Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

Tentang
Congestive Heart Failure

Oleh :
Affandi Zulkarnain ( 1010070100010)
Widya Isra

( 10 10070100112 )

Dokter Pembimbing : dr. Lidia Dewi, Sp.PD

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BAITURRAHMAH

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis panjatkan puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa yang telah memberikan taufik, hidayah, dan inayah-NYA, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul Congestive Heart
Failure ini.

Penyusunan case ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari segenap pihak.
Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada Ibu dr. Lidia
Dewi,Sp.Pd dan teman- teman sejawat yang telah membantu menyelesaikan referat
ini dengan baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa referat masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan dan kekurangan ilmu pengetahuan. Maka dengan senang hati kami
sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya referat ini. Selanjutnya kami mengharapkan semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Padang, Desember 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama
pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia.
Sindroma gagal jantung ini merupakan masalah yang penting pada usia lanjut,
dikarenakan prevalensi yang tinggi dengan prognosis yang buruk. Prevalensi
gagal jantung kongestif akan meningkat seiring dengan meningkatnya
populasi usia lanjut, karena populasi usia lanjut dunia bertambah dengan cepat
dibanding penduduk dunia seluruhnya, malahan relatif bertambah besar pada
Negara berkembang termasuk Indonesia.
Penyakit jantung dewasa ini merupakan penyebab paling utama
keadaan sakit dan kematian bangsa berindustri maju. Di Amerika Serikat,
penyakit jantung menujukkan angka kematian dua kali lipat dari pada kanker
(penyebab kematian kedua paling sering), yang merupakan kira-kira 37%
sebab kematian. Kira-kira 88% di sebabkan karena penyakit jantung iskemia
(ICHD) yang juga merupakan penyakit jantung koroner (CHD).
Dari data tersebut di dapat tanda-tanda terang dengan jumlah kematian
sebagai akibat penyakit jantung yang dilaporkan berkurang dalam hampir dua
decade terakhir ini, yang kenyataannya sebagian besar disebabkan penurunan
angka kematian. Kematian sebagai akibat penyakit jantung

biasanya

disebabkan karena gangguan irama jantung atau kelemahan pemompaan


progresif. Sering yang satu menyebabkan penyakit jantung yang lain.

Semua penyakit jantung dapat disertai berbagai macam aritmi seperti


fibrilasi atrium, ekstrasistol atau takikardi hidup penderita. Gangguan irama
jantung terjadi bila jalur konduksi normal dihambat oleh nekrosis, radang, dan

fibrosis maupun bila kesalahan metabolism lokal menimbulkan fokus iritasi


listrik. Meskipun aritmia terjadi secara dramatik, sukar untuk diidentifikasi
lesi patologi yang khas. Selain itu semua penyakit jantung utama, bila dalam
keadaan parah dapat berpengaruh pada kapasitas fungsi pemompa. Melalui
litasan apa pun sindrom klinik yang dikenal sebagai kegagalan jantung
kogestif (CHF), dapat menimbulkan dan mendominasi gambaran klinik.
Karena akibat akhir ini semua bentuk penyakit jantung utama ini
berupa sidrom kompleks dengan variasi dampak maka CHF dibahas secara
terinci sebelum memasuki bahasan penyakit. Gagal jantung adalah sindrom
klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung sehingga
mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan
dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Ciri penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan relatif terhadap
kebutuhan metabolik tubuh dan penekanan arti kata gagal ditujukan pada
fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Diagnosis dini dan identifikasi
etiologi dari pasien gagal jantung kongestif sangat diperlukan karena banyak
kondisi yang menyerupai sindroma gagal jantung ini pada usia dewasa
maupun usia lanjut.
2. Rumusan masalah
Untuk mengetahui konsep medis dari gagal jantung kongestif berupa:
Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan dan Penanganan
Komplikasi

3.Tujuan penulisan
a. Tujuan umum

Untuk memahami defenisi, etiologi, patogenesa, manisfestasi klinis,

diagnosa dan pengobatan pada congestive heart failure.


