Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik,
seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis
media adhesiva (Djaafar, 2007).
Pada beberapa penelitian infeksi ini diperkirakan terjadi pada 25% anak. Lebih sering
pada anak-anak India Amerika dan Eskimo dibandingkan dengan anak kulit putih dan paling
jarang pada anak kulit hitam (BC Decker, 1993: 1-3).
Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami
otitis media akut dan 8% sinusitis. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia
l tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 75% anak mcngalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun
dan hampir setengah dari mereka mengalami tiga kali atau lebih. Di inggris setidaknya 25%
anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun (Leskinen, 2004).
1.2

Tujuan
Makalah ini kami susun sebagai tugas pembelajaran Blok Sistem Persepsi Sensori
mengenai penyakit Otitis Media Akut untuk menambah pemahaman mengenai konsep dari
penyakit tersebut secara umum dan untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan penyakit Otitis Media Akut.

1.3

Rumusan Masalah
Berdasarkan tujuan, maka yang menjadi rumusan masalah adalah konsep teori
mengenai penyakit Otitis Media Akut dan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
Otitis Media Akut.

BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Definisi Penyakit Otitis Media Akut
Otitis media akut merupakan terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga
tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang
1

terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore
(Kerschner, 2007). Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala
dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik
dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual,
muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan
otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003).
Otitis media akut, adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tibatiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan
steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring,
secara alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah
oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachi. Otitis media akut
ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada
tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-anak semakin
seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut
juga semakin sering (Rifki N,1990).
Berdasarakan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa otitis media akut
adalah peradangan atau inflamasi yang bersifat akut yang disebabkan oleh kuman dengan
gejala klinik seperti otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore.
2.2 Etiologi Penyakit Otitis Media Akut
1. Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.
2. Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya.
3. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama
bakteri.
4. Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti
oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella Cattarhalis. (Ballenger WL,
Ballenge HC, 1993).
2.3 Patofisiologi Penyakit Otitis Media Akut
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya selsel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga
tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir
2

yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga (Mansjoer
A,2001).
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubunggendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus (Pracy R, 1983).
PATHWAY OTITIS MEDIA AKUT

Bakteri dan virus mengifeksi

Infeksi saluran pernafasan atas

Udeme pada mukosa saluran tubuh

Tuba eustachius menjadi sempit dan tersumbat

Tekanan udara pada telinga tengah


menjadi lebih negatif/ meningkat

Refluks dan aspirasi virus atau


bakteri dari nasofaring ke telinga
tengah
PATHWAY OTITIS MEDIA AKUT SESUAI KASUS

Mengaktifasi proses inflamasi dan


efusi cairan ke telinga tengah

Peradangan pada tuba eustachius

Peningkatan
Respon inflamasi
produksi
Akumulasi
sekret
Rangsangan
termoregulasi
hipotalamus terhadap tubuh
3
Membran timpani
dan
tulang
osikel
tidak dapat
MK:
Hipertermi
bergerak bebas
Pendengaran terganggu

Proses peradangan
Pembengkakan pada
Tuba Eustachius

Nyeri pada telinga

MK: Nyeri Akut

2.4 Manifestasi Klinis Penyakit Otitis Media Akut


Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien, pada usia
anak anak umumnya keluhan berupa:
1. Rasa nyeri di telinga dan demam.
2. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.
3. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan
pendengaran dan telinga terasa penih.

4. Pada bayi gejala khas Otitis Media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah
dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit
(Rosenfeld RM, 2002).
2.5 Komplikasi Penyakit Otitis Media Akut
1. Otitis media kronik ditandai dengan riwayat keluarnya cairan secara kronik dari
satu atau dua telinga.
2. Jika gendang telinga telah pecah lebih dari 2 minggu, risiko infeksi menjadi
sangat umum.
3. Umumnya

penanganan

yang

dilakukan

adalah

mencuci

telinga

dan

mengeringkannya selama beberapa minggu hingga cairan tidak lagi keluar.


4. Otitis media yang tidak diobati dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah,
termasuk otak. Namun komplikasi ini umumnya jarang terjadi.
5. Salah satunya adalah mastoiditis pada 1 dari 1000 anak dengan OMA yang tidak
diobati.
6. Otitis media yang tidak diatasi juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
permanen.
7. Cairan di telinga tengah dan otitis media kronik dapat mengurangi pendengaran
anak serta menyebabkan masalah dalam kemampuan bicara dan bahasa.
8. Otitis media dengan efusi didiagnosa jika cairan bertahan dalam telinga tengah
selama 3 bulan atau lebih (Riece H, 2000).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Otitis Media Akut


1. Pemeriksaan dengan atoskop (alat untuk memeriksa liang-liang gendang telinga
dengan jelas).
2. Melihat ada tidaknya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna
gendang telinga menjadi kemerahan / agak kuning dan suram, serta cairan di
liang telinga.
3. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang
telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang
telinga terhadap perubahan tekanan udara. Untuk melihat berkurangnya atau tidak
ada sama sekali gerakan gendang telinga.
4. Timpanogram : untuk mengukur kesesuaian dan kekuatan membran timpani.

5. Kultur dan uji sensitifitas : dilakukan timpano sintesis (aspirasi jarum dari telinga
tengah melalui membran timpani).
2.7 Klasifikasi Penyakit Otitis Media Akut
Otitis media dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Otitis media supuratif
a. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut
b. Otitis media supuratif kronik
2. Otitis media non supuratif atau otitis media serosa
a. Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis)
b. Otitis media serosa kronik (glue ear)
3. Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa
4. Otitis media adhesiva
Sedangkan stadium otitis media akut ada 5 stadium diantaranya adalah :
1.

Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam
telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat
dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

2.

Stadium Hiperemis (Presupurasi)


Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

3.

Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema ynag hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya
eksudat purulen di kavum timpani.

4.

Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi,
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga
tengah ke telinga luar.
6

5.

Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan
tubuh baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa
pengobatan. (Mansjoer, 2001: 79-80)

2.7 Penatalaksanaan Penyakit Otitis Media Akut


Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau
sistemik, dan antipiretik.
1. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik
untuk anak <12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak
yang berumur >12 tahun atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus
diobati dengan memberikan antibiotik.
2. Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk
terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40
mg/kgBB/hari.
3. Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik
juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
4. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret
diduga telah terjadi mastoiditis.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin

: Tn. S
: 25 tahun
: laki-laki

2. Keluhan utama
Tuan S dibawa ke poli THT RS Raden Mattaher jambi dengan keluhan sudah tiga hari
badan terasa hangat, nyeri pada telinga, dan pendengaran kurang.
8

3. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Deman mudah tiga hari badan terasa hangat, nyeri pada telinggan dan
pendengaran kurang
2. Riwayat kesehatan dahulu: Secara teoritis/umum: terdapat riwayat infeksi saluran pernafasan atas yang
berulang, riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat
(sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), dan riwayat operasi
3. Riwayat kesehatan keluarga: Secara teoritis/umum: seharusnya dikaji apakah keluarga klien pernah mengalami
penyakit telinga, sebab terdapat kemungkinan penyakit otitis media akut
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran
BB sebelum sakit
BB setelah sakit
TB

::::-

2. Pemeriksaan TTV
1. TD
:130/90 mmhg
2. Nadi :112 kali /menit
3. Suhu :38 C
Suhu meningkat disebabkan oleh respon inflamasi yang mana merangsang
termoregulasi hipotalamus terhadap tubuh sehingga suhu tubuh meningkat.
3. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
Klien mengeluh pendengaran berkurang
4. Pemeriksaan Telinga/Hidung/Tenggorokan
Adanya udeme pada mukosa telinga, membran timpani menjadi bulging kearah
telinga luar, daerah membran timpani terlihat lembek dan berwarna kuning.
5. Riwayat Keperawatan Klien
1. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan: tidak dikaji dalam kasus.
Secara teori/umum: Biasanya klien yang mengalami penyakit otitis media ini
tidak mempedulikan sebuah gejala kecil yang ditimbulkan, misalnya nyeri
pada telinga sehingga ini menyebabkan penanganan kesehatan tidak
secepatnya dilakukan. Klien akan segera berobat ke pelayanan kesehatan jika

sudah mencapai stadium lanjut seperti keluarnya cairan dari telinga dan nyeri
yang dirasakan secara terus-menerus.
2. Pola nutrisi metabolik: tidak dikaji dalam kasus.
Secara teoritis/umum: Biasanya pada sebagian klien otitis media mengalami
anoreksia, mual dan muntah.
3. Pola eliminasi: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien dengan Otitis media tidak mengalami
masalah terhadap pola eliminasai Namun, pengeluaran secret atau cairan yang
keluar dari telinga harus diperhatikan banyaknya dan warna cairan.
4. Pola aktivitas latihan: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien dengan otitis media mengalami
gangguan dalam beraktifitas karena nyeri yang dirasakan.
5. Pola istirahat dan tidur: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien merasa istirahat dan tidurnya terganggu
akibat nyeri yang dirsakan.
6. Pola kognitif perseptual: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien mengalami penurunan pendengaran
karena masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya
adalah steril dan tidak berpengaruh terhadap penglihatannya.
7. Pola persepsi-konsep diri: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien dengan otitis media akan menjauhi
lingkungan sekitarnya karena memikirkan penyakitnya, merasa cemas, malu,
depresi ataupun takut akan menularkan penyakitnya kepada orang lain.
8. Pola hubungan-peran: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien akan merasa harga diri rendah, minder,
dan menjauh dari lingkungan karena malu akibat bau busuk pada cairan yang
keluar dari telinganya. Keluarga berperan membantu klien dalam pemenuhan
kebutuhannya, memotivasi klien dan juga membantu aktivitas sosial antara
klien dengan keluarga dan lingkungan sekitar.
9. Pola seksual reproduksi: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien mengalami gangguan dalam pola
seksualitas karena merasa malu dan rendah diri terhadap penyakitnya.
10. Pola koping dan toleransi stress: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien dengan otitis media mengalam cemas
dan takut terhadap penyakitnya.
11. Pola nilai dan keyakinan: tidak dikaji dalam kasus
Secara teoritis/umum: Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam
menjalani ibadahnya dan semakin mendekatkan diri pada Tuhan untuk
kesembuhan penyakitnya.

10

6. Pemeriksaan penunjang
1. Otoscope: Secara teoritis/umum: pemeriksaan ini dengan cara memasukkan spekulun ke
telinga, dan memancarkan cahaya kedalamnya kemudian pemeriksa dapat melihat
kondisi membran timpani melalu lensa pembesar otoskop. Biasanya, gendang
telinga terihat kemerahan dan terlihat bangunan seperti lubang pada selaput
gendang telinga.
2. Timpano gram: Secara teoritis/umum: tes ini dilakukan untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan
membrane timpani. Biasanya pada otitis media akut membran timpani dan tulangtulang pendengaran menjadi kaku dan tidak bebas bergerak.
3. Kultur dan uji sensitifiotas: 7. Tindakan/Terapi
Klien diberikan antibiotik dan obat cuci telinga H2O2 selama 2-5 hari
Analisa data
NO

DATA

ETIOLOGI

1.

DS: Pasien mengatakan merasa Proses

MASALAH

peradangan Nyeri

nyeri pada telingga, dan penyakit


pendengarannya berkurang.
DO: - Nadi 112 kali / menit
- Udema
pada
mukosa
2.

telingga
DS: Pasien mengatakan badannya Proses
hangat sudah 3 hari.

infeksi Hipertermia

penyakit

DO: Suhu 38 derajat,


TD 130/90 mmhg.

3.2 Diangnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d proses peradangan d.d udema pada mukosa.
2. Hipertermia b.d proses infeksi penyakit d.d peningkatan suhu tubuh di atas rata-rata
normal.

11

3.3 Intervensi Keperawatan


No
.
1.

Diagnosa
Nyeri

Intervensi
b.d

proses Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama

peradangan

2x24 jam diharapkan masalah nyeri akut pada


klien dapat teratasi dengan:
Kriteria Hasil:
1. Klien mampu mengontrol nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang

dengan

menggunakan managemen nyeri


3. Menyatakan nyaman setelah nyeri berkurang
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Mandiri
Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan
melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat
sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas dalam
Rasional: Metode pengalihan suasana dengan
melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang

diderita klien
Kompres dingin di sekitar area telinga
Rasional: Kompres dingin bertujuan mengurangi
nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa dingin di

sekitar area telinga


Anjurkan klien untuk banyak beristirahat
Rasional: Istirahat penting untuk membantu tubuh

mengatasi infeksi
Atur posisi klien
Rasional: Posisi yang sesuai akan membuat klien
merasa nyaman

2. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obatobatan antiinfeksi dan antiseptik telinga (contoh obatobatan ini termasuk preparat anti-biotik, misalnya
chlorampenikol ataupun gentamicin sulfate)
Rasional: obat-obatan tersebut biasanya berupa obat
tetes telinga untuk terapi telinga yang infeksi akibat
bermacam-macam bakteri.
12

2.

Hipertermia b.d proses Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama


inflamasi

d.d

1x24 jam diharapkan masalah hipertermi pada

peningkatan suhu tubuh

klien dapat teratasi dengan:


Kriteria Hasil:
Suhu tubuh dalam rentang normal (suhu: 36,5-37,5 C)
Nadi dan RR dalam rentang normal

di atas rata-rata normal

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Mandiri
Berikan klien kompres air hangat pada daerah dahi

atau axilla
Rasional: Daerah dahi atau axilla merupakan jaringan
tipis dan terdapat banyak pembuluh darah sehingga
proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat

sehingga pergerakan molekul cepat.


Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan
seperti banyak minum air putih
Rasional: Untuk mengganti cairan yang hilang selama

proses evaporasi.
Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang tipis dan
yang dapat menyerap keringat.
Rasional: Pakaian yang tipis dapat membantu

mempercepat proses evaporasi.


Anjurkan klien untuk menggunakan selimut
Rasional: untuk mencegah hilangnya kehangatan
pada tubuh klien

2. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti
piretik
Rasional: Obat antipiretik bekerja sebagai pengatur
kembali pusat pengatur panas sehingga suhu tubuh
klien dapat kembali normal.

13

KASUS TUTORIAL 3
STEP I ISTILAH SULIT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Membrane timpani
Bulging
Otoscop
Timpanogram
Kultur dan uji sensitivitas
H202
Oedem
Antibiotic

Jawaban:
1. Gendang telinga yang terlebar ditelinga bagian dalam dan berupa kulit tipis.
2. Suatu kondisi dimana terjadinya benjolan, kondisi pembengkakan.
3. Perangkat medis yang digunakan untuk melihat kedalam telinga yang berfungsi
4.
5.
6.
7.
8.

melihat apa yang terinfeksi .


Suatu penyajian berbentuk grafik kelenturan relative sistem timpani pesikular
Dilakukan bila timpani sensitivitis.
Obat tetes telinga untuk melunakkan serumen yang digunakan 3-4 hari.
Penumpukan cairan yang menyebabkan jaringan yang terkena menjadi bengkak.
Golongan molekul baik alami maupun sintetik efek menghentikan suatu proses.

14

STEP II IDENTIFIKASI MASALAH


1. Apa yang menyebabkan membrane timpani menjadi bulging kearah telinga luar?
2. Apa yang menyebabkan udemE pada mukosa telinga?
3. Mengapa badan klien terasa panas?
4. Mengapa pada kasus ini diberi obat tetes telinga H202?
5. Apa penyebab membrane timpani pada anak terlihat lembek dan berwarna kuning?
6. Apa yang menyebabkan telinga pasien menjadi nyeri?
7. Apa masalah keperawatan pada anak tersebut?
STEP III ANALISA MASALAH
1. Hancurnyas elepitel superpisal dan terbentuknya eksudat di membrane timpani.
2. Disebabkan oleh penumpukan serumen dan penutupan saluran eustasius.
3. Karna terjadi proses inflamasi, sehingga diberi antibiotic, leukosit meningkat.
4. Karna H202 kegunaanya untuk pembersih telinga atau mecegah terjadinya infeksi
5. Karana terjadi akumulasi cairan yang berwarna kuning, yang disebabkan oleh bakteri,
atau cairan yang tidak steril masuk ke telinga sehingga membrane timpani menjadi
6.

lembek.
Adanya udeme pada telinga, dan bulging pada membrane timpani, dan warna kuning

7.

lembek pada membrane timpani.


Nyeri, gangguan presepsi pendengaran, ansietas, hipertermi.

STEP IV HIPOTESA
Klien mengalami penyakit OTITIS MEDIA AKUT

BAB IV
PENUTUP
15

4.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa penyakit otitis media akut merupakan peradangan pada
telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit ini
seperti panas yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering
memegang telinga yang sakit. Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus
maupun bakteri. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit ini
tergantung kepada stadium yang dialami penderita.
4.2 Saran
Diharapkan untuk masyarakat lebih memperhatikan kesehatan untuk mencegah
timbulnya masalah kesehatan dalam keluarga. Selain itu agar meningkatkan mutu kesehatan
dalam masyarakat melalui penatalaksanaan penyakit kesehatan dalam masyarakat atau
keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Price, Silvia.1995 Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27640/4/Chapter%20II.pdf
http://www.utomoaliyah.com/downlot.php?file=tonsilitis.pdf
https://4ners.wordpress.com/2009/11/02/oma-otitis-media-akut/

16

Anda mungkin juga menyukai