Anda di halaman 1dari 23

A.

Persalinan
1. Defenisi Persalinan
Setelah ibu menjalani proses kehamilan, maka ibu akan mengalami proses
yang kedua yaitu melahirkan. Pada proses persalinan ibu akan mengeluarkan bayi
yang dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan hidup. Persalinan
merupakan rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi
oleh ibu (Varney, 2008).
Pada persalinan ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan
penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Ibu
merasakan mules yang menjalar dari perut sampai ke pinggang. Respon tubuh
tidak akan sama dirasakan pada setiap ibu, karena diakhir kehamilan terjadi
peningkatan hormone oksitosin yang menyebabkan respon aktif his pada rahim
ibu (Sarwono, 2008).
Persalinan adalah proses yang diawali dengan membuka dan menipisnya
serviks, dan janin akan turun kedalam jalan lahir. Bayi akan melalui jalan lahir
lunak dan jalan lahir keras. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban
didorong keluar melalui jalan lahir (Saifuddin, 2006).
2. Jenis persalinan

16

Universitas Sumatera Utara

Kehamilan dan persalinan merupakan proses yang normal dan alamiah,


yang akan dialami oleh setiap wanita sepanjang siklus kehidupannya. Namun,
dalam beberapa kasus kehamilan yang tadinya berjalan normal dan fisiologis,
bisa berubah menjadi kehamilan yang patologis dan harus mendapatkan
perawatan yang khusus, seperti pada kasus ibu hamil dengan solutio plasenta.
Demikian juga dengan proses persalinan, pada awalnya kita hanya mengenal
proses persalinan yang normal melalui jalan lahir normal yaitu persalinan
pervaginam, tetapi karena ada masalah yang menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan normal, maka dokter akan menganjurkan persalinan melalui proses
pembedahan di bagian perut ibu (Musbikin, 2005).
Saifuddin (2006) jenis persalinan ada dua, yaitu persalinan melalui jalan
lahir (persalinan per vaginam) dan persalinan melalui jalan lain (persalinan
perabdominal).
2.1 Persalinan melalui jalan lahir (persalinan per vaginam)
Menurut Yeyeh, dkk (2009) persalinan berdasarkan proses terjadinya terbagi
menjadi tiga yaitu persalinan spontan, persalinan buatan dan persalinan anjuran.
Persalinan spontan yaitu persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan
melalui jalan lahir. Persalinan buatan adalah persalinan dengan tenaga dari luar
dengann ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan seksio sesarea.Persalinan anjuran
dimana persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung
setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin aprostaglandin.

17

Universitas Sumatera Utara

2.2 Persalinan melalui jalan lain (persalinan perabdominal)


Menurut Saifuddin (2006) persalinan melalui jalan lain (persalinan
perabdominal) yang juga disebut dengan seksio sesarea adalah suatu tindakan
untuk melahirkan bayi, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
Pada proses persalinan perabdominal atau seksio sesarea, sebelum janin
dikeluarkan terlebih dahulu ibu dibius, sehingga ibu tidak merasa sakit saat
dokter melakukan pembedahan pada dinding perut ibu.
3. Proses persalinan melalui jalan lahir (persalinan pervaginam)
Pada proses persalinan normal, ibu akan mengalami berbagai tahapan
sebelum janin benar-benar keluar ke dunia. Menurut Yeyeh (2009), partus
(persalinan) dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I seviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula
kala pengeluaran, oleh karena his yang adekuat dan kekuatan mengedan ibu
janin didorong ke luar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas
dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan
lamanya 1 jam. Pada kala IV ibu akan lebih diawasi dan dipantau, apakah ada
ancaman terjadi perdarahan postpartum atau tidak.
a. Kala I
Secara klinis dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show). Lendir yang
18

Universitas Sumatera Utara

bercampur darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai
membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluhpembuluh
kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseranpergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat
his dibagi dalam 2 fase, yaitu fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan
berlangsung sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm, fase aktif :
dibagi dalam 3 fase lagi, yakni fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3
cm tadi menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm, fase deselerasi pembukaan
menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap. Fase-fase ini dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi
demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih
pendek dan lebih cepat.
b. Kala II
Kala II disebut juga kala pengeluaran, pada kala II merupakan tahap
dimana bayi akan dilahirkan sehingga kondisi yang terjadi pada kala II ini his
akan menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.
Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk diruang panggul, maka
pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan, semakin kuat dan teraturnya his, maka akan
mendorong janin untuk dilahirkan dengan pimpinan persalinan oleh bidan atau
dokter kebidanan. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multigravida kala II berlangsung rata-rata 0,5 jam.
19

Universitas Sumatera Utara

c. Kala III
Kala III merupakan kala pengeluaran uri atau plasenta. Setelah bayi lahir,
maka pada perabaan uterus akan terasa keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian uterus akan berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta atau uri, yang ditandai dengan tersemburnya darah tibatiba dan pada
saat dilakukan peregangan tali pusat akan bertambah panjang, biasanya plasenta
akan keluar setelah 15 menit secara spontan atau dengan tekanan pada fundus
uteri. Pengeluaran plasentadisertai dengan pengeluaran darah.
d. Kala IV
Pada kala ini perlu diamati apakah ada perdarahan postpartum, sehingga
kala IV

disebut juga kala pengawasan, ibu akan diobservasi selama 2 jam

memperbaiki keadaan umum ibu dengan pemberian cairan yang cukup,


pemeriksaan vital sign dan pengawasan kontraksi uterus dan ibu juga bisa
memberikan ASI pertamanya bagi bayi (Sarwono, 2008).
D.

Persalinan Seksio Sesarea


1. Indikasi persalinan seksio sesarea
Banyak indikasi yang dapat menyebabkan seorang ibu harus melahirkan
secara seksio sesarea. Untuk itu, perlu adanya pengawasan dan pemeriksaan yang
lengkap selama kehamilan. Menurut Liu (2007), seksio sesarea dilakukan untuk
mengatasi disproporsi sefalo-pelvik dan aktifitas uterus yang abnormal,
20

Universitas Sumatera Utara

mempercepat kelahiran untuk keselamatan ibu atau janin. Beberapa indikasi


seksio sesarea sebagai berikut:
a.

Menghindari janin dari resiko tertular infeksi herpetik atau HIV

b.

Plasenta previa sentralis dan lateralis

c.

Ruptur uteri mengancam

d.

Partus tak maju

e.

Distosia servik

f.

Malpresentase janin

g.
h.

Gameli
Mengurangi resiko pada ibu (misalnya hipertensi akibat kehamilan, gangguan
jantung tertentu, lesi intrakranial atau keganasan pada serviks). Selain itu seksio
sesarea juga memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginannya
(Musbikin, 2005).
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seksio sesarea
Agar proses persalinan secara seksio sesarea dapat berjalan dengan baik,
perlu adanya kerjasama yang baik antara ibu dan petugas kesehatan. Menurut
Benson (2009) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam seksio sesarea,
antara lain :

21

Universitas Sumatera Utara

2.1 Seksio elektif


Pertimbangkan dengan cermat tindakan-tindakan elektif yang dapat
dilakukan bersama dengan seksio sesarea. Hal ini meliputi lama operasi,
kebutuhan transfusi dan kemungkinan infeksi. Seksio sesarea ini direncanakan
lebih dahulu karena sudah diketahui bahwa kehamilan harus diselesaikan dengan
cara operasi, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan selama kehamilan minimal
empat kali, sehingga akan dapat diketahui apakah kehamilan ibu nantinya dapat
diakhiri dengan normal tanpa komplikasi atau harus melalui persalinan seksio,
keuntungannya seksio elektif adalah waktu pembedahan dapat ditentukan dan
direncanakan oleh dokter yang akan menolongnya dan dapat dilakukan persiapan
yang lebih baik. Kerugiannya ialah oleh karena persalinan belum mulai, segmen
bawah uterus belum terbentuk dengan baik sehingga menyulitkan pembedahan,
dan lebih mudah terjadi atonia uteri dengan perdarahan karena uterus belum mulai
berkontraksi.
2.2 Anestesia
Menurut Mundy (2005), sebelum dilakukan proses operasi ibu terlebih
dahulu dibius.
a. Bius Total (Bius Umum)
Bius total membuat ibu akan tertidur dan tidak akan mengetahui
apapun yang terjadi. Bius total biasanya digunakan dalam kondisi
darurat. Bius ini juga dilakukan pada saat dokter harus memasukkan
22

Universitas Sumatera Utara

tangannya untuk memutar posisi bayi ditahap kedua persalinan, pada


persalinan sungsang, untuk mengambil sisa plasenta dalam rahim, atau
untuk memperbaiki vagina yang robek pada saat persalinan. Anastesi ini
diberikan lewat suntikan penthotal intravena dan dilanjutkan dengan
campuran nitro oksida dan oksigen.
Anestesia atau pembiusan total mempunyai pengaruh depresif
pada pusat pernafasan janin, sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan apnea yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Selain itu ada
pengaruh terhadap tonus uterus sehingga kadang-kadang timbul
perdarahan postpartum karena atonia uteri. Akan tetapi, bahaya terbesar
pada pemberian anestesia umum pada lambung penderita tidak kosong.
Pada wanita yang tidak sadar karena anestesia ada kemungkinan isi
lambung masuk kedalam jalan pernapasan, dan ini merupakan hal yang
berbahaya. Anestesia spinal aman untuk janin, akan tetapi selalu ada
kemungkinan tekanan darah penderita turun dengan akibat yang buruk
bagi ibu dan janin.
b. Bius Lokal
Bius lokal merupakan alternatif yang paling aman. Anastesi ini
dilakukan jika fasilitas anastesi lain tidak mungkin dilaksanakan.
Misalnya, pada keadaan gawat ibu hamil karena edema paru, gagal ginjal,
jantung, atau gawat janin. Anastesi ini tidak dianjurkan dilakukan pada ibu
hamil yang menderita eklampsia, preeklampsia berat, obesitas, atau alergi
23

Universitas Sumatera Utara

terhadap lignokain (obat bius lokal). Pembiusan dilakukan dengan cara


penyuntikan dibagian perut ibu yang akan dibedah (Mundy, 2004).
2.3 Transfusi darah
Pada umumnya perdarahan pada seksio sesarea lebih banyak dari pada
persalinan pervaginam. Perdarahan tersebut akibat insisi pada uterus, ketika
pelepasan plasenta, mungkin juga karena terjadinya atonia uteri postpartum. Oleh
sebab itu pada setiap akan dilakukan tindakan seksio sesarea perlu diadakan
persediaan darah dan sebelumnya dilakukan pemeriksaan golongan darah pasien.
Transfusi diperlukan apabila Hb di bawah 8 g%.
2.4 Pemberian antibiotika
Pemberian antibiotik sudah umum dilakukan dokter. Apabila ada tanda
infeksi atau pasien mengalami demam, antibiotik diberikan sampai demam
menghilang selama 48 jam. Antibiotika profilaksis pada semua seksio sesarea
dapat menurunkan angka kesakitan karena infeksi.

3. Jenis-jenis seksio sesarea


Menurut Cunningham (2005) berdasarkan jenis insisi pada perut dan
rahim, maka seksio sesarea dibagi 2 yaitu insisi abdominal dan insisi uterus.
3.1 Insisi Horizontal (SC Profunda)

24

Universitas Sumatera Utara

Insisi ini adalah sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir
selangkangan (simpisis) diatas batas rambut kemaluan. Keuntungan insisi
ini lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,
tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran
insisi uterus ke rongga peritoneum, tidak menyebabkan perlekatan usus
pada garis insisi, risiko perdarahan dan infeksi yang sedikit. Memiliki
kemungkinan besar untuk dapat menjalani proses persalinan normal pada
kehamilan berikutnya (karena terletak pada lokasi yang sangat kecil
kemungkinannya mengalami rupture uteri ).
3.2 Insisi Vertikal (SC Corvora)
Sayatan dibuat secara vertikal (median) tegak lurus mulai dari
bawah pusar sampai tulang kemaluan skitar 12 cm. Pembedahan ini
dilakukan lapis demi lapis, mulai dari kulit perut sampai rahim. Risiko dari
insisi ini 4 kali lebih besar terkena rupture uteri pada kehamilan
selanjutnya, otot-otot rahim lebih tebal dan lebih banyak pembuluh
darahnya shingga sayatan ini lebih banyak mengeluarkan darah, infeksi
mudah menyebar

secara intra

abdominal

karena tidak

ada

reperitonialisasi yang baik dan harus menjalani seksio sesarea berulang


pada kehamilan berikutnya (Mundy, 2004).
4. Perawatan praoperasi
Menurut Liu (2007), perawatan praoperasi yang harus dikerjakan sebelum
tindakan bedah dimulai terdiri atas : pastikan alasan untuk pembedahan adalah
25

Universitas Sumatera Utara

valid dan tepat. Dokter, bidan atau perawat yang bersangkutan harus
mengemukakan alasan ini dan mendiskusikannya secara jelas dengan ibu dan
pasangannya. Riwayat obstetri dan riwayat medis harus ditinjau ulang.
Diskusikan jenis anestesia dengan dokter anesthesia dan ibu, beritahu dokter
pediatri pada saat yang tepat, pemeriksaan laboratorium darah, tersedianya 2
unit darah untuk keadaan darurat, berikan antasida, dapatkan persetujuan
tertulis, berikan antibiotika profilaksis. Ibu dianjurkan untuk puasa, perawat
akan melakukan persiapan pada ibu, seperti pemasangan kateter, pemasangan
infus, pemeriksaan vital sign yang lengkap. Kesemua hal tersebut sangat
penting diperhatikan, agar proses operasi dapat berjalan dengan baik.
5. Perawatan pascaoperasi
Menurut Kasdu (2003) ibu yang mengalami komplikasi obstetri atau medis
memerlukan observasi ketat setelah seksio sesarea, perawatan umum untuk
semua ibu meliputi : kaji tanda-tanda vital baik tekanan darah, pernapasan,
frekuensi jantung maupun suhu tubuh, dengan interval teratur (15 menit),
pastikan kondisinya stabil. Lihat tinggi fundus pastikan rahim berkontraksi
dengan baik, adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokia, pertahankan
keseimbangan cairan, pastikan analgesia yang adekuat, tangani kebutuhan
khusus dengan indikasi langsung untuk seksio sesarea, misalnya diabetes
mellitus.
Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan sesuai dengan keadaan
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien tentang hal-hal yang berhubungan
dengan perawatan luka seksio dan lainnya, jadwalkan untuk melakukan
26

