Persalinan
1. Defenisi Persalinan
Setelah ibu menjalani proses kehamilan, maka ibu akan mengalami proses
yang kedua yaitu melahirkan. Pada proses persalinan ibu akan mengeluarkan bayi
yang dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan hidup. Persalinan
merupakan rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi
oleh ibu (Varney, 2008).
Pada persalinan ditandai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan
penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Ibu
merasakan mules yang menjalar dari perut sampai ke pinggang. Respon tubuh
tidak akan sama dirasakan pada setiap ibu, karena diakhir kehamilan terjadi
peningkatan hormone oksitosin yang menyebabkan respon aktif his pada rahim
ibu (Sarwono, 2008).
Persalinan adalah proses yang diawali dengan membuka dan menipisnya
serviks, dan janin akan turun kedalam jalan lahir. Bayi akan melalui jalan lahir
lunak dan jalan lahir keras. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban
didorong keluar melalui jalan lahir (Saifuddin, 2006).
2. Jenis persalinan
16
17
bercampur darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai
membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluhpembuluh
kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseranpergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat
his dibagi dalam 2 fase, yaitu fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan
berlangsung sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm, fase aktif :
dibagi dalam 3 fase lagi, yakni fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3
cm tadi menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm, fase deselerasi pembukaan
menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap. Fase-fase ini dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi
demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif dan fase deselerasi terjadi lebih
pendek dan lebih cepat.
b. Kala II
Kala II disebut juga kala pengeluaran, pada kala II merupakan tahap
dimana bayi akan dilahirkan sehingga kondisi yang terjadi pada kala II ini his
akan menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.
Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk diruang panggul, maka
pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan, semakin kuat dan teraturnya his, maka akan
mendorong janin untuk dilahirkan dengan pimpinan persalinan oleh bidan atau
dokter kebidanan. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multigravida kala II berlangsung rata-rata 0,5 jam.
19
c. Kala III
Kala III merupakan kala pengeluaran uri atau plasenta. Setelah bayi lahir,
maka pada perabaan uterus akan terasa keras dengan fundus uteri agak di atas
pusat. Beberapa menit kemudian uterus akan berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta atau uri, yang ditandai dengan tersemburnya darah tibatiba dan pada
saat dilakukan peregangan tali pusat akan bertambah panjang, biasanya plasenta
akan keluar setelah 15 menit secara spontan atau dengan tekanan pada fundus
uteri. Pengeluaran plasentadisertai dengan pengeluaran darah.
d. Kala IV
Pada kala ini perlu diamati apakah ada perdarahan postpartum, sehingga
kala IV
b.
c.
d.
e.
Distosia servik
f.
Malpresentase janin
g.
h.
Gameli
Mengurangi resiko pada ibu (misalnya hipertensi akibat kehamilan, gangguan
jantung tertentu, lesi intrakranial atau keganasan pada serviks). Selain itu seksio
sesarea juga memungkinkan ibu untuk menjalankan pilihan sesuai keinginannya
(Musbikin, 2005).
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seksio sesarea
Agar proses persalinan secara seksio sesarea dapat berjalan dengan baik,
perlu adanya kerjasama yang baik antara ibu dan petugas kesehatan. Menurut
Benson (2009) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam seksio sesarea,
antara lain :
21
24
Insisi ini adalah sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir
selangkangan (simpisis) diatas batas rambut kemaluan. Keuntungan insisi
ini lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik,
tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran
insisi uterus ke rongga peritoneum, tidak menyebabkan perlekatan usus
pada garis insisi, risiko perdarahan dan infeksi yang sedikit. Memiliki
kemungkinan besar untuk dapat menjalani proses persalinan normal pada
kehamilan berikutnya (karena terletak pada lokasi yang sangat kecil
kemungkinannya mengalami rupture uteri ).
