Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.
Penyebab stenosis mitral paling sering adalah demam rematik, kemudian dapat
juga disebabkan oleh gangguan katup kongenital, kalsifikasi anular katup yang
masif, ataupun penyakit sistemik lainnya seperti karsinoid, SLE, arthritis rematik,
dan mukopolisakaridosis. Kurang lebih 60% pasien dengan katup mitral rematik
tidak memberikan riwayat adanya demam rematik. Hampir 50% dari karditis
rematik akut belum memberikan dampak signifikan pada katup.
Kira-kira 25% dari seluruh penyakit jantung rematik menyebabkan
stenosis mitral, 40% kombinasi antara stenosis mitral dan regurgitasi mitral.
Kurang lebih 38% dari seluruh stenosis mitral adalah multivalvuler, 35%
melibatkan katup aorta dan 6% melibatkan katup trikuspidal. Katup pulmonal
jarang terkena. Dua pertiga dari seluruh kasus rematik adalah wanita. Interval
waktu terjadinya kerusakan katup akibat demam rematik bervariasi dari beberapa
tahun sampai lebih dari 20 tahun.
Kejadian stenosis mitral semakin meningkat di kawasan Asia seiring
dengan peningkatan penyakit demam rematik. Carapentis memperkirakan 15,6
juta penduduk dunia menderita penyakit jantung rematik, dengan kasus baru
demam rematik akut 470 ribu penduduk dan 233 ribu orang meninggal akibat
demam rematik akut dan penyakit jantung rematik. Anak-anak usia sekolah di
Cina yang terkena penyakit jantung rematik adalah 176.500 anak, sedangkan
negara Asia lainnya berkisar 102 ribu pertahunnya.5 Benua dengan angka
kematian tertinggi akibat penyakit jantung rematik adalah Afrika 5,7 per 1000
penduduk dan Asia Tenggara 7,6 per 1000 penduduk.
Di negara maju telah terjadi penurunan kejadian penyakit jantung rematik
yaitu berkisar 1,2-1,8 per 1000 penduduk. Bertambahnya angka kejadian penyakit
demam rematik juga meningkatkan angka kejadian penyakit hipertensi pulmonal
yang merupakan komplikasi dari stenosis mitral. Hipertensi pulmonal merupakan
komplikasi tersering dari stenosis mitral. Penelitian sebelumnya menunjukkan
terdapat hubungan antara mitral valve area dengan hipertensi pulmonal berat pada
pasien stenosis mitral. Hasil penelitian Shentanu Pande, 2009, menunjukkan
terdapat hubungan antara mitral valve area dengan right ventricle systolic pressure
pada pasien preoperasi penggantian katup mitral

1.2.

Tujuan
Mengetahui gambaran radiologis pada stenosis mitral sebagai diagnosis
lebih pasti pada kecurigaan adanya kelainan pada jantung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1

Jantung
Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kirakira 250-300 gram.

Gambaran 2.1. Anatomi Jantung Manusia


Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan
berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan
mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru
dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima
darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel kiri
berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh. Jantung
juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput
pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari
jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang
terdiri jaringan endotel disebut endokardium.

2.1.2

Siklus jantung

Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama


peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan
relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi
dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan
relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel 0,3 detik dan tahap
relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek,sedangkan
kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus
lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan
tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang
sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika
tekanannya lebih rendah
.
2.1.3 Curah jantung
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel per menit.
Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel
kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi
penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap
kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume
sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik
ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi
ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume
residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada
keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih
kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan.
2.1.4

Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung

Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar
60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat
dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Pada
waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa mencapai
150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit. Pada keadaan normal jumlah
darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga
tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan
ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena
dekat jantung jadi membengkak 4 berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik
dalam jangka waktu lama, bisa menjadi edema.

2.1 Stenosis mitral


2.1.1 Definisi dan etiologi stenosis mitral

Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral.

Penyebab stenosis mitral paling sering demam rematik, penyebab lain adalah
karsinoid, sistemik lupus erimatosus, reumatoid artritis, mukopolisakaridosis dan
kelainan bawaan.
Tabel 2. Etiologi stenosis mitral
Demam Rematik
Kongenital
Metabolik

Karditis dengan kerusakan katup mitral


(>95%).
Hipoplasia atau fusi dari muskulus
papilaris, pemendekan dan penebalan
dari korda.
Penyakit whipple
Mucopolysaccharidosis
Penyakit Fabry
Carcinoid
Terapi Methysergide

2.1.2 Patogenesis stenosis mitral


Rematik karditis akut adalah pankarditis yang melibatkan perikardium,
miokardium, dan endokardium. Daerah dengan iklim sedang serta negara maju
interval terjadinya rematik karditis dengan munculnya stenosis mitral berkisar
antara 10-20 tahun. Negara tropis, subtropis dan negara-negara berkembang
interval dapat lebih pendek. Tanda khas dari rematik karditis akut adalah aschoff

nodule. Lesi paling sering pada rematik endokarditis adalah mitral valvulitis.
Katup mitral mengalami vegetasi pada garis penutupan katup dan korda. Stenosis
mitral biasanya terjadi akibat episode berulang dari karditis yang diikuti dengan
penyembuhan dan ditandai dengan deposisi jaringan fibrosa. Stenosis mitral terjadi
akibat dari fusi dari komisura, kuspis, korda atau kombinasi dari ketiganya. Hasil
akhir katup yang mengalami deformitas terjadi fibrosis dan kalsifikasi. Lesi
tersebut akan berlanjut dengan fusi dari komisura, kontraktur dan penebalan dari
leaflets katup. Korda mengalami pemendekan dan fusi. Kombinasi ini akan
menyebabkan penyempitan dari orifice katup mitral yang membatasi aliran darah
dari LA (Left Atrium) dan LV (Left Ventricle).
2.1.3 Patofisiologi stenosis mitral
2

Orang dewasa normal orifisium katup mitral adalah 4 sampai 6 cm .


Adanya obstruksi yang signifikan, misalnya, jika orifisium kurang lebih kurang
2

dari 2 cm , darah dapat mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri hanya jika
didorong oleh gradien tekanan atrioventrikel kiri yang meningkat secara abnormal,
tanda hemodinamik stenosis mitral. Apabila orifisium katup mitral berkurang
2

sampai 1 cm , tekanan atrium kiri kurang lebih 25 mmHg diperlukan untuk


mempertahankan curah jantung (cardiac output) yang normal. Tekanan atrium kiri
yang meningkat, selanjutnya, meningkatkan tekanan vena dan kapiler pulmonalis,
yang mengurangi daya kembang (compliance) paru dan menyebabkan dispnea
pada waktu pengerahan tenaga (exertional dyspnea, dyspnea d effort). Serangan
pertama dispnea biasanya dicetuskan oleh kejadian klinis yang

meningkatkan kecepatan aliran darah melalui orifisium mitral, yang selanjutnya


mengakibatkan elevasi tekanan atrium kiri. Untuk menilai beratnya obstruksi,
penting untuk mengukur gradien tekanan transvalvuler maupun kecepatan aliran.
Gradien tekanan bergantung tidak hanya pada curah jantung tapi juga denyut
jantung. Kenaikan denyut jantung memperpendek diastolik secara proporsional
lebih daripada sistolik dan mengurangi waktu yang tersedia untuk aliran yang
melalui katup mitral. Oleh karena itu, pada setiap tingkat curah jantung tertentu,
takikardia menambah tekanan gradien transvalvuler dan selanjutnya
meningkatkan tekanan atrium kiri.

Diastol
memendek
(takikardi
a)
Kehilangan
sinkronisasi
atrioventriku
Ler
(atrial
fibrilasi)
Peningkatan
aliran vena
pulmonalis

Stenosis mitral
Gradien katup mitral
LVDEP
Tekanan atrium kiri

Pembesa
r
an
atrium
Kiri

Aritmia
atrium

Tekanan vena pulmonalis

Edema
pulmonal

Hipertensi pulmonal

Gejala

RVH dan hipertensi RV, TR dan


RVE

Gambar 1. Patofisiologi gejala stenosis mitral

Tekanan diastolik ventrikel kiri normal pada stenosis mitral saja; penyakit
katup aorta, hipertensi sistemik, regurgitasi mitral, penyakit jantung iskemik yang
terjadi secara bersamaan dan mungkin kerusakan sisa yang ditimbulkan oleh
miokarditis reumatik kadang-kadang bertanggung jawab terhadap kenaikan yang
menunjukan fungsi ventrikel kiri yang terganggu dan/atau menurunkan daya
kembang ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri, seperti yang ditunjukan dalam
berkurangnya fraksi ejeksi dan kecepatan memendek serabut yang mengelilingi,
terjadi pada sekitar seperempat pasien dengan stenosis mitral berat, sebagai akibat
berkurangnya preload kronik dan luasnya jaringan parut dari katup ke dalam
miokardium yang berdekatan.
Stenosis mitral murni dengan irama sinus, tekanan atrium kiri rata-rata dan
pulmonal artery wedge pressure biasanya meningkat,denyut tekanan menunjukan
kontraksi atrium yang menonjol (gelombang a) dan tekanan bertahap menurun
setelah pembukaan katup mitral (y descent). Pada pasien dengan stenosis mitral
ringan sampai sedang tanpa peningkatan resistensi vaskuler paru, tekanan arteri
pulmonalis mungkin mendekati batas atas normal pada waktu istirahat dan
meningkat seiring dengan exercise. Pada stenosis mitral berat dan kapan saja
ketika resistensi vaskuler paru naik, tekanan arteri pulmonalis meningkat bahkan
ketika pasien sedang istirahat, dan pada kasus ekstrim dapat melebihi tekanan
arterial sistemik. Kenaikan tekanan atrium kiri, kapiler paru, dan tekanan arteri
pulmonalis selanjutnya terjadi selama latihan. Jika tekanan sistolik arteri
pulmonalis melebihi kira-kira 50 mmHg pada pasien dengan stenosis mitral, atau
pada keadaan dengan lesi yang mengenai sisi kiri jantung, peningkatan afterload

ventrikel kanan menghalangi pengosongan ruangan ini, sehingga tekanan diastolik


akhir dan volume ventrikel kanan biasanya meningkat sebagai mekanisme
kompensasi.
2.1.4 Klasifikasi stenosis mitral
Stenosis mitral diklasifikasikan menjadi tiga kelas dari ringan hingga berat
sesuai dengan mitral valve area (MVA).
Tabel 3. Klasifikasi stenosis mitral
Klasifikasi

Mitral Valve Area (MVA) dalam


2
cm
2

Ringan

>1,5 cm

Sedang

1,0-1,5 cm

Berat

<1,0 cm

2.1.5 Gejala dan tanda stenosis mitral


Gejala yang lazim dirasakan oleh pasien dengan stenosis mitral adalah
cepat lelah, sesak nafas bila aktivitas (dyspnea d effort) yang makin lama makin
berat. Pada stenosis mitral yang berat, keluhan sesak nafas dapat timbul saat tidur
malam (nocturnal dyspnea), bahkan dalam keadaan istirahat sambil berbaring
(orthopnea).
Irama jantung berdebar terkadang juga dapat didengar apabila terdapat fibrilasi
atrium. Keadaan lebih lanjut bisa ditemukan batuk darah (hemoptysis), akibat
pecahnya kapiler pulmonalis karena tingginya tekanan arteri pulmonalis; keluhan
ini bisa disalahartikan sebagai batuk darah akibat TBC, apalagi pasien stenosis
mitral berat biasanya kurus. Pasien stenosis mitral juga kadang baru diketahui
setelah terkena stroke, terutama bila ada fibrilasi atrium yang mempermudah
terbentuknya trombus di atrium kiri dan kemudian lepas menyumbat pembuluh
darah otak.

Tabel 4. Gejala stenosis mitral


Gejala stenosis mitral
Aktivitas
Dispnea, mengi, batuk
Kelelahan
Keterbatasan
aktivitas Palpitasi
Sinkop
Istirahat
Batuk, mengi
Paroxysmal nocturnal dyspnea

Orthopnea
Hemoptisis
Suara serak (sindrom ortner)
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai malar facial flush, gambaran pipi yang
merah keunguan akibat curah jantung yang rendah, tekanan vena jugularis yang
meningkat akibat gagal ventrikel kanan. Kasus yang lanjut dapat terjadi sianosis
perifer. Denyut apikal tidak bergeser ke lateral, dorongan kontraksi ventrikel
kanan pada bagian parasternal dapat dirasakan akibat dari adanya hipertensi arteri
pulmonalis. Auskultasi dapat dijumpai adanya S1 akan mengeras, hal ini hanya
terjadi bila pergerakan katup mitral masih dapat fleksibel. Bila sudah terdapat
kalsifikasi dan atau penebalan pada katup mitral, S 1 akan melemah. S2 (P2) akan
mengeras sebagai akibat adanya hipertensi arteri pulmonalis. Opening snap
terdengar sebagai akibat gerakan katup mitral ke ventrikel kiri yang mendadak
berhenti, opening snap terjadi setelah tekanan ventrikel kiri jatuh di bawah
tekanan atrium kiri pada diastolik awal. Jika tekanan atrium kiri tinggi seperti
pada stenosis mitral berat, opening snap terdengar lebih awal. Opening snap tidak

terdengar pada kasus dengan kekakuan, fibrotik, atau kalsifikasi daun katup.
Bising diastolik bersifat low-pitched, rumbling dan dekresendo, makin berat
stenosis mitral makin lama bisingnya. Tanda auskultasi stenosis mitral yang
terpenting untuk menyokong beratnya stenosis adalah A2-OS interval yang
pendek dan lamanya rumble diastolik.
Pemeriksaan penunjang dari rontgen toraks pada pasien stenosis mitral
didapatkan pembesaran segmen pulmonal, pembesaran atrium kiri, karina bronkus
yang melebar dan bisa didapatkan gambaran hipertensi vena pulmonalis, serta
efusi pleura.
2.1.6 Gambaran Radiologis
1. Ekokardiografi pada stenosis mitral
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan untuk membantu
menegakan diagnosis stenosis mitral adalah dengan metode noninvasif
ekokardiografi. Ekokardiografi merupakan metoda yang sangat sensitif dan
spesifik untuk mendiagnosis stenosis mitral. Two dimensional color Doppler flow
echocardiographic imaging dan Doppler echocardiography memberikan
informasi yang kritis, mencakup perkiraan atau penilaian perbedaan transvalvuler
dan ukuran orifisium mitral, adanya regurgitasi mitral serta tingkat keparahan
yang menyertai stenosis mitral, luasnya restriksi daun-daun katup, tebalnya daun
katup dan derajat distorsi aparatus subvalvuler.

Ekokardiografi juga memberikan penilaian ukuran ruang-ruang jantung,


perkiraan tekanan arteri pulmonalis dan indikasi mengenai adanya regurgitasi
trikuspid dan pulmonal serta derajat keparahannya yang terkadang menyertai
kejadian stenosis mitral.

Gambar 2. Gambar struktur katup mitral pada stenosis mitral dengan


transtorakal ekokardiografi.

Gambar 3. Penilaian lebar area orifisium katup mitral, (A) adalah setinggi ujung dari
katup mitral, sedangkan B-D adalah gambaran tambahan yang memperlihatkan
posisi probe makin ke arah anulus mitral sehingga terlihat orifisium yang makin
lebar.

2. Planimetri
Planimetri dapat memberikan gambaran anatomis adanya kebocoran katup
mitral, hal ini dipertimbangkan sebagai metode yang dianjurkan
dan sangat

berhubungan
dengan temuan klinis. Planimetri dilakukan pada gambaran
parasternal short-axis,biasanya pada ujung daun katup mitral dengan pengambilan
yg baik. Prosedur ini membutuhkan operator yang berpengalaman oleh karena
perubahan kecil pada kedalamanatau sudut gelombang ultrasound dapat estimasi
yang berlebihan dari Mitral Valve Area. Untuk mencegahnya sangat penting untuk
melakukan dengan perlahan dari apex ke basal dan memilih kebocoran yang paling
dalam. Planimetri tidak dapat dilakukan pada sekitar 5% pasien oleh karena poor
echocardiography window atau kalsifikasi yang luas.

Gambaran 4 Anatomi mitral valve A. katup tebal tanpa kalsifikasi B. planimetri dari
area katup mitral dalam pandangan sumbu pendek parasternal C. katup mitral
fleksibel dalam pandangan sumbu panjang parasternal D. kalsifikasi lokal di tingkat
komisura medial (panah merah) E-F. restenosis karena kekakuan katup dengan
pembukaan komisura persisten (panah besar)
3. Ct Scan
MSCT juga memberikan 3-D acquisition pada seluruh jantung melalui
siklus jantung dan multipel rekonstruksi tampilan seperti echocardiography,
sehingga dapat memberikan gambaran parasternal short-axis dari lubang katup
mitral pada ujung daun katup pada awal diastole ( gambar 5).Pengukuran MSCT

berhubungan dan tidak berbeda dari echocardiography, perbedaan adalah


variabilitas kecil intra dan interobserver yang rendah.

Gambaran 5 contoh parasternal lihat sumbu pendek lubang katup mitral yang
diperoleh MSCT (injeksi kontras: putih dan hitam terbalik sehingga gambar tampak
mirip dengan echocardiography). A, B. Commissures are fused in the first patient.
C. Both Commissures are open. D. Only the lateral commissures is open.
2.1.7 Penatalaksanaan
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan
hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau
pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan
penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau
pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti -blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi
keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. (Novita,2007)
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna
akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi
ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi,
dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.
Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan
fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus
untuk mencegah fenomena tromboemboli. Valvotomi mitral perkutan dengan balon,
pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994
diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhirakhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi
cukup memuaskan dengan prosedur satu balon. Intervensi bedah, reparasi atau ganti
katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan
berhasil pertama kali pada tahun1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah
dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup
terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta

pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan
tindakan yang akan diambil apakah itureparasi atau penggantian katup mitral
dengan protesa.
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:
1. Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm) dan
keluhan,
2. Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal,
3. Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti:
a. Usia tua dengan fibrilasi atrium,
b. Pernah mengalami emboli sistemik,
c. Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.
Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi,
2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat
dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam
Atrium.
3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai
regurgitasi dan klasifikasi katup mitral yang jelas.
Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart
Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi
sebagai berikut:
1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa
prosedur atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif.
2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau
efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan, a.II.a. Bukti atau pendapat lebih ke
arah bermanfaat atau efektif, b.II.b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau
pendapat adanya menfaat atau efikasi.
3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa
prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus
berbahaya.
2.1.8 Prognosis
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan
(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses
ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi
kommisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut.
Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal,
mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau

lubang kancing (button hole). Fusi dari kommisura ini akan menimbulkan
penyempitan dari orifisium primer sedangkan fusi korda mengakibatkan
penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis rematika, daun katup dan korda akan mengalami sikatris dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan
daun katup menjadi bentuk funnel shaped. Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia
lanjut dan biasanya lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki serta lebih
sering pada keadaan gagal ginjal kronik.

Anda mungkin juga menyukai