pintu
a1/a2 = jarak bebas depan/belakang

R
Bp
Lp

= jarak bebas samping


= lebar minimum SRP
= panjang minium SRP

Gambar 1.
Jarak Bebas Lateral dan Longitudinal Untuk Mobil Penumpang.

Kapasitas Ruang Parkir

14

Kajian Standarisasi Kebutuhan SRP| Anik Budiati | Nurul Imamah

Berdasarkan karakteristiknya, kapasitas ruang parkir dapat dibedakan


menjadi 2 katagori, yaitu:
Kapasitas Statis
Kapasitas statis adalah jumlah ruang parkir yang tersedia pada suatu
lahan parkir. Persamaan kapasitas statis menurut Hobbs (1995) adalah:
=

(1)

Keterangan: = Kapasitas statis

= Panjang efektif lahan


= Satuan Ruang Parkir (SRP) yang digunakan

Kapasitas Dinamis
Kapasitas dinamis merupakan kemampuan suatu lahan parkir
menampung kendaraan yang mempunyai karakteristik parkir berbeda-beda.
Persamaan kapasitas dinamis menurut McShanne (1990) adalah:
=
Keterangan:

Ks
T
D
F

(2)

= Kapasitas statis (SRP)


= Lamanya pengamatan di lahan parkir dalam jam
= Durasi parkir selama periode waktu pengamatan (jam)
= Faktor pengurangan, besarnya antara 0,85 s/d 0,95

Volume Parkir
Volume parkir merupakan jumlah kendaraan pada suatu lahan parkir
(Hobbs, 1995). Persamaan yang digunakan untuk menghitung volume parkir
(V) adalah:
= +
Keterangan:

Ei
x

(3)

= Jumlah kendaraan yang masuk lokasi


= jumlah kendaraan yang sudah ada

Durasi Parkir
Durasi parkir adalah lamanya waktu yang dibutuhkan kendaraan mulai
dari masuk tempat parkir sampai meninggalkan tempat parkir. Persamaan
yang diberikan oleh Hobbs (1995) adalah sebagai berikut:
= +
Keterangan :

Tx
Ti

(4)

= Waktu tercatat pada saat kendaraan keluar lokasi parkir


= Waktu tercatat pada saat kendaraan masuk lokasi parkir

Turnover Parkir

15

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 13-23

Spectra

Turnover parkir adalah suatu angka yang menunjukkan perbandingan


antara volume parkir dengan jumlah ruang yang tersedia (kapasitas statis)
pada suatu lahan parkir dalam satu periode tertentu (Hobbs, 1995).
Persamaannya adalah:
=

(5)

Akumulasi Parkir
Akumulasi parkir adalah jumlah kendaraan yang parkir pada suatu
lahan parkir pada waktu tertentu (Hobbs, 1995). Persamaannya adalah:
=
Keterangan:

AP
KM
KK
P

(6)

= Akumulasi parkir
= jumlah kendaraan masuk
= jumlah kendaraan keluar
= jumlah kendaraan yang masih ada di lahan parkir

Indeks Parkir
Indeks Parkir merupakan persentase dari akumulasi jumlah kendaraan
pada selang waktu tertentu dibagi dengan ruang parkir yang tersedia
dikalikan 10% (Hobbs, 1995). Persamaannya adalah:
=


100%

(7)

Kebutuhan Ruang Parkir


Kebutuhan ruang parkir adalah jumlah ruang parkir dengan
dipengaruhi faktor pemilikan kendaraan pribadi, tingkat kesulitannya menuju
daerah yang bersangkutan, dan lain-lain.
= 1 . 2 .
Keterangan:

(8)

KRP = Kebutuhan Ruang Parkir


F1 = Faktor akumulasi
F2 = Faktor fluktuasi (Dirjen Perhubungan Darat 1.1-1.25)

METODE PENELITIAN
Metodologi pelaksanaan penelitian dilakukan di 4 (empat) apartemen
di Surabaya dengan mengamati kendaraan yang melakukan kegiatan parkir
(keluar dan masuk). Kegiatan tersebut dilakukan mulai pukul 05.00 WIB
sampai dengan pukul 23.00 WIB untuk setiap hari Senin (dianggap sebagai
hari efektif) dan hari Minggu (hari libur). Selain data keluar-masuk, variabel
lainnya meliputi luas lahan parkir dan jumlah unit kamar. Data ini kemudian
dievaluasi guna mendapatkan SRP yang diperlukan, kemudian dikaji
berdasarkan pedoman peraturan yang ada. Analisa data meliputi akumulasi
16

Kajian Standarisasi Kebutuhan SRP| Anik Budiati | Nurul Imamah

parkir, indeks parkir, serta kebutuhan SRP. Gambar di bawah ini adalah
diagram alir untuk menyelesaikan permasalahan.
Lingkup studi dan
Permasalahan

Tinjauan Pustaka

Identifikasi dan
Pengumpulan data

Data Sekunder :
- Jumlah Unit Kamar
- Jumlah petak Parkir
- Jumlah Lantai

Data Primer :
Kendaraan
Keluar - Masuk

Analisa data

Pembahasan berdasar
Peraturan Pemkot
Surabaya

Pembahasan berdasar
Peraturan DirjenHub

Standar Kebutuhan
Ruang Parkir
Untuk Apartemen
Kesimpulan dan
Saran

Gambar 2.
Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Akumulasi Parkir
Perhitungan akumulasi
dilakukan di Apartemen Metropolis dan
Cosmopolis pada pukul 05.00 22.00 WIB untuk kendaraan R2 dan R4.
Pelaksanaan dilakukan pada hari Senin untuk mewakili hari efektif dan hari
Minggu untuk mewakili hari libur. Akumulasi tersebut dihitung sesuai
persamaan (6). Grafik kumulatif kendaraan parkir dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

17

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 13-23

Spectra
140

120
100

94
83

80

60

58

52

57

56

59

40
29

20

15
4

26

2
1
05.00
Pukul
06.00
Komulatif R4 4
Komulatif R2 15

17

13

10

2
05.00
06.00
10
29

3
07.00
08.00
13
52

6
4
08.00
09.00
26
58

56

58

35

32

20

17

7
5
09.00
10.00
17
57

8
6
10.00
11.00
20
56

9
7
11.00
12.00
17
59

104
98

108
106

105
98

110
95

115
93

76

Komulatif R4

66

52

51
29

Komulatif R2

37

10

11 12 13
8
9
10
12.00 13.00 14.00
13.00 14.00 15.00
35
32
29
56
58
51

14
11
15.00
16.00
37
66

15
12
16.00
17.00
52
83

16 17 18
13
14
15
17.00 18.00 19.00
18.00 19.00 20.00
76
98 108
94 104 106

16
20.00
21.00
98
105

17
21.00
22.00
95
110

18
22.00
23.00
93
115

Gambar 3.
Grafik Data Akumulasi Parkir Apartemen Metropolis pada Hari Senin
120
100

94

83

80
60

52

58

57

56

59

40
20

23

15
3

0
1

105
101

110
100

109
94

79

58

Komulatif R4

55

51

Komulatif R2

38

35

30

22

2
1
05.00
Pukul
06.00
Komulatif R4 3
Komulatif R2 15

20

23

111
106

66
56
40

29

104
101

4
5
6
7
2
3
4
5
05.00 07.00 08.00 09.00
06.00 08.00 09.00 10.00
6
9
23 20
29 52 58 57

8
6
10.00
11.00
23
56

9
7
11.00
12.00
22
59

10

11 12 13
8
9
10
12.00 13.00 14.00
13.00 14.00 15.00
40 35 30
56 58 51

14
11
15.00
16.00
38
66

15
12
16.00
17.00
55
83

16 17 18
13 14 15
17.00 18.00 19.00
18.00 19.00 20.00
79 101 111
94 104 106

16
20.00
21.00
101
105

17
21.00
22.00
100
110

18
22.00
23.00
94
109

Gambar 4.
Grafik Data Akumulasi Parkir Apartemen Metropolis pada Hari Minggu

Akumulasi parkir rata-rata adalah 2.135 kendaraan per 18 jam atau


sama dengan 118 kendaraan per jam pada hari Senin dan 2.158 kendaraan
per 18 jam atau sama dengan 120 kendaraan per jam pada hari Minggu.

18

Kajian Standarisasi Kebutuhan SRP| Anik Budiati | Nurul Imamah

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

71
57

76

37

38

39

39

22

24

27

30

24

10
6

20
15

17

18

2
3
4
5
6
1
2
3
4
05.00 05.00 07.00 08.00
Pukul
06.00 06.00 08.00 09.00
Komulatif R4 4
10
20
30
Komulatif R2 2
6
15
17

30

31

36

80

47

49

90

92

54

56

62

50
43

78

38

7
8
9 10 11 12 13
5
6
7
8
9
10
09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
37
38
39
39
43
50
18
22
24
27
30
31

40

43

Komulatif R4

Komulatif R2

14 15 16 17 18
11
12
13
14
15
16
17
18
15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00
16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00
57
62
71
76
78
80
90
92
36
38
40
43
47
49
54
56

Gambar 5
Grafik Data Akumulasi Parkir Apartemen Cosmopolis pada Hari Senin
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

75
60

37
26

42

45

51

62

79

84

88

67

53

Komulatif R4

Komulatif R2

30

18
30

5
1

10
4

2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
05.00 05.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00
Pukul
06.00 06.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
Komulatif R4 3
5
10
18
26
30
37
42
45
51
Komulatif R2 0
1
4
5
7
7
5
4
4
6

10
2

11

14 15 16 17 18
11
12
13
14
15
16
17
18
15.00 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00
16.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00 23.00
53
60
62
67
75
79
84
88
2
6
7
2
3
2
10
11

Gambar 6
Grafik Data Akumulasi Parkir Apartemen Cosmopolis pada Hari Minggu

Akumulasi parkir rata-rata adalah 1.471 kendaraan per 18 jam atau


sama dengan 82 kendaraan per jam pada hari Senin dan 921 kendaraan per
18 jam atau sama dengan 51 kendaraan per jam pada hari Minggu.
Indeks Parkir
Perhitungan indeks parkir maksimum sesuai denngan persamaan (7)
di Apartement Metropholis pada hari Minggu adalah:
IP

111

x 100 % 25,63%

433

19

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 13-23

Spectra

Tabel 2.
Indeks Parkir Maksimum di Apartement Metropholis dan Cosmopolis

1
2

R2 hari Efektif
R2 Hari Libur

Akumulasi
Maksimum
(Kendaraan)
A
B
115
56
109
11

3
4

R4 Hari Efekfit
R4 Hari Libur

108
111

No

Kendaraan Parkir

92
88

Kapasitas Statis
(SRP)
A
B
182
45
182
45
433
433

133
133

IP Maksimum
(%)
A
B
63,18
100
59,89
24,44
25,00
25.63

69,17
66,16

Keterangan: A = Apartemen Metropolis


B = Apartemen Cosmopolis

Dari analisa tersebut di atas diperoleh indeks parkir <100%, yang


berarti kendaraan yang ada di lahan parkir lebih kecil dari kapasitas yang
tersedia; sehingga dapat disimpulkan bahwa kapasitas lahan parkir
memenuhi.
Kebutuhan Ruang Parkir
Kebutuhan ruang parkir adalah jumlah ruang parkir yang dibutuhkan.
Besarnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya tingkat kepemilikan
kendaraan pribadi dan dihitung sesuai dengan persamaan (9). Didapatkan
Kebutuhan Ruang Parkir di Apartement Metropolis dan Cosmopolis seperti
yang terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.
KRP di Apartemen Metropolis dan Cosmopolis

No

Kendaraan
Parkir

1
2
3
4

R2 Hari Efektif
R2 Hari Libur
R4 Hari Efektif
R4 Hari Libur

Akumulasi
Maksimum
Kendaraan
A
B
115
56
109
11
108
92
111
88

Jumlah Total
kendaraan
A
271
218
415
390

B
82
218
166
171

F1 (%)
A
42,43
50
26,02
28,46

B
68,29
5,04
55,42
51,46

KRP
(SRP)
A
6.099
6.813
3.513
3.949

B
3.824
5.544
5.098
4.528

Keterangan: A = Apartemen Metropolis


B = Apartemen Cosmopolis

Berdasarkan Ditjen Perhubungan 1996, maka kebutuhan parkir adalah:


a. Apartemen Cosmopolis :
2
8184 .9 m
2
KRP
1,609 m / SRP
3513 SRP (1 / 5 x 4879 SRP)

20

Kajian Standarisasi Kebutuhan SRP| Anik Budiati | Nurul Imamah

b. Apartemen Cosmopolis:
KRP

7224 .04 m

5098 SRP (1 / 5 x3824 SRP)

2
1,232 m / SRP

Dari data di dua apartemen tersebut, maka luasan keperluan parkir


rata-rata untuk 1 SRP = 1,45 m2 dan 1,2 m2. Untuk keperluan apartemen
luasan SRP untuk Golongan I seluas 11,5 m2; sehingga lahan yang
disiapkan untuk keperluan parkir kurang memenuhi.
1. Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Nomor
272/HK.105/DRJD/96, maka untuk setiap lahan efektif tiap 60 m2
harus menyiapkan 1 SRP.
a. Apartemen Metropolis
KRP

2
8184 .9 m
136 .415 SRP
2
60 m / SRP

b. Apartemen Cosmopolis
KRP

2
7224 ,04 m
120 , 400 SRP
2
60 m / SRP

c. Apartemen Guna Wangsa


KRP

2
7676 m
127 ,93 SRP
2
60 m / SRP

d. Educity Resident
2
46.273 m
KRP
771SRP
2
60 m / SRP

Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa luas lantai


efektif yang disiapkan lebih besar dari akumulasi maksimum
kendaraan parkir.
2. Berdasarkan Pedoman Perencanaan dan Bangunan Fisik Bidang
Tata Ruang Kotamadya Surabaya Tahun 1996, bahwa setiap 5
(lima) unit apartemen di haruskan menyiapkan 1 (satu) unit tempat
parkir, serta
[ Luas Lahan Parkir ]
KRP [ JumlahUnit Kamar / 5SRP] SRP

a. Apartemen Cosmopolis.
KRP

7224 ,04 m

2
42 SRP

145 Unit / 5SRP

21

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 13-23

Spectra
b. Apartemen Metropolis.
8184 .9 m

KRP

2
52 SRP

787 Unit / 5SRP

c. Apartemen Guna Wangsa


7676 m

KRP

2
34 SRP

1146 Unit / 5SRP

d. Educity Resident
46.273 m

KRP

2
72 SRP

3.213Unit / 5SRP

Dari data jumlah unit kamar dapat disimpulkan bahwa luas lantai
efektif yang disiapkan untuk keperluan parkir lebih besar daripada
yang dibutuhkan.
Kebutuhan SRP Berdasarkan Fasilitas Pendukung
Kebutuhan SRP berdasarkan fasilitas pendukungnya dengan
ketentuan standar kebutuhan parkir gedung kantor, yaitu 1 : 100, adalah
seperti ditunjukkan dalam Tabel berikut ini.
Tabel 4.
Kebutuhan SRP untuk Keperluan Fasilitas Pendukung
No
1
2
3
4

Apartemen
Cosmopolis
Metropolis
Guna Wangsa
Educity Resident

Luas Fasilitas
Pendukung (m)
1.219,76
610,00
610,00
897,00

SRP
12
6
6
9

KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Apabila didasarkan pada Peraturan Daerah Pemerintah Kota
Surabaya, dimana setiap SRP adalah seluas 60 m2 untuk luas
lantai efektif, maka keperluan SRP di 4 (empat) apartemen di
Surabaya telah memenuhi syarat, dimana ketersediaan lahan parkir
melebihi keperluan.
2. Apabila didasarkan pada Keputusan Direktorat Jenderal
Perhubungan Nomor 272/HK.105/DRJD/96 dan syarat-syarat
zoning dalam Pedoman Perencanaan dan Bangunan Fisik Bidang
Tata Ruang Kotamadya Surabaya Tahun 1996, dimana ratio
kebutuhan parkir adalah setiap 5 (lima) unit hunian apartemen
diharuskan menyediakan 1 (satu) unit tempat parkir mobil, maka

22

Kajian Standarisasi Kebutuhan SRP| Anik Budiati | Nurul Imamah

kebutuhan parkir di 4 (empat) apartemen di Surabaya telah


memenuhi syarat.
Tabel 5.
Rekapitulasi Keperluan SRP di Apartemen
Metropolis, Cosmopolis, Gunawangsa dan Educity Resident

No

Apartemen

1
2
3
4

Metropolis
Cosmopolis
Guna Wangsa
Educity Resident

Perda Pemkot
Surabaya bahwa
setiap SRP/60 m
untuk luas lantai
efektif
Keperluan
Tersedia
137
712
120
628
129
667
771
4024

Pedoman
Perencanaan dan
Bangunan Fisik
Bidang Tata Ruang
Kotamadya
Surabaya
52
42
34
72

Keputusan
Direktorat Jenderal
Perhubungan
Nomor
272/HK.105/DRJD/96
52
42
34
72

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1998. Pedoman Perencanaan dan
Pengoperasian Fasilitas Parkir. Jakarta: Direktorat Bina Sistem Lalulintas dan
Angkutan Kota.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1996. Pedoman Teknis Penyelenggaraan
Fasilitas Parkir. Jakarta.
Hobbs, FD. 2004. Perencanaan Teknik Lalu Lintas. Edisi Kedua. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Mc. Shane, W.R and Roess, R.P. 1990. Traffic Engineering. New Jersey: Prentice
Hall.
Pemerintah Kota Surabaya. 1996. Pedoman Perencanaan dan Bangunan Fisik
Bidang Tata Ruang Wilayah Kotamadya Surabaya Tahun 1996. Surabaya.

23

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 24-34

Spectra

ANALISIS PENGARUH FAKTOR KETERLAMBATAN PROYEK


PADA PEMBUATAN DERMAGA DI PROVINSI MALUKU UTARA
Hatta Annur
Agoes Soehardjono
Yulvi Zaika
Program Pascasarjana Teknik Sipil (S-2) Universitas Brawijaya Malang

ABSTRAKSI
Keterlambatan proyek adalah penyelesaian pekerjaan atau proyek yang
tidak sesuai dengan waktu yang direncanakan akibat kendala di luar
perhitungan Perencana. Penelitian ini dilakukan untuk: (1) mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan proyek dermaga di
Provinsi Maluku Utara; dan (2) mengetahui indikator apa yang
mempengaruhi keterlambatan proyek.
Hasil analisa menunjukkan bahwa nilai rata-rata perencanaan dan
penjadwalan pekerjaan adalah 1.9; lingkup dan dokumen pekerjaan
2.0; perencanaan organisasi, koordinasi dan komunikasi 2.4; kesiapan
atau penyiapan sumberdaya 2.3; sistem inpeksi, kontrol dan evaluasi
pekerjaan 2.2; serta force majeure 1.6.
Indikator yang terkuat membentuk keterlambatan proyek adalah
ketidak-sesuaian dengan rencana penyelesaian proyek sebesar 3.3
dan tahapan penyelesaian pekerjaan tidak berjalan sesuai dengan
rencana sebesar 2,1. Sedangkan pengaruh faktor variabel independen
dengan tingkat signifikasi sebesar 0.00 < 0.05 adalah perencanaan dan
penjadwalan pekerjaan sebesar 56.1%, kesiapan atau penyiapan
sumberdaya 75.4%, dan force majeure sebesar 75.4%.
Kata Kunci: Force Majeur, Kesiapan Sumberdaya, Keterlambatan
Proyek, Perencanaan dan Penjadwalan Pekerjaan.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi biasanya terjadi
kendala yang di luar perhitungan Perencana. Kendala tersebut menjadi
penyebab terlambatnya penyelesaian proyek, sehingga proyek tersebut
tidak berlangsung sesuai dengan rencana, bahkan bisa dikatakan hampir
sebagian besar proyek mengalami keterlambatan.
Maluku Utara merupakan daerah kepulauan yang terletak di Indonesia
bagian Timur yang hampir sebagian besar daerahnya adalah daerah
perairan laut. Sistem transportasi dari kota ke kota dan dari kabupaten ke
kabupaten sebagian besar menggunakan sistem transportasi laut. Untuk
24

Analisa Faktor Keterlambatan Proyek| Hatta Annur | A. Soehardjono | Yulvi Zaika

mempermudah transporatasi laut, maka pemerintah pada saat ini melakukan


pembangunan dermaga di beberapa daerah di Provinsi Maluku Utara.
Dalam pembangunan dermaga ini proses pelaksanannya sering terjadi
keterlambatan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
mengakibatkan proyek berjalan sering tidak sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dibahas, maka dapat dirumuskan
permasalahan, yaitu apakah perencanaan dan penjadwalan pekerjaan;
lingkup dan dokumen pekerjaan; organisasi, koordinasi, dan komunikasi;
kesiapan/penyiapan sumberdaya; sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi
pekerjaan; serta kondisi force majeure berpengaruh terhadap keterlambatan
proyek dermaga di Provinsi Maluku Utara.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa
saja yang berpengaruh terhadap keterlambatan proyek dermaga di Provinsi
Maluku Utara dikaitkan dengan 6 (enam) aspek kajian, yaitu: (1)
perencanaan dan penjadwalan pekerjaan; (2) lingkup dan dokumen
pekerjaan; (3) organisasi, koordinasi dan komunikasi; (4) kesiapan/
penyiapan sumberdaya; (5) sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan;
serta (6) kondisi force majeure.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Dasar Keterlambatan
Pengertian keterlambatan menurut Ervianto (2005) adalah waktu
pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan,
sehingga menyebabkan satu atau beberapa kegiatan yang mengikutinya
menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat waktu.
Pengkajian Jenis Penyebab Keterlambatan
Dalam aspek manajemen konstruksi, menurut Proboyo dalam Bakran
(2012), jenis keterlambatan proyek diklasifikasi dalam 6 (enam) aspek kajian
yaitu:
1. Aspek perencanaan dan penjadwalan pekerjaan
2. Aspek lingkungan dan dokumen pekerjaan
3. Aspek sistem organisasi, koordinasi dan komunikasi
4. Aspek kesiapan/penyiapan sumber daya
5. Aspek sistem inspeksi, kontrol dan evaluasi pekerjaan
6. Aspek force majeure

25

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 24-34

Spectra

METODE PENELITIAN
Metode Analisis
Metode analisis menggunakan analisis berganda dengan
mengumpulkan informasi yang berupa data primer dengan menggunakan
kuesioner (angket) dan interview (wawancara).
Alur Penelitian

Gambar 1.
Bagan Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Proyek dermaga di Provinsi Maluku Utara meliputi 11 kegiatan yang
sedang berlangsung di beberapa tempat di wilayah Provinsi Maluku utara,
yaitu Tobelo, Weda, Dorosagu, Manitinting, Mangga Dua, Bastinong, Moti,
Makian, Bisui, Saketa, dan Kupal. Keseluruhannya dilaksanakan dan
diawasi oleh beberapa perusahan yang terdapat di wilayah Provinsi Maluku
Utara.

26

Analisa Faktor Keterlambatan Proyek| Hatta Annur | A. Soehardjono | Yulvi Zaika

Gambaran Responden
Jabatan
34%

33%

33%

Pemilik PPK
Pelaksana Kontraktor
Pengawas

Gambar 2.
Responden Berdasarkan Jabatan

Berdasarkan Instansi
12%

Dinas Perhubungan
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan
Kontraktor
Konsultan

33%
21%
34%

Gambar 3.
Responden Berdasarkan Instansi

Jenis Dermaga
9%

9%

55%

27%

Dermaga Ferry
Dermaga Rakyat
Dermaga speed
Dermaga Kontener

Gambar 4.
Responden Berdasarkan Pelabuhan

Deskripsi Jawaban Responden


Tabel 1.
Nilai Skor dan Kategori
Skor

Pernyataan

3,7 4,0
2,8 3,6
1,9 2,7
1,0 1,8

Sangat Tinggi
Tinggi
Cukup Tinggi
Rendah

27

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 24-34

Spectra

Perencanaan dan Penjadwalan Pekerjaan (X1)


Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Variabel Perencanaan dan Penjadwalan Pekerjaan
Item
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
X1.5

1
F
3
10
12
11
28

%
9.1
30.3
36.4
33.3
84.8

2
F
%
12 36.4
19 57.6
15 45.5
14 42.4
5
15.2
Rata-rata

3
F
12
4
6
6
0

%
36.4
12.1
18.2
18.2
0.0

4
F
6
0
0
2
0

%
18.2
0.0
0.0
6.1
0.0

Ratarata
2.6
1.8
1.8
2.0
1.2
1.9

Dari kelima indikator yang terkuat membentuk perencanaan dan


penjadwalan pekerjaan adalah penetapan jadwal proyek yang amat ketat
oleh pemilik (X1.1) dengan nilai rata-rata 2,6.
Lingkup dan Dokumen Pekerjaan (X2)
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Variabel Lingkup dan Dokumen Pekerjaan
Item
X2.1
X2.2
X2.3
X2.4
X2.5
X2.6
X2.7
X2.8

F
10
5
12
3
15
2
13
25

1
%
30.3
15.2
36.4
9.1
45.5
6.1
39.4
75.8

F
14
24
21
14
10
9
17
8

2
3
%
F
%
42.4
8
24.2
72.7
4
12.1
63.6
0
0.0
42.4 15 45.5
30.3
7
21.2
27.3
6
18.2
51.5
1
3.0
24.2
0
0.0
Rata-rata

F
1
0
0
1
1
16
2
0

4
%
3.0
0.0
0.0
3.0
3.0
48.5
6.1
0.0

Ratarata
2.0
2.0
1.6
2.4
1.8
3.1
1.8
1.2
2.0

Dari kedelapan indikator yang terkuat membentuk lingkup dan


dokumen pekerjaan adalah ketidaksepahaman aturan pembuatan gambar
kerja (X2.6) dengan nilai rata-rata 3,1.
Organisasi, Koordinasi, dan Komunikasi (X3)
Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Variabel Organisasi, Koordinasi dan Komunikasi
Item
X3.1
X3.2
X3.3
X3.4
X3.5
X3.6
X3.7
X3.8
X3.9

28

1
F
1
12
1
14
15
2
2
2
3

%
3.0
36.4
3.0
42.4
45.5
6.1
6.1
6.1
9.1

2
F
7
13
4
15
14
11
11
13
24

%
F
21.2 14
39.4
7
12.1 25
45.5
4
42.4
4
33.3 15
33.3 14
39.4 18
72.7
6
Rata-rata

3
%
42.4
21.2
75.8
12.1
12.1
45.5
42.4
54.5
18.2

4
F
11
1
3
0
0
5
6
0
0

%
33.3
3.0
9.1
0.0
0.0
15.2
18.2
0.0
0.0

Ratarata
3.1
1.9
2.9
1.7
1.7
2.7
2.7
2.5
2.1
2.4

Analisa Faktor Keterlambatan Proyek| Hatta Annur | A. Soehardjono | Yulvi Zaika

Dari kesembilan indikator yang terkuat membentuk perencanaan


organisasi, koordinasi dan komunikasi adalah keterbatasan wewenang
personil pemilik dalam mengambil keputusan (X3.1) dengan nilai rata-rata
3,1.
Kesiapan atau Penyiapan Sumberdaya (X4)
Tabel 5.
Distribusi Frekuensi Variabel Kesiapan atau Penyiapan Sumberdaya
Item
X4.1
X4.2
X4.3
X4.4
X4.5
X4.6
X4.7
X4.8

1
F
2
4
3
3
2
6
14
23

%
6.1
12.1
9.1
9.1
6.1
18.2
42.4
69.7

F
16
14
8
12
9
20
16
10

%
F
48.5
9
42.4 11
24.2 15
36.4
8
27.3 14
60.6
6
48.5
3
30.3
0
Rata-rata

%
27.3
33.3
45.5
24.2
42.4
18.2
9.1
0.0

F
6
4
7
10
8
1
0
0

%
18.2
12.1
21.2
30.3
24.2
3.0
0.0
0.0

Ratarata
2.6
2.5
2.8
2.8
2.8
2.1
1.7
1.3
2.3

Dari kedelapan indikator yang terkuat membentuk kesiapan atau


penyiapan sumberdaya adalah tidak tersedia bahan yang cukup pasti sesuai
kebutuhan (X4.5) dengan nilai rata-rata 2,85.
Sistem Inspeksi, Kontrol, dan Evaluasi Pekerjaan (X5)
Tabel 6.
Distribusi Frekuensi Variabel Sistem Inspeksi, Kontrol, dan Evaluasi Pekerjaan
Item
X5.1
X5.2
X5.3
X5.4
X5.5
X5.6
X5.7

1
F
4
7
3
10
7
9
8

%
12.1
21.2
9.1
30.3
21.2
27.3
24.2

2
F
%
13 39.4
14 42.4
17 51.5
15 45.5
13 39.4
22 66.7
13 39.4
Rata-rata

3
F
13
10
11
6
12
2
10

%
39.4
30.3
33.3
18.2
36.4
6.1
30.3

4
F
3
2
2
2
1
0
2

%
9.1
6.1
6.1
6.1
3.0
0.0
6.1

Ratarata
2.5
2.2
2.4
2.0
2.2
1.8
2.2
2.2

Dari ketujuh indikator yang terkuat membentuk sistem inpeksi, kontrol


dan evaluasi pekerjaan adalah pengajuan contoh bahan dari kontraktor yang
tidak terjadwal (X5.1) dengan nilai rata-rata 2,5.

29

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 24-34

Spectra
Force Majeure (X6)

Tabel 7.
Distribusi Frekuensi Variabel Force Majeure
Item
X6.1
X6.2
X6.3
X6.4
X6.5
X6.6

1
F
13
13
3
27
28
24

%
39.4
39.4
9.1
81.8
84.8
72.7

2
F
%
17 51.5
8
24.2
17 51.5
5
15.2
5
15.2
9
27.3
Rata-rata

3
F
3
8
10
1
0
0

%
9.1
24.2
30.3
3.0
0.0
0.0

4
F
0
4
3
0
0
0

%
0.0
12.1
9.1
0.0
0.0
0.0

Ratarata
1.7
2.1
2.4
1.2
1.2
1.3
1.6

Dari keenam indikator yang terkuat membentuk force majeureadalah


terjadi hal-hal yang tidak terduga seperti kebakaran, banjir, badai/angin ribut,
gempa bumi, tanah longsor, cuaca amat buruk (X6.3) dengan nilai rata-rata
2,39.
Keterlambatan Proyek (Y)
Tabel 8.
Distribusi Frekuensi Variabel Keterlambatan Proyek
Item
Y1
Y2

1
F
1
11

%
3.0
33.3

F
6
10

3
%
18.2
30.3

F
8
11

%
24.2
33.3

4
F
18
1

%
54.5
3.0

Ratarata
3.3
2.1

Dari kedua indikator yang terkuat membentuk keterlambatan proyek


adalah tidak sesuai rencana dengan penyelesaian proyek (Y1) dengan nilai
rata-rata 3,3. Hasil ini menunjukan bahwa rata-rata responden memberikan
jawaban keterlambatan yang tinggi.
Tahapan penyelesaian pekerjaan tidak berjalan sesuai dengan
rencana (Y2) dengan nilai rata-rata 2,1. Hasil ini menunjukan bahwa ratarata responden memberikan jawaban keterlambatan cukup tinggi.
Uji Reliabilitas Instrumen
Suatu instrumen dikatakan handal apabila nilai alpha cronbach
besarnya sama atau lebih besar dari 0,6.
Tabel 9.
Uji Reliabilitas Item Instrumen
Variabel
X1
X2
X3
X4
X5
X6
Yrata-rata

30

Nilai Alpha Cronbach


0.655
0.619
0.776
0.773
0.677
0.675
0.609

Keputusan
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel

Analisa Faktor Keterlambatan Proyek| Hatta Annur | A. Soehardjono | Yulvi Zaika

Berdasarkan hasil uji menunjukan bahwa semua item instrumen


penelitian dapat dikatakan reliabel karena telah memenuhi kreteria
pengujian reliabilitas item instrumen yang digunakan, yaitu nilai alpha
cronbach lebih besar atau sama dengan 0,6.
Asumsi Klasik
Multikolinieritas
Dari hasil analisis nilai VIF masing-masing variabel bebas
menunjukkan nilai VIF yang tidak lebih dari nilai 10, maka disimpulkan
bahwa asumsi non-multikolinieritas telah terpenuhi.
Heteroskedastisitas
Dari hasil scatterplot titik-titik tersebar baik di atas maupun di bawah
angka 0 pada sumbu Y, serta tidak terdapat pola yang jelas. sehingga
disimpulkan tidak terjadi sehingga asumsi Non Heteroskedastisitas
terpenuhi.
Normalitas
Tabel 10.
Uji Asumsi Normalitas
Kolmogorov-Smirnov Test
Y

X1

X2

X3

X4

X5

X6

33

33

33

33

33

33

33

Kolmogorov-Smirnov Z

1.178

.728

1.225

.797

.589

.941

1.121

Signifikansi

.125

.665

.099

.549

.879

.339

.162

Berdasarkan pengujian Kolmogorov-Smirnov diperoleh signifikansi


bernilai lebih besar dari pada = 0,05. Asumsi normalitas telah terpenuhi,
sehingga dapat dinyatakan bahwa model regresi selanjutnya dapat
dilakukan.
Analisis Regresi Linier Berganda
Dalam pengolahan data menggunakan analisis regresi linier berganda
diperoleh hasil seperti pada Tabel berikut ini.

31

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 24-34

Spectra
Tabel 13.
Hasil Analisis Regresi
Variabel
Dependen

Keterlambatan
Proyek

Variabel Independen

thitung

Sig.

Konstanta
Perencanaan dan
penjadwalan pekerjaan
Lingkup dan dokumen
pekerjaan
Organisasi, koordinasi
dan komunikasi
Kesiapan atau
penyiapan sumberdaya
Sistem inspeksi, kontrol
dan evaluasi pekerjaan

0.041

Force majeure

0.561

2.134

0.042

Signifikan

-0.493

-1.428

0.165

Tidak Signifikan

-0.339

-1.078

0.291

Tidak Signifikan

0.754

2.991

0.006

Signifikan

0.183

0.681

0.502

Tidak Signifikan

0.754

2.318

0.029

Signifikan

R
R Square
F-hitung
Signifikansi

Keterangan

= 0.050
= 0.768
= 0.590
= 6.235
= 0.000

Dari Tabel tersebut di atas diperoleh model regresi sebagai berikut:


Y = 0,041 + 0,561X1+ 0,754X4 + 0,754X6

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kajian empiris ditemukan bukti bahwa perencanaan
dan penjadwalan pekerjaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
keterlambatan proyek. Penetapan jadwal proyek pada umumnya ditentukan
oleh pemilik untuk kepentingan pemakaian sesegera mungkin yang
mendesak. Proyek selalu dibangun dalam tekanan waktu, walaupun ada
banyak ketidakpastian tentang kejadian-kejadian di masa yang akan datang
dengan kondisi yang selalu berubah.
Kesiapan atau penyiapan sumberdaya mempunyai pengaruh yang
signifikan pada keterlambatan proyek. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tidak
tersedianya alat atau peralatan kerja yang cukup memadai sesuai dengan
kebutuhan, sehingga mempengaruhi penyelesaian waktu pelaksanaan
pekerjaan proyek dan penyediaan tenaga kerja yang kurang memadai atau
kurang sesuai dengan aktivitas pekerjaan yang ada membuat pelaksanaan
pekerjaan proyek tidak maksimal, sehingga mengakibatkan pekerjaan
menjadi terlambat. Penyediaan sumberdaya yang tidak terencana dengan
baik dan bahkan tidak memadai sesuai dengan kebutuhan volume
pekerjaan dan durasi waktu yang tersedia akan menghambat laju pekerjaan
yang direncanakan.
Force majeure mempunyai pengaruh yang signifikan pada
keterlambatan proyek. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kondisi lokasi yang
tidak sesuai dengan dugaan akan mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan,
akses untuk menuju lokasi yang sulit dan desain yang ada tidak sesuai
32

Analisa Faktor Keterlambatan Proyek| Hatta Annur | A. Soehardjono | Yulvi Zaika

dengan kondisi tapak juga akan menghambat sistem pelaksanaan


pekerjaan. Terjadinya hal-hal tak terduga seperti cuaca amat buruk, kejadian
tersebut merupakan faktor alam yang sering mengakibatkan keterlambatan
suatu proyek.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Perencanaan dan penjadwalan pekerjaan mempunyai pengaruh
terhadap keterlambatan proyek dermaga dengan nilai sebesar
56,1%. Untuk mengurangi keterlambatan proyek dermaga perlu
diperhatikan perencanaan dan penjadwalan pekerjaan, terutama
pada penetapan jadwal proyek dari pemilik yang mendesak dan
tekanan waktu dari pemilik yang berkaitan dengan jadwal yang
tidak realistis.
2. Lingkup dan dokumen pekerjaan tidak berpengaruh terhadap
keterlambatan proyek dermaga dengan nilai sebesar 49,3%. Hal ini
disebabkan oleh perencanaan gambar dan spesifikasi sudah cukup
lengkap dan layak, perubahan desain atau detail pekerjaan pada
waktu pelaksanaan sangat sedikit, serta sepahamannya antara
pemilik dan kontraktor dalam pembuatan gambar kerja.
3. Organisasi, kordinasi, dan komunikasi tidak berpengaruh terhadap
keterlambatan proyek dermaga dengan nilai sebesar 33,9%. Hal ini
disebabkan oleh wewenang personil pemilik dalam pengambilan
keputusan tidak terbatas dan mengkoordinasi penyerahan atau
penggunaan lahan yang dijadikan tempat pelaksanaan
pembangunan dengan baik, sehingga pelaksanaan tidak
mengalami keterlambatan.
4. Kesiapan atau penyiapan sumberdaya mempunyai pengaruh
terhadap keterlambatan proyek dermaga dengan nilai sebesar
75,4%. Untuk mengurangi keterlambatan proyek dermaga perlu
diperhatikan kesiapan atau penyiapan sumberdaya, terutama pada
peralatan kerja yang sesuai dengan kebutuhan, penyediaan tenaga
kerja yang memadai, serta pengaturan pengelola lahan kerja
direncanakan dan ditata dengan baik.
5. Sistem inspeksi, kontrol, dan evaluasi pekerjaan tidak berpengaruh
terhadap keterlambatan proyek dermaga dengan nilai sebesar
18,3%. Hal ini disebabkan oleh proses persetujuan ijin kerja dari
pemilik tidak susah, kontrol dan evaluasi dari pemilik sesuai dengan
waktu yang ditentukan, serta tidak ada kegagalan kontraktor
selama melaksanakan pekerjaan dan tidak ada hasil pekerjaan
yang diperbaiki atau diulang.

33

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 24-34

6. Force majeure mempunyai pengaruh terhadap keterlambatan


proyek dermaga dengan nilai sebesar 75,4%. Untuk mengurangi
keterlambatan proyek dermaga perlu diperhatikan force majeure,
terutama pada perencanaan kondisi lokasi sesuai desain, akses
untuk menuju lokasi diperhitungkan, serta perencanaan kondisi
lokasi sesuai dengan kondisi cuaca.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka saran dan implikasi penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengatasi keterlambatan proyek dermaga di Provinsi Maluku
Utara perlu memperhatikan perencanaan dan penjadwalan proyek,
kesiapan atau penyiapan sumberdaya dan force majeure.
2. Sebagai masukan bagi perusahaan dan pemerintah daerah yang
terlibat dalam proyek pembangunan dermaga agar lebih
memperhatikan keterlambatan proyek dermaga di wilayah Provinsi
Maluku Utara.
3. Perlu melakukan penelitian selanjutnya dengan melakukan
pembagian kuesioner kepada seluruh karyawan yang terlibat dalam
pelaksanaan proyek dermaga di Provinsi Maluku Utara.

DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiyar, Ariful. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan
Proyek Konstruksi Pembangunan Gedung di Kota Lamongan. Jurnal
Rekayasa Sipil. Vol. 6, No. 1 2012. ISSN 1978-5658.
Bakran, Nanang. 2012. Evaluasi Faktor-faktor Keterlambatan Proyek Konstruksi
Bidang Bangunan Gedung dan Jasa Konstruksi pada Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Berau. Tesis. Program Studi Teknik Sipil Universitas Brawijaya
Malang.
Ervianto, Wulfram I. 2005. Manajemen Proyek Konstruksi. Edisi Revisi. Yogyakarta:
Andi Offset.
Riduwan. 2010. Dasar-Dasar Statistik. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sujianto, Agus Eko. 2009. Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0. Jakarta: Prestasi
Pustakarya.
Waluyo, Rudi. 2009. Kajian Faktor Penyebab Keterlambatan Waktu Pelaksanaan
Proyek Konstruksi. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil. Fakultas Teknik
Sipil Universitas Palangka Raya. No. 2 Juni 2009.

34

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen| Heri Sujatmiko

OPTIMALISASI PENGGUNAAN DUA MEREK SEMEN YANG


BERBEDA PENGARUHNYA TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR
DAN BIAYA UNTUK PEMBUATAN MORTAR DENGAN BERBAGAI
VARIASI PROPORSI CAMPURAN YANG BERBEDA
Heri Sujatmiko
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi

ABSTRAKSI
Semen merupakan bahan pengikat hidrolis yang mengeras jika
dicampur dengan air dalam jumlah tertentu; sedangkan kuat tekan yang
dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi merek semen itu sendiri.
Antara merek semen satu dengan yang lain memiliki daya ikat masingmasing yang akan menghasilkan perbedaan kuat tekan mortar. Secara
rasional kualitas semen yang baik memiliki daya rekat dan kuat tekan
yang tinggi, sehingga perlu dibuktikan secara ilmiah.
Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh
perbedaan kekuatan antara semen yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan hasil uji laboratorium tentang kuat tekan mortar secara
urut dapat diketahui perbedaan sebagai berikut: Campuran 1: Gresik
197,13 Puger 154,71; Campuran 2: Gresik 163,26 Puger 124,09;
Campuran 3: Gresik 98,36 Puger 85,8; Campuran 4: Gresik 89,52
Puger 68,81; dan mendapatkan selisih biaya sebesar Rp 2.330 atau
sebesar 6,4%.
Kata Kunci: Semen, Kuat Tekan, Biaya

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mortar adalah campuran yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan
pengikat (kapur, semen portland, tanah liat), dan air. Mortar berfungsi
sebagai pengikat bagian non struktural. Mortar digunakan untuk konstruksi
yang bersifat struktural, misalnya pada bangunan pondasi, dan digunakan
pada konstruksi yang bersifat non struktural, misalnya pada spesi untuk
pasangan batu bata. Komposisi mortar bisa berubah dan dapat divariasi
berdasarkan untuk apa mortar tersebut dipergunakan.
Mengingat pentingnya mortar sebagai bagian dari kontruksi yang
memikul beban, maka standar spesifikasi mortar mengacu pada kuat
tekannya, yaitu kemampuan mortar dalam menerima beban. Sama halnya
dengan beton, kekuatan tekan mortar dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain faktor air semen dan kepadatan, jenis semen, jumlah semen,
sifat agregat, dan jumlah umur mortar.
35

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 35-47

Dalam penelitian ini, bahan dasar mortar yaitu semen dan pasir.
Semen yang digunakan mempunyai karateristik dan kuat tekan yang
berbeda, sehingga perlu diuji untuk mengetahui perbedaan dari kedua
semen. Semen yang digunakan dalam pembuatan benda uji kali ini adalah
semen berasal dari gunung kapur Puger (Jember) dan gunung kapur Gresik
(Gresik). Semen dari Jember ini masih baru berproduksi, maka penelitian ini
membandingkan semen produksi baru dari Jember dengan semen dari
Gresik yang sudah lama digunakan.
Mortar dalam campuran biasa menggunakan perbandingan 1:6
(semen:pasir). Namun, perbandingan yang diambil dalam penelitian ini
adalah variasi 1:6, 1:5, 1:4, dan 1:3 untuk mengetahui perbedaan kuat tekan
dan pengaruhnya terhadap biaya.
Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan
permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil uji karakteristik dari kedua merek semen yang
berbeda?
2. Bagaimana hasil kuat tekan mortar dari kedua semen pada proporsi
campuran dan fas yang sama?
Batasan Masalah
Demi mendapatkan hasil yang valid, penelitian ini dibatasi pada hal-hal
sebagai berikut:
1. Penelitian hanya membandingkan karateristik dan kuat tekan dari
dua semen yang berasal dari daerah Puger dan Gresik.
2. Benda uji yang dipakai hanya mortar.
3. Agregat halus (pasir) digunakan pasir dari Lumajang.
4. Proporsi campuran yang dipakai adalah 1:3, 1:4, 1:5, 1:6
(semen:pasir).
5. Pengujian kuat tekan mortar dilakukan pada hari ke-28.
6. Setiap proporsi campuran dilakukan benda uji sebanyak 25 buah.
7. Tidak meneliti unsur kimia dari semen.
Tujuan Penelitian
Adapun hasil yang akan didapat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui hasil uji karakteristik dari kedua merek semen yang
berbeda.
2. Mengetahui hasil kuat tekan mortar dari kedua semen pada
proporsi campuran dan fas yang sama.

36

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen| Heri Sujatmiko

Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui karateristik dan kuat tekan dari kedua merek
semen yang berasal dari Puger dan Gresik tersebut, maka dapat dijadikan
informasi kepada masyarakat agar lebih biasa menggunakan semen
sebagai bahan konstruksi yang sesuai dengan kemampuan semen.

TINJAUAN PUSTAKA
Mortar
Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran
material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (kapur, tanah
liat, semen portland), dan air dengan komposisi tertentu.
Adapun macam mortar adalah:
1. Mortar lumpur (mud mortar), yaitu mortar dengan perekat tanah.
2. Mortar kapur, yaitu mortar dengan bahan perekat kapur.
3. Mortar semen, yaitu mortar dengan bahan perekat semen.
Kuat Tekan Mortar
Kuat Tekan Mortar untuk mengetahui perbandingan kuat tekan mortar
dengan varian berbeda, perhitungan kuat tekan mortar menggunakan
rumus:
Fm = P / A .........................................................................................
Dimana:
Fm
P
A

(1.1)

= kuat tekan mortar (Mpa)


= Beban maksimum Total (N)
= Luas permukaan yang dibebani (mm)

Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kuat tekan dan kuat tarik


lentur mortar diantaranya adalah air semen, jumlah semen, umur mortar,
dan sifat agregat.
Gradasi Agregat Halus
Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Berdasarkan
standar pengujian ASTM C 109 dan SNI 15-2049-2004, agregat halus yang
dipergunakan untuk campuran pembuatan benda uji kuat tekan mortar
adalah pasir dengan gradasi lolos ayakan no. 16 (1,18 mm), no. 20 (850
m), no. 30 (600 m), no. 40 (425 m), no. 50 (300 m), dan no. 100 (150
m).

37

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 35-47

Spectra
Tabel 1.
Analisa Ayakan
Lubang ayakan
inci (mm)
2 (50)
1 1/2 (37,5)
1 (25,0)
(19,0)
(12,5)
3/8 (9,5)
No.4 (4,75)
No.8 (2,36)
No.16 (1,18)
No.30 (0,6)
No.50 (0,3)
No.100 (0,15)

Persentase Berat Butir Lolos


Ukuran Maksimum Agregat
2 in.
1,5 in.
1 in.
0,75 in.
95-100
100
95-100
100
25-70
95-100
100
35-70
90-100
10-30
26-60
10-30
20-25
0-5
0-5
10-30
0-10
0
0
0-5
0-5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Agregat
halus
100
95-100
80-100
50-85
25-60
10-30
2-10

Sumber: SNI 15-2049-2004

Kadar Air Agregat Halus


Kandungan air yang terdapat pada suatu agregat (di lapangan) perlu
diketahui untuk menghitung jumlah air yang diperlukan dalam campuran
mortar dan untuk mengetahui berat satuan agregat. Keadaan yang dipakai
sebagai dasar perhitungan adalah agregat kering tungku dan jenuh kering
permukaan (SSD) karena konstan untuk agregat tertentu.
Atamb = ((K Kssd)/100) x Wag ..............................................................
dimana:
Atamb
K
Kssd
W ag

(1.2)

: air tambahan dari agregat, dalam liter


: kadar air di lapangan, dalam %
: kadar air jenuh kering muka/SSD, dalam %
: berat agregat jenuh kering muka/SSD, dalam kg

Sedangkan kadar air dalam pasir dapat diukur dengan cara sebagai berikut:
Kadar air = ((berat semula berat kering)/berat kering) x 100 ........

(1.3)

METODOLOGI
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboraturium Teknologi Beton Fakultas
Teknik Sipil Universitas17 Agustus 1945 Banyuwangi.
Penelitian ini dilakukan mulai September - Nopember 2013 mulai dari
persiapan bahan sampai penelitian selesai.

38

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen| Heri Sujatmiko

Desain Campuran Mortar


Desain campuran mortar dilakukan untuk membuat komposisi benda
uji mortar (semen, pasir, air). Perhitungan desain campuran dilakukan pada
empat proporsi campuran, yaitu 1pc:3ps, 1pc:4ps, 1pc:5ps, dan 1pc:6ps,
adalah sebagai berikut:
1. Proporsi campuran 1 = 1pc : 3ps = 5 kg semen : 15 kg pasir
2. Proporsi campuran 2 = 1pc : 4ps = 3,5 kg semen : 15 kg pasir
3. Proporsi campuran 3 = 1pc : 5ps = 3 kg semen : 15 kg pasir
4. Proporsi campuran 4 = 1pc : 6ps = 2,5 kg semen : 15 kg pasir

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data yang didapat adalah hasil dari pengujian di Laboraturium.
Pengolahan data tersebut dilakukan guna menganalisa hasil pengujian dan
mengambil kesimpulan dari serangkaian pengujian yang telah dilakukan.
Data Hasil Pengujian
Setelah melakukan pengujian material, didapatkan data material yang
nantinya dibuat benda uji mortar. Data-data tersebut adalah sebagai berikut:
Berat Jenis Semen
Hasil pengujian berat jenis yang dilakukan di laboratorium didapat nilai
sebagai berikut:
Tabel 2.
Analisis Pengujian Berat Jenis Semen
No.
1
2

Jenis Pengujian
Berat Jenis Semen Puger
Berat Jenis Semen Gresik

Rata-rata
2,90
3,26

Sumber: Hasil Uji Laboratorium, 2014

Berat Volume Semen


Hasil pengujian volume semen yang dilakukan di laboratorium didapat
nilai sebagai berikut:
Tabel 3.
Analisis Pengujian Berat Volume Semen
No.
1
2

Jenis Pengujian
Berat Volume Semen Puger
Berat Volume Semen Gresik

Dengan
Rojokan
1,192
1,201

Tanpa
Rojokan
1,208
1,215

Rata-rata
(gr/cm3)
1,200
1,208

Sumber: Hasil Uji Laboratorium, 2014

39

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 35-47

Spectra
Kehalusan Semen

Tabel 4.
Analisis Pengujian Kehalusan Semen
No.
1
2

Jenis Pengujian
Kehalusan Semen Puger
Kehalusan Semen Gresik

Rata-rata (%)
0,114
0,081

Sumber: Hasil Uji Laboratorium, 2014

Agregat Halus
Pengujian agregat halus dilakukan untuk mendapatkan data yang
nantinya dipakai. Berikut ini adalah hasil pengujian hasil pengujian agregat
halus secara menyeluruh.
Tabel 5.
Analisis Pengujian Agregat Halus
No.
1
2
3
4
5
6

Jenis Pengujian
Modulus Kehalusan
Berat Jenis
Berat Volume
Kelembaban
Air Resapan
Kadar Lumpur

Rata-rata
313,23
2,825
1,243 gr/cm
5,58%
10,86%
4,53%

Sumber: Hasil Uji Laboratorium, 2014

Rencana Desain Campuran Mortar


Sebelum tahap pengecoran atau pembuatan benda uji, perlu dilakukan
adanya perencanaan campuran mortar dan mengetahui kebutuhan air yang
harus dicampurkan dalam campuran tersebut. Berikut rincian percampuran
yang akan dilakukan:
Kelembaban pasir = 5,58%
Resapan air pasir = 10,86%
Jadi setiap desain proporsi campuran harus ditambah air sebanyak 5,28%
(10,86% 5,58%) dengan fas yang digunakan 0,5
Tabel 6.
Kebutuhan Air Tiap Proporsi Campuran
Proporsi campuran 1 : 3
Proporsi campuran 1 : 4
Proporsi campuran 1 : 5
Proporsi campuran 1 : 6

. 1.000 gram semen : 3.000 gram pasir


. ((5,28/100)x 3) + 0,5 = 0,66 liter
. 1.000 gram semen : 4.000 gram pasir
. ((5,28/100)x 4) + 0,5 = 0,71 liter
. 1.000 gram semen : 5.000 gram pasir
. ((5,28/100)x 5) + 0,5 = 0,76 liter
. 1.000 gram semen : 6.000 gram pasir
. ((5,28/100)x 6) + 0,5 = 0,816 liter

Sumber: Hasil Analisis Data Uji Laboratorium, 2014

40

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen| Heri Sujatmiko

Berikut kebutuhan total proporsi campuran untuk membuat 50 buah benda


uji:
Tabel 7.
Sampel Mortar pada Masing-masing Proporsi Campuran
Semen

Jumlah Benda Uji


untuk Pengujian Hari ke

Proporsi
Campuran

1;3
1;4
Puger
1;5
1;6
1;3
1;4
Gresik
1;5
1;6
( Jumlah Benda Uji )

14

21

28

10
10
10
10
10
10
10
10

10
10
10
10
10
10
10
10

10
10
10
10
10
10
10
10

Total
Benda uji
30
30
30
30
30
30
30
30
240

keterangan
Mortar Normal
Mortar Normal
Mortar Normal
Mortar Normal
Mortar Normal
Mortar Normal
Mortar Normal
Mortar Normal
Buah

Sumber: Hasil Perhitungan, 2014

Pengujian Kuat Tekan Mortar


Pengujian kuat tekan mortar dilakukan di Laboratorium Struktur
Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi.
Contoh pengujian kuat tekan mortar adalah sebagai berikut:
P = 5 KN = 5000N
A = 50 x 50 = 2500 mm

Kuat tekan ( fc) =


=

5000
2500

= 2 Mpa

Analisa Hasil Pengujian Kuat Tekan Mortar


Hasil pengujian kuat tekan mortar pada penelitian ini menunjukkan
bahwa kuat tekan rata-rata pada umur 14, 21, dan 28 hari dengan
percobaan komposisi yang telah ditentukan adalah sebagai berikut.
Tabel 8.
Hasil Rata-rata Kuat Tekan Mortar Semen Puger
CAMPURAN

UMUR 14

UMUR 21

UMUR 28

1:3

113,2

136,67

154,71

1:4

94,89

116,52

124,09

1:5

78,52

83,56

85,8

1:6

56,05

68,06

68,81

Sumber: Hasil Analisis Data Uji Laboratorium, 2014

41

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 35-47

Spectra

KUAT TEKAN

Rata-rata Kuat Tekan Puger


200

154,71
136,67
113,2

150
100

124,09
116,52
94,89
85,8
78,5283,56

50
0

68,0668,81
56,05

14 hari
21 hari

1 : 3.

28 hari

1 : 4.

1 : 5.

1 : 6.

PROPORSI CAMPURAN

Gambar 2
Grafik Rata-rata Kuat Tekan Mortar Semen Puger
Tabel 9
Hasil Rata-rata Kuat Tekan Mortar Semen Gresik
CAMPURAN

14 hari

21 hari

28 hari

1:3
1:4

124,64

158,2

197,13

101,56

135,88

163,26

1:5

86,42

90,87

98,36

1:6

53,12

70,9

89,52

Sumber: Hasil Analisis Data Uji Laboratorium, 2014

Rata-rata Kuat Tekan Gresik


200

197,13

KUAT TEKAN

158,2

150

124,64

163,26
135,88
101,56

100

98,36
90,87
86,42

50

89,52
70,9
53,12

21 hari
28 hari

1 : 3.

1 : 4.

1 : 5.

1 : 6.

PROPORSI CAMPURAN

Gambar 3.
Grafik Rata-rata Kuat Tekan Mortar Semen Gresik

42

14 hari

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen| Heri Sujatmiko

Perbandingan Kuat Tekan


Tabel 10.
Hasil Rata-rata Kuat Tekan Mortar Semen Gresik dan Semen Puger
UMUR 28

Gresik

Puger

1:3

197,13

154,71

1:4

163,26

124,09

1:5

98,36

85,8

1:6

89,52

68,81

Sumber: Hasil Analisis Data Uji Laboratorium, 2014

Perbandingan Perhitungan Biaya Untuk Pembuatan Mortar Semen


Tabel 11.
Hasil Perhitungan Biaya Mortar Semen Puger
Memasang 1 m2 Mortar 1 pc : 3 ps
Bahan
Jumlah
Sat
Nama
7,776
kg
Semen
0,023
m3
Pasir
1,200
ltr
Air
Tenaga
0,300
OH
Pekerja
0,150
OH
Tukang batu
0,015
OH
Kepala tukang
0,010
OH
Mandor
Harga satuan pekerjaan
Harga setelah dibulatkan
Memasang 1 m2 Mortar 1 pc : 4 ps
Bahan
Jumlah
Sat
Nama
6,240
kg
Semen
0,024
m3
Pasir pasang
1,400
ltr
Air
Tenaga
0,300
OH
Pekerja
0,150
OH
Tukang batu
0,015
OH
Kepala tukang
0,010
OH
Mandor
Harga satuan pekerjaan
Harga setelah dibulatkan

Harga (Rp)
1.200,00
118.000,00
350,00
Jumlah (I)
40.000,00
55.000,00
60.000,00
70.000,00
Jumlah (II)

Jumlah
Rp
9.331,20
Rp
2.714,00
Rp
420,00
Rp
12.465,20
Rp
12.000,00
Rp
8.250,00
Rp
900,00
Rp
700,00
Rp
21.850,00
Rp
34.315,20
Rp
34.310,00

Harga (Rp)
1.200,00
118.000,00
350,00
Jumlah (I)
40.000,00
55.000,00
60.000,00
70.000,00
Jumlah (II)

Jumlah
Rp
7.488,00
Rp
2.832,00
Rp
490,00
Rp
10.810,00
Rp
12.000,00
Rp
8.250,00
Rp
900,00
Rp
700,00
Rp
21.850,00
Rp
32.660,00
Rp
32.660,00

43

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 35-47

Spectra
Memasang 1 m2 Mortar 1 pc : 5 ps
Bahan
Jumlah
Sat
Nama
5,184
kg
Semen
0,026
m3
Pasir pasang
1,600
ltr
Air
Tenaga
0,300
OH
Pekerja
0,150
OH
Tukang batu
0,015
OH
Kepala tukang
0,010
OH
Mandor
Harga satuan pekerjaan
Harga setelah dibulatkan
Memasang 1 m2 Mortar 1 pc : 6 ps
Bahan
Jumlah
Sat
Nama
4,416
kg
Semen
0,027
m3
Pasir pasang
1,800
ltr
Air
Tenaga
0,300
OH
Pekerja
0,150
OH
Tukang batu
0,015
OH
Kepala tukang
0,015
OH
Mandor

Harga (Rp)
1.200,00
118.000,00
350,00
Jumlah (I)
40.000,00
55.000,00
60.000,00
70.000,00
Jumlah (II)

Jumlah
Rp
6.220,80
Rp
3.068,00
Rp
560,00
Rp
10.221,92
Rp
12.000,00
Rp
8.250,00
Rp
900,00
Rp
700,00
Rp
21.850,00
Rp
32.071,92
Rp
32.070,00

Harga (Rp)
1.200,00
118.000,00
350,00
Jumlah (I)
40.000,00
55.000,00
60.000,00
70.000,00
Jumlah (II)

Jumlah
Rp
5.299,20
Rp
3.186,00
Rp
630,00
Rp
9.280,08
Rp
12.000,00
Rp
8.250,00
Rp
900,00
Rp
1.050,00
Rp
22.200,00
Rp
31.480,08
Rp
31.480,00

Harga satuan pekerjaan


Harga setelah dibulatkan
Sumber: Hasil Perhitungan, 2014

Tabel 12
Hasil Perhitungan Biaya Mortar Semen Gresik
.Memasang 1 m2 Mortar 1 pc : 3 ps
Bahan
Jumlah
Sat
Nama
7,776
kg
Semen
0,023
m3
Pasir
1,200
ltr
Air
Tenaga
0,300
OH
Pekerja
0,150
OH
Tukang batu
0,015
OH
Kepala tukang
0,010
OH
Mandor
Harga satuan pekerjaan
Harga setelah dibulatkan

44

Harga (Rp)
1.500,00
118.000,00
350,00
Jumlah (I)
40.000,00
55.000,00
60.000,00
70.000,00
Jumlah (II)

Jumlah
Rp 11.664,00
Rp
2.714,00
Rp
420,00
Rp 14.798,00
Rp 12.000,00
Rp
8.250,00
Rp
900,00
Rp
700,00
Rp 21.850,00
Rp 36.648,00
Rp 36.640,00

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen| Heri Sujatmiko

Memasang 1 m2 Mortar 1 pc : 4 ps
Bahan
Jumlah
Sat
Nama
6,240
kg
Semen
0,024
m3
Pasir pasang
1,400
ltr
Air
Tenaga
0,300
OH
Pekerja
0,150
OH
Tukang batu
0,015
OH
Kepala tukang
0,010
OH
Mandor
Harga satuan pekerjaan
Harga setelah dibulatkan
Memasang 1 m2 Mortar 1 pc : 5 ps
Bahan
Jumlah
Sat
Nama
5,184
kg
Semen
0,026
m3
Pasir pasang
1,600
ltr
Air
Tenaga
0,300
OH
Pekerja
0,150
OH
Tukang batu
0,015
OH
Kepala tukang
0,010
OH
Mandor
Harga satuan pekerjaan
Harga setelah dibulatkan
Memasang 1 m2 Mortar 1 pc : 6 ps
Bahan
Jumlah
Sat
Nama
4,416
kg
Semen
0,027
m3
Pasir pasang
1,800
ltr
Air
Tenaga
0,300
OH
Pekerja
0,150
OH
Tukang batu
0,015
OH
Kepala tukang
0,015
OH
Mandor
Harga satuan pekerjaan
Harga setelah dibulatkan

Harga (Rp)
1.500,00
118.000,00
350,00
Jumlah (I)
40.000,00
55.000,00
60.000,00
70.000,00
Jumlah (II)

Jumlah
Rp
9.360,00
Rp
2.832,00
Rp
490,00
Rp 12.682,00
Rp 12.000,00
Rp
8.250,00
Rp
900,00
Rp
700,00
Rp 21.850,00
Rp 34.532,00
Rp 34.530,00

Harga (Rp)
1.500,00
118.000,00
350,00
Jumlah (I)
40.000,00
55.000,00
60.000,00
70.000,00
Jumlah (II)

Jumlah
Rp
7.776,00
Rp
3.068,00
Rp
560,00
Rp 11.404,00
Rp 12.000,00
Rp 8.250,00
Rp
900,00
Rp
700,00
Rp 21.850,00
Rp 33.254,00
Rp 33.250,00

Harga (Rp)
1.500,00
118.000,00
350,00
Jumlah (I)
40.000,00
55.000,00
60.000,00
70.000,00
Jumlah (II)

Jumlah
Rp
6.624,00
Rp
3.186,00
Rp
630,00
Rp 10.440,00
Rp 12.000,00
Rp
8.250,00
Rp
900,00
Rp
1.050,00
Rp 22.200,00
Rp 32.640,00
Rp 32.640,00

Sumber: Hasil Perhitungan, 2014

Dari kedua semen tersebut terlihat bahwa biaya untuk membuat 1 m2


mortar dengan memakai Semen Puger Rp 34.310,00. Biaya sebesar ini
lebih rendah dibandingkan dengan biaya pembuatan mortar memakai
Semen Gresik yaitu sebesar Rp 36.640,00. Ada penurunan biaya sebesar
Rp 2.330,00 atau penghematan biaya 7,6%. Biaya tersebut merupakan
angka signifikan, apalagi dengan volume pekerjaan dalam sebuah proyek
biasanya cukup besar.

45

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 35-47

Spectra

HARGA MORTAR M2

PERBANDINGAN ANALISA HARGA


Rp37.000,00
Rp36.000,00
Rp35.000,00
Rp34.000,00
Rp33.000,00
Rp32.000,00
Rp31.000,00
Rp30.000,00
Rp29.000,00
Rp28.000,00

Rp36.640,00
Rp34.530,00

Rp34.310,00

Rp32.660,00

Rp33.250,00
Rp32.070,00

Rp32.640,00

Rp31.480,00

puger
gresik

1 : 3.

1 : 4.

1 : 5.

1 : 6.

PROPORSI CAMPURAN MORTAR


Gambar 4.
Diagram Perbandingan Analisa Harga dari kedua semen

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dapat disimpulkan:
1. Pada pengujian karateristik dari kedua semen dapat disimpulkan
kedua semen sudah bisa memenuhi standar SNI, sehingga
keduanya layak digunakan sebagai bahan bangunan untuk
pekerjaan konstruksi.
2. Dari kedua semen tersebut, Semen Gresik memiliki kuat tekan lebih
tinggi dibanding dengan Semen Puger, yang paling tertinggi kuat
tekan pada proporsi 1:3 yaitu 197,13 kg/cm2 Semen Gresik dan
154,71 kg/cm2 Semen Puger.
3. Dari kedua semen tersebut terlihat bahwa biaya untuk membuat 1
m2 mortar dengan memakai Semen Puger Rp 34.310. Biaya
sebesar ini lebih rendah dibandingkan dengan biaya pembuatan
mortar memakai Semen Gresik yaitu sebesar Rp 36.640. Terdapat
penurunan biaya sebesar Rp 2.330 atau penghematan biaya 6,4%.
Biaya tersebut merupakan angka signifikan, apalagi dengan volume
pekerjaan dalam sebuah proyek biasanya cukup besar.
Saran
1. Dengan melihat perbedaan kuat tekan kedua semen, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk komposisi dan fungsi semen.
46

Optimalisasi Penggunaan Dua Merek Semen| Heri Sujatmiko

2. Perlu dilakukan untuk penelitian berikutnya dengan menggunakan


proporsi pasir yang lebih diperkecil antara perbandingan satu
dengan yang lain.
3. Diperlukan perluasan penelitian kembali dengan menggunakan
semua merek semen yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 20014. Teknologi Bahan Kontruksi. Diktat Penuntun Pratikum.
Laboratorium Material dan Struktur. Program Studi Teknik Sipil. Universitas
Andalas. Padang.
Mulyono, T. 2003. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
SNI 03-6825-2002. Metode Pengujian Kuat Tekan Mortar Semen Portland untuk
Pekerjaan Sipil. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
SNI 03-6882-2002. Spesifikasi Mortar untuk Pekerjaan Pasangan. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
SNI 03-1974-1990. Metode Pengujian Kuat Tekan Beton. Jakarta: Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Tjokrodimuljo, Kardiyono. 1996. Teknologi Beton. Yogyakarta: Penerbit Nafiri.

47

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 48-63

Spectra

EVALUASI PENGENDALIAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI


PADA PROYEK CIVIL WORK DI SMK NEGERI 1 KEDIRI
Niken Peni Wardani
M. Ruslin Anwar
Indradi Wijatmiko
Program Pascasarjana Teknik Sipil (S-2) Universitas Brawijaya Malang

ABSTRAKSI
Syarat keberhasilan suatu proyek konstruksi adalah tercapainya
sasaran proyek, yaitu tepat biaya, tepat waktu, dan tepat kualitas;
sehingga seluruh rencana proyek baik pada tahapan prakonstruksi,
pelaksanaan konstruksi, dan pasca konstruksi dapat berjalan dengan
baik. Pengendalian merupakan salah satu fungsi dari manajemen
proyek yang bertujuan agar pekerjaan dapat berjalan mencapai
sasaran tanpa banyak penyimpangan.
Penelitian ini akan melakukan analisis dan simulasi kinerja biaya,
waktu, dan penggunaan sumberdaya pada proyek yang sudah selesai
serta mengalami keterlambatan dengan menggunakan metode Earned
Value; sedangkan pengendalian kualitas menggunakan check-list tiga
sudut pandang. Kemudian dilakukan analisis pada proyek yang masih
dikerjakan dan menerapkan hasil simulasi sebelumnya untuk
mengoptimalkan kinerja biaya dan waktu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan pekerjaan pada
Gedung Pusat Pengendali Manajemen SMK Negeri 1 Kediri terdapat
selisih dari rencana anggaran dan jadwal yang tidak terlalu signifikan
serta pengendalian kualitas dari sudut pandang ketiga perspektif adalah
sangat baik. Pada proyek yang masih dalam proses pengerjaan, yaitu
Gedung Teori A, pekerjaan lebih cepat dari jadwal dengan biaya lebih
besar dibandingkan dengan rencana serta pada kinerja proyek terdapat
selisih dari rencana anggaran dan jadwal yang tidak terlalu signifikan.
Kata Kunci: Biaya, Waktu, Kualitas, Earned Value Method

PENDAHULUAN
Pada pelaksanaan proyek diharapkan dapat merencanakan jadwal
waktu yang efektif dan merencanaan biaya yang efisien tanpa mengurangi
kualitas. Ketiga hal tersebut bersifat tarik menarik, artinya jika ingin
meningkatkan kinerja proyek, maka pada umumnya harus diikuti dengan
menaikkan kualitas, yang selanjutnya berakibat pada naiknya biaya yang
melebihi anggaran. Sebaliknya, bila ingin menekan biaya, maka biasanya
harus berkompromi dengan kualitas dan jadwal. Dengan demikian, ukuran

48

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi| Niken P.W | M. Ruslin | Indradi W.

keberhasilan proyek senantiasa dikaitkan dengan sejauhmana ketiga hal


tersebut dapat dipenuhi.
Pengendalian merupakan salah satu fungsi dari manajemen proyek
yang bertujuan agar pekerjaan-pekerjaan dapat berjalan mencapai sasaran
tanpa banyak penyimpangan. Pengendalian proyek adalah suatu usaha
sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran
perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan pelaksanaan
dengan standar, menganalisis kemungkinan adanya penyimpangan antara
pelaksanaan dengan standar, serta mengambil tindakan pembetulan yang
diperlukan agar sumberdaya yang digunakan secara efektif dan efisien
dalam rangka mencapai sasaran (Soeharto, 2001). Dengan adanya
pengendalian, maka diharapkan perencanaan yang sudah dibuat dapat
dipantau dan dikendalikan penerapannya.
Earned Value Method (EVM) adalah salah satu cara untuk mengetahui
kinerja biaya dan waktu serta efisiensi penggunaan sumberdaya. Selain itu,
juga digunakan untuk memprediksikan total biaya akhir serta untuk
mengoptimalkan waktu pelaksanaan proyek. Sedangkan check-list tiga
sudut pandang (konstruktor, klien, dan pihak ketiga) yang merupakan hasil
penelitian Hosein N. Rad dan Farzad Khosrowshahi, dapat digunakan untuk
mengetahui kualitas proyek berdasarkan tiga perspektif tersebut. Untuk
mengoptimalkan waktu dan mengetahui lintasan kritis dari jaringan kerja
proyek, maka dapat menggunakan Critical Path Method (CPM).
SMK Negeri 1 Kediri ditunjuk menjadi sekolah model Program SBI
INVEST (Indonesia Vocational Education Strengthening) bersama 90 SMK
yang lain di Indonesia dan mendapatkan bantuan dana dari ADB (Asian
Development Bank). Program ini ditujukan untuk meningkatkan fasilitas
sarana prasarana (fisik) dan peningkatan proses belajar mengajar (non fisik)
menuju sekolah berstandar internasional.
Proyek Civil Work Program SBP SBI INVEST SMK Negeri 1 Kediri,
khususnya yang terkait dengan pembangunan gedung baru dan rehabilitasi,
terdiri dari 13 bangunan yang terbagi dalam tiga tahap pembangunan, mulai
tahun 2010 hingga 2012 dengan total dana Rp 7.108.568.000.
Dengan adanya keterlambatan pada bangunan yang sudah selesai,
maka dalam penelitian ini akan mengevaluasi tentang pengendalian biaya,
waktu, dan kualitas serta penggunaan sumberdaya pada proyek yang sudah
selesai. Kemudian, hasil simulasi pengendalian pada proyek yang sudah
selesai tersebut diaplikasikan pada proyek yang masih dalam proses
penyelesaian untuk mendapatkan optimalisasi kinerja biaya dan waktu.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
studi kasus dan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara, obervasi, dan dokumentasi.

49

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 48-63

Spectra

Teknik analisa data yang dilakukan adalah:


1. Pada proyek yang sudah selesai (Gedung Pusat Pengendali
Manajemen) dilakukan:
a. Analisis pengendalian biaya, waktu, dan kinerja dengan Earned
Value Method (EVM). Pada tahap ini akan didapatkan data:
(1) BCWS (Budgeted Cost of Work Schedule)
Merupakan gambaran tentang anggaran rencana sampai
pada periode tertentu terhadap volume rencana proyek yang
dikerjakan dengan menggunakan perhitungan sebagai
berikut:
BCWS = % Bobot Rencana x Nilai Kontrak
(2) BCWP (Budgeted Cost of Work Performed)
Merupakan gambaran tentang anggaran rencana proyek
pada periode tertentu terhadap apa yang telah dikerjakan
pada volume pekerjaan aktual dengan menggunakan
perhitungan sebagai berikut:
BCWP = % Bobot Realisasi x Nilai Kontrak
(3) ACWP (Actual Cost of Work Performed)
Merupakan gambaran tentang anggaran aktual yang
dihabiskan untuk pelaksanaan pekerjaan pada keadaan
volume pekerjaan aktual berdasarkan catatan pengeluaran,
seperti buku kas proyek.
Dari hasil BCWS, BCWP, dan ACWP, maka akan dapat
diketahui kinerja biaya berdasarkan besarnya nilai varian biaya
(Cost Varians/CV) dan kinerja varian jadwal (Schedule Varians/
SV) dengan formula sebagai berikut:
(1) CV = BCWP ACWP
(2) SV = BCWP BCWS
Berdasarkan hasil CV dan SV, maka dapat disimpulkan hasilnya
dengan melihat tabel varians biaya dan waktu di bawah ini:
Tabel 1.
Varians Biaya dan Jadwal Terpadu

50

Varians
Jadwal

Varians
Biaya

Positif

Positif

Nol

Positif

Positif

Nol

Nol

Nol

Nol

Negatif

Keterangan
Pekerjaan terlaksana lebih cepat dan pada jadwal
dengan biaya lebih kecil dari pada anggaran.
Pekerjaan terlaksana tepat sesuai jadwal dengan
biaya lebih rendah dari anggaran.
Pekerjaan selesai lebih cepat dari pada jadwal dan
terlaksana sesuai anggaran.
Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal dan anggaran.
Pekerjaan terlaksana sesuai jadwal dengan menelan
biaya di atas anggaran.

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi| Niken P.W | M. Ruslin | Indradi W.

Varians
Jadwal

Varians
Biaya

Negatif

Nol

Negatif

Negatif

Positif

Negatif

Negatif

Positif

Keterangan
Pekerjaan selesai terlambat dan menelan biaya sesuai
anggaran.
Pekerjaan selesai terlambat dan menelan biaya lebih
tinggi daripada anggaran.
Pekerjaan selesai lebih cepat dari pada rencana
dengan menelan biaya di atas anggaran
Pekerjaan selesai terlambat dan menelan biaya lebih
rendah daripada anggaran.

Sumber : Soeharto, 1997

b. Pengendalian kualitas dianalisis dengan checklist tiga perspektif


yang merupakan hasil penelitian Hosein N. Rad dan Farzad
Khosrowshahi, dengan metode penyebaran kuisioner yang
menggunakan Skala Likert (skala 1-4) dan dengan
menggunakan SPSS dapat diketahui mean, median, dan standar
deviasi. Rentang nilai yang digunakan adalah:
Tabel 2.
Rentang Nilai Tiap Variabel
Variabel
1. External
Factors
2. Internal Factors
3. External View
4. External
Finishing
5. Internal
Finishing
6. Lights
7. Services
8. Fit for Purpose
9. Material Quality

Kurang Baik

Kategori
Cukup Baik

Baik

Sangat Baik

11

10.5

14.9

15

19

20

24

13
2

23
3.4

22.8
3.5

32.4
4.9

32.5
5

42
6.4

42
6.5

52
8

3.4

3.5

4.9

6.4

6.5

6.9

9.9

10

13

13

16

2
1
5
2

3.4
1.7
8.7
3.4

3.5
1.75
8.75
3.5

4.9
2.4
12.4
4.9

5
2.5
12.5
5

6.4
3.2
16
6.4

6.5
3.3
16
6.5

8
4
20
8

c. Efisiensi penggunaan sumberdaya, dapat diketahui dengan


penghitungan indeks kinerja biaya (CPI/Cost Performed Index)
dan indeks kinerja jadwal (SPI/Schedule Performed Index)
dengan formulasi sebagai berikut:
Indeks Kinerja Biaya (CPI) = BCWP / ACWP
Indeks Kinerja Waktu (SPI) = BCWP / BCWS
Dari hasil SPI dan CPI akan memperlihatkan hal-hal sebagai
berikut:
(1) Angka indeks kurang dari satu berarti pengeluaran lebih
besar dari anggaran atau waktu pelaksanaan lebih lama dari
jadwal yang direncanakan.
(2) Bila angka indeks lebih dari satu maka kinerja
penyelenggaraan proyek lebih baik dari perencanaan, dalam

51

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 48-63

arti pengeluaran lebih kecil dari anggaran atau jadwal lebih


cepat dari rencana.
(3) Makin besar perbedaan dari angka satu, berarti
penyimpangan terhadap perencanaan dasar atau anggaran
juga makin besar. Angka yang terlalu tinggi menunjukkan
kinerja penyelenggaraan proyek yang sangat baik
dibandingkan
perencanaan,
maka
perlu
diadakan
pengkajian apakah mungkin perencanaannya atau
anggarannya yang justru tidak realistis.
d. Kemudian dilakukan simulasi Prakiraan Biaya Total Proyek
(EAC) dan biaya untuk pekerjaan yang tersisa (ETC) untuk
mengetahui EAC yang mendekati BAC. Formulasi yang
digunakan adalah:
(1) Prakiraan biaya total (Estimate at Complete/EAC) digunakan
rumus:
EAC = ACWP + ETC
(2) Biaya pekerjaan tersisa (Estimate to Complete/ETC)
menurut Soeharto (2001) diekstrapolasi dengan beberapa
cara, yaitu:
a) Pekerjaan sisa memakan biaya sebesar anggaran.
Asumsi bahwa sisa pekerjaan akan memakan biaya
sesuai dengan anggaran, tidak tergantung dari prestasi
yang telah dicapai sampai dengan saat pelaporan.
b) Kinerja sama besar sampai akhir proyek.
Analisa ini beranggapan angka kinerja pada saat
pelaporan akan tetap bertahan sampai akhir proyek.
c) Campuran
Pendekatan yang dipakai menggabungkan kedua cara
yang sebelumnya telah dijelaskan:
i. Bila penyelesaian pekerjaan masih di bawah 50 %,
maka sisa pekerjaan akan memakan biaya sesuai
dengan anggaran, tidak tergantung dari prestasi yang
telah dicapai sampai saat ini. Total biaya proyek (EAC)
didapat dari menjumlahkan semua pengeluaran
sampai pada saat pelaporan (BAC) ditambah sejumlah
biaya sesuai anggaran untuk biaya tersisa (ETC),
sehingga:
ETC = (BAC EV)
ii. Bila penyelesaian pekerjaan pada saat pelaporan
sudah lebih dari 50 %, maka prestasi yang dicapai
cukup realistis untuk menganalisa pekerjaan tersisa
(ETC).
ETC = (BAC EV)
CPI
52

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi| Niken P.W | M. Ruslin | Indradi W.