3.2 Insisi Vertikal (SC Corvora)
Sayatan dibuat secara vertikal (median) tegak lurus mulai dari
bawah pusar sampai tulang kemaluan skitar 12 cm. Pembedahan ini
dilakukan lapis demi lapis, mulai dari kulit perut sampai rahim. Risiko dari
insisi ini 4 kali lebih besar terkena rupture uteri pada kehamilan
selanjutnya, otot-otot rahim lebih tebal dan lebih banyak pembuluh
darahnya shingga sayatan ini lebih banyak mengeluarkan darah, infeksi
mudah menyebar
secara intra
abdominal
karena tidak
ada
valid dan tepat. Dokter, bidan atau perawat yang bersangkutan harus
mengemukakan alasan ini dan mendiskusikannya secara jelas dengan ibu dan
pasangannya. Riwayat obstetri dan riwayat medis harus ditinjau ulang.
Diskusikan jenis anestesia dengan dokter anesthesia dan ibu, beritahu dokter
pediatri pada saat yang tepat, pemeriksaan laboratorium darah, tersedianya 2
unit darah untuk keadaan darurat, berikan antasida, dapatkan persetujuan
tertulis, berikan antibiotika profilaksis. Ibu dianjurkan untuk puasa, perawat
akan melakukan persiapan pada ibu, seperti pemasangan kateter, pemasangan
infus, pemeriksaan vital sign yang lengkap. Kesemua hal tersebut sangat
penting diperhatikan, agar proses operasi dapat berjalan dengan baik.
5. Perawatan pascaoperasi
Menurut Kasdu (2003) ibu yang mengalami komplikasi obstetri atau medis
memerlukan observasi ketat setelah seksio sesarea, perawatan umum untuk
semua ibu meliputi : kaji tanda-tanda vital baik tekanan darah, pernapasan,
frekuensi jantung maupun suhu tubuh, dengan interval teratur (15 menit),
pastikan kondisinya stabil. Lihat tinggi fundus pastikan rahim berkontraksi
dengan baik, adanya perdarahan dari luka dan jumlah lokia, pertahankan
keseimbangan cairan, pastikan analgesia yang adekuat, tangani kebutuhan
khusus dengan indikasi langsung untuk seksio sesarea, misalnya diabetes
mellitus.
Sebelum pemulangan harus diberikan kesempatan sesuai dengan keadaan
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien tentang hal-hal yang berhubungan
dengan perawatan luka seksio dan lainnya, jadwalkan untuk melakukan
26
(radang endometrium),
tromboplebilitis
(pembekuan darah
27
Berikut ini adalah risiko-risiko yang mungkin dialami oleh wanita yang
melahirkan dengan operasi seksio sesarea yang dapat mengakibatkan cedera
pada ibu maupun bayi, dan risiko ini bersifat individual, yaitu tidak terjadi pada
semua orang.
a. Alergi
Biasanya risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terhadap obat
tertentu, seperti antibiotik, oleh sebab itu perlu dilakukan skin tes.
Pada awalnya, yaitu pada saat pembedahan, segalanya bisa berjalan
lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun, beberapa jam
kemudian, ketika dokter sudah pulang, obat yang diberikan baru
bereaksi sehingga jalan pernapasan pasien dapat tertutup. Perlu
diketahui, penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi sesarea
lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan alami. Jenis obatobatan ini beragam, mulai dari antibiotik, obat untuk pembiusan,
penghilang rasa sakit, serta beberapa cairan infus. Oleh karena itu,
biasanya sebelum operasi akan ditanyakan kepada pasien apakah
mempunyai alergi tertentu (Kasdu, 2003).
b. Perdarahan
Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan
darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul. Oleh
karena itu, sebelum
berikutnya
memerlukan
pengawasan
yang
cermat
dilakukan secara sempurna risiko ini sangat kecil terjadi. Sekitar 13%
angka kejadian akibat operasi menyebabkan rupture uteri. Biasanya,
kondisi ini terjadi apabila menggunakan sayatan klasik atau vertical.
29
e. Demam
Kadang-kadang, demam setelah operasi tidak bisa dijelaskan
penyebabnya. Namun, kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.
Komplikasi ringan yang sering terjadi adalah kenaikan suhu tubuh
selama beberapa hari dalam masa nifas, sedangkan komplikasi berat,
seperti peritonitis (radang selaput perut), sepsis (reaksi umum disertai
demam karena kegiatan bakteri), atau disebut juga terjadi infeksi
puerperal. Infeksi pascaoperasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu. Misalnya, persalinannya
berlangsung lama, khususnya setelah ketuban pecah, telah diupayakan
tindakan vaginal sebelumnya (Sarwono, 2008).
30
transversal dan membatasi seksio sesarea atas indikasi distosia persalinan pada
wanita yang memenuhi kriteria yang ditentukan secara ketat
(Kasdu, 2003).
8. Partisipasi pasien untuk pengendalian angka bedah seksio sesarea
8.1.Sebelum persalinan
Para ibu harus dianjurkan untuk banyak membaca dan mempelajari
berbagai hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, kalau perlu
ikut mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh bidan, dokter,
ataupun Rumah Sakit. Selain itu disarankan pula (bila memungkinkan)
untuk melihat fasilitas empatnya bersalin kelak, lalu bertanya kepada
lebih dari satu orang tenaga kesehatan yang mengetahui mengenai
persalinan. Jika direncanakan untuk bedah sesarea, mintalah dokter untuk
menjelaskan dan membuktikan indikasi medisnya.
8.2.Dalam persalinan
Diusahakan untuk dapat tinggal selama mungkin dirumah, sampai
dirasakan bahwa kontraksi rahim sudah sedemikian sering dan kuat
sehingga tidak memungkinkan untuk berjalan-jalan atau melakukan
aktivitas. Kedatangan yang terlalu dini ke tempat bersalin seringkali
justru menimbulkan stres. Para ibu akan mengalami nyeri atau rasa sakit,
tetapi sebaiknya tidak meminta untuk dibius (regional maupun umum).
Dalam kaitan ini, dukungan dari suami menjadi salah satu faktor penting.
31
Dukungan tersebut harus diarahkan kepada dorongan agar sang istri yang
sedang bersalin itu berusaha sekuat tenaga untuk menghindari bedah
sesarea. Semua pihak harus menyadari bahwa persalinan atau kelahiran
yang alamiah adalah yang terbaik, sedangkan bedah sesarea sebenarnya
merupakan alternatif (Dewi dkk, 2007).
E.
32
Menurut Denzin dan Lincoln (1987 dalam Moleong, 2006) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada. Dari segi pengertian ini, latar alamiah dengan maksud agar hasilnya
dapat digunakan untuk dapat menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk
penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian, dalam penelitian
kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan
pemanfaatan dokumen.
33
Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dari pada produk atau outcome.
Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif. Penelitian kualitatif lebih
menekankan makna (data dibalik yang teramati).
34
namun saya tahu mereka benar, jadi saya berkata, Baiklah, setidaknya persalinan
akan segera berakhir.
Dari kisah pengalaman ibu tersebut, dapat dinilai bahwa persalinan yang awalnya
fisiologis dapat berubah menjadi persalinan yang patologis dan membutuhkan
penanganan segera yaitu dengan cara seksio sesarea ( Keppler, 2009). Hal ini bisa
menjadi pengalaman yang sangat traumatik. Wanita yang menjalani operasi seksio
sesarea dengan tiba-tiba biasanya menghadapi pembedahan dengan letih dan tidak
bersemangat bila ternyata persalinan tidak memberi hasil yang memuaskan. Selain
merasa takut terhadap kondisi ibu dan bayinya, tingkat kecemasan ibu dan keluarga juga
sangat tinggi (Bobak, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Benson, RC. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Bobak, (2004). Buku Ajar Keperawtan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Bungin, B. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta : Prenada Media Group.
Cunningham, FG. (2007). Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta : EGC.
Chapman, V. (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta : EGC.
Dewi, Y.,& Fauzi, H. (2007). Operasi Caesar Pengantar Dari A sampai Z. Jakarta :
Edsa Mahkota.
35
Kasdu, D. (2003). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa Swara.
Kaufman (2006). Persalinan Normal Setelah Operasi Sesar (VBAC). Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Komputer Kelompok Gramedia.
Liu, D. (2007). Manual Persalinan Edisi 3 (Labour Ward Manual Edisi 3). Jakarta :
EGC.
Manuaba, I. (2007). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta : EGC.
Mundy, C. (2005). Pemulihan Pascaoperasi Caesar. Erlangga.
Musbikin, I. (2005). Panduan Ibu Hamil dan Melahirkan. Yogyakarta : Mitra Pustaka.
Nurchasanah. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Oxorn, H. (2007). Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan Ed.I.
Yogyakarta: YEM.
72
73
37
38