- Untuk melatih mahasiswa dalam menulis karya referat.
b. Tujuan khusus
Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir koas pada stase ilmu penyakit
dalam.
4.Manfaat penulisan
- Merupakan upaya latihan dalam penulisan referat
- Upaya untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang congestive heart
failure atau gagal jantung kongestif

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi
Gagal jantung adalah keadadaan patofisiologis ketika jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
(1)
Gagal jantung kongestif adalah keadaan saat terjadi bendungan
sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya.Gagal
jantung kongestif perlu dibedakan dari istilah yang lebih umum yaitu kongestif
sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban sirkulasi akibat bertambahnya

volume darah pada gagal jantung atau akibat sebab-sebab di luar jantung
( misal, transfusi berlebihan atau anuria).(1)
2. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit
jantung
Kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang dapat menyebabkan
gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang (1) meningkatkan beban awal,
(2)

meningkatkan

beban

akhir, atau

(3)

menurunkan

kontraktilitas

miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi


aorta, dan cacat septum ventrikel, dan beban akhir meningkat pada keadaankeadaan sepeti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain
ketiga mekanisme fisiologis yang dapat menyebabkan gagal jantung, terdapat
faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja
sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel
( misalnya, stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal
jantung. Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade
jantung mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti
gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian
jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi
berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung.
Efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan
patologis.
Penelitian terbaru menekankan peranan TNF dalam perkembangan
gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF, namun jantung
mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak. (1)
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui
berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang
mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui.
Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dan sarkomer,
atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil. (1)
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui
penekanan sirkuliasi yang mendadak dapat berupa disritmia, infeksi sistemik
dan infeksi paru-paru, dan emboli paru. Disritmia akan mengganggu fungsi
mekanis jantung dengan mengubah ransangan listrik yang memulai respon

mekanis; respon mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa
adanya ritme jantung yang stabil. Respon tubuh terkadap infeksi akan
memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang
meningkat. Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi
terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan.
Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan pengenalan dan
penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis penyakit yang
mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal
jantung. (1)
Gagal jantung kongestif juga dapat disebabkan oleh :
Kelainan otot jantung : Gagal jantung sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi
yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
1. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.

Peradangan

dan penyakit miokardium degeneratif,

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung


merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.
2. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan

beban kerja jantung dan pada gilirannya

mngakibatkan

hipertrofi serabut otot jantung.


3. Peradangan dan penyakit myocardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

4. Penyakit jantung lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak
afteer load.
5. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung.

Meningkatnya laju metabolism (misal : demam,

tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia perlukan peningkatan curah jantung


untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.

Hipoksia dan anemia juga

dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.

Asidosis respiratorik atau

metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas


jantung. Grade gagal jantung menurut New york Heart Associaion terbagi
menjadi 4 kelainan fungsional, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat


Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat

3. Patofisiologi
Mekanisme dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun
mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Dengan meningkatnya EDV ( volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan

tekanan

bergantung

pada

kelenturan

ventrikel.

Dengan

meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)


karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru,

meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik


anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan
tejadi transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi
edema intersisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan
cairan merembes kedalam alveoli dan terjadilah edema paru (gambar 1). (1)
Tekanan arteri paru-paru dapat mningkat akibat peningkatan kronis
tekanan paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri,
juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema
dan kongesti sistemik. (1)
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus
katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda
tendinae akibat dilatasi ruang
Respon kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer
yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2)
meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron,
dan (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan
usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah janutng biasanya
tampak saaat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi
menjadi semakin kurang efektif. (1).
Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon pengeluaran katekolamindari saraf-saraf adrenergic jantung dan
medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meninghkat
untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yangmenstabolismerendah
( missal, kulit dan ginjal ) untuk mempertahanmkjan perfusi ke jantung dan

otak. Venokonstruksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan


jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan
hukum Starling.
Seperti yang diharapkan, kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada
gagal jantung, terutama selama latiahan. Jantung akan semakin bergantung
pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja
ventrikel. Namun pada akhirnya respon miokardium terhadap ransangan
simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap
kerja ventrikel. Perubahan ini paling tepat dengan melihat kurva fungsi
ventrikel.
Dalam keadaan normal, katekolamin menghasilkan efek inotropik positif pada
ventrikel sehingga menggeser kurva ke atas dank ke kiri. Berkurangnya respon
ventrikel

yang

gagal

terhadap

ransangana

katekolaminmenyebabkan

berkurangnya derajat pergeseran akibat ransangan ini. Perubahan ini mungkin


berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan norepinefrin
pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.
Peningkatan Beban Awal Melalui Aktivasi Sistem Renin- AngiotensinAldosteron
Aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.
Peningkatan beban awal ini akan menmbah kontraktilias

miokardium

sesuaidengan hkum Starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi


sistem rennin- angiotensin-aldosteron pada gagal jantung masih belom jelas.
Namun, diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti ransangan simpatis
adrenergic pada reseptor macula densa terhadap perubahan pelepasan natrium
ke tubukus distal, dan respons baroreseptor terhadap perubahan volume dan
tekanan darah sirkulasi.
Adapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal jantung
akan memulai serangkaian peristiwa berikut : (1) penurunan aliran darah ginjal
dan akhirnya laju filtrasi glomerulus, (2) pelepasan renin dari aparatus
jukstaglomerulus, (3) interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah
untuk menghasilkan angiotensin I, (4) konversi angiotensin I menjadi
angiotensin II, (5) ransangan sekresi aldosteron dari kelenjer adrenal, dan (6)
retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul (Gbr. 33-5).

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan


tekanan darah.
Pada gagal jantung berat , kombinasi antara kongesti vena sistemik dan
menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolism aldosteron di hati,
sehingga kadar aldosteron dalam darah maningkat. Kadar hormon antidiuretik
akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan
meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul. Saai ini sedang diselidiki
adanya peranan faktor natriuretik atrium (atrial natriuretik faktor, ANF) pada
gagal jantung. ANF adalah hormon yang disintesis pada jaringan atrium.
Peptida natriuretik tipe B (BNP) terutama disekresi melalui ventrikel.
Natriuretik peptida dilepaskan akibat meningkatnya tekanan atau volume
intrakardia dan menekan sistem rennin-angiotensin-aldosteron. Konsentrasi
peptida dalam plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normalnya pada
penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan jantung yang tidak
bergejala. Hormon memberikan efek diuretik dan natriuretik dan merelaksasi
otot polos. Namun demikian, efek diuretik dan lebih kuat yang menyebabkan
retensi garam dan air serta vasokonstriksi.
Hipertrofi Ventrikel
Respons kompensatorik terkahir pada gagal jantung adalah hipertrofi
mioksrdium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium ; sarkomer dapat bertambah secara
parallel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang
ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan
dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respons miokardium
terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi
dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat
bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola
hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris (Gbr. 33-6).
Adapun

susunan

pasti

sarkomernya,

hipertrofi

miokardium

akan

meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.


Mekanisme Kompensatorik Lainnya
Mekanisme lain yang bekerja pada tingkat jaringan untuk meningkatkan
hantaran oksigen ke jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) plasma

meningkat sehingga mengurangi afinitas hemoglobin dengan oksigen.


Akibatnya,

kurva

disosiasi

oksigen-hemoglobin

bergeser

ke

kanan,

mempercepat pelepasan dan ambilan oksigen oleh jaringan. ( Lihat Bagian


Tujuh

untuk

pembahasan

oksihemoglobin).

Ekstraksi

lebih
oksigen

lanjut
dari

mengenai
darah

kurva

disosiasi

ditingkatkan

untuk

mempertahankan suplai oksigen ke jaringan pada saat curah jantung rendah.


Efek Negatif Respons Kompensatorik
Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi
menguntungkan;

namniun

akhirnya

mekanisme

memiliki

efek

yang

kompensatorik

dapat

menimbulkan gejala, meningkatkan gejala jantung, dan memperburuk derajat


gejala jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan
sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu
perfusi jaringan pada anyaman vascular yang terkena, serta menimbulkan
gejala dan tanda ( misal, berkurangnya jumlah keluaran urine dan keluaran
tubuh). Vasokonstriksi arteri juga meningkatkