Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. M F

Usia

: 3 tahun 8 bulan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pendidikan

: Belum Sekolah

Nama Orang Tua

: Tn. E / Ny. T

Alamat

: Jl. Kenari I RT. 02/03 No.38, Salemba - Jakarta Pusat.

Ruang perawatan

: Anggrek

Masuk RS tanggal

: 10 Maret 2016

No. Rekam Medis

: 345285

2. ANAMNESIS
(Dilakukan secara alloanamnesis pada ibu pasien 10 Maret 2016)

Keluhan Utama :
Demam disertai kejang

Keluhan Tambahan :
Batuk kering, pilek, dan nyeri menelan.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan demam 4 hari SMRS yang disertai kejang 2 jam
SMRS. Keluhan demam pasien timbul bersamaan dengan batuk kering yang tidak
disertai dengan sesak napas, pilek dan nyeri menelan. Demam timbul perlahan lahan
kemudian semakin lama semakin bertambah panas. Demam dirasakan terus menerus,
suhu tertinggi mencapai 39C, demam turun sebentar setelah diberikan obat sirup
paracetamol namun segera naik kembali. Demam disertai kejang sebanyak 2 kali
(dalam 24 jam) . Kejang pertama terjadi pada seluruh tubuh, saat kejang mata pasien
1

mendelik ke atas, tangan dan kaki kelojotan serta mulut kaku seperti menggigit,
kejang berlangsung selama 3 menit. Setelah kejang berhenti pasien langsung
menangis. 2 jam kemudian kejang kedua muncul dengan sifat yang sama dengan
kejang yang pertama dengan durasi 4 menit. Setelah kejang berhenti pasien langsung
menangis.
2 hari SMRS keluhan pasien juga disertai dengan BAB mencret (+) sebanyak
satu kali dan nafsu makan menurun, BAK dalam batas normal, sedangkan manifestasi
perdarahan yang menyertai demam seperti gusi berdarah, mimisan, bintik-bintik
merah pada kulit, dan BAB hitam disangkal. Perasaan mual, muntah yang
menyemprot disangkal. Riwayat trauma kepala, infeksi pada telinga juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah menderita demam disertai kejang ketika berusia 2 tahun

Alergi obat antibiotik Cefixime (+)

Campak (-)

TB paru (-)

Bronkopneumonia (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

.
Kejang demam (+) kaka pasien (anak ke-2) mulai kejang saat usia 3 tahun

TB paru (+) kaka pasien (anak ke-2) pernah mengalami pengobatan paru selama 6
bulan

Riwayat Asma (+) kaka pasien (anak ke-1)

Diabetes mellitus (+) kakek pasien

Hipertensi (+) ibu pasien

Riwayat Kehamilan Ibu


Kunjungan ANC teratur dengan bidan, ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan selama
masa kehamilan, ibu tidak pernah sakit selama masa kehamilan, penyulit kehamilan
tidak ada.

Riwayat Kelahiran
2

BBLC; SMK; CB; Spontan, cacat kongenital (-). Berat lahir 2800 gram PB: 48 cm

Umur
(bulan)
0-2

ASI/PASI

Buah /

Bubur Susu

Nasi Tim

ASI

Biskuit
-

24

ASI

46

ASI

68

ASI

Buah,

8 10

ASI

Biskuit
Buah,

Nasi Tim

10 -12

ASI /PASI

Biskuit
Buah,

Nasi Tim

Biskuit

Riwayat Makanan

Di atas usia 1 tahun


JENIS MAKANAN
Nasi/pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu
Lain lain

Riwayat Tumbuh Kembang

Bisa mengangkat kepala 3 bulan


Bisa telungkup usia 6 - 7 bulan
Bisa duduk 8 bulan
Bisa berdiri sendiri 10 bulan
Bisa berjalan 1 tahun 2 bulan

FREKUENSI&JUMLAH
3 x / hari 1 mangkok
2xsehari, 1 porsi
Daging ayam, 2 x / seminggu
Telur ayam, 3 x / minggu
Jarang
2x/minggu
3 x / hari 1 mangkok
2xsehari, 1 porsi
Daging ayam, 2 x / seminggu

Bias Berbicara 1 tahun 6 bulan

Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.

Vaksin
0 bulan
BCG
DPT
Polio
Campak
Hib
Hepatitis B

1 bulan

2 bulan

Umur
3 bulan 4 bulan

9 bulan

18 bulan

24 bulan

Riwayat Alergi
Alergi obat (+), alergi makanan-susu sapi (-) alergi cuaca dan debu (-)

Riwayat Pengobatan
Pasien sudah diberi obat sirup paracetamol sejak awal demam namun belum ada
perbaikan.

Antropometri

BB
: 12 kg
TB
: 92 cm
Kesan = gizi baik

3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda vital
4

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Suhu

: 39C

Nadi

: 148 x/menit

Pernapasan

: 30 x/menit

Status Generalis

Kepala

: Normocephal simetris, ubun-ubun sudah


menutup, rambut bewarna hitam distribusi rata dan tidak mudah
dicabut

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Konjungtiva hiperemis (-/-),


Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflek cahaya langsung (+/+),
reflek cahaya tidak langsung (+/+) sekret (-/-)

Hidung

: Septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-), sekret (+/+)

Mulut

: Bibir kering (+), stomatitis (-), gigi geligi lengkap, arcus faring
hiperemis (+), Tonsil T1/T1

Leher

Pemeriksaan Thorax

: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), kaku kuduk (-)

Paru
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris

Palpasi

: Fremitus taktil kanan dan kiri simetris

Perkusi

: Sonor pada ke 2 lapang paru, batas paru dan hepar


setinggi ICS 5

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midcalvicularis


sinistra

Perkusi

: Batas atas

: ICS III linea parasternalis sinistra

Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra


Batas kiri

: ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Permukaan datar, lesi kulit (-), benjolan (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal di seluruh kuadran abdomen


5

Palpasi

: Abdomen supel, nyeri tekan (-), pembesaran hati (-) dan limpa (-)

Perkusi

: Timpani di seluruh lapang abdomen

Ekstremitas :

Atas

: Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),


CRT < 2 detik

Bawah : Udem (-/-), turgor kulit baik, akral hangat, sianosis (-),
CRT < 2 detik, a. dorsalis pedis teraba kuat

Status Neurologis

GCS 15 (Composmentis)

Lingkar Kepala 48,5 cm (normocephal)

Ubun-ubun sudah menutup

Tanda rangsal meningeal


-

Kaku kuduk (negatif)

Brudzinski I (negatif)

Brudzinski II (negatif)

Kernig Sign

(negatif)

Paralisis tidak ada

Refleks fisiologis : biseps (+) triseps (+) patella (+) achilles (+)

Refleks patologis : Babinski (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
6

10 Maret 2016
Jenis Pemeriksaan : Hematologi lengkap
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hemoglobin

13,6

g/dL

10.7 14.7

Leukosit

5.3

ribu/uL

5 14.5

Hematokrit

42

31 43

Trombosit

218

ribu/uL

184 440

Laju Endap Darah

21*

mm/jam

< 20

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Basofil

<1

Eosinofil

<4

Batang

<6

Segmen

43

17 - 60

Limfosit

44

20 - 70

Monosit

8*

<6

Jenis Pemeriksaan : Hitung Jenis


Pemeriksaan

Jenis Pemeriksaan : Kimia Darah


Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Glukosa sewaktu

120*

mg/dL

30 - 90

Kalium

4,2

mmol/L

3,5 - 5

Natrium

144

mmol/L

135 - 145

Klorida

103

mmol/L

98 - 106

Elektrolit

5. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun 8 bulan dengan BB 12 kg TB 92 cm datang ke
RS dengan keluhan demam 4 hari SMRS yang disertai kejang 2 jam SMRS. Keluhan
demam pasien timbul bersamaan dengan batuk kering yang tidak disertai dengan sesak
napas, pilek dan nyeri menelan. Demam dirasakan terus menerus. Demam disertai kejang
sebanyak 2 kali (dalam 24 jam) masing-masing 3 menit dan 4 menit. Kejang terjadi pada
seluruh tubuh, saat kejang mata pasien mendelik ke atas, tangan dan kaki kelojotan serta
mulut kaku seperti menggigit, Setelah kejang berhenti pasien langsung menangis.
Keluhan pasien juga disertai dengan BAB mencret (+) sebanyak satu kali dan nafsu
makan menurun (+). Pasien pernah menderita demam disertai kejang ketika berusia 2
tahun.
Pada pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang
Kesadaran composmentis
Suhu 39C
Hidung sekret (+/+), bibir kering (+), arcus faring hiperemis (+)
Pemeriksaan Laboratorium :
Pada pemeriksaan hematologi lengkap didapatkan peningkatan laju endap darah
sebesar 21 mm/jam (N = < 20 mm/jam)
Pada pemeriksaan hitung jenis didapatkan peningkatan monosit sebesar 8 %
(N = < 6 %)
Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan glukosa sewaktu sebesar 120
mg/dl ( N = 30-90 mg/dl)
6. DIAGNOSIS
-

Kejang Demam Kompleks


Faringitis Akut

7. RENCANA TERAPI

Infus D 5 % 12 tpm makro

Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg (iv)

Syr. Paracetamol 3 x II cth (po)

Syr. Ambroxol 3x I cth (po)


8

Diazepam 3 x 1 pulv (po)

Bila suhu > 39C berikan extra Proris Supp

Bila kejang inj. Diazepam 6 mg (iv)

8. PROGNOSIS

Ad vitam

: ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad malam

Ad fungsionam

: ad malam

9. FOLLOW UP DI RUANG PERAWATAN ANGGREK


Tanggal/Jam
10 Maret 2016
Pkl 06.30 WIB

S
Demam 4 hari SMRS KU: SS

O
KS: CM

A
KDK

yang disertai kejang 2 T: 100/70 mmHg

Faringitis

jam

Akut

SMRS.

demam

pasien

Keluhan N: 148 x/menit

P
Infus D 5 % 12
tpm makro

timbul R: 30 x/menit

Inj. Cefotaxime
2 x 500 mg (iv)

bersamaan dengan batuk S : 39C

Syr.

kering yang tidak disertai Mata: CA -/- SI - / -

Paracetamol 3 x

dengan

II cth (po)

sesak

napas, Hidung: PCH(-),

pilek dan nyeri menelan. Sekret +/+

Demam dirasakan terus Mulut : Mukosa bibir


menerus. Demam disertai kering, SPO (-), arcus

Kejang

terjadi Pulmo: Vesikuler +/+

pada seluruh tubuh, saat Rh -/- Wh -/kejang

mata

pasien Abdomen:

dan kaki kelojotan serta Ekstremitas :


kaku

menggigit,

Bila

suhu

>

39C

berikan

extra

Proris

Supp
Datar,

mendelik ke atas, tangan supel, BU (+) NT (-)


mulut

Diazepam 3 x 1
pulv (po)

masing 3 menit dan 4 M (-) G (-)


menit.

Ambroxol

3x I cth (po)

kejang sebanyak 2 kali faring hiperemis (+)


(dalam 24 jam) masing- Cor : BJ I - II reg.

Syr.

seperti Edema: -/Setelah Akral: Hangat,CRT<2

Bila

kejang

berikan
Diazepam 6 mg
(iv)

kejang berhenti pasien dtk, a. dorsalis pedis


langsung menangis. BAB teraba kuat
mencret
satu

(+)

kali

sebanyak

dan

nafsu

makan menurun (+).

Tanggal/Jam
11 Maret 2016
Pkl 06.30 WIB

S
Demam (+), kejang (-), KU: SS

O
KS: CM

A
KDK

BAB (-) sejak kemarin, T: 100/60 mmHg

Faringitis

sempat mencret 2 hari N: 148 x/menit

Akut

tpm makro

yang lalu. Batuk kering R: 28 x/menit

Inj. Cefotaxime
2 x 500 mg (iv)

(+), pilek (+), mual (+), S : 39,2C


nafsu makan menurun.

P
Infus D 5 % 12

Syr.

Mata: CA -/- SI - / -

Paracetamol 3 x

Hidung: PCH(-),

II cth (po)

Sekret +/+

Mulut : Mukosa bibir


kering, SPO (-), arcus

Diazepam 3 x 1
pulv (po)

M (-) G (-)
Pulmo: Vesikuler +/+
Rh -/- Wh -/Abdomen:

Ambroxol

3x I cth (po)

faring hiperemis (+)


Cor : BJ I - II reg.

Syr.

Bila

suhu

>

39C

berikan

extra

Proris

Supp
Datar,

supel, BU (+) NT (-)


Ekstremitas :
Edema: -/Akral: Hangat,CRT<2

Bila

kejang

berikan
Diazepam 6 mg
(iv)

dtk, a. dorsalis pedis


teraba kuat

10

Tanggal/Jam
12 Maret 2016
Pkl 06.30 WIB

S
Demam (+), kejang (-), KU: SS

O
KS: CM

A
KDK

BAB (-) sudah 2 hari, T: 100/70 mmHg

Faringitis

sempat mencret 2 hari N: 148 x/menit

Akut

yang

lalu.

P
Infus D 5 % 12
tpm makro

Batuk R: 30 x/menit

Inj. Cefotaxime
2 x 500 mg (iv)

berdahak (+), pilek (+), S : 38,5C

Syr.

mual (-), nafsu makan Mata: CA -/- SI - / -

Paracetamol 3 x

menurun.

II cth (po)

Hidung: PCH(-),
Sekret +/+

Mulut : Mukosa bibir


kering, SPO (-), arcus

Diazepam 3 x 1
pulv (po)

M (-) G (-)
Pulmo: Vesikuler +/+
Rh -/- Wh -/Abdomen:

Ambroxol

3x I cth (po)

faring hiperemis (+)


Cor : BJ I - II reg.

Syr.

Bila

suhu

>

39C

berikan

extra

Proris

Supp
Datar,

supel, BU (+) NT (-)


Ekstremitas :
Edema: -/Akral: Hangat,CRT<2

Bila

kejang

berikan
Diazepam 6 mg
(iv)

dtk, a. dorsalis pedis


teraba kuat

11

Tanggal/Jam
13 Maret 2016
Pkl 06.30 WIB

S
Demam (-), kejang (-), KU: SS

O
KS: CM

A
KDK

BAB (+), batuk kering T: 100/70 mmHg

Faringitis

(+) perbaikan, pilek (+), N: 145 x/menit

Akut

tpm makro

mual (+), nafsu makan R: 30 x/menit


membaik.

P
Infus D 5 % 12
Inj. Cefotaxime
2 x 500 mg (iv)

S : 37,5C

Syr.

Mata: CA -/- SI - / -

Paracetamol 3 x

Hidung: PCH(-),

II cth (po)

Sekret +/+

Mulut : Mukosa bibir


kering, SPO (-), arcus

Diazepam 3 x 1
pulv (po)

M (-) G (-)
Pulmo: Vesikuler +/+
Rh -/- Wh -/Abdomen:

Ambroxol

3x I cth (po)

faring hiperemis (-)


Cor : BJ I - II reg.

Syr.

Bila

suhu

>

39C

berikan

extra

Proris

Supp
Datar,

supel, BU (+) NT (-)


Ekstremitas :
Edema: -/Akral: Hangat,CRT<2

Bila

kejang

berikan
Diazepam 6 mg
(iv)

dtk, a. dorsalis pedis


teraba kuat

12

Tanggal/Jam
14 Maret 2016
Pkl 06.30 WIB

S
Demam (-), kejang (-), KU: SS

O
KS: CM

A
KDK

BAB (+) BAK (+) batuk T: 100/70 mmHg

Faringitis

kering

Akut

(+)

perbaikan, N: 147 x/menit

tpm makro

pilek (+) perbaikan, mual R: 30 x/menit


(-),

nafsu

meningkat.

