Anda di halaman 1dari 9

REVISI MAKALAH : FUNGSI,

PERAN, KEDUDUKAN DAN


PROSPEK PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
Tugas Mata Kuliah Landasan Pendidikan

Penyusun :
Rhazes Avicenna

2010
Jurusan Tarbiyah
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surabaya
A. Fungsi pendidikan agama islam dalam bangunan
masyarakat Indonesia secara makro maupun mikro

Pembangunan nasional memang dilaksanakan dalam rangka


pembangunan manusia Indonesia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal
ini berarti adanya keserasian keseimbangan dan keselarasan antara
pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan
spiritual, antara bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan hidupnya secara
seimbang. Pembangunan seperti ini menjadi pangkal tolak pembangunan
bidang agama.

Secara makro, sasaran pembangunan jangka panjang dalam bidang


agama adalah terbinanya keimanan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dalam kehidupan yang selaras, seimbang dan serasi antara
lahiriah dan rohaniah, mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong-
royong, sehingga bangsa Indonesia sanggup meneruskan perjuangan untuk
mencapai cita-cita dan tujuan nasional.

Namun secara mikro, pendidikan agama Islam juga mempunyai fungsi


yang sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan kepribadian dan
mental anak, karena pendidikan agama Islam mempunyai dua aspek
terpenting, yaitu aspek pertama yang ditujukan kepada jiwa atau
pembentukan kepribadian anak, dan kedua, yang ditujukan kepada pikiran
yakni pengajaran agama Islam itu sendiri.

Aspek pertama dari pendidikan Islam adalah yang ditujukan pada jiwa
atau pembentukan kepribadian. Artinya bahwa melalui pendidikan agama
Islam ini anak didik diberikan keyakinan tentang adanya Allah swt.

Aspek kedua dari pendidikan Agama Islam adalah yang ditujukan


kepada aspek pikiran (intelektualitas), yaitu pengajaran Agama Islam itu
sendiri. Artinya, bahwa kepercayaan kepada Allah swt, beserta seluruh
ciptaan-Nya tidak akan sempurna manakala isi, makna yang dikandung oleh
setiap firman-Nya (ajaran-ajaran-Nya) tidak dimengerti dan dipahami secara
benar. Di sini anak didik tidak hanya sekedar diinformasikan tentang
perintah dan larangan, akan tetapi justru pada pertanyaan apa, mengapa
dan bagaimana beserta argumentasinya yang dapat diyakini dan diterima
oleh akal.

Fungsi pendidikan Agama Islam di sini dapat menjadi inspirasi dan


pemberi kekuatan mental yang akan menjadi bentuk moral yang mengawasi
segala tingkah laku dan petunjuk jalan hidupnya serta menjadi obat anti
penyakit gangguan jiwa.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Agama


Islam adalah:

1. Memperkenalkan dan mendidik anak didik agar meyakini ke-Esaan


Allah swt, pencipta semesta alam beserta seluruh isinya; biasanya
dimulai dengan menuntunnya mengucapkan la ilaha illallah.
2. Memperkenalkan kepada anak didik apa dan mana yang diperintahkan
dan mana yang dilarang (hukum halal dan haram).
3. Menyuruh anak agar sejak dini dapat melaksanakan ibadah, baik
ibadah yang menyangkut hablumminallah maupun ibadah yang
menyangkut hablumminannas.
4. Mendidik anak didik agar mencintai Rasulullah saw, mencintai ahlu
baitnya dan cinta membaca al-Qur’an.
5. Mendidk anak didik agar taat dan hormat kepada orang tua dan serta
tidak merusak lingkungannya.

Dari uraian tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa


pendidikan Agama Islam adalah sebuah proses yang dilakukan untuk
menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mewujudkan eksistensinya
sebagai khalifah Allah di muka bumi yang berdasarkan kepada ajaran al-
Qur’an dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insan-
insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.