Dimana:
BAC =
=
ETC =
=
CPI =
=

Basic of Budgeted Cost at Completion


Biaya akhir yang dianggarkan
Estimate to Complete
Biaya untuk Pekerjaan yang tersisa
Cost Performance Index
Indeks Kinerja Biaya

e. Prakiraan waktu penyelesaian proyek dapat menggunakan


formulasi sebagai berikut:
TE = ATE + [ OD (ATE x SPI) ]
SPI
Dimana:
TE (Time Estimated)= Prakiraan Waktu Penyelesaian
ATE (Actual Time Expended)= Waktu yang telah ditempuh
OD (Original Duration)= Waktu yang direncanakan

2. Pada proyek pembangunan Gedung Teori A (sedang berjalan)


dilakukan:
a. Analisis pengendalian biaya, waktu, dan kinerja dengan Earned
Value Method (EVM) pada minggu ke-10 dan ke-16. Dilanjutkan
dengan melakukan perkiaan biaya dan waktu hingga akhir
proyek.
b. Optimalisasi waktu pelaksanaan proyek dengan menggunakan
Earned Value Method (EVM) dengan menggunakan hasil
simulasi dari proyek yang sudah selesai dan Critical Path
Method (CPM).
Untuk membuat jaringan tiap item pekerjaan diperlukan identifikasi
jenis pekerjaan, ketergantungan pekerjaan,
dan waktu
penyelesaian tiap item pekerjaan. Setelah itu, akan dapat diperoleh
Earliest Event Time (EET) / Earliest Start (ES), Earliest Event Time
(EET), Earliest Finish (EF), Latesh Start (LS), Latesh Finish (LF),
dan slack dengan hitungan:
EETj = (EETi + dij) max

HASIL DAN ANALISA


Analisis Gedung Pusat Pengendali Manajemen
Analisis Pengendalian Biaya dan Waktu
Untuk mengetahui pengendalian biaya dan waktu digunakan Earned
Value Method (EVM). Berdasarkan data RAB, laporan kemajuan pekerjaan,
dan buku kas proyek, maka didapatkan hasil analisis BCWS, BCWP, dan
ACWP bahwa ada 22 minggu atau 73,33% pekerjaan nilai SV negatif, dan
nilai CV-nya positif. Hal itu menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan
mengalami keterlambatan penyelesaiandan pengeluaran biaya lebih rendah
dari anggaran. Grafik hubungan BCWS, BCWP, dan ACWP dari minggu
pertama hingga akhir adalah sebagai berikut:
53

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 48-63

Spectra

Gambar 1.
Grafik CV dan SV Gedung Pusat Pengendali Manajemen

Sedangkan untuk efisiensi penggunaan sumberdaya dapat dilihat


pada grafik di bawah ini:
Nilai Index

2
1,5
1
INDEX IDEAL

0,5

CPI
SPI

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Waktu (Minggu)
Gambar 2.
Grafik Kinerja Proyek Gedung Pusat Pengendali Manajemen

Dari hasil perhitungan di atas, maka disimpulkan bahwa ada 22


minggu atau 73,33% pekerjaan dengan nilai SPI<0, dan nilai CPI>1, yang
artinya bahwa mayoritas kinerja penyelenggaraan proyek mengalami
keterlambatan penyelesaian dan pengeluaran biaya lebih rendah dari
anggaran.
Untuk perkiraan biaya total proyek(EAC), dilakukan dengan 2 macam
penghitungan, yaitu untuk prestasi mingguan di bawah 50%, maka ETC =
BAC BCWP, sedangkan untuk prestasi mingguan di atas 50%, ETC =
(BACBCWP)/CPI.
Dari hasil perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa di minggu
pertama nilai EAC>BAC, sedangkan nilai EAC yang mendekati nilai BAC
diperoleh di minggu kedua dengan nilai prestasi mingguan sebesar 6.18%
dan nilai CPI=1.0139. Nilai EAC selain minggu pertama dan ke-2, lebih kecil
dari BAC. Berdasarkan hasil tersebut, maka dilakukan simulasi untuk
mengetahui perkiraan biaya tiap minggu dengan menggunakan hasil nilai
EAC yang mendekati nilai BAC, dengan asumsi bahwa:
(1) Nilai EAC sebesar Rp 1.185.671.344,68
(2) Nilai BAC sebesar Rp 1.186.675.875,00
54

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi| Niken P.W | M. Ruslin | Indradi W.

(3) Besar prestasi minggu ke-2 dan sebelumnya, nilai ACWP, BCWP,
ETC adalah sama dengan awal.
(4) Selisih kenaikan prestasi tiap minggu diasumsikan sebesar selisih
prestasi minggu ke-2 dengan minggu sebelumnya, yaitu sebesar
4.74%, hingga mencapai 100%.
(5) Untuk prestasi mingguan di bawah 50%, maka ETC = BAC
BCWP
(6) Untuk prestasi mingguan di atas 50%, maka ETC = (BAC
BCWP)/CPI
Berdasarkan hasil simulasi di atas, maka pelaksanaan proyek dapat
diselesaikan dalam 22 minggu, yaitu lebih cepat 4 minggu dari waktu yang
direncanakan, dengan biaya lebih rendah dari perencanaan, sebesar Rp
1.004.530,33. Sedangkan pada simulasi perkiraan waktu penyelesaian
proyek, untuk mendapatkan waktu penyelesaian yang tepat dengan durasi
yang ditetapkan, yaitu 156 hari, maka nilai SPI= 1,0011 (minggu ke-1),
SPI=1,0004 (minggu ke-10), dan SPI=1 (minggu ke-30). Sedangkan untuk
mendapatkan waktu yang kurang dari durasi yang direncanakan, maka nilai
SPI=1,1397 (137 hari), SPI=1,0281 (152 hari), SPI=1,0235 (152 hari), dan
SPI=1,0161 (154 hari).
Dengan nilai SPI=1,1397, waktu pelaksanaan dapat lebih cepat dari
jadwal dan jumlah biaya lebih kecil dari rencana. Untuk itu, nilai SPI=1,1397
ini akan digunakan untuk optimalisasi pada pelaksanaan pembangunan
gedung yang masih dalam proses pengerjaan.
Analisis Pengendalian Kualitas
Untuk menganalisis digunakan kuesioner yang terdiri atas 37 butir
pertanyaan disebarkan kepada 13 responden yang merupakan tiga
kelompok responden, yaitu tim pelaksana/konstruktor (5 orang), PIU/klien (3
orang), dan tim perencana pengawas/pihak ketiga (5 orang). Hasil
analisisnya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.
Hasil Analisis Pengendalian Kualitas dengan Tiga Perspektif
Skor
TerendahTertinggi

Skor
MInimumMaksimum

Rerata
(Mean)

Standar
Deviasi

1. External Factors

6-24

18.00-24.00

20.4615

1.71345

2. Internal Factors

13-52

38.00-52.00

45.3077

4.64372

3. External View

2-8

7.00-8.00

7.6154

.50637

4. External Finishing

2-8

4.00-8.00

6.0769

1.49786

5. Internal Finishing

4-16

9.00-15.00

12.3077

2.17503

6. Lights

2-8

5.00-8.00

7.0000

1.00000

Variabel

Kategori
85.2564%
Sangat baik
87.1302%
Sangat baik
95.1923%
Sangat baik
75.9615%
Baik
76.9231%
Baik
87.5%
Sangat baik

55

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 48-63

Spectra
Skor
TerendahTertinggi

Skor
MInimumMaksimum

Rerata
(Mean)

Standar
Deviasi

7. Services

1-4

2.00-4.00

3.3846

.65044

8. Fit for Purpose

5-20

12.00-20.00

17.0000

2.94392

9. Material Quality

2-8

5.00-8.00

6.6923

1.25064

Variabel

Kategori
84.6154%
Sangat baik
85%
Sangat baik
83.6538%
Sangat baik

Berdasarkan hasil di atas, dari 9 variabel, 7 diantaranya berkategori


sangat baik, sedangkan 2 lainnya dalam kategori baik. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa kualitas bangunan Gedung Pusat Pengendali
Manajemen secara keseluruhan dari sudut pandang ketiga perspektif adalah
sangat baik.
Analisis Gedung Teori A
Evaluasi Minggu ke-10
Hasil analisis identifikasi varians di minggu ke-10 adalah:
BCWS
= Rp 284.900.849,69
BCWP
= Rp 356.769.362,51
ACWP
= Rp 408.036.250,00
CV = BCWP-ACWP
= Rp -51.266.887,49
SV = BCWP-BCWS
= Rp 71.868.512,82
Berdasarkan hasil di atas, nilai SV positif dan CV negatif, yang artinya
adalah pekerjaan lebih cepat dari jadwal dengan biaya lebih besar
dibandingkan dengan rencana. Grafik CV dan SV dibandingkan dengan
jadwal rencana pada minggu ke-10 ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.
Grafik CV dan SV Pembangunan Gedung Teori A Hingga Minggu Ke-10

Untuk mengetahui efisiensi penggunaan sumberdaya, maka dihitung


indeks kinerja biaya dan waktu sebagai berikut:
56

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi| Niken P.W | M. Ruslin | Indradi W.

1.
2.

Indeks kinerja biaya/CPI


Indeks kinerja waktu/SPI

= BCWP/ACWP
= BCWP/BCWS

Nilai Indeks

Hasilnya adalah CPI=0,87, SPI=1,25. Nilai CPI kurang dari satu,


artinya bahwa biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan
rencana; sedangkan nilai SPI pada minggu ke-10, nilainya lebih dari satu,
artinya bahwa waktu pelaksanaan pembangunan lebih cepat dari jadwal
yang direncanakan dengan grafik seperti di bawah ini:
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00

Index Ideal
CPI
SPI

9 10 11

Waktu (minggu)

Gambar 4.
Grafik Kinerja Proyek Gedung Teori A Hingga Minggu Ke-10

Evaluasi Minggu ke-16


Hasil analisis identifikasi varians di minggu ke-16 adalah:
BCWS = Rp 629.580.590,04
BCWP = Rp 644.847.480,73
ACWP = Rp 689.328.750,00
CV
= BCWP-ACWP
= Rp -44.481.269,27
SV
= BCWP-BCWS
= Rp 15.266.890,69
Berdasarkan hasil di atas, nilai SV positif dan CV negatif. Hal ini sama
kondisinya dengan pekerjaan pada minggu ke-10 saat evaluasi pertama,
artinya bahwa pekerjaan lebih cepat dari jadwal dengan biaya lebih besar
dibandingkan dengan rencana.
Data tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

57

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 48-63

Spectra

Gambar 5.
Grafik CV dan SV Pembangunan Gedung Teori A Hingga Minggu Ke-16

Sedangkan perhitungan indeks kinerja biaya dan waktu adalah


CPI=0,94, SPI=1,02. Nilai CPI kurang dari satu.Artinya bahwa biaya yang
dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan rencana.Sedangkan nilai SPI
lebih dari satu. Artinya bahwa waktu pelaksanaan pembangunan lebih cepat
dari jadwal yang direncanakan dengan grafik sebagai berikut:
Nilai Indeks

4,00
3,00
2,00

Index Ideal

1,00

CPI

0,00

SPI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Waktu (minggu)
Gambar 6.
Grafik Kinerja Proyek Gedung Teori A Hingga Minggu Ke-16

Optimalisasi Kinerja Biaya dan Waktu pada Gedung Teori A


Optimalisasi Kinerja Biaya dengan Earned Value Analysis
Pada tabel BCWP sebelumnya, proyek pembangunan Gedung Teori A
ini pada minggu ke-16 telah mencapai 73.57%, sehingga prestasi yang
dicapai cukup realistis untuk menganalisa pekerjaan tersisa (Estimate to
Complete/ETC). Perhitungan pekerjaan tersisa pada minggu ke-16 adalah:
BAC (biaya akhir yang dianggarkan) = Rp 876,541,980.53
EV/BCWP
= Rp 644.847.480,73
CPI
= 0.94
ETC = (BAC EV)/CPI = Rp 247.676.675,03
Dengan mengasumsikan bahwa kecenderungan angka kinerja biaya
yang terjadi pada saat pelaporan adalah tetap sampai akhir proyek, maka
perkiraan biaya total proyek adalah sebagai berikut:
58

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi| Niken P.W | M. Ruslin | Indradi W.

AC minggu ke-16 = Rp 689.328.750,00


ETC
= Rp 247.676.675,03
EAC = AC + ETC = Rp 689.328.750,00 + Rp 247.676.675,03
= Rp 937.005.425,03
Dari perhitungan di atas, maka dapat dilihat untuk perkiraan biaya akhir
justru lebih besar dibandingkan dengan anggaran yang direncanakan
dengan kata lain proyek merugi sebesar Rp 60.155.875,17.
Untuk itu, dilakukan simulasi dengan menggunakan hasil dari hitungan
pada bangunan yang sudah selesai, dimana digunakan asumsi EAC
tetap hingga minggu akhir dan sama dengan BAC, serta CPI=1,0139;
maka dapat diketahui prediksi BCWP, prestasi kumulatif BCWS, ACWP,
dan ETC untuk minggu ke-17 hingga ke-24. Diketahui pula bahwa
prediksi total biaya akhir penyelesaian pekerjaan dapat memenuhi
prestasi kemajuan pekerjaan 100% di minggu ke-22. Untuk prediksi
hubungan BCWS, BCWP dan ACWP hingga akhir pekerjaan dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:

Anggaran (Rp)

90000000
70000000
50000000

BCWP

30000000

ACWP

10000000
-1E+08

BCWS
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25

Waktu (Mg)

Gambar 7.
Grafik Prediksi Kinerja Biaya dan Waktu Pembangunan
Gedung Teori A Hingga Akhir Proyek

Optimalisasi Kinerja Waktu


a. Earned Value Analysis
Dengan mengasumsikan bahwa kecenderungan angka kinerja
waktu yang terjadi pada saat pelaporan adalah tetap sampai akhir
proyek dan prestasi pekerjaan mencapai lebih dari 50%, maka
simulasi perkiraan waktu total proyek pada minggu ke-16 adalah
sebagai berikut:
ATE = 96 hari
OD = 144 hari
SPI = 1.0242
TE = 96 + ((144 (96 x 1.0242) / 1.0242) = 141 hari

59

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 48-63

Dengan hasil di atas, maka dapat diperkirakan proyek akan dapat


diselesaikan dalam waktu 141 hari, artinya terdapat percepatan 3
hari dari waktu yang direncanakan.
Bila mengacu pada hasil simulasi perkiraan waktu penyelesaian
proyek pada pembangunan yang sudah selesai, maka hasil
perkiraan waktu penyelesaian proyek Gedung Teori A adalah
sebagai berikut:
ATE = 96 hari
OD = 144 hari
SPI = 1.1397
TE = 96 + ((144 (96 x 1.1397) / 1.1397) = 127 hari
Dengan hasil tersebut, maka dapat diperkirakan proyek akan dapat
diselesaikan dalam waktu 127 hari, artinya terdapat percepatan 17
hari dari waktu yang direncanakan.
b. Critical Path Method
Untuk melihat kinerja waktu secara rinci, maka digunakan Critical
Path Method yang dapat menunjukkan waktu optimal di tiap
pekerjaan serta diperoleh lintasan kritis dari keseluruhan pekerjaan.
Sebelum membuat jaringan kerja, maka perlu diketahui dahulu
ketergantungan setiap item pekerjaan pada proyek. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui pekerjaan mana yang harus dikerjakan
dahulu sebelum pekerjaan lain dikerjakan, serta pekerjaan mana
yang dapat dikerjakan dalam waktu yang bersamaan.
Dari tabel ketergantungan dibuatlah identifikasi lintasan kritis
dengan menentukan ES, EF, LS, LF, dan slack. Kemudian dibuat
jaringan kerja berdasarkan identifikasi lintasan kritis, seperti yang
digambarkan oleh gambar berikut:

Gambar 8.
Diagram Jaringan Kerja dengan Metode CPM Pembangunan Gedung Teori A

Dari hasil diagram jaringan kerja di atas, maka lintasan kritis dapat
ditunjukkan oleh kegiatan dengan nilai slack sama dengan 0, ada
22 pekerjaan dari 88 total pekerjaan. Berdasarkan hitungan pada
60

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi| Niken P.W | M. Ruslin | Indradi W.

tabel di atas, maka pekerjaan pembangunan Gedung Teori A dapat


dioptimalkan hingga 140 hari, yaitu lebih cepat 4 hari dari waktu
yang ditentukan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Gedung Pusat
Pengendali
Manajemen
mayoritas
pekerjaan
mengalami
keterlambatan penyelesaian dan pengeluaran biaya yang lebih
rendah dari anggaran. Secara keseluruhan pada kinerja proyek
terdapat perbedaan sedikit dari angka 1, berarti ada selisih dari
rencana anggaran dan jadwal yang tidak terlalu signifikan.
Pengendalian kualitas secara keseluruhan dari sudut pandang
ketiga perspektif adalah sangat baik.
2. Perkiraan biaya akhir proyek dan perkiraan waktu penyelesaian
yang dibutuhkan untuk pembangunan Gedung Pusat Pengendali
Manajemen dibandingkan dengan realisasi pelaksaaan di lapangan
adalah proyek dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang
direncanakan dengan biaya lebih rendah dari perencanaan.
3. Pada proyek yang masih dalam proses pengerjaan, yaitu Gedung
Teori A, pekerjaan lebih cepat dari jadwal dengan biaya lebih besar
dibandingkan dengan rencana dan kinerja proyek terdapat
perbedaan sedikit dari angka 1 yang berarti ada selisih dari rencana
anggaran dan jadwal yang tidak terlalu signifikan.
4. Optimalisasi kinerja biaya dan waktu pada proyek pembangunan
Gedung Teori A adalah hasil hitungan perkiraan biaya akhir di
minggu ke-16, anggaran justru lebih besar dibandingkan dengan
anggaran yang direncanakan; sedangkan dengan menggunakan
hasil simulasi pada gedung yang sudah selesai, maka diprediksikan
total biaya akhir penyelesaian pekerjaan sama dengan rencana
dengan waktu lebih cepat dari rencana. Untuk perkiraan waktu yang
paling cepat adalah dengan menggunakan hasil simulasi prakiraan
waktu dari bangunan yang sudah selesai.
Saran
1. Dalam pelaksanaan pembangunan di SMK Negeri 1 Kediri:
a. Untuk menghasilkan pekerjaan yang optimal, maka perlu adanya
pengendalian kinerja biaya, waktu, dan kualitas pada saat
pelaksanaan pekerjaan.
b. Diperlukan manajemen proyek untuk memudahkan pelaksanaan
pembangunan agar tidak menyimpang dari biaya, waktu, dan
kualitas yang ditentukan.

61

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 48-63

2. Dalam penelitian selanjutnya:


a. Perlu dilakukan analisis pengendalian kualitas lebih mendalam
lagi, misalnya dengan melihat kualitas bangunan berdasarkan uji
material, sumberdaya manusia, peralatan, dan sebagainya, serta
menggunakan responden pengguna bangunan untuk menambah
validitas analisis kualitas.
b. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dominan
antara kinerja biaya, waktu, dan kualitas terhadap kinerja proyek
secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Buku Panduan SMK SBI INVEST No. 14-PS-2010.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Chandra, HP, Susanto, A, & Ryanto, S. 2003. Pengendalian Pelaksanaan
Konstruksi Berdasarkan Konsep Nilai Hasil pada Pembangunan Pabrik X di
Gresik. Dimensi Teknik Sipil. Vol. 5. No. 2. September 2003:109-112. Diakses
pada tanggal 24 Juni 2012.
<http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/CIV/CIV030502/CIV030502/CI
V03040209.pdf>
Cristobal, JRS. 2009. Time, Cost, and Quality in a Road Building Project. Journal of
Construction Engineering and Management (ASCE). November 2009.
135:1271-1274.
Dipohusodo, I. 1996. Manajemen Proyek Konstruksi. Jilid 1. Yogyakarta: Kanisius.
El-Rayes, K, & Kandil, A. 2005. Time-Cost-Quality Trade-Off Analysis for Highway
Construction. Journal of Construction Engineering and Management (ASCE).
April 2005. 131:477-486.
Ervianto, WI. 2005. Manajemen Proyek Konstruksi. Edisi Revisi. Yogyakarta: CV
ANDI.
Husen, A. 2009. Manajemen Proyek. Yogyakarta: CV ANDI.
Keppres No. 80 tahun 2003
Kerzner, H. 1995. Project Management: A System Approach to Planning,
Schedulling, and Controlling. Fifth Edition. New York: Van Nostrand Reinhold.
Kusumastuti. 2010. Perencanaan dan Pengendalian Proyek. Jurnal: TEKNIS. Vol.
5. No. 3. Desember 2010 : 132-136. Diakses pada tanggal 28 Mei 2012.
<http://www.polines.ac.id/ teknis/upload/jurnal/jurnal_teknis_1336632439.pdf>
Narbuko, C. & Achmadi, HA. 2010. Metodologi Penelitian. Cetakan ke-11. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Rad, H N and Khosrowshahi, F. 1998. Quality Measurement in Construction
Projects. Association of Researchers in Construction Management, Vol. 2,
389-97. 9-11 September 1998. Diakses pada tanggal 23 Mei 2014.
<http://www.arcom.ac.uk/-docs/proceedings/ar1998-389397_Rad_and_Khosrowshahi.pdf>
Rezain, A. 2011. Time-Cost-Quality-Risk of Construction and Development Projects
or Investment. Middle-East Journal of Scientific Research 10 (2):218-223.

62

Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi| Niken P.W | M. Ruslin | Indradi W.

Santosa, B. 2009. Manajemen Proyek: Konsep & Implementasi. Edisi Pertama.


Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soeharto, I. 2001. Manajemen Proyek: Dari Konseptual Sampai Operasional.
Jakarta: Erlangga.
Sudarsana, DK. 2008. Pengendalian Biaya dan Jadual Terpadu pada Proyek
Konstruksi. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. Vol. 12. No. 2. Juli 2008. Diakses pada
tanggal 5 Agustus 2012.
<http://ojs.unud.ac.id/index.php/jits/article/download/3492/2525>
Sugiono. 2010. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Yansen, W. 2010. Korelasi Pengendalian Mutu Rencana Pelaksanaan dengan
Kinerja Proyek Konstruksi. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. Vol. 14. No. 2. Juli 2010.
Diakses pada tanggal 28 Mei 2012.
<http://ojs.unud.ac.id/index.php/jits/article/download/3642/2671>

63

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 64-71

Spectra

STUDI PASCAHUNI RSS BERDASARKAN TINJAUAN ASPEK


KEPUASAN PENGHUNI DI KOTA MALANG
(STUDI KASUS: RSS CITRAMAS RAYA TIDAR)
Titik Poerwati
Tri Bhuana Tungga Dewi
Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP ITN Malang

ABSTRAKSI
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan menunjukan bahwa
kondisi pascahuni sangat mempengaruhi tingkat kebutuhan masyarakat
terhadap perumahan, sedangkan hasil keluaran kondisi pascahuni
adalah tingkat kepuasan yang ditunjukan oleh adanya keluhan-keluhan
selama proses huni berlangsung. Bentuk keluhan-keluhan masyarakat
inilah yang akan dijadikan dasar dalam penelitian ini.
Data yang dibutuhkan mengenai kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat di daerah studi tersebut dilakukan pengumpulan sejumlah
informasi dengan penyebaran sejumlah kuisioner kepada para
penghuni Rumah Sangat Sederhana (RSS) di daerah studi. Data yang
diperoleh tersebut kemudian dibandingkan antara kondisi awal RSS
dengan kondisi saat sekarang, lalu dibandingkan dengan harapan
penghuni. Setelah proses perbandingan itu, maka dilakukan juga
proses perbandingan antara kondisi RSS dengan bentuk kebijaksanaan
yang ada. Dari masing-masing hal tersebut akan diketahui sejauhmana
tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan oleh pemerintah sebagai
penyelenggara dan pihak developer sebagai pelaksana mampu
merealisasikan bentuk perumahan yang sesuai dengan keinginan
masyarakat dengan kemudahan-kemudahan yang diberikan.
Berdasarkan hasil identifikasi perbandingan di atas, maka terdapat 6
(enam) kondisi penting yang mempengaruhi kondisi ideal RSS, yaitu
fisik bangunan, sosial budaya, sosial ekonomi, fasilitas, utilitas dan
aksesbilitas.
Kata Kunci: Pascahuni, Penghuni, Harapan, RSS

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi RSS di wilayah perkotaan Malang dapat digambarkan bahwa
pembangunan perumahan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah
atau rumah sederhana sehat (RSS) tidak terlalu booming seperti produk
properti komersial lainnya. Kebutuhan terhadap RSS tetap tinggi, meski
daya belinya di kota Malang terbatas. Spesifikasi RSS sebenarnya sama
dengan rumah sederhana (RS) yang digunakan pada jaman pemerintahan
64

Studi Pascahuni RSS| Titik Poerwati | Tri Bhuana TW

orde baru. Lesunya pembangunan RS sehat di wilayah kota Malang lebih


dikarenakan belum adanya dukungan riil dari semua unsur dalam
pemerintahan. Oleh karena itu, sampai saat ini pembangunan RSS yang
ada tidak maksimal, padahal kebutuhan akan RSS sangat banyak. RSS
yang ada saat ini didominasi berada di kawasan Barat dan Selatan kota
Malang serta sebagian besar terdapat di kawasan Barat kota Malang.
Melihat kondisi tersebut, maka masyarakat yang berpendapatan menengah
ke bawah berupaya untuk tinggal di tempat-tempat yang tidak ideal untuk
bermukim, namun dari segi ekonomi mereka mampu untuk membayar.
Rumusan Masalah
Bagaimana penentuan kondisi ideal RSS yang diinginkan oleh penghuni
di kawasan studi berdasarkan tinjauan kondisi pascahuni.
Tujuan Penelitian
Untuk menentukan kondisi ideal RSS yang diinginkan oleh penghuni di
kawasan studi berdasarkan tinjauan kondisi pascahuni.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Perumahan
Tata ruang perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana lingkungan, dimana penyediaannya ada yang
dilakukan oleh masyarakat sendiri maupun oleh pihak pengembang
(Kepmen Perumahan Rakyat, 1995). Dalam Kepmen tersebut juga
disebukan bahwa tujuan pembangunan perumahan dan permukiman adalah
agar setiap orang dapat menempati perumahan yang sehat untuk
mendukung kelangsungan dan peningkatan kesejahteraan sosialnya. Oleh
karena itu, sasaran pembangunan perumahan dan permukiman adalah
tertata dan tersedianya (mengatur, membangun, memugar, memperbaiki,
dan menempati) perumahan dan permukiman secara merata bagi seluruh
lapisan masyarakat, terutama bagi golongan masyarakat yang berpendapatan
rendah
Secara garis besar perumahan dapat dibagi dalam tiga kelompok
(Yudhohusodo, 1991), yaitu:
1. Perumahan yang direncanakan dengan baik dan dibangun dengan
baik dan teratur rapi serta memiliki prasarana, utilitas dan fasilitas
yang cukup dan baik, yang disebut sebagai perumahan teratur.
2. Perumahan yang berkembang tanpa direncanakan terlebih dahulu.
Polanya tidak teratur dan prasarana, utilitas dan fasilitasnya tidak
mencukupi atau memenuhi syarat baik jumlah maupun kualitasnya,
yang disebut sebagai perumahan tidak teratur.
65

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 64-71

3. Perumahan yang tidak sepenuhnya direncanakan dengan baik atau


juga disebut sebagai perumahan setengah teratur.
Lokasi Daerah Perumahan
Untuk menetapkan lokasi perumahan yang baik perlu diperhatikan halhal sebagai berikut (Budiharjo, 1987):
a. Mudah mengerjakannya, dalam arti tidak banyak pekerjaan cut &
fill, pembongkaran tonggak-tonggak kayu, dan sebagainya.
b. Bukan daerah banjir, bukan daerah gempa, bukan daerah angin
ribut, dan bukan daerah rayap.
c. Mudah dicapai tanpa hambatan yang berarti.
d. Tanahnya baik, sehingga konstruksi bangunan yang ada dapat
direncanakan dengan sistem yang semurah mungkin.
e. Mudah mendapatkan sumber air bersih, listrik, pembuangan air
limbah/kotor/hujan, dan lain-lain.
f. Mudah mendapatkan tenaga-tanaga pekerja dan lain-lain.
Rumah Sangat Sederhana (RSS)
Pengertian Rumah sangat sederhana berdasarkan Ketetapan Menteri
Perumahan Rakyat adalah: Rumah tidak bersusun dengan lantai bangunan
maksimum 36 m2 dan sekurang-kurangnya memiliki kamar mandi dengan
wc dan ruang serbaguna dengan biaya pembangunan per m2 sekitar
setengah dari biaya perkembangan per m2 tertinggi untuk rumah
sederhana.
Faktor Penentu Kualitas Pemenuhan Kondisi Perumahan
Terdapat beberapa kondisi yang bisa dijadikan patokan dalam
mengukur kualitas permukiman, yaitu:
Bentuk/ tipe rumah
Mutu terjamin
Harga rumah
Cara pembayaran
Luas tanah
Lokasi strategis
Jaringan air minum, listrik, telepon
Kenyamanan lingkungan
Sarana olahraga, bermain, dan ibadah
Interior ruang

66

Studi Pascahuni RSS| Titik Poerwati | Tri Bhuana TW

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSS Citra Mas Raya Kecamatan Dau yang
tepatnya terletak di daerah perbatasan yang memisahkan antara Kota
Malang dengan Kota Batu, dimana sebagian masuk dalam wilayah
administrasi Kota Batu, serta memiliki 5 (lima) kelurahan, yaitu Kelurahan
Mulyoagung, Landungsari, Tegalweru, Karangwidora, dan Kalisongo.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data memperhatikan jenis data yang dikumpulkan dengan
berorientrasi pada tujuan yang hendak dicapai. Ketepatan dalam teknik
analisa sangat mempengaruhi ketepatan hasil penelitian. Teknik analisa ini
mendeskripsikan perbandingan antara kondisi RSS pertama kali ada dan
kondisi yang diinginkan oleh penghuni, didapatkan dari hasil sebaran
kuisioner dan wawancara. Hal ini akan menghasilkan kesesuaian bentuk
dan model RSS ideal serta perbandingan antara kesesuaian yang ada
dengan bentuk kebijaksanaan pemerintah mengenai RSS ideal yang telah
ada, sehingga akan dijadikan sebagai variabel yang menentukan kondisi
ideal sebuah RSS. Untuk lebih memudahkan dalam penyajian analisa ini,
maka digunakan sarana tabel untuk membandingkan kesesuaian antar
variabel.
Analisa kondisi RSS Citra Mas Raya terbagi menjadi 6 sasaran, yaitu
analisa kondisi fisik bangunan RSS, kondisi sosial budaya dan kondisi sosial
ekonomi penghuni RSS, kondisi fasilitas RSS, kondisi utilitas RSS, serta
kondisi aksesibilitas RSS
ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN
Kondisi Ideal yang Diinginkan Penghuni dan yang Terpenuhi
Hasil Analisa Kondisi Fisik Bangunan
Kondisi Atap
Kondisi atap yang diinginkan oleh penghuni adalah berbahan dasar
genteng karena dengan bahan dasar tanah liat, maka hawa dingin
dan panas akibat lokasi perumahan yang berada di dataran tinggi
dapat dikurangi. Kondisi ini sesuai dengan kondisi yang ditentukan
oleh pihak pemerintah dalam kebijakan yang menentukan kondisi
ideal RSS. Dengan demikian, maka kondisi atap genteng berbahan
dasar tanah liat dapat dipenuhi oleh pihak developer.
Kondidi Jendela
Kondisi jendela yang diinginkan oleh penghuni adalah penambahan
jumlah dan ukuran serta ornamen jendela karena dengan jumlah
serta ukuran ditambah, maka sirkulasi udara dalam rumah akan
semakin sehat, sedangkan mengenai ornamen jendela disesuaikan
67

Spectra

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 64-71

dengan selera serta keinginan penghuni. Penambahan jumlah serta


ukuran disesuaikan dengan jumlah kamar. Jika penambahan
jumlah jendela dilakukan, maka diperlukan adanya penambahan
jumlah ruangan, sedangkan penambahan ruangan disesuaikan
dengan jumlah kebutuhan keluarga. Kondisi yang diinginkan oleh
penghuni dapat dipenuhi oleh pihak developer karena jumlah
jendela yang ada saat ini telah memenuhi aturan serta standar
rumah sehat
Kondisi Dinding
Kondisi dinding yang diinginkan oleh penghuni adalah dinding yang
diplester serta finishing cat, dengan alasan untuk mengurangi debu
dalam rumah serta menambah nilai estetika rumah. Kondisi ini telah
dipenuhi oleh pihak developer, namun untuk cat masih diserahkan
pada penghuni. Kondisi ini juga telah sesuai dengan standar yang
ditentukan oleh pemerintah.
Jumlah Kamar
Jumlah kamar yang diinginkan oleh penghuni disesuaikan dengan
jumlah kebutuhan anggota keluarga dengan memepertimbangkan
kondisi luas lahan. Kondisi ini dapat dipenuhi oleh pihak developer
dengan menyisakan lahan kosong, sehingga sewaktu-waktu dapat
digunakan oleh penghuni serta adanya ruang serbaguna yang
dapat dijadikan ruang apa saja sesuai dengan keinginan penghuni.
Luas Halaman dan Jenis Vegetasi
Luas lahan yang diinginkan penghuni adalah lahan kosong yang
dapat dijadikan sebagai halaman bermain anak serta jenis vegetasi
yang beranekaragam. Kondisi ini dapat dipenuhi oleh pihak
developer dengan menyisakan lahan kosong yang dapat digunakan
pada bagian depan maupun samping rumah, namun masih dalam
lingkup halaman rumah.
Hasil Analisa Kondisi Sosial Budaya & Sosial Ekonomi Penghuni
Kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi penghuni tidak dapat
ditentukan oleh pihak developer, namun segala bentuk kekerabatan yang
terjalin baik adalah kekerabatan yang dapat membuat penghuni RSS
merasa nyaman, teratur, dan aman dengan kondisi RSS. Kondisi tersebut
hanya tercipta ketika hubungan antar sesama penghuni terjalin baik, dimana
tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, jenis matapencaharian, dan asalusul budaya penghuni.
Hasil Analisa Kondisi Fasilitas
Kondisi fasilitas yang diharapkan oleh penghuni adalah fasilitas yang
dapat melayani seluruh warga dalam RSS maupun luar RSS, baik berupa
fasilitas peribadatan, kesehatan, pendidikan, maupun perdagangan dan
jasa. Namun, fasilitas yang dapat disediakan oleh pihak developer adalah
fasilitas peribadatan dan fasilitas perdagangan dan jasa karena untuk
68

Studi Pascahuni RSS| Titik Poerwati | Tri Bhuana TW

memenuhi semua fasilitas yang diharapkan penghuni akan menghabiskan


banyak biaya, sehingga pihak developer memanfaatkan fasilitas yang ada di
luar RSS yang masih melayani warga RSS tersebut.
Hasil Analisa Kondisi Utilitas
Kondisi utilitas yang diharapkan oleh penghuni hampir sebagian besar
telah dipenuhi oleh pihak developer, hanya saja untuk air bersih masih
diusahakan oleh pihak developer untuk memasukan jaringan pipa PDAM,
karena kendala utamanya adalah RSS ini terletak di daerah dataran tinggi.
Hasil Analisa Kondisi Aksesibilitas
Kondisi aksesibilitas yang diinginkan oleh penghuni telah terpenuhi,
baik moda angkutan maupun sirkulasi angkutan yang lancar, dengan
tersedianya moda angkutan yang memadai dan jalan bebas hambatan serta
terjangkau dari pusat Kota Malang.
Hasil Analisa Kondisi Ideal yang Diinginkan dan Tidak Terpenuhi
Hasil Analisa Kondisi Fisik Bangunan
Kondisi Lantai
Kondisi lantai yang diinginkan oleh penghuni adalah keramik yang
berbeda tiap kamar, baik warna maupun jenisnya karena dengan
lantai keramik, maka rasa dingin akibat lokasi perumahan di
dataran tinggi dapat dikurangi. Kondisi ini tidak sesuai dengan
kondisi yang ditentukan oleh pihak pemerintah dalam kebijakan
yang menentukan kondisi ideal RSS yatu lantai berbahan dasar
semen biasa dan kondisi inilah yang dipenuhi oleh pihak developer.
Kondisi Pagar
Kondisi pagar yang diinginkan oleh penghuni adalah dari besi
dengan alasan tahan lama serta menambah nilai estetika rumah.
Kondisi ini tidak dapat dipenuhi oleh pihak developer, namun dalam
aturan pemerintah tidak terdapat kejelasan mengenai standar pagar
bagi RSS. Hal ini menunjukan bahwa pihak developer yang
menentukan kondisi pagar suatu RSS.
Hasil Analisa Kondisi Sosial Budaya & Sosial Ekonomi Penghuni
Kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi penghuni tidak dapat
ditentukan oleh pihak developer, namun segala bentuk kekerabatan yang
terjalin dengan baik di lingkungan RSS tidak dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan, jenis matapencaharian, dan asal-usul budaya penghuninya.
Hasil Analisa Kondisi Fasilitas
Kondisi fasilitas yang diharapkan oleh penghuni adalah fasilitas yang
dapat melayani seluruh warga dalam RSS maupun luar RSS berupa fasilitas

69

Nomor 24 Volume XII Juli 2014: 64-71

Spectra

peribadatan, kesehatan, pendidikan, dan fasilitas umum. Di kawasan RSS


tidak tersedia fasilitas kesehatan, pendidikan dan fasilitas umum, dimana hal
ini menunjukan bahwa pihak developer tidak mengikuti aturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
Hasil Analisa Kondisi Utilitas
Kondisi utilitas yang diharapkan oleh penghuni dan belum dipenuhi
oleh pihak developer adalah tersedianya jaringan air minum PDAM
mengingat kendala utama kawasan yang terletak di daerah dataran tinggi.
Hasil Analisa Kondisi Aksesibilitas
Kondisi sarana dan prasarana jalan masih minim, padahal pihak
developer telah menentukan bahwa 10% harga rumah digunakan untuk
memenuhi kebutuhan perbaikan jalan dan pemenuhan kebutuhan fasilitas
umum.

KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dapat ditarik kesimpulan sebagaimana
terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 1.
Kesimpulan Hasil Analisa
Kondisi RSS

Kondisi Awal dan Kondisi


Saat Penelitian

Kondisi Awal dan Kondisi


yang Diinginkan oleh
Penghuni

Kondisi Saat Dilakukan


Penelitian dan Kondisi yang
Dinginkan oleh Penghuni

Kondisi Fisik
Bangunan

Tidak mengalami banyak


perubahan. Hal ini
disebabkan oleh kondisi
ekonomi penghuni RSS yang
tidak mencukupi untuk
melakukan banyak
perubahan pada fisik
bangunan rumah.

Kondisi rumah saat itu


diperuntukan bagi
pensiunan TNI polri
sehingga luas bangunan
serta ornamennya telah
ditentukan oleh pemerintah.

Perbandingan antara kondisi


yang ada serta harapan
penghuni tidak jauh berbeda
karena sebagian besar
penghuni menginginkan
adanya penambahan ruang.

Kondisi Sosial
Budaya
Penghuni

Penambahan jumlah warga


dan perbedaan etnis dalam
RSS mempengaruhi setiap
bentuk kegiatan yang
dilakukan untuk
meningkatkan kekerabatan
sesama penghuni RSS.

Penambahan jumlah warga


dan perbedaan etnis dalam
RSS mempengaruhi setiap
bentuk kegiatan yang
dilakukan untuk
meningkatkan kekerabatan
sesama penghuni RSS.

Penambahan jumlah warga


dan perbedaan etnis dalam
RSS mempengaruhi setiap
bentuk kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan
kekerabatan sesama
penghuni RSS.

Kondisi Sosial
Ekonomi

Perbedaan jenis
matapencaharian dan tingkat
pendapatan tidak
mempengaruhi pola
permukiman, sehingga
kondisi sosial ekonomi tidak
mengalami banyak
perubahan.

Perbedaan jenis
matapencaharian dan
tingkat pendapatan tidak
mempengaruhi pola
permukiman, sehingga
kondisi sosial ekonomi tidak
mengalami banyak
perubahan.

Perbedaan jenis
matapencaharian dan tingkat
pendapatan tidak
mempengaruhi pola
permukiman, sehingga kondisi
sosial ekonomi tidak
mengalami banyak
perubahan.

70

Studi Pascahuni RSS| Titik Poerwati | Tri Bhuana TW

Kondisi RSS

Kondisi Awal dan Kondisi


Saat Penelitian

Kondisi Awal dan Kondisi


yang Diinginkan oleh
Penghuni

Kondisi Saat Dilakukan


Penelitian dan Kondisi yang
Dinginkan oleh Penghuni

Kondisi
Fasilitas

Untuk jumlah unit fasilitas


tidak mengalami
penambahan, baik daya
tampung maupun jumlah
serta letak fasilitas.

Penambahan jumlah
fasilitas dirasakan pada
awal RSS ada sangat
kurang, terutama fasilitas
peribadatan, kesehatan,
perdagangan dan jasa dan
umum.

Penambahan jumlah fasilitas


diinginkan adanya pasar
tradisional, musholla dan
poskamling. Dengan daya
tampung seluruh warga RSS
dan luar RSS, serta letaknya
disesuaikan dengan jenis
fasilitasnya.

Kondisi Utilitas

Untuk kelengkapan utilitas


tidak mengalami perubahan,
namun keluhan penghuni
adalah kelangkaan air bersih.

Untuk kelengkapan utilitas


tidak mengalami perubahan,
namun keluhan penghuni
adalah kelangkaan air
bersih. Harapan penghuni
adalah menyediakan
saluran air bersih dari
PDAM

Untuk kelengkapan utilitas


tidak mengalami perubahan,
namun keluhan penghuni
adalah kelangkaan air bersih.
Harapan penghuni adalah
menyediakan saluran air
bersih dari PDAM

Kondisi
Aksesibilitas

Kondisi jenis moda dan


sirkulasi tetap, hanya saja
diperlukan adanya perbaikan
kondisi jalan.

Kondisi jenis moda dan


sirkulasi tetap, hanya saja
diperlukan adanya
perbaikan kondisi jalan dan
penambahan prasarna jalan
serta sirkulasi angkutan
umum sebaiknya masuk
kedalam RSS.

Kondisi jenis moda dan


sirkulasi tetap, hanya saja
diperlukan adanya perbaikan
kondisi jalan dan penambahan
prasarna jalan serta sirkulasi
angkutan umum sebaiknya
masuk kedalam RSS.

DAFTAR PUSTAKA
Budiharjo, E. 1987. Percikan Masalah Arsitektur Perumahan Kota. Yogyakarta:
UGM Press.
Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 04/KPTS/BKP4N/1995.
Yudhohusodo, S. Dkk. 1991. Rumah untuk Seluruh Rakyat. Jakarta: Yayasan
Padamu Negeri.

71

Nomor 23 Volume XII Januari 2014: 72-86

Spectra

PENELUSURAN GENIUS LOCI PADA PERMUKIMAN SUKU


DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH
Ave Harysakti
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya

Lalu Mulyadi
Program Studi Arsitektur FTSP Institut Teknologi Nasional Malang

ABSTRAKSI
Budaya masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah yang sangat
kaya melahirkan karakter visual yang unik dan khas, baik secara seni
maupun arsitektur lingkungan binaannya. Tulisan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi Genius Loci dari Suku Dayak Ngaju, baik dalam skala
mikro, messo, maupun makro yang menyebabkan pemukiman Dayak
Ngaju memiliki keunikan dalam citra visualnya. Metode yang digunakan
dalam kajian ini adalah deskriptif-kualitatif, dimana dilakukan teknik
penelusuran prosesi ritual Tiwah untuk mengetahui peran dan sarana
yang menjadi titik kulminasi ritual dan memiliki sifat simbolisasi
permanen setelah ritual Tiwah selesai dilaksanakan.
Kata Kunci: Genius Loci, Suku Dayak Ngaju, Citra Visual

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budaya merupakan cara berkehidupan masyarakat di dalam
lingkungan alam dan lingkungan sosialnya yang merupakan hasil dari cipta,
rasa dan karsanya. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang didalamnya terkandung pengetahuan, religi, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
oleh seseorang sebagai anggota masyarakat (Tylor, 1974). Religi sebagai
bagian dari kebudayaan menunjukkan hubungan antara manusia dengan
kekuatan supranatural di luar kemampuannya yang kemudian terwujud
dalam gagasan, tindakan, dan artefak.
Lebih lanjut, Geertz (1973) mendefiniskan bahwa religi adalah suatu
sistem simbol yang dengan cara tersebut manusia berkomunikasi,
melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikap mereka
terhadap kehidupan. Simbol-simbol ini dapat ditemui dalam hampir setiap
perjalanan waktu kehidupan manusia, mulai dari kelahiran, kehidupan dan
kematian. Sistem simbol ini seringkali ditemui dalam artefak-artefak,
termasuk dalam dunia arsitektur. Pada arsitektur tradisional di Nusantara,

72

Penelusuran Genius Loci | Ave Harysakti | Lalu Mulyadi

simbol-simbol ini banyak ditemukan pada berbagai fungsi bangunan untuk


mengkomunikasikan adanya kekuatan supranatural dalam kehidupan
manusianya. Sebagai wujud kebudayaan yang lain, yaitu artefak,
pengakuan akan kekuatan supranatural ini akhirnya banyak memberikan
makna kepada suatu tempat (place) yang dikhususkan sebagai sakral
(Crowe, 1997). Sebagai contoh tempat sakral ini adalah Sanggah Merajan
bagi umat Hindu di Bali, Rante di Tana Toraja, Sandung bagi umat
Kaharingan di Kalimantan Tengah, dan sebagainya.
Tempat yang sakral ini dianggap sebagai tempat kediaman khusus
bagi kekuatan adikodrati, yang dalam istilah kepercayaan Romawi Kuno
disebut Genius Loci (Roh Penjaga). Roh ini memberikan hidup bagi tempat
dan orang-orang yang mendiaminya, menyertai semenjak kelahiran sampai
dengan kematian serta menentukan karakter mereka (Schulz, 1980).
Terminologi ini kemudian digunakan Schulz dalam menjelaskan bahwa
untuk menentukan karakter suatu tempat diperlukan penelusuran local
genius (kearifan lokal) yang terkandung dalam tempat tersebut. Crowe
(1997) menyatakan bahwa manusia penting untuk mengenali makna sebuah
tempat agar memudahkan dalam mengatur dan menyelaraskan perikehidupannya. Pengenalan makna ini menunjukkan kebutuhan akan
kehadiran Genius Loci sebagai identitas bagi tempat yang akan dikenali
tersebut.
Tulisan ini mencoba untuk mengkaji Genius Loci dalam kehidupan
masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah sebagai referensi untuk
menentukan citra dan karakter visual dalam komunitas Dayak Ngaju dari
perspektif kesakralannya. Menggunakan teknik penelusuran prosesi ritual
adat Tiwah, akan diketahui artefak dan simbol yang mewakili kehadiran Roh
Pejaga pada tempat sakral tersebut. Selanjutnya, Genius Loci tempat
tersebut yang direpresentasikan melalui atribut dan simbolisasinya akan
dilihat dalam skala mikro, messo, dan makro untuk mengetahui konsistensi
pengaruh kehadirannya dalam membentuk citra dan karakter visual bagi
masyarakat suku Dayak Ngaju tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam banyak religi di dunia, upacara
kematian merupakan bagian terpenting dalam rangkaian upacara sebagai
wujud tindakan dalam kebudayaan manusia. Di dalam upacara kematian ini,
banyak sekali ditemukan simbol-simbol yang memberikan sikap dan
perilaku, alam pikiran dan perasaan para penganutnya sendiri
(Koentjaraningrat, 1977). Masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah
merupakan contoh yang jelas tentang bagaimana upacara kematian melekat
dan mempengaruhi tatanan kehidupannya. Bagi kepercayaan mereka, yaitu
Agama Kaharingan, diyakini bahwa kematian bukan sekedar akhir dari
kehidupan, tetapi sebagai lembaran baru dalam memulai kehidupan setelah
kematian (Riwut, 1979).

73

Spectra

Nomor 23 Volume XII Januari 2014: 72-86

Konsep Kematian dalam Suku Dayak Ngaju


Asal Usul Suku Dayak Ngaju
Asal mula Suku Dayak adalah para penutur bahasa Austronesia yang
berada di sekitar daerah Taiwan saat ini (Coomans, 1987). Sekitar 4.000
tahun yang lalu, sekelompok orang Austronesia mulai bermigrasi ke Filipina.
Kira-kira 500 tahun kemudian, sebagian dari kelompok ini melanjutkan
migrasinya ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang. Diperkirakan,
dalam rentang waktu yang lama, kelompok ini kemudian bergerak lagi
menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami
pedalaman pulau Kalimantan.
Suku Dayak Ngaju yang dipersatukan melalui penggunaan Bahasa
Ngaju yang merupakan bagian dari bahasa Austronesia, menempati DAS
Kapuas, Kahayan, Katingan, Mentaya, Seruyan, dan Barito; sedangkan
Suku Dayak Ot-Danum yang merupakan leluhur dari Suku Dayak Ngaju ini
bermukim di hulu-hulu sungai besar tersebut. Jadi, Suku Dayak Ngaju ini
merupakan suku induk dari empat suku besar lainnya, yaitu: Suku Ngaju
dengan 53 anak suku, Suku Maanyan dengan 8 anak suku, Suku
Lawangan dengan 21 anak suku dan Suku Dusun dengan 24 anak suku
(Riwut, 1979).
Kaharingan sebagai Pandangan Hidup Suku Dayak Ngaju
Sistem religi masyarakat Suku Dayak pada umumnya dan Suku Dayak
Ngaju pada khususnya memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Mahaesa
yang telah menciptakan,menguasai, dan memilihara alam raya beserta
isinya. Kepercayaan ini juga terdapat di berbagai suku di Nusantara. Pada
saat ini pula telah memperoleh pengakuan oleh Pemerintah Indonesia dan
disebut dengan agama Hindu Kaharingan.
Menurut pendapat orang Dayak, agama Kaharingan telah ada sejak
ribuan tahun yang lalu, sejak awal adanya dunia ini, saat Ranying Hatalla
Langit (nama tuhan mereka) menciptakan alam semesta. Kaharingan telah
lebih dulu ada sebelum kedatangan Hindu, Budha, Islam dan agama Kristen
ke wilayah mereka. Setelah kedatangan agama-agama lain ke orang-orang
Dayak, Kaharingan menjadi dikenal sebagai agama leluhur dayak atau
agama kuno. Kaharingan berarti "hidup, ada dengan sendirinya (Riwut,
1979). Agama itu sendiri dari waktu ke waktu telah disatukan dengan
kehidupan masyarakat Dayak sejak lahir mereka (proses pemberian nama),
pernikahan, dan kematian sebelum agama-agama lain memberikan
pengaruh kepada kehidupan masyarakat. Orang Dayak memiliki tiga
hubungan yang harus selaras dan seimbang, yaitu (1) iman kepercayaan
mereka kepada Ranying Hatalla; (2) hubungan antara manusia sebagai
masyarakat atau individu, dan (3) hubungan mereka dengan alam semesta.

74

Penelusuran Genius Loci | Ave Harysakti | Lalu Mulyadi

Gambar 1.
Batang Garing (Pohon Kehidupan)
Sumber: http://rid755.wordpress.com/2011/07/05/hindu-kaharingan/

Dalam Kaharingan juga terdapat Konsep Pohon Hayat atau Pohon


Kehidupan yang mereka sebut Batang Garing. Pohon ini merupakan
simbolisasi dari kehidupan swargaloka yang mereka sebut Lewu Tatau.
Simbolisasi ini seringkali muncul pada bangunan Sandung yang fungsinya
sebagai tempat sakral penyimpanan tulang-belulang sanak saudara yang
telah meninggal.

Gambar 2.
Bangunan Sandung
Sumber: http://kalteng.go.id/

Konsep Kehidupan Setelah Kematian dalam Agama Kaharingan


Dalam agama Kaharingan, kematian adalah suatu peristiwa yang
sangat sakral karena mereka percaya bahwa setelah kematian terdapat
kehidupan yang lebih kekal, dimana jiwa mereka kembali berkumpul dengan
leluhur mereka. Untuk itu, mereka mengadakan upacara sakral bagi mayat,
ritual ini disebut dengan Tiwah. Upacara Tiwah merupakan upacara sakral
untuk membawa jiwa almarhum ke Lewu Tatau (Dunia Makmur dan
Sejahtera). Tiwah adalah ritual, baik bagi kematian maupun kehidupan.
Terdapat tujuh tujuan dalam Upacara Tiwah ini, yaitu (Schiller, 1987):
1. Memanggil jiwa-jiwa dari Rumah Sementara di Dunia (Sandung);
2. Memandikan jiwa-jiwa tersebut;
3. Menyediakan pakaian bagi jiwa-jiwa;
4. Penyediaan makanan bagi jiwa untuk bekal dalam perjalanan
menuju Lewu Tatau;

75

Spectra

Nomor 23 Volume XII Januari 2014: 72-86

5. Memberikan kesempatan bagi jiwa-jiwa tersebut untuk memberikan


salam perpisahan dengan kerabatnya yang masih hidup;
6. Mengawal jiwa-jiwa tersebut menuju ke "Dunia Makmur dan
Sejahtera" (Lewu Tatau); dan
7. Menyatukan jiwa-jiwa tersebut kembali bersama Ranying dan Jata
sebagai pencipta mereka.
Satu-satunya cara agar orang yang telah meninggal dapat memulai
perjalanan mereka ke Dunia Makmur dan Sejahtera adalah dengan
menunggu adanya orang lain untuk membuka makam mereka. Pada
upacara ritual Tiwah, tulang-tulang orang yang telah meninggal dibawa
keluar dari kuburan lama mereka ke tempat yang baru dengan ritual sakral
ini. Tulang dari tempat yang lama tersebut kemudian ditempatkan pada
sebuah miniatur makam berbentuk rumah yang disebut Sandung. Bersamasama dengan tulang tersebut disimpan pula harta berharga dari orang yang
sudah meninggal itu. Itulah sebabnya, dalam masyarakat Dayak Ngaju,
upacara Tiwah merupakan ritual terpenting.
Dengan demikian, konsep kepercayaan dan religi dalam agama
Kaharingan adalah sebagai berikut:
1. Ranying Mahatala Langit adalah sumber penciptaan dan semua
hidup;
2. Allah adalah Tuhan yang berdaulat atas alam semesta;
3. Terdapat beberapa Dewa sebagai perantara antara manusia dan
Allah;
4. Tempat tinggal Allah berada pada Dunia Atas (Ranying) dan Dunia
Bawah (Jata);
5. Simbolisme Ranying dan Jata adalah berupa Tingang (Enggang)
dan Tambun (Naga);
6. Adanya kehidupan setelah kematian;
7. Perjalanan ke Lewu Tatau (Dunia Makmur dan Sejahtera) bagi jiwa
setelah meninggal;
Konsep Tempat dalam Suku Dayak Ngaju
Kebanyakan perkampungan suku Dayak adalah perkampungan yang
homogen. Hal ini terjadi karena biasanya perkampungan dimulai oleh
sebuah keluarga yang lambat laun berkembang menjadi besar. Jadi, sebuah
perkampungan Dayak dapat dihuni oleh puluhan keluarga dan ratusan jiwa
anggota keluarga yang menghuni sebuah Rumah Panjang atau beberapa
Betang (Waterson, 1990). Bentuk perkampungan suku Dayak pada
umumnya berderet sepanjang tepi sungai, sehingga membentuk garis linier.
Berdasarkan orientasi, maka arah Timur yang dianggap memiliki
kekuatan magis terbaik bagi kehidupan serta menghadap ke sungai karena
sungai dianggap sebagai sumber kehidupan. Hal ini tercermin dalam
perletakan atribut (sarana dan peralatan) pada Upacara Tiwah yang
76

Penelusuran Genius Loci | Ave Harysakti | Lalu Mulyadi

ditempatkan selalu pada sisi Timur dari halaman rumah. Adanya


kepercayaan pada masyarakat Dayak Ngaju yang menganggap arah hulu
dan Timur adalah arah yang lebih baik dari arah hilir atau Barat sangat
berpengaruh pada penentuan arah hadap dari bangunannya. Namun
demikian, lingkungan fisik setempat juga ikut berpengaruh dalam
menentukan arah hadap dari bangunan, dan pada kenyataannya arah
sungai justru kebanyakan menjadi prioritas utama dalam menentukan arah
hadap bangunan mereka karena sungai adalah sumber kehidupan, sarana
hubungan dengan masyarakat luar dan satu-satunya sarana perhubungan
yang paling mungkin pada masa lalu (Syahrozi, 2004).

Gambar 3.
Ilustrasi Orientasi Bangunan Suku Dayak Ngaju
Sumber: Sketsa Pribadi, 2013

Selanjutnya, berdasarkan pembagian ruang luar, konsep tempat


menurut masyarakat Dayak Ngaju adalah depan, tengah, dan belakang.
Dalam kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju bagian depan memiliki
kekuatan magis yang lebih kuat daripada bagian belakang. Oleh sebab itu,
kegiatan Upacara Tiwah seringkali diadakan pada bagian depan sebelah
Timur dari halaman tempat upacara diadakan. Bagian belakang seringkali
dimanfaatkan untuk berkebun dan mendirikan kandang ternak. Seluruh
bangunan sakral dan sarana kematian juga berada di bagian depan,
mengingat bagian depan memiliki tingkat kesakralan yang paling tinggi
daripada bagian belakang. Bagian tengah bersifat netral, sehingga dianggap
paling cocok untuk tempat bangunan hunian (Syahrozi, 2004).

Gambar 4.
Ilustrasi Pembagian Ruang Luar Hunian Suku Dayak Ngaju
Sumber: Sketsa Pribadi, 2013

77

Nomor 23 Volume XII Januari 2014: 72-86

Spectra

Sedangkan berdasarkan arah aliran sungai, konsep tempat dalam


kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju memandang bagian hulu memiliki
tingkat kesakralan lebih tinggi jika dibandingkan dengan bagian hilir. Hal ini
dapat dilihat dari penempatan bangunan Sandung pada sebelah hulu karena
didasarkan pada keyakinan bahwa Sandung memiliki tingkat kesakralan
yang tertinggi dalam konteks kehidupan setelah kematian, mengingat pada
Sandung disimpan tulang belulang pada akhir Upacara Tiwah. Jadi, dapat
diketahui bahwa keyakinan masyarakat Dayak menganggap bagian hulu
adalah lebih suci dari bagian hilir.

PEMBAHASAN
Penelusuran Prosesi Upacara Tiwah
Upacara Tiwah atau dalam bahasa Sangiang disebut Magah
Salumpuk Liau Uluh Matei merupakan upacara sakral terbesar dalam tradisi
Suku Dayak Ngaju yang berfungsi untuk mengantarkan jiwa para kerabat
yang telah meninggal menuju ke Lewu Tatau (surga dalam agama
Kaharingan) di langit ke tujuh. Dasar pentingnya diadakan upacara ini
disebabkan terdapat anggapan dalam masyarakat Dayak Ngaju bahwa jika
belum diselenggarakan Upacara Tiwah untuk para kerabat yang telah
meninggal, maka jasad mereka tidak dapat memasuki Lewu Tatau. Para
arwah akan tetap berada di sekitar sanak keluarga yang masih hidup dan
bahkan dapat mengancam ketenangan. Secara psikologis, kepercayaan dan
anggapan ini akan sangat mengganggu pikiran bagi mereka yang belum
melakukan Upacara Tiwah.
Untuk mengetahui Genius Loci dari masyarakat Suku Dayak Ngaju di
Kalimantan Tengah dilakukan penelusuran prosesi Upacara Tiwah, dimana
akan dilihat urutan peran dan sarana yang dipakai dari mulai awal hingga
akhir upacara tersebut. Dari penelusuran ini akan didapatkan sarana apa
yang menjadi simbolisasi puncak kegiatan dan yang menjadi spirit of place
dari masyarakat Dayak Ngaju ini. Detail Upacara Tiwah beserta analisanya
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.
Analisa Upacara Tiwah Suku Dayak Ngaju
Tata Letak Sarana

Analisa
Dalam pelaksanaan upacara ini kebanyakan menggunakan pekarangan di depan
Huma Betang ataupun Huma Gantung. Biasanya didirikan bangunan-bangunan
sementara selama dilaksanakan acara untuk kemudian bangunan tersebut
dibongkar kembali setelah acara selesai, kecuali Tiang Sapundu dan Sandung
yang bersifat permanen. Berdasarkan konsep tempat dalam masyarakat Dayak
Ngaju, arah Timur dipercaya memiliki kekuatan magis terbesar, sehingga
penempatan bangunan dan sarana upacara diletakkan disebelah timur dari
pekarangan Huma Betang.

78

Penelusuran Genius Loci | Ave Harysakti | Lalu Mulyadi

Tata Letak Sarana

Analisa

HARI PERSIAPAN

Huma Betang

Hari Pertama

Sebelum Upacara Tiwah dimulai diadakan


musyawarah oleh para Bakas Lewu (Tetua
Kampung) di Huma Betang, yang hasilnya
kemudian diumumkan bahwa segera akan
diadakan Upacara Tiwah. Hal ini akan
memberikan kesempatan bagi siapapun yang
berniat me-niwah-kan keluarganya. Keluarga
yang berniat, kemudian diminta untuk segera
menyebutkan jumlah Salumpuk Liau (jasad
yang ditiwahkan) yang akan diikutsertakan
dalam upacara Tiwah tersebut. Setelah
pendataan jumlah Salumpuk Liau yang akan
bergabung untuk diantarkan ke Lewu Liau,
barulah ditentukan dengan pemilihan siapa
dari para Bakas Lewu yang pantas menjadi
Bakas Tiwah.
(Sarana A)

Upacara Tiwah dimulai dengan membangun sebuah rumah kecil yang disebut
Balai Pangun Jandau, artinya balai tersebut dibangun hanya dalam satu hari.
Persyaratan wajib untuk membangun bangunan ini adalah seekor babi yang
harus dibunuh sendiri oleh Bakas Tiwah. Setelah itu Bakas Tiwah melakukan
Pasar Sababulu, yaitu menandai alat-alat ritual Tiwah nantinya dan serta
menyediakan Dawen Silar yang nantinya akan digunakan untuk Palas Bukit.
(Sarana B)

HARI KEDUA

Rakit Laluhan

Pada hari kedua para keluarga peserta Tiwah


yang tidak tinggal pada kampung yang sama
untuk bersama-sama menumpang Rakit Laluhan
seraya membawa perbekalan dan sumbangan
untuk upacara tersebut. Sesampai di lokasi
Tiwah, kemudian dilakukan prosesi Potong
Pantan sebagai tanda para tetamu kampung
disambut dengan baik oleh tuan rumah. Secara
resmi para keluarga dari kampung lain tersebut
menjadi peserta Upacara Tiwah.
(Sarana C dan D)

Potong Pantan

79

Nomor 23 Volume XII Januari 2014: 72-86

Spectra

Tata Letak Sarana

Analisa

HARI KETIGA

Sangkaraya Sandung
Rahung
HARI KEEMPAT

Tiang Sangkaraya

HARI KELIMA

Tiang Pantar Tabalien

HARI KEENAM

Tiang Sapundu

80

Sangkaraya Sandung Rahung didirikan pada hari


kedua diletakkan di pekarangan rumah Bakas
Tiwah. Sangkaraya ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan tulang belulang dari masingmasing Salumpuk Liau (jasad) sementara nanti
dibersihkan. Dilakukan Pemalasan (ritual
pengolesan/pemercikan) dengan membunuh
seekor babi dan diambil darahnya untuk
memalas Sangkaraya Sandung Rahung.
Kemudian di sekitar Sangkaraya tadi dipasang
bambu kuning dan Lamiang atau Tamiang
Palingkau, juga kain-kain warna kuning dan
bendera Panjang Ngambang Kabanteran Bulan
Rarusir Ambu Ngekah Lampung Matanandau.
(Sarana E)
Pada hari keempat hewan-hewan korban, seperti
babi, sapi, atau kerbau diikat di Tiang
Sangkaraya. Kemudian dilakukan tarian
Manganjan oleh tiga orang terpilih yang
bergerak mengelilingi Sangkaraya. Sementara
bunyi-bunyian ditabuhkan, pekik sorak
kegembiraan terdengar disana-sini, suasana
meriah dan riang gembira. Saat itu juga
dilakukan penaburan beras merah dan beras
kuning ke arah atas. Setelah tarian Menganjan
selesai, diadakan acara pengorbanan binatang
korban.
(Sarana F)

Pada hari kelima didirikan Tiang Pantar Tabalien,


yaitu membangun jalan bagi Salumpuk Liau
untuk menuju Lewu Tatau.
Jalan ini berbentuk tiang yang terbuat dari kayu
ulin atau kayu besi yang menjulang tinggi ke atas
mencapai 20-30 meter dari tanah dan diletakkan
di dekat tepi sungai.
Fungsi yang lain dari Tiang Pantar ini adalah
bermakna pemberitahuan kepada siapapun yang
datang ke kampung tersebut bahwa tengah
berlangsung Upacara Tiwah. Hal ini berarti untuk
sementara jalan yang melintasi kampung
tersebut ditutup bagi umum.
(Sarana G)
Hari keenam disebut hari Manggetu Rutas
Pakasindus, yaitu hari melepaskan segala
kesialan Kawe Rutas Matei. Pada hari keenam
inilah Salumpuk Liau mengawali perjalanan
menuju Lewu Tatau yang diawali dengan
penikaman dengan menggunakan Lunju
(tombak) pada hewan korban yang telah
dipersiapkan yang diikat di Sapundu, tempat
dimana masyarakat yang hadir telah melakukan
tarian Menganjan siang malam tanpa henti.
Dalam ritual penikaman ini, tidak setiap orang
diperkenankan untuk menikam hewan korban,
namun semuanya telah diatur sebelumnya.
(Sarana H)

Penelusuran Genius Loci | Ave Harysakti | Lalu Mulyadi

Tata Letak Sarana

Analisa

HARI KETUJUH

Sandung

Sandung

Tibalah saatnya prosesi pengambilan Salumpuk


Bereng dari tempat penyimpanan sementara
(Sangkaraya). Tulang belulang yang telah
dibersihkan, pada hari itu pula dimasukkan
dalam Sandung. Kemudian dilanjutkan
melakukan Hajamuk atau Hapuar (pesta jamuan
makan dan minum). Upacara dianggap selesai
apabila seluruh prosesi upacara telah
dilaksanakan lengkap. Dengan demikian,
keluarga yang ditinggalkan merasa lega karena
telah berhasil melaksanakan tugas dan
kewajibanya kepada orang-orang yang
dicintainya. Salumpuk Liau diyakini telah sampai
ke tempat tujuan terakhir mereka, yaitu Lewu
Tatau.
(Sarana H)

Sandung

Sumber: Hasil Analisis, 2013

Berdasarkan prosesi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa titik


kulminasi Upacara Tiwah adalah pada waktu tulang-belulang Salumpuk Liau
yang telah dibersihkan dan dimasukkan ke dalam Sandung (Sarana H).
Kemudian Upacara Tiwah oleh Bakas Tiwah dinyatakan telah lengkap dan
para arwah kerabat yang diantarkan telah sampai ke Lewu Tatau, sehingga
kewajiban para kerabat yang ditinggalkan telah tuntas ditunaikan.
Bangunan Sandung ini bersifat permanen dan digunakan sepanjang
tahun untuk upacara pemberian sesaji kepada arwah para leluhur.
Bangunan Sandung ini akan selalu ada di depan rumah-rumah keluarga
yang telah melaksanakan Upacara Tiwah, baik sebagai tuan rumah Tiwah
ataupun sebagai tamu Tiwah (tulang belulang keluarga tamu Tiwah yang
telah ditiwahkan, dibawa pulang oleh tamu Tiwah untuk dimasukkan ke
dalam Sandung di halaman rumah milik tamu Tiwah tersebut). Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Sandung merupakan Genius Loci bagi suku Dayak
Ngaju secara mikro. Hal ini dikarenakan wajib bagi warga Suku Dayak
Ngaju penganut agama Kaharingan untuk melaksanakan Tiwah dan
simbolisasi telah melaksanakannya adalah adanya bangunan Sandung.
Untuk selanjutnya, Sandung ini digunakan sebagai sarana pemujaan
kepada arwah para leluhur di depan rumah para keluarga yang telah
melaksanakan Tiwah tersebut sepanjang tahunnya.
Genius Loci Suku Dayak Ngaju Dalam Skala Mikro, Messo, dan Makro
Skala Mikro
Berdasarkan analisis prosesi ritual Tiwah tersebut di atas, didapat
Genius Loci suku Dayak Ngaju dalam skala mikro, yaitu bangunan Sandung.
Berdirinya bangunan Sandung di depan rumah hunian suku Dayak Ngaju
penganut agama Kaharingan merupakan simbol bahwa penghuninya telah
melaksanakan kewajiban mereka meniwahkan arwah kerabatnya yang telah
81

Spectra

Nomor 23 Volume XII Januari 2014: 72-86

meninggal. Selanjutnya, Sandung ini menjadi sarana pemujaan roh nenek


moyang bagi para penghuni rumah tersebut sepanjang tahunnya.

Gambar 5.
Genius Loci Skala Mikro dan Bangunan Sandung Suku Dayak Ngaju
Sumber: Sketsa Pribadi dan Http://sejarahkalimantantengah.blogspot.com, 2013

Skala Messo
Pada skala messo (lingkungan di sekitar Sandung), Genius Loci
terbentuk oleh Upacara Tiwah itu sendiri. Upacara Tiwah dilakukan setelah
selesai panen padi di ladang, dimana masyarakat pada saat itu memiliki
persediaan pangan yang cukup. Mengingat upacara ini berlangsung lebih
dari 1 minggu, maka mereka tidak perlu merisaukan untuk meninggalkan
pekerjaan rutinnya. Ketika diputuskan Upacara Tiwah dilaksanakan pada
suatu kampung Dayak Ngaju, maka serentak masyarakat kampung tersebut
saling bahu membahu dalam menyiapkan upacara sampai dengan
pelaksanaan upacara selesai. Masyarakat kampung sepenuh hati
bergotong-royog melaksanakan upacara tersebut karena memiliki handep
hapakat (saling membantu untuk dibantu pula di suatu saat).
Orientasi aktivitas hunian (Betang) pada kampung tersebut akan
tertuju pada arena upacara tersebut yang terletak di halaman depan
kampung di tepian sungai. Dengan demikian, Upacara Tiwah mengikat
keterlibatan masyarakat kampung untuk menggunakan tempat (place) yang
sama dalam memaknainya sebagai tempat yang sakral (Dyson, 1981).

Gambar 6.
Genius Loci Skala Messo Suku Dayak Ngaju
Sumber: Sketsa Pribadi, 2013

82

Penelusuran Genius Loci | Ave Harysakti | Lalu Mulyadi

Skala Makro
Pada skala makro (kawasan di sekitar Sandung), kampung suku
Dayak Ngaju yang mengadakan Upacara Tiwah adalah yang menjadi
Genius Loci-nya. Hal ini disebabkan Upacara Tiwah biasanya diadakan
bersama-sama oleh beberapa keluarga dari beberapa kampung dengan
pertimbangan penghematan biaya karena dalam mengadakan upacara ini
membutuhkan biaya yang cukup besar. Upacara Tiwah ini menjadi sarana
untuk mempererat hubungan persaudaraan sesama Suku Dayak Ngaju,
mengikat dan membentuk karakter Suku Dayak Ngaju yang menghormati
dan menghargai orang lain, hormat pada leluhur, dan menjunjung tinggi
kesakralan budayanya.
Karakter ini terwujud dalam prosesi Upacara Tiwah, dimana sanak
keluarga dari berbagai kampung yang ikutserta dalam kegiatan upacara ini
menggunakan Rakit Laluhan- nya masing-masing dari kampungnya menuju
ke lokasi Upacara Tiwah tersebut. Rakit Laluhan ini bukanlah sembarang
rakit, melainkan rakit yang dihiasi sedemikian rupa oleh berbagai simbolisasi
yang menunjukkan kesakralan dan merupakan bagian dari Upacara Tiwah
yang memiliki nilai kesakralan tertinggi dalam rangkaian upacara adat
kematian menurut kepercayaan agama Kaharingan.

Gambar 7.
Genius Loci Skala Makro dan Suasana Upacara Tiwah Suku Dayak Ngaju
Sumber: Sketsa Pribadi dan Http://www.gunungmaskab.go.id/berita/ribuan-masyarakat-antusiasmenyaksikan-upacara-tiwah.html, 2013

Citra dan Karakter Visual Berdasarkan Genius Loci


Skala Mikro
Keberadaan Sandung di depan bangunan hunian masyarakat Suku
Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah menyimbolkan bahwa penghuni
bangunan tersebut adalah penganut agama Kaharingan dan telah
menunaikan kewajibannya mengantarkan roh leluhurnya menuju ke Lewu
Tatau menurut kepercayaan mereka. Terlebih lagi jika memasuki
83

Spectra

Nomor 23 Volume XII Januari 2014: 72-86

perkampungan asli Suku Dayak Ngaju, karakter visual khas Dayak


sangat kental terasa disebabkan kehadiran bangunan Sandung dan Tiang
Sapundu yang hampir dapat ditemui di setiap halaman bangunan
huniannya. Sebagai Genius Loci skala mikro, bangunan Sandung menjadi
penanda dan simbolisasi pembentuk karakter visual hunian Dayak Ngaju.

Gambar 8.
Citra Visual Genius Loci Skala Makro Suku Dayak Ngaju
Sumber: http://www.gunungmaskab.go.id/, http://kalteng.go.id)

Skala Messo
Upacara Tiwah membentuk identitas dalam diri peserta yang ingin
diperlihatkan kepada orang lain yang bukan pesertanya, merepresentasikan
simbol-simbol yang menjadi karakter visual khas agama Kaharingan. Hal ini
tercermin dari penggunaan sarana dan peralatan yang biasa digunakan
dalam upacara-upacara keagamaan Kaharingan. Para pelaku upacara ini
menggunakan seragam khusus beraneka corak dan ragam membentuk rona
visual Dayak yang khas. Upacara Tiwah menggerakkan masyarakat Suku
Dayak Ngaju ke lokasi upacara untuk berekspresi menunjukkan eksistensi
ruang beserta kesakralannya, sehingga terbentuk karakter visual sesuai
makna tempatnya (Schulz, 1971). Kejelasan tempat Upacara Tiwah dapat
menampilkan keunikannya sebagai citra visual yang mudah ditangkap serta
menjadikannya simbol yang kuat dalam menampilkan kompleksitas budaya
masyarakat Dayak Ngaju. Dengan demikian, sebagai Genius Loci skala
messo, Upacara Tiwah memberikan karakter visual yang unik bagi
lingkungan sekitar lapangan tempat perhelatan upacara ini.

Gambar 9.
Citra Visual Genius Loci Skala Messo Suku Dayak Ngaju
Sumber: http://palangkarayaimpressions.blogspot.com/2009/09/mass-tiwah-in-palangkaraya.html

84

Penelusuran Genius Loci | Ave Harysakti | Lalu Mulyadi

Skala Makro
Dalam skala makro, Genius Loci dalam hal ini Upacara Tiwah,
memberikan kejelasan struktur ruang budaya dan identitas kampung Suku
Dayak Ngaju dengan menghadirkan simbol-simbol sakral agama
Kaharingan. Struktur ruang budaya yang terbentuk akibat adanya Upacara
Tiwah ini adalah berupa lokasi upacara, tepian air (Rakit Laluhan), Huma
Betang, dan Sandung. Pembentukan citra visual ini merupakan jejak
peradaban secara turun-temurun Suku Dayak Ngaju yang berhasil
mempertahankan kekhasannya, seperti yang dinyatakan Schulz (1980): A
place is a space which has a distinct character.
Upacara Tiwah mengikat perkampungan di kawasan sekitar kampung
tempat upacara dilaksanakan untuk bertindak pula memunculkan kesakralan
Upacara Tiwah melalui penggunaan simbol-simbol Kaharingannya.
Penggunaan Rakit Laluhan untuk menuju kampung penyelenggara upacara
merupakan citra visual yang unik dan khas yang memberikan makna dan
pesan kesakralan Upacara Tiwah bagi masyarakat Suku Dayak Ngaju pada
khususnya dan orang lain sebagai pengamat pada umumnya.

Gambar 10.
Citra Visual Genius Loci Skala Makro Suku Dayak Ngaju
Sumber: http://www.gunungmaskab.go.id/berita/ribuan-masyarakat-antusias-menyaksikan-upacaratiwah.html

KESIMPULAN
Arsitektur merupakan perwujudan budaya, merupakan cerminan
kompleksitas cipta, rasa, dan karsa dari masyarakat didalamnya. Citra visual
dan maknanya lahir dari manifestasi proses sosial masyarakatnya yang
membentuk massa dan ruang berdasarkan organisasi sosial budayanya.
Karakter visual kawasan permukiman Suku Dayak Ngaju merupakan hasil
dari manifestasi konsep Kehidupan Setelah Kematian Agama Kaharingan
melalui Upacara Tiwah sebagai medianya. Simbolisasi akhir yang
menunjukkan telah dilaksanakannya Upacara Tiwah adalah berwujud
Sandung, dimana Sandung ini akhirnya menjadi Genius Loci Suku Dayak
Ngaju disebabkan tanpa simbol ini, maka masyarakat Dayak Ngaju
dianggap belum menunaikan tugas dan kewajibannya menurut agama
Kaharingan yaitu mengantarkan arwah leluhurnya kembali ke Lewu Tatau.

85

Spectra

Nomor 23 Volume XII Januari 2014: 72-86

DAFTAR PUSTAKA
Coomans, Mikhail. 1987. Manusia Dayak: Dahulu, Sekarang, Masa Depan. Jakarta:
PT Gramedia.
Crowe, Norman. 1997. Nature and The Idea of A Man Made World; An Investigation
into the Evolutionary Roots of Form and Order in the Built Environments.
Cambridge: The MIT Press.
Dyson, L dan Asharini. 1981. Tiwah: Upacara Kematian pada Masyarakat Dayak
Ngaju di Kalimantan Tengah. Jakarta: Proyek Media Kebudayaan Depdikbud.
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures: Selected Essays. New York.
Koentjaraningrat. 1977. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
Norberg-Schulz, Christian. 1971. Existance, Space, and Architecture. New York:
Praeger Publisher.
_____________. 1980. Genius Loci: Towards a Phenomenology in Architecture.
New York: Rizolli.
Schiller, Anne Louise. 1987. Dynamics of Death: Ritual, Identity, and Religious
Change among the Kalimantan Ngaju. Faculty of the Graduate School of
Cornell University.
Syahrozi, 2004. Bentuk Awal Huma Gantung Buntoi. Semarang: Pascasarjana
Universitas Diponegoro.
Tjilik Riwut, 1979. Maneser Panatau Tatu Hiang. Yogyakarta: Pusaka Lima.
Tylor, E.B. 1974. Primitive Culture: Researches into The Development of Mythology,
Philosophy, Religion, Art, and Custom. New York: Gordon Press.
Watterson, Roxana. 1990. The Living House. New York: Oxford University Press.

86

Nomor 24 Volume XII Juli 2014

ISSN 1693-0134

Anda mungkin juga menyukai