Anda di halaman 1dari 5

Patofisiologi Gangren Diabetikum

Diabetes mellitus (DM) menyebabkan atherosklerosis dan neuropati, dimana


keduanya akan menyebabkan risiko pembentukan ulkus pada ekstremitas meningkat.
Ulkus ini rentan terinfeksi bakteri, misalnya Clostridium, sehingga akan
menyebabkan produksi toksin dan gas gangren yang menyebabkan berbagai dampak
merugikan bagi tubuh (Rowe et al., 2012).
Atherosklerosis pada DM disebabkan oleh adanya penebalan membran basalis
kapiler, hyanolisis arteriolar, dan proliferasi endotelial. Pada populasi penderita DM
ditemukan peningkatan kalsifikasi dan penebalan arteri media. Arteri yang bisa
mengalami

sklerosis

antara

lain

A.

aortoiliac,

A.

femoropopliteal,

dan

A.infrapopliteal. Sklerosis ini sangat terkait dengan tingginya kadar high low-density
lipoprotein (LDL) dan very-low-density lipoprotein (VLDL) pada penderita DM yang
turut disertai dengan peningkatan faktor von Willebrand plasma dan fibrinogen
plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, dan peningkatan adhesifisitas platelet (Rowe et
al., 2012).
Adanya penyakit vaskular ini sedikit banyak mempengaruhi pembentukan
edema truncus nervus yang terkait juga dengan adanya hiperosmolaritas kronis
(Tomic-Canic et al., 2004). Hilangnya sensasi atau kemampuan untuk merasakan
rangsang pada ekstremitas inferior (misalnya kaki) akan menyebabkan fraktur dan
cedera yang tidak terdeteksi. Hal ini didukung dengan adanya suplai arteri yang
menurun (akibat atherosklerosis) akan menyebabkan bengkak dan ulserasi yang
sangat rentan terhadap infeksi bakteri (Rowe et al., 2012). Selain itu, suplai arteri
yang menurun juga menyebabkan berkurangnya oksigen, nutrien, dan mediator yang
dibutuhkan untuk perbaikan luka. Hal ini menyebabkan luka lebih lama terpapar
bakteri maupun virus. Aliran darah yang inadekuat juga menyebabkan sulitnya sistem
imun untuk mempertahankan tubuh (Kamal et al., 1996).

Bakteri Clostridium merupakan bakteri gram positif anaerobik, memproduksi


spora, dan normalnya ditemukan di tanah serta tractus gastrointestinalis (GIT)
manusia dan hewan (Folstad, 2004). Gas gangrene 80-95% disebabkan oleh
Clostridium perfingens pada luka, dimana terjadi penurunan suplai darah yang
membuat lingkungan menjadi anaerobik dan sesuai untuk sang bakteri (Brook, 2005).
Selain itu gas gangren dapat disebabkan oleh Clostridium septicum dari GIT
pada pasien Ca Colon. Organisme akan menembus kapiler dan menginfeksi jaringan
otot walaupun lingkungannya tidak anaerobik (Headley, 2003). Bakteri ini
memproduksi toksin protein ekstraseluler seperti alpha toxin (a phospholipase C) dan
theta-toxin (a thiol-activated cytolysin) yang akan menghidrolisis membran sel,
menyebabkan thrombosis microvascular et causa koagulasi abnormal, dan efek
kardiodepresif (Headley, 2003).
Beberapa bakteri lain yang dapat menginfeksi ulkus pada penderita DM adalah
Enterococcus faecalis, S aureus, S epidermidis, dan kelompok B streptococci sebagai
bakteri gram positif. Kemudian ada bakteri gram negatif seperti Proteusspecies, E
coli, Klebsiella species, dan Pseudomonas species. Bakteri anaerobik juga ditemukan
pada beberapa kasus yaitu Peptococcus dan Bacteroides fragilis (Frykberg et al.,
1996).
Anemia refrakter dapat muncul pada penderita gas gangren oleh karena alphatoxin di sirkulasi darah yang memediasi hemolisis eritrosit. Alpha-toxin memiliki
efek inotropic pada myocard sehingga menimbulkan hipotensi refrakter berat.
Sedangkan theta-toxin menyebabkan kaskade sitokin yang berujung pada vasodilatasi
perifer. Vaksinasi terhadap toksin alfa dan theta dapat mengurangi keparahan infeksi.
Toksin menyebabkan pembongkaran jaringan dimana hasilnya seperti creatine
phosphokinase, myoglobin, dan potassium juga dapat menyebabkan toksisitas
sekunder dan kerusakan ginjal (Bryant, 2003).

Gambar X. Ulkus pada Penderita DM yang Berpotensi Menjadi Gangren


Seperti yang dijelaskan di awal, infeksi pada ekstremitas ini didukung oleh
adanya imunopati, neuropati, dan penyakit vaskular (antara lain atherosklerosis).
Neuropati diabetikum memiliki beberapa komponen yang terkait yaitu :
1. Serabut autonom
DM menyebabkan gangguan pola hidrosis (keringat) sehingga terjadi
hipohidrosis yang menyebabkan epidermis kering dan lebih rentan terhadap
infeksi.
2. Serabut somatik
a. Serabut saraf sensori tipe A untuk sensasi sentuhan, getaran, tekanan,
proprioseptor, dan inervasi motorik pada otot intrinsic pada kaki. Saat
terjadi neuropati, beberapa otot akan mengalami atrofi dan tidak bisa
menstabilkan kaki, sendi phalangeal, dan jari-jari kaki. Jika hal ini
berlanjut akan menyebabkan deformitas ibu jari kaki (Sumpio, 2000).
b. Serabut saraf tipe C untuk mendeteksi stimulus nyeri dan suhu sebagai
fungsi protektif. Jika terjadi neuropati, ia akan kehilangan sensasi
protektifnya dan menyebabkan salah satu faktor predisposisi untuk
terbentuknya fraktur, deformitas kaki, ulkus (ulserasi) dan infeksi
dimana pasien tidak dapat mendeteksi beban, trauma, dan nyeri (Levin,
1995).
Berbagai hal yang telah dijelaskan juga dapat menyebabkan kelainan berupa

kaki Charcot (Charcot foot) yang merupakan osteoartropati neuropatikum. Hal ini
disebabkan oleh adanya beban yang terlalu besar sehingga berakibat pada fraktur
tulang. Fraktur akan sedemikian meningkatkan tekanan di sekitarnya sehingga lebih
rentan terhadap ulserasi. Sering juga disebut dengan Rockerbottom foot deformity
(Butalia et al., 2008).

Gambar X. Charcot Foot pada Penderita DM


Referensi
Brook I. 2005. Recovery of anaerobic bacteria from wounds after lawn-mower
injuries. Pediatr Emerg Care. Feb 2005;21(2):109-10.
Bryant AE. Biology and pathogenesis of thrombosis and procoagulant activity in
invasive infections caused by group A streptococci and Clostridium
perfringens. Clin Microbiol Rev. Jul 2003;16(3):451-62.
Butalia S, Palda VA, Sargeant RJ, Detsky AS, Mourad O. 2008. Does this patient with
diabetes have osteomyelitis of the lower extremity?. JAMA. Feb 20
2008;299(7):806-13.
Folstad SG. 2004. Soft tissue infections. In: Tintinalli JE, et al, eds. Emergency
Medicine: A Comprehensive Study Guide. 6th ed. McGraw Hill; 2004:979986.
Frykberg RG, Veves A. 1996. Diabetic foot infections. Diabetes Metab Rev. Oct
1996;12(3):255-70.
Headley AJ. 2003. Necrotizing soft tissue infections: a primary care review. Am Fam
Physician. Jul 15 2003;68(2):323-8.
Kamal K, Powell RJ, Sumpio BE. 1996. The pathobiology of diabetes mellitus:
implications for surgeons. J Am Coll Surg. Sep 1996;183(3):271-89.

Levin ME. 1995. Preventing amputation in the patient with diabetes. Diabetes Care.
Oct 1995;18(10):1383-94.
Rowe VL, Kaufman JL, Talavera F. 2012. Diabetic Ulcers. Medscape Article. Sep 25
2012;460282-overview a0104.
Sumpio BE. 2000. Foot ulcers. N Engl J Med. Sep 14 2000;343(11):787-93.

Anda mungkin juga menyukai