Universitas Sumatera Utara

pengkajian ulang pasca melahirkan guna memastikan penyembuhan total,


mendiskusikan kehamilan berikutnya dan pemakain alat kontrasepsi, dan
memastikan tindak lanjut perawatan untuk kondisi medisnya.
6. Risiko operasi seksio sesarea
Operasi seksio sesarea sebaiknya dilakukan karena pertimbangan medis,
bukan karena keinginan pasien yang tidak mau menanggung rasa sakit, hal ini
karena risiko operasi sesarea lebih besar dari pada persalinan alami. Menurut
Benson, 2009) dalam kondisi ibu dan bayi yang sehat dan tidak ada kesulitan,
bedah sesarea memiliki risiko. Indikasi untuk melakukan operasi dengan
berbagai penyebabnya mengakibatkan angka kesakitan ibu 15%, dan sekitar
90%nya disebabkan infeksi. Risiko pada janin yaitu lahir prematur jika usia
gestasi tidak dikaji dengan akurat dan risiko cedera janin dapat terjadi selama
pembedahan.. Pada 774 persalinan berikutnya, terjadi 1,03% rupture uteri
(rahim yang robek). Risiko ini bisa menimpa ibu maupun bayinya.
Persalinan dengan operasi memiliki kemungkinan risiko lima kali lebih
besar terjadi komplikasi dibandingkan persalinan normal. Faktor risiko paling
banyak dari operasi sesarea adalah akibat dari tindakan anestesi, jumlah darah
yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit,
endometritis

(radang endometrium),

tromboplebilitis

(pembekuan darah

pembuluh balik), embolisme (penyumbatan pembuluh darah), paru-paru, dan


pemulihan bentuk serta letak rahim menjadi tidak sempurna.

27

Universitas Sumatera Utara

Berikut ini adalah risiko-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang
melahirkan dengan operasi seksio sesarea yang dapat mengakibatkan cedera
pada ibu maupun bayi, dan risiko ini bersifat individual, yaitu tidak terjadi pada
semua orang.
a. Alergi
Biasanya risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat
tertentu, seperti antibiotik, oleh sebab itu perlu dilakukan skin tes.
Pada awalnya, yaitu pada saat pembedahan, segalanya bisa berjalan
lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam
kemudian, ketika dokter sudah pulang, obat yang diberikan baru
bereaksi sehingga jalan pernapasan pasien dapat tertutup. Perlu
diketahui, penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi sesarea
lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami. Jenis obatobatan ini beragam, mulai dari antibiotik, obat untuk pembiusan,
penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan infus. Oleh karena itu,
biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah
mempunyai alergi tertentu (Kasdu, 2003).
b. Perdarahan
Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan
darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh
karena itu, sebelum

operasi seorang wanita harus melakukan


28

Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan darah lengkap. Salah satunya untuk mengetahui masalah


pembekuan darahnya. Selain itu, perdarahan banyak bisa timbul pada
waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri uteri ikut terbuka atau
karena atonia uteri. Kehilangan darah yang cukup banyak dapat
menyebabkan syok secara mendadak. Kalau perdarahan tidak dapat
diatasi, kadang perlu tindakan histerektomi atau pengangkatan rahim,
terutama pada kasus atonia uteri yang berlanjut (Oxorn, 2010).
c. Cedera pada organ lain
Jika tidak dilakukan secara hati-hati, kemungkinan pembedahan
dapat mengakibatkan terlukanya organ lain, seperti rektum atau
kandung kemih. Penyembuhan luka bekas bedah sesarea yang tidak
sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung
kemih (Benson, 2009).
d. Parut dalam rahim
Seorang wanita yang sudah pernah mengalami pembedahan akan
memiliki parut dalam rahim. Oleh karena itu, pada tiap kehamilan dan
persalinan

berikutnya

memerlukan

sehubungan dengan bahaya

pengawasan

yang

cermat

rupture uteri, meskipun jika opersai

dilakukan secara sempurna risiko ini sangat kecil terjadi. Sekitar 13%
angka kejadian akibat operasi menyebabkan rupture uteri. Biasanya,
kondisi ini terjadi apabila menggunakan sayatan klasik atau vertical.
29

Universitas Sumatera Utara

e. Demam
Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan
penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.
Komplikasi ringan yang sering terjadi adalah kenaikan suhu tubuh
selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan komplikasi berat,
seperti peritonitis (radang selaput perut), sepsis (reaksi umum disertai
demam karena kegiatan bakteri), atau disebut juga terjadi infeksi
puerperal. Infeksi pascaoperasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. Misalnya, persalinannya
berlangsung lama, khususnya setelah ketuban pecah, telah diupayakan
tindakan vaginal sebelumnya (Sarwono, 2008).

7. Menghindarkan bedah sesarea yang tidak perlu


Beberapa peneliti telah membuktikan adanya kemungkinan utuk menurunkan
angka seksio sesarea secara bermakna di institusi kesehatan tanpa
meningkatkan morbiditas atau mortalitas perinatal. Program-program yang
ditujukan untuk mengurangi seksio sesarea yang tidak diperlukan umumnya
difokuskan pada upaya pendidikan dan pengawasan sesama kolega.
Mendorong percobaan persalinan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea

30

Universitas Sumatera Utara

transversal dan membatasi seksio sesarea atas indikasi distosia persalinan pada
wanita yang memenuhi kriteria yang ditentukan secara ketat
(Kasdu, 2003).
8. Partisipasi pasien untuk pengendalian angka bedah seksio sesarea
8.1.Sebelum persalinan
Para ibu harus dianjurkan untuk banyak membaca dan mempelajari
berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, kalau perlu
ikut mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh bidan, dokter,
ataupun Rumah Sakit. Selain itu disarankan pula (bila memungkinkan)
untuk melihat fasilitas empatnya bersalin kelak, lalu bertanya kepada
lebih dari satu orang tenaga kesehatan yang mengetahui mengenai
persalinan. Jika direncanakan untuk bedah sesarea, mintalah dokter untuk
menjelaskan dan membuktikan indikasi medisnya.
8.2.Dalam persalinan
Diusahakan untuk dapat tinggal selama mungkin dirumah, sampai
dirasakan bahwa kontraksi rahim sudah sedemikian sering dan kuat
sehingga tidak memungkinkan untuk berjalan-jalan atau melakukan
aktivitas. Kedatangan yang terlalu dini ke tempat bersalin seringkali
justru menimbulkan stres. Para ibu akan mengalami nyeri atau rasa sakit,
tetapi sebaiknya tidak meminta untuk dibius (regional maupun umum).
Dalam kaitan ini, dukungan dari suami menjadi salah satu faktor penting.
31

Universitas Sumatera Utara

Dukungan tersebut harus diarahkan kepada dorongan agar sang istri yang
sedang bersalin itu berusaha sekuat tenaga untuk menghindari bedah
sesarea. Semua pihak harus menyadari bahwa persalinan atau kelahiran
yang alamiah adalah yang terbaik, sedangkan bedah sesarea sebenarnya
merupakan alternatif (Dewi dkk, 2007).

E.

Metode Penelitian Kualitatif Fenomenologi

Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang


berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti
kata-kata, laporan terinci dari pandangan partisipan, dan melakukan studi pada situasi
yang alami (Bungin, 2007).

Bogdan dan Taylor (1975, dalam Moleong, 2006) mengemukakan bahwa


metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi yang alamiah dan bersifat penemuan.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya pengalaman, perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

32

Universitas Sumatera Utara

Menurut Denzin dan Lincoln (1987 dalam Moleong, 2006) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada. Dari segi pengertian ini, latar alamiah dengan maksud agar hasilnya
dapat digunakan untuk dapat menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk
penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian, dalam penelitian
kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan
pemanfaatan dokumen.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada


filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai
lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai intrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik
pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif,
dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiono,
2009).

Bogdan dan Biklen (1982) dalam Sugiyono, 2009) mengemukakan bahwa


penelitian kualitatif memiliki karakteristik, yaitu : dilakukan pada kondisi yang alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah
instrumen kunci, penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka.

33

Universitas Sumatera Utara

Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau outcome.
Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif. Penelitian kualitatif lebih
menekankan makna (data dibalik yang teramati).

F. Respon Ibu Terhadap Seksio Sesarea

Pada proses persalinan tidak selamanya berjalan sesuai rencana, ditengah


perjalanannya sangat memungkinkan terjadi beberapa masalah yang tidak dapat diduga
sebelumnya. Seperti yang dialami oleh seorang ibu yang akan melahirkan anak
pertamanya, berikut ini kisahnya:

Bedah cesar datang begitu mengejutkan. Maksud saya, walaupun persalinan


saya perlu waktu yang panjang untuk dimulai, saya terus berusaha ketika persalinan
saya mulai terasa sulit. Lalu, ketika tiba saatnya mendorong, saya merasa senang
karena saya piker saya akan segera bertemu Tommy kecil. Yah,saya mendorong dan
mendorong untuk sekian lama, saya tidak tahu berapa lama. Perawat terus memeriksa
saya sementara saya mengejan-memasukkan jarinya kedalam tubuh saya untuk
merasakan kepala bayi. Tak lama kemudian, dokter melakukan hal yang sama. Ia
berkata bayi saya terjepit dan tidak turun. Ia sangat baik ketika berkata, Anda telah
bekerja dengan sangat keras dan melakukannya dengan sangat baik. Tetapi kami harus
melakukan sesuatu tindakan yang lain, demi keselamatan bayi anda, kami sebaiknya
akan melakukan bedah cesar. Saya sulit mempercayainya!, bagaimana bisa?saya
sudah begitu dekat dengan bayi, kenapa malah tidak bisa keluar? Saya menangis,

34

Universitas Sumatera Utara

namun saya tahu mereka benar, jadi saya berkata, Baiklah, setidaknya persalinan
akan segera berakhir.
Dari kisah pengalaman ibu tersebut, dapat dinilai bahwa persalinan yang awalnya
fisiologis dapat berubah menjadi persalinan yang patologis dan membutuhkan
penanganan segera yaitu dengan cara seksio sesarea ( Keppler, 2009). Hal ini bisa
menjadi pengalaman yang sangat traumatik. Wanita yang menjalani operasi seksio
sesarea dengan tiba-tiba biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak
bersemangat bila ternyata persalinan tidak memberi hasil yang memuaskan. Selain
merasa takut terhadap kondisi ibu dan bayinya, tingkat kecemasan ibu dan keluarga juga
sangat tinggi (Bobak, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Benson, RC. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Bobak, (2004). Buku Ajar Keperawtan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta : Prenada Media Group.
Cunningham, FG. (2007). Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta : EGC.
Chapman, V. (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta : EGC.
Dewi, Y.,& Fauzi, H. (2007). Operasi Caesar Pengantar Dari A sampai Z. Jakarta :
Edsa Mahkota.
35

Universitas Sumatera Utara

Kasdu, D. (2003). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa Swara.
Kaufman (2006). Persalinan Normal Setelah Operasi Sesar (VBAC). Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Komputer Kelompok Gramedia.
Liu, D. (2007). Manual Persalinan Edisi 3 (Labour Ward Manual Edisi 3). Jakarta :
EGC.
Manuaba, I. (2007). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC.
Mundy, C. (2005). Pemulihan Pascaoperasi Caesar. Erlangga.
Musbikin, I. (2005). Panduan Ibu Hamil dan Melahirkan. Yogyakarta : Mitra Pustaka.
Nurchasanah. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Oxorn, H. (2007). Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan Ed.I.
Yogyakarta: YEM.
72

Universitas Sumatera Utara

Saifuddin, A. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan


Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.
Setiadi, A. (2008). Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga Ed.I. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Setiawati, S. (2009). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : TIM.
36

Universitas Sumatera Utara

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R & D. Bandung : Alfabeta.
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta :
EGC.
Syafrudin, (2010). Sosial Budaya Dasar Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : TIM.
Tarwoto. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan Ed.4. Jakarta :
Salemba Medika.
Varney, H. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed.4. Jakarta : EGC.
Whalley, J., Simkin, P., & Keppler, A. (2009). Panduan Praktis Bagi Calon Ibu;
Kehamilan & Persalinan. Jakarta: PT. BIP.

73

Universitas Sumatera Utara

37

Universitas Sumatera Utara

38

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai