PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.
Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam rematik, kemudian dapat
juga disebabkan oleh gangguan katup kongenital, kalsifikasi anular katup yang
masif, ataupun penyakit sistemik lainnya seperti karsinoid, SLE, arthritis rematik,
dan mukopolisakaridosis. Kurang lebih 60% pasien dengan katup mitral rematik
tidak memberikan riwayat adanya demam rematik. Hampir 50% dari karditis
rematik akut belum memberikan dampak signifikan pada katup.
Kira-kira 25% dari seluruh penyakit jantung rematik menyebabkan
stenosis mitral, 40% kombinasi antara stenosis mitral dan regurgitasi mitral.
Kurang lebih 38% dari seluruh stenosis mitral adalah multivalvuler, 35%
melibatkan katup aorta dan 6% melibatkan katup trikuspidal. Katup pulmonal
jarang terkena. Dua pertiga dari seluruh kasus rematik adalah wanita. Interval
waktu terjadinya kerusakan katup akibat demam rematik bervariasi dari beberapa
tahun sampai lebih dari 20 tahun.
Kejadian stenosis mitral semakin meningkat di kawasan Asia seiring
dengan peningkatan penyakit demam rematik. Carapentis memperkirakan 15,6
juta penduduk dunia menderita penyakit jantung rematik, dengan kasus baru
demam rematik akut 470 ribu penduduk dan 233 ribu orang meninggal akibat
demam rematik akut dan penyakit jantung rematik. Anak-anak usia sekolah di
Cina yang terkena penyakit jantung rematik adalah 176.500 anak, sedangkan
negara Asia lainnya berkisar 102 ribu pertahunnya.5 Benua dengan angka
kematian tertinggi akibat penyakit jantung rematik adalah Afrika 5,7 per 1000
penduduk dan Asia Tenggara 7,6 per 1000 penduduk.
Di negara maju telah terjadi penurunan kejadian penyakit jantung rematik
yaitu berkisar 1,2-1,8 per 1000 penduduk. Bertambahnya angka kejadian penyakit
demam rematik juga meningkatkan angka kejadian penyakit hipertensi pulmonal
yang merupakan komplikasi dari stenosis mitral. Hipertensi pulmonal merupakan
komplikasi tersering dari stenosis mitral. Penelitian sebelumnya menunjukkan
terdapat hubungan antara mitral valve area dengan hipertensi pulmonal berat pada
pasien stenosis mitral. Hasil penelitian Shentanu Pande, 2009, menunjukkan
terdapat hubungan antara mitral valve area dengan right ventricle systolic pressure
pada pasien preoperasi penggantian katup mitral
1.2.
Tujuan
Mengetahui gambaran radiologis pada stenosis mitral sebagai diagnosis
lebih pasti pada kecurigaan adanya kelainan pada jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Jantung
Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kirakira 250-300 gram.
2.1.2
Siklus jantung
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar
60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat
dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Pada
waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa mencapai
150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit. Pada keadaan normal jumlah
darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga
tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan
ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena
dekat jantung jadi membengkak 4 berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik
dalam jangka waktu lama, bisa menjadi edema.
Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.
Penyebab stenosis mitral paling sering demam rematik, penyebab lain adalah
karsinoid, sistemik lupus erimatosus, reumatoid artritis, mukopolisakaridosis dan
kelainan bawaan.
Tabel 2. Etiologi stenosis mitral
Demam Rematik
Kongenital
Metabolik
nodule. Lesi paling sering pada rematik endokarditis adalah mitral valvulitis.
Katup mitral mengalami vegetasi pada garis penutupan katup dan korda. Stenosis
mitral biasanya terjadi akibat episode berulang dari karditis yang diikuti dengan
penyembuhan dan ditandai dengan deposisi jaringan fibrosa. Stenosis mitral terjadi
akibat dari fusi dari komisura, kuspis, korda atau kombinasi dari ketiganya. Hasil
akhir katup yang mengalami deformitas terjadi fibrosis dan kalsifikasi. Lesi
tersebut akan berlanjut dengan fusi dari komisura, kontraktur dan penebalan dari
leaflets katup. Korda mengalami pemendekan dan fusi. Kombinasi ini akan
menyebabkan penyempitan dari orifice katup mitral yang membatasi aliran darah
dari LA (Left Atrium) dan LV (Left Ventricle).
2.1.3 Patofisiologi stenosis mitral
2
dari 2 cm , darah dapat mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri hanya jika
didorong oleh gradien tekanan atrioventrikel kiri yang meningkat secara abnormal,
tanda hemodinamik stenosis mitral. Apabila orifisium katup mitral berkurang
2
Diastol
memendek
(takikardi
a)
Kehilangan
sinkronisasi
atrioventriku
Ler
(atrial
fibrilasi)
Peningkatan
aliran vena
pulmonalis
Stenosis mitral
Gradien katup mitral
LVDEP
Tekanan atrium kiri
Pembesa
r
an
atrium
Kiri
Aritmia
atrium
Edema
pulmonal
Hipertensi pulmonal
Gejala
Tekanan diastolik ventrikel kiri normal pada stenosis mitral saja; penyakit
katup aorta, hipertensi sistemik, regurgitasi mitral, penyakit jantung iskemik yang
terjadi secara bersamaan dan mungkin kerusakan sisa yang ditimbulkan oleh
miokarditis reumatik kadang-kadang bertanggung jawab terhadap kenaikan yang
menunjukan fungsi ventrikel kiri yang terganggu dan/atau menurunkan daya
kembang ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri, seperti yang ditunjukan dalam
berkurangnya fraksi ejeksi dan kecepatan memendek serabut yang mengelilingi,
terjadi pada sekitar seperempat pasien dengan stenosis mitral berat, sebagai akibat
berkurangnya preload kronik dan luasnya jaringan parut dari katup ke dalam
miokardium yang berdekatan.
Stenosis mitral murni dengan irama sinus, tekanan atrium kiri rata-rata dan
pulmonal artery wedge pressure biasanya meningkat,denyut tekanan menunjukan
kontraksi atrium yang menonjol (gelombang a) dan tekanan bertahap menurun
setelah pembukaan katup mitral (y descent). Pada pasien dengan stenosis mitral
ringan sampai sedang tanpa peningkatan resistensi vaskuler paru, tekanan arteri
pulmonalis mungkin mendekati batas atas normal pada waktu istirahat dan
meningkat seiring dengan exercise. Pada stenosis mitral berat dan kapan saja
ketika resistensi vaskuler paru naik, tekanan arteri pulmonalis meningkat bahkan
ketika pasien sedang istirahat, dan pada kasus ekstrim dapat melebihi tekanan
arterial sistemik. Kenaikan tekanan atrium kiri, kapiler paru, dan tekanan arteri
pulmonalis selanjutnya terjadi selama latihan. Jika tekanan sistolik arteri
pulmonalis melebihi kira-kira 50 mmHg pada pasien dengan stenosis mitral, atau
pada keadaan dengan lesi yang mengenai sisi kiri jantung, peningkatan afterload
Ringan
>1,5 cm
Sedang
1,0-1,5 cm
Berat
<1,0 cm
Orthopnea
Hemoptisis
Suara serak (sindrom ortner)
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai malar facial flush, gambaran pipi yang
merah keunguan akibat curah jantung yang rendah, tekanan vena jugularis yang
meningkat akibat gagal ventrikel kanan. Kasus yang lanjut dapat terjadi sianosis
perifer. Denyut apikal tidak bergeser ke lateral, dorongan kontraksi ventrikel
kanan pada bagian parasternal dapat dirasakan akibat dari adanya hipertensi arteri
pulmonalis. Auskultasi dapat dijumpai adanya S1 akan mengeras, hal ini hanya
terjadi bila pergerakan katup mitral masih dapat fleksibel. Bila sudah terdapat
kalsifikasi dan atau penebalan pada katup mitral, S 1 akan melemah. S2 (P2) akan
mengeras sebagai akibat adanya hipertensi arteri pulmonalis. Opening snap
terdengar sebagai akibat gerakan katup mitral ke ventrikel kiri yang mendadak
berhenti, opening snap terjadi setelah tekanan ventrikel kiri jatuh di bawah
tekanan atrium kiri pada diastolik awal. Jika tekanan atrium kiri tinggi seperti
pada stenosis mitral berat, opening snap terdengar lebih awal. Opening snap tidak
terdengar pada kasus dengan kekakuan, fibrotik, atau kalsifikasi daun katup.
Bising diastolik bersifat low-pitched, rumbling dan dekresendo, makin berat
stenosis mitral makin lama bisingnya. Tanda auskultasi stenosis mitral yang
terpenting untuk menyokong beratnya stenosis adalah A2-OS interval yang
pendek dan lamanya rumble diastolik.
Pemeriksaan penunjang dari rontgen toraks pada pasien stenosis mitral
didapatkan pembesaran segmen pulmonal, pembesaran atrium kiri, karina bronkus
yang melebar dan bisa didapatkan gambaran hipertensi vena pulmonalis, serta
efusi pleura.
2.1.6 Gambaran Radiologis
1. Ekokardiografi pada stenosis mitral
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk membantu
menegakan diagnosis stenosis mitral adalah dengan metode noninvasif
ekokardiografi. Ekokardiografi merupakan metoda yang sangat sensitif dan
spesifik untuk mendiagnosis stenosis mitral. Two dimensional color Doppler flow
echocardiographic imaging dan Doppler echocardiography memberikan
informasi yang kritis, mencakup perkiraan atau penilaian perbedaan transvalvuler
dan ukuran orifisium mitral, adanya regurgitasi mitral serta tingkat keparahan
yang menyertai stenosis mitral, luasnya restriksi daun-daun katup, tebalnya daun
katup dan derajat distorsi aparatus subvalvuler.
Gambar 3. Penilaian lebar area orifisium katup mitral, (A) adalah setinggi ujung dari
katup mitral, sedangkan B-D adalah gambaran tambahan yang memperlihatkan
posisi probe makin ke arah anulus mitral sehingga terlihat orifisium yang makin
lebar.
2. Planimetri
Planimetri dapat memberikan gambaran anatomis adanya kebocoran katup
mitral, hal ini dipertimbangkan sebagai metode yang dianjurkan
dan sangat
berhubungan
dengan temuan klinis. Planimetri dilakukan pada gambaran
parasternal short-axis,biasanya pada ujung daun katup mitral dengan pengambilan
yg baik. Prosedur ini membutuhkan operator yang berpengalaman oleh karena
perubahan kecil pada kedalamanatau sudut gelombang ultrasound dapat estimasi
yang berlebihan dari Mitral Valve Area. Untuk mencegahnya sangat penting untuk
melakukan dengan perlahan dari apex ke basal dan memilih kebocoran yang paling
dalam. Planimetri tidak dapat dilakukan pada sekitar 5% pasien oleh karena poor
echocardiography window atau kalsifikasi yang luas.
Gambaran 4 Anatomi mitral valve A. katup tebal tanpa kalsifikasi B. planimetri dari
area katup mitral dalam pandangan sumbu pendek parasternal C. katup mitral
fleksibel dalam pandangan sumbu panjang parasternal D. kalsifikasi lokal di tingkat
komisura medial (panah merah) E-F. restenosis karena kekakuan katup dengan
pembukaan komisura persisten (panah besar)
3. Ct Scan
MSCT juga memberikan 3-D acquisition pada seluruh jantung melalui
siklus jantung dan multipel rekonstruksi tampilan seperti echocardiography,
sehingga dapat memberikan gambaran parasternal short-axis dari lubang katup
mitral pada ujung daun katup pada awal diastole ( gambar 5).Pengukuran MSCT
Gambaran 5 contoh parasternal lihat sumbu pendek lubang katup mitral yang
diperoleh MSCT (injeksi kontras: putih dan hitam terbalik sehingga gambar tampak
mirip dengan echocardiography). A, B. Commissures are fused in the first patient.
C. Both Commissures are open. D. Only the lateral commissures is open.
2.1.7 Penatalaksanaan
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan
hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau
pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan
penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau
pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti -blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi
keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. (Novita,2007)
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna
akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi
ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi,
dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan
fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus
untuk mencegah fenomena tromboemboli. Valvotomi mitral perkutan dengan balon,
pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994
diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhirakhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi
cukup memuaskan dengan prosedur satu balon. Intervensi bedah, reparasi atau ganti
katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan
berhasil pertama kali pada tahun1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah
dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup
terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta
pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan
tindakan yang akan diambil apakah itureparasi atau penggantian katup mitral
dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm) dan
keluhan,
2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:
a. Usia tua dengan fibrilasi atrium,
b. Pernah mengalami emboli sistemik,
c. Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat
dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam
Atrium.
3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai
regurgitasi dan klasifikasi katup mitral yang jelas.
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart
Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi
sebagai berikut:
1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa
prosedur atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif.
2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau
efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan, a.II.a. Bukti atau pendapat lebih ke
arah bermanfaat atau efektif, b.II.b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau
pendapat adanya menfaat atau efikasi.
3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa
prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus
berbahaya.
2.1.8 Prognosis
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses
ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi
kommisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut.
Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal,
mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau
lubang kancing (button hole). Fusi dari kommisura ini akan menimbulkan
penyempitan dari orifisium primer sedangkan fusi korda mengakibatkan
penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis rematika, daun katup dan korda akan mengalami sikatris dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan
daun katup menjadi bentuk funnel shaped. Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia
lanjut dan biasanya lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki serta lebih
sering pada keadaan gagal ginjal kronik.