P
Infus D 5 % 12
Inj. Cefotaxime
2 x 500 mg (iv)

makan S : 37C

Syr.

Mata: CA -/- SI - / -

Paracetamol 3 x

Hidung: PCH(-),

II cth (po)

Sekret +/+

Mulut : Mukosa bibir


kering, SPO (-), arcus

Diazepam 3 x 1
pulv (po)

M (-) G (-)
Pulmo: Vesikuler +/+
Rh -/- Wh -/Abdomen:

Ambroxol

3x I cth (po)

faring hiperemis (-)


Cor : BJ I - II reg.

Syr.

Bila

suhu

>

39C

berikan

extra

Proris

Supp
Datar,

supel, BU (+) NT (-)


Ekstremitas :
Edema: -/Akral: Hangat,CRT<2

Bila

kejang

berikan
Diazepam 6 mg
(iv)

dtk, a. dorsalis pedis


teraba kuat

Pasien pulang pada tanggal 14 Maret 2016 pukul 14.30 WIB.


BAB II
ANALISA KASUS
13

Diagnosis kejang demam kompleks dan faringitis akut pada kasus ini berdasarkan :
a.

Anamnesis
Menurut teori hal-hal yang perlu didapatkan dari anamnesis adalah :
1.

Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningitis

encephalitis)
2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik
turun)
4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas, otitis
5.
6.
7.
8.

media, gastroenteritis)
Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
Sifat kejang (fokal atau umum)
Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam

atau epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
10. Trauma
Pada pasien :
Pasien datang dengan keluhan demam 4 hari SMRS yang disertai kejang 2 jam
SMRS. Keluhan demam pasien timbul bersamaan dengan batuk kering yang tidak
disertai dengan sesak napas, pilek dan nyeri menelan. Demam timbul perlahan lahan
kemudian semakin lama semakin bertambah panas. Demam dirasakan terus menerus,
suhu tertinggi mencapai 39C, demam turun sebentar setelah diberikan obat sirup
paracetamol namun segera naik kembali. Demam disertai kejang sebanyak 2 kali (dalam
24 jam) masing-masing 3 menit dan 4 menit. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, saat
kejang mata pasien mendelik ke atas, tangan dan kaki kelojotan serta mulut kaku seperti
menggigit, Setelah kejang berhenti pasien langsung menangis.
Keluhan pasien juga disertai dengan BAB mencret (+) sebanyak satu kali dan nafsu
makan menurun, BAK dalam batas normal, sedangkan manifestasi perdarahan yang
menyertai demam seperti gusi berdarah, mimisan, bintik-bintik merah pada kulit, dan
BAB hitam disangkal. Riwayat menderita demam disertai kejang ketika berusia 2 tahun
diakui. Perasaan mual, muntah yang menyemprot disangkal. Riwayat trauma kepala,
infeksi pada telinga juga disangkal.

14

b.

Pemeriksaan fisik
Menurut teori hal hal yang harus diperiksa pada pasien dengan kejang demam adalah
1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi
saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan refleks patologis
4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningitis,
encephalitis)
Pada pasien :

Keadaan umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Suhu

: 39C

Nadi

: 148 x/menit

Pernapasan

: 30 x/menit

Status Generalis

Hidung

: Septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-), sekret (+/+)

Mulut

: Bibir kering (+), stomatitis (-), gigi geligi lengkap, arcus faring
hiperemis (+), Tonsil T1/T1

Leher

: Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), kaku kuduk (-)

Status Neurologis

GCS 15 (Composmentis)

Tanda rangsal meningeal

Kaku kuduk (negatif)

Brudzinski I (negatif)

Brudzinski II (negatif)
15

c.

Kernig Sign

(negatif)

Paralisis tidak ada

Refleks fisiologis : biseps (+) triseps (+) patella (+) achilles (+)

Refleks patologis : Babinski (-)

Pemeriksaan Penunjang
Menurut teori :
1.

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. 5 Pemeriksaan
elektrolit, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk menyingkirkan gangguan
metabolisme yang menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada anamnesis
ditemukan riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan gejala dehidrasi.

2. Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan diagnosis meningitis


encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan, memiliki tanda rangsang
meningeal positif, dan masih mengalami kejang beberapa hari setelah demam.
3. Pencitraan : Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5 CT Scan cranium pada umumnya tidak
diperlukan pada kejang demam sederhana yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat
dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kejang demam kompleks untuk
menentukan jenis kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel.
4. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
Pada pasien :
16

Pada pemeriksaan hematologi lengkap didapatkan peningkatan laju endap darah


sebesar 21 mm/jam (N = < 20 mm/jam)

Pada pemeriksaan hitung jenis didapatkan peningkatan monosit sebesar 8 %


(N = < 6 %)
Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan glukosa sewaktu sebesar 120
mg/dl ( N = 30-90 mg/dl)
d.

Penatalaksanaan
Menurut teori :
1. Antipiretik
Antipiretik diberikan sebagai pengobatan simptomatis terhadap demam. Dapat
diberikan paracetamol dengan dosis untuk anak yang dianjurkan 10-15 mg/kgBB/hari
tiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam. Antibiotik untuk
mengatasi infeksi yang menjadi etiologi dasar demam yang terjadi.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.

Penanganan Kejang pada Anak


Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas.
Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:

5 menit

KEJANG
Diazepam rectal 0.5 mg/kgBB atau:
Berat badan 10 kg: 5 mg
Berat badan > 10 kg: 10 mg
KEJANG (+)
17

Ulangi diazepam rektal seperti sebelumnya.


DI RS
Cari akses vena
Periksa laboratorium (darah tepi, Na, Ca, Mg, Ureum, Kreatinin)
KEJANG (+)
Diazepam IV dosis 0.3-0.5 mg/kgBB
(kecepatan 0.5-1 mg/menit)

KEJANG (-)

KEJANG (+)
Fenitoin bolus IV 10-20
mg/kgBB (dengan kecepatan
0.5-1 mg/menit)

Berikan terapi rumatan bila


penyebab kejang diperkirakan
infeksi intrakranial. Berikan
fenobarbital 8-10 mg/kgBB/hari,
dibagi 2 dosis. Selama 2 hari
selanjutnya 4-5 mg/kgBB/hari

KEJANG (+)

sampai resiko kejang tidak ada.

Transfer ke
ICU

KEJANG (-)
Rumatan fenitoin IV 5-7
mg/kgBB/hari 12 jam
kemudian

Pada pasien :

e.

Infus D 5 % 12 tpm makro

Inj. Cefotaxime 2 x 500 mg (iv)

Syr. Paracetamol 3 x II cth (po)

Syr. Ambroxol 3x I cth (po)

Diazepam 3 x 1 pulv (po)

Bila suhu > 39C berikan extra Proris Supp

Bila kejang berikan Diazepam 6 mg (iv)

Prognosis
Menurut teori :
Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak yang
permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan dewasa
18

anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang demam
kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan
demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis maupun keterlambatan pertumbuhan,
memiliki resiko tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka.1
Pada pasien :
1. ad vitam: ad bonam
Keadaan pasien mengalami perbaikan, suhu badan dapat turun sampai suhu tubuh
normal dan tidak kembali muncul kejang selama dilakukan perawatan sebanyak 4 hari
di rumah sakit.
2. ad functionam: dubia ad malam
Pada pasien terdapat riwayat kejang demam kompleks saat pasien berusia 1 tahun
kemudian kembali terulang kejang demam kompleks pada usia 3 tahun 8 bulan 2 kali
kejang dalam 24 jam, masing masing selama 3 menit dan 4 menit, mungkin saja
terdapat kelainan anatomis di otak sehingga dapat terjadi epilepsi di kemudian hari. Untuk
mengetahui secara pasti diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.

3. ad sanationam: ad malam
Kejang demam yang diderita oleh pasien memiliki kemungkinan dapat terulang
kembali ketika pasien demam tinggi karena pasien memiliki kecenderungan untuk
kejang dan secara genetik memiliki faktor risiko untuk mengalami kejang.

19

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang demam adalah
kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39 oC per rektal) tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak
ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 3
Anak yang pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1
bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan kejang yang
disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang
mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi
SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2
EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi anak
berusia 6 bulan-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang.4 Kejang
demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan.1
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan
Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam
20

kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan).
Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki. 3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10
ETIOLOGI
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang.1 Faktor
hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami kejang demam
memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya.1
Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang
paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan,
otitis media, dan gastroenteritis.6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak
penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya
memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %. Selanjutnya adalah
otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%).1
KLASIFIKASI
Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone 1
A. Kejang Demam Sederhana:
1. Kejang bersifat umum
2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Usia saat kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun
4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun
5. Pemeriksaan EEG normal
B. Epilepsi yang Dicetuskan oleh Demam:
1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal
2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam yang pertama
3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam 1 tahun
4. Pemeriksaan EEG yang dibuat setelah anak tidak demam lagi hasilnya abnormal
Sedangkan menurut Fukuyama kejang demam dibagi menjadi (1):
B. Kejang Demam Sederhana:
21

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Riwayat penyakit keluarga penderita tidak ada yang mengidap epilepsi


Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan-6 tahun
Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
Kejang tidak bersifat fokal
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas

perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
C. Kejang Demam Kompleks
Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan sebagai kejang
demam kompleks

Sekitar 80-90 % dari keseluruhan kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana.1
1. Kejang demam sederhana
- Kejang berlangsung singkat < 15 menit
- Kejang umum tonik dan atau klonik
- Akan berhenti sendiri
- Tanpa gangguan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks
- Kejang lama > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial 1 sisi (kejang umum didahului kejang parsial)
- Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,
problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah
kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih
dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat
dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam
timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya
demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 5,6
PATOFISIOLOGI 1,5
22

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses
oksidasi oleh oksigen.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak 20%. Akibatnya terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari
ion kalium dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.

23

MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik),
gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung
selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.1
Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi
tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak
dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Kontraksi dapat berlangsung
selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak akan jatuh apabila sedang dalam keadaan
berdiri, dan dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya.1
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15
menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakitpenyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,
perubahan akut pada keseimbangan homeostasis air dan elektrolit, dan adanya lesi struktural
pada sistem saraf misalnya epilepsy(4). Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
Anamnesis 5

24

1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningitis encephalitis)


2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)
4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas, otitis
media, gastroenteritis)
5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
6. Sifat kejang (fokal atau umum)
7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau
epilepsi)
9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
10. Trauma
Pemeriksaan Fisik 5
1. Temperature tubuh
2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi
saluran napas, otitis media, gastroenteritis)
3. Pemeriksaan refleks patologis
4. Pemeriksaan

tanda

rangsang

meningeal

(menyingkirkan

diagnosis

meningitis,

encephalitis)

Pemeriksaan Penunjang 5,6


25

1. Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. 5 Pemeriksaan
elektrolit, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk menyingkirkan gangguan
metabolisme yang menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada anamnesis
ditemukan riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan gejala dehidrasi.

2. Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan diagnosis meningitis


encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan, memiliki tanda rangsang
meningeal positif, dan masih mengalami kejang beberapa hari setelah demam.

3. Pencitraan : Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI, papil edema.5 CT Scan cranium pada umumnya tidak
diperlukan pada kejang demam sederhana yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat
dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kejang demam kompleks untuk
menentukan jenis kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel.

4. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang


atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis
atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya

26

sumber infeksi seperti ototis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapatkan antibiotika maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.2
TATALAKSANA 1,4
A. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal.
Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia
3 tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian Diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit
dapat diberikan Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin
kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5
B.Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Antipiretik diberikan sebagai pengobatan simptomatis terhadap demam. Dapat
diberikan paracetamol dengan dosis untuk anak yang dianjurkan 10-15 mg/kgBB/hari
tiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam. Antibiotik untuk
mengatasi infeksi yang menjadi etiologi dasar demam yang terjadi.
2. Antikonvulsan
27

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.

Penanganan Kejang pada Neonatus


Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas.
Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:
KEJANG
30 menit
Luminal IM 20 mg/kg/BB dalam 5 menit
KEJANG (+)
Ulangi luminal IM 10 mg/kg/BB. Dapat diulangi
lagi jarak 30 menit bila masih kejang.
KEJANG (+)
Fenitoin bolus IV 20 mg/kgBB dalam 15 ml
NaCl, berikan dalam 30 menit (kecepatan 0.5-1
mg/kgBB/menit)
KEJANG (-)
Bila kejang berulang dalam 2 hari, berikan luminal 5 mg/kg/hari per oral sampai bebas
kejang 7 hari. Bila kejang berulang setelah bebas kejang 2 hari, ulangi pemberian luminal
dari awal.

Penanganan Kejang pada Anak


Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas.
Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:
KEJANG
28

5 menit

Diazepam rectal 0.5 mg/kgBB atau:


Berat badan 10 kg: 5 mg
Berat badan > 10 kg: 10 mg
KEJANG (+)
Ulangi diazepam rektal seperti sebelumnya.

DI RS
Cari akses vena
Periksa laboratorium (darah tepi, Na, Ca, Mg, Ureum, Kreatinin)
KEJANG (+)
Diazepam IV dosis 0.3-0.5 mg/kgBB
(kecepatan 0.5-1 mg/menit)

KEJANG (-)

KEJANG (+)
Fenitoin bolus IV 10-20
mg/kgBB (dengan kecepatan
0.5-1 mg/menit)

Berikan terapi rumatan bila


penyebab kejang diperkirakan
infeksi intrakranial. Berikan
fenobarbital 8-10 mg/kgBB/hari,
dibagi 2 dosis. Selama 2 hari
selanjutnya 4-5 mg/kgBB/hari

KEJANG (+)

sampai resiko kejang tidak ada.

Transfer ke
ICU

KEJANG (-)
Rumatan fenitoin IV 5-7
mg/kgBB/hari 12 jam
kemudian

.
Koreksi Hipokalemia (FCCS)
Kadar K
3-3,5 mEq/L

Koreksi
KCL per oral 75 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (1-3mEq.kg.hari) atau 0,25

2,5-3 mEq/L
<2,5 mEq/L

mEq/kg IV KCL dalam 1 jam


0,5 mEq/kg IV KCL dalam 2 jam (rogers: dalam 1 jam)
0,75 mg/kg IV KCL dalam 3 jam

C.Pemberian Obat Rumat


Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu)
-

Kejang lama > 15 menit


29

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,


misalnya hemiparesis, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.

Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam,
kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.5
Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya
dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur
kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam
valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2
dosis. Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.5
PROGNOSIS
Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita kejang
demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa pengobatan dengan
antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan.1
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83
penderita kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar dari 6 bulan3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan rumatan, kejang demam
kambuh pada 27 penderita.1
Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan
mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila kejang
demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini terjadi dalam kurun
waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 % dalam kurun waktu 2 tahun setelah
kejang demam pertama. 1/2 dari penderita yang mengalami kekambuhan akan mengalami
kekambuhan lagi. Pada sebagian terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya
sekitar 10 % kejang demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan.1,9

30

Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun
kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan
kekambuhannya 28 %.1
Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak yang
permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan dewasa anak
tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang demam kompleks, riwayat
penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat
gangguan neurologis maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk
menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka.1

31

Anda mungkin juga menyukai