Contoh paling konkrit adanya aplikasi dari pendidikan agama di


sekolah misalnya terbiasanya seorang murid berdo’a sebelum melakukan
aktifitas pembelajaran maupun aktifitas lainnya. Dengan demikian, secara
aspek psikologi akan memberikan suatu perasaan yang memuaskan
walapun secara kenyataan gagal dan akan memberikan sikap rendah hati
bila sukses.
B. Peranan pendidikan agama islam menurut Al-
Ghazali dan penera

Kalau dilihat kembali pengertian pendidikan Islam , maka terdapat


sesuatu yang diharapkan dapat terwujud ketika seseorang telah mengalami
sebuah proses pendidikan Islam, yaitu manusia yang utuh baik jasmani
maupun rohani, sehingga dapat hidup berkembang secara wajar dan normal
karena didasari oleh ketakwaannya kepada Allah SWT.

Peran pendidikan merupakan suatu kondisi yang menjadi target


penyampaian pengetahuan. Peran ini merupakan acuan dan panduan untuk
seluruh kegiatan yang terdapat dalam seluruh sistem pendidikan. Peran
pendidikan Islam adalah untuk mempersiapkan anak didik atau individu dan
menumbuhkan segenap potensi yang ada, baik jasmani maupun rohani agar
dapat hidup dan berpenghidupan sempurna, sehingga ia dapat menjadi
anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya dan umatnya.

Dengan demikian dapat dilihat bagaimana peran pendidikan Islam yang


dirumuskan oleh Al-Ghazali dalam kitabnya, seperti yang dikutip oleh
Zainuddin, dkk, yaitu:

1. Mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan


itu saja.
Al-Ghazali dalam bukunya, seperti dikutip oleh Zainuddin, dkk,
mengatakan bahwa:
Apabila engkau mengadakan penelitian atau penalaran terhadap ilmu
pengetahuan, maka engkau akan melihat kelezatan padanya, oleh
karena itu peran mempelajari ilmu pengetahuan adalah karena ilmu
pengetahuan itu sendiri.
2. Peran utama pendidikan adalah pembentukan akhlak .Al-Ghazali
mengatakan bahwa:
Peran murid mempelajari segala ilmu pengetahuan pada masa
sekarang adalah kesempurnaan akhlak dan keutamaan jiwanya.
3. Peran pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Bagi Al-Ghazali menimba pengetahuan tidaklah semata-mata untuk
peran akhirat, akan tetapi terdapat keseimbangan peran hidup
termasuk kebahagiaan di dunia.
Al-Ghazali berkata “Dan sesungguhnya engkau mengetahui bahwa
hasil ilmu pengetahuan adalah pendekatan diri pada Tuhan pencipta alam,
menghubungkan diri dan berhampiran dengan ketinggian malaikat, demikian
itu adalah akhirat. Adapun di dunia adalah kemuliaan, kebesaran, pengaruh
pemerintahan bagi pemimpin Negara dan penghormatan menurut
kebiasaannya.”

Untuk mencapainya sebuah peran dalam pendidikan Islam, maka


unsur dalam pendidikan itu haruslah dirumuskan dengan baik. Program yang
akan dijadikan rujukan dalam pelaksanaan pendidikan Islam tentunya harus
sinergis dengan peran yang ingin dicapai, berdasarkan nilai-nilai Islam,
termasuk peran manusia diciptakan di muka bumi ini.

Berikut ini adalah jenjang peran pendidikan agama dalam membentuk


kompetensi siswa di tiap tingkatan perkembangan kedewasaannya :

a. Peran untuk jenjang pendidikan MI /SD dan MTS / SLTP meliputi;


1. Tumbuhnya keimanan dan ketaqwaan dengan mulai belajar Al-
Qur’an dan praktek-praktek ibadah secara verbalistik dalam
rangka pembiasaan dan upaya penerapannya.
2. Tumbuhnya sikap beretika melalui keteladanan dan penanaman
motivasi.
3. Tumbuhnya penalaran (mau belajar, ingin tahu senang
membaca, memiliki inofasi, dan berinisiatif dan bertanggung
jawab).
4. Tumbuhnya kemampun berkomunikasi sosial.
5. Tumbuh kesadaran untuk menjaga kesehatan.
b. Peran pendidikan pada jenjang MA/SLTA meliputi:
1. Tumbuhnya keimanaan dan ketaqwaan dengan memiliki
kemampuan baca tulis Al-qur’an dan praktek-praktek ibadah
dengan kesadaran dan keikhasan sendiri.
2. Memiliki etika.
3. Memiliki penalaran yang baik.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi sosial.
5. Dapat mengurus dirinya sendiri.
a. Peran Pendidikan Tingkat Tinggi didalam penguasaan ilmu pendidikan
dan kehidupan praktek ibadahnya bukan hanya untuk dirinya sendiri
tetapi telah memiliki kemampuan untuk menyebarkan kepada
masyarakat dan menjadi teladan bagi mereka.

C. Kedudukan pendidikan agama islam dalam


kehidupan sehari – hari

Kesalahan yang biasa muncul pada masyarakat awam agama adalah


mendudukkan agama sebagai sekedar budaya sosial yang muncul karena
kebutuhan individu. Sehingga aplikasi nilai agama dalam kehidupan
keseharian akan terbatas hanya dalam bidang ritual saja. Misalnya saat
seorang individu mengalami masalah berat barulah sesorang tersebut
perhatian terhadap nilai non – ritual dari agamanya. Pembatasan penerapan
ajaran agama ini akibat implikasi pemahaman agama yang dangkal dan
pasti berdampak negatif. Seakan – akan agama menjadi aktual hanya pada
saat individu tertimpa masalah ataupun menjadi aktual pada hari besar
tertentu dan pada bulan tertentu saja, misalnya waktu bulan ramadhan saja.
Sehingga hari lain atau bulan lain yang non – “suci” atau saat seseorang
tidak merasa ada masalah berat, agama ditinggalkan begitu saja karena
dianggap tidak bermanfaat.

Solusi dari masalah ini adalah pembukaan horizon akan pemahaman


agama yang integral kepada masyarakat yang awam agama. Lawan dari
integral adalah parsial, parsial dalam memahami agama yaitu
menganggapnya sebagai sekedar fenomena budaya saja sehingga tidak
universal penerapannya. Sehingga yang dimaksud integral memahami
agama adalah mendudukkan agama sebagai suatu fenomena universal
dalam berbagai kehidupan, tidak khusus hanya di sektor ritual saja dan
jangkanya adalah sepanjang masa, tidak pada waktu tertentu saja.

Kajian lebih lanjut sangat diperlukan apabila pendidikan agama


memang masih perlu dipertahankan dan dikembangkan lebih jauh. Namun
secara teori, solusinya awal yang ditawarkan penulis adalah sekedar
memberi jalan start mulai dari mana membenahi paradigma yang keliru ini.
Jalan start ini adalah mencari titik temu dari hal yang dianggap dikotomis
oleh masyarakat awam. Mencari titik temu antara pendidikan ritual dengan
moral adalah yang dimaksud. Memang terdengar sangat teoritis tetapi hal
ini sudah dirintis khususnya di sekolah – sekolah umum.

Contoh dari pencarian titik temu dari dua hal ini diuraikan sebagai
berikut. Misalnya pendidikan cara sholat juga disertai hikmah sholat. Apakah
cukup demikian? Secara pragmatis memang cukup, karena sudah
memberikan unsur rasional dalam ajaran sholat. Namun dalam aspek
prilaku, apakah seorang anak SD katakanlah, sudah mampu menghayati
bahwa dibalik ritualitas sholat ada hikmah – hikmah antara lain kedisiplinan,
terapi psikologi, dsb. hal ini masih dipertanyakan. Tentu hal ini lebih baik dari
yang sebelumnya yang memisahkan antara urusan ritual dengan moral
kemasyarakatan.

Yang menjadi titik tekan dari solusi ini bukanlah pada tataran teoritis.
Dimana pendidikan agama harus bisa memberi pemahaman utuh nan rumit
kepada seorang pelajar muslim akan nilai penting mendudukkan moral
keagamaan diatas moral duniawi. Walau terdengar merdu, tetapi teori ini
belum mampu teraplikasikan konkrit di masyarakat. Sejarah membuktikan
bahwa pelaku KKN tidak lain tidak bukan seorang muslim tulen yang setiap
hari infak, sholat, mengaji, pernah pergi haji, dsb.

Mendudukkan ketaatan pada Allah di atas ketaatan pada atasan atau


keluarga atau unsur duniawi lainnya memang sulitnya bukan main.
Menciptakan pemahaman yang runtut akan logika suatu ibadah maupun
penghayatan dampak positif negatif saja tidak cukup. Sistem pendidikan
agama selama ini memang lemah disisi kontrol sikap dan prilaku seorang
pelajar muslim bila sudah ditabrakkan terhadap kenyataaan pahit dunia
yang penuh masalah : persaingan, budaya, teknologi, ekonomi, ideologi,
wacana kerusakan, kesalahpahaman, pluralitas, dsb. hal ini menjadikan
seorang murid menjadi tidak konsisten dan konsekuen dari yang pada
awalnya paham dan sadar akan nilai penting mendudukkan agama diatas
dunia, kini menjadi pelaku perusak masyarakat. Katakanlah moral – moral
plagiat, kekerasan, hedonistik, plural, liberal, dan berlebih – lebihan.

Seperti kata nabi Muhammad SAW, iman adakalanya naik dan


adakalanya turun. Tidak akan statis selama manusia hidup di dunia yang
penuh masalah. Sisi dilemanya, pendidikan agama hanya satu – satunya
harapan dalam mengkondisikan seorang remaja muslim awam menjadi
terproduk akan budaya dan nilai islami yang sebenar – benarnya. Waktu
pengajaran pendidikan agama tidak lebih dari 2 jam dalam 1 minggu.
Materinya pun sudah lama dikritik karena terlalu dangkal dan seakan – akan
sengaja membatasi horizon pemahaman agama generasi remaja muslim
yang seharusnya capable dalam mereguk keilmuan islam yang lebih dalam.
Entah karena ketakutan penguasa akan lahirnya kekuatan cendikiawan
muslim, dsb.

Kita sudah membahas mulai dari masalah dikotomi sektor yang


dibangun oleh pendidikan agama, hilangnya perbedaan antara seorang
pelajar yang sempat belajar agama islam dengan yang tidak pernah belajar
sama sekali, sampai kelemahan sistem pengajaran agama.Memang tujuan
awal di tulisnya makalah ini adalah sekedar memaparkan kedudukan
pendidikan agama islam yang sebenar – benarnya saja. Tentu kawasan
kajiannya sangat teoritis, tidak bisa menjangkau solusi praktisnya.

D. Prospek di sektor pendidikan agama islam

Di abad ke 21 ini sudah dirasakan amat dekat manfaat teknologi mulai


dari bidang informasi, transportasi, industrialisasi, dan semacamnya.
Kemajuan teknologi ini tentu positif dari kacamata dunia material, dimana
manusia memiliki akses lebih mudah dalam menikmati kebahagiaan
hidupnya di dunia. Segala macam kepuasaan, kemudahan, kecepatan, dan
unsur hedonistik lainnya menjadikan manusia lebih mengutamakan yang hak
daripada kewajiban. Hak manusia yang paling utama adalah bahagia. Dan
dalam mencapai kebahagiannya kebanyakan manusia merasa tidak ada
yang membatasi hak – hak tersebut, manusia kebanyakan berargumen
bahwa segala kenikmatan fisik dan spiritual yang ada berasal dari kerja
kerasnya, mereka melupakan ada yang menciptakan di balik semua
anugerah tersebut.

Apabila manusia di abad 21 ini lebih mengutamakan hak dan


meninggalakan kewajiban, tinggal menunggu waktu saja sampai bumi ini
musnah karena kerusakan yang ditimbulkan manusia. Dengan teknologi
yang mereka temukan, mereka memperlakukan apa yang ada didunia
materi ini sebagai hak mereka seutuhnya, mulai dari mengeksploitasi
sumber daya alam (SDA), memperbudak orang lain yang kalah persaingan,
sampai menjual harga diri dan kehormatan badan mereka sendiri. Seakan –
tidak ada kewajiban di balik kenikmatan yang berlimpah – limpah begitu
banyaknya. Dengan memperlakukan alam materi sebagai hak, pada
akhirnya kewajiban asasi manusia akan terlupakan. Padahal Allah sudah
memperingatkan bahwa manusia haruslah menaati perintah – Nya, dan
menjauhi larangan – nya, demikian eksplisitnya Allah menyuruh seluruh
umat manusia supaya mendahulukan kewajibannya kepada allah daripada
haknya sebagai manusia.

Sudah tidak kasat mata lagi kerusakan yang ada di masyarakat.


Dibidang politik : korupsi, kolusi, nepotisme, money politik, dsb. Dibidang
Ekonomi : kapitalisme, rusaknya lingkungan akibat korporasi, penghilangan
kesempatan bersaing secara sistemik, dsb. Dibidang hukum : mafia pajak,
mafia kasus. Dibidang budaya : materialisme, gaya hidup mewah,
terkikisnya budaya lokal. Dibidang moral : materi pornografi, kaum
homoseks, angka bunuh diri yang tinggi, minuman keras, obat terlarang,
prostitusi. Beserta bidang lainnya yang semakin hari semakin bertambah
jenis dan jangkauannya mulai dari ibukota ke kabupaten ke kecamatan, dan
merambah dari metropolis ke daerah pedesaan. Tantangan kerusakan yang
tidak temporer, kerusakan yang tersistem dan sulit diperbaiki dari satu sisi
saja. Dan semua kerusakan ini membayangi segenap generasi muda islam
yang tidak lain adalah penerus masa depan umat.

Dalam menyelesaikan suatu masalah yang sifatnya kompleks dengan


banyak variabel yang menyertainya, jalan satu – satunya adalah mencari
masalah inti lalu menyelesaikannya. Masalah yang kompleks tersebut tidak
akan selesai sampai kapanpun bila yang diselesaikan hanya masalah
sampingan. Misalnya seseorang menderita demam berdarah akut disertai
gejala : suhu panas, kulit merah, badan lemas, sakit kepala. Lalu cara
menyembuhkannya adalah dengan di beri obat penurun panas, salep kulit,
vitamin, dan obat pusing, tentu tidak logis solusi parsial seperti demikian dan
tidak akan sembuh dengan mengobati satu persatu gejala yang muncul. Bila
memang gejala yang ditimbulkan adalah sesuai dengan cirri -ciri demam
berdarah, maka obatnya hanya satu : pil kina, bukan yang lain.

Sama hal nya menyelesaikan masalah moral yang demikian banyak di


segala bidang, obatnya hanya satu : pendidikan agama islam yang sebenar –
benarnya. Semua kemungkinan di masa depan berawal dari bangku
sekolahan. Rintisan pendidikan agama memang sudah dimulai sejak jaman
kemerdekaan sampai sekarang. Tetapi sejarah Indonesia membuktikan
bahwa kecepatan perkembangan materi bahan ajar, kurikulum, sistem
sarana prasarana dan metode pengajaran PAI adalah sangat lambat dan
tidak mampu berpacu dengan kecepatan perkembangan pendidikan
keduniawian. Hal ini adalah evaluasi mendasar yang bila diperbaiki, niscaya
pendidikan agama nyaris tidak akan punya kelemahan dan siap serta ikut
memberi kontribusi signifikan terhadap pembangunan NKRI.

Anda mungkin juga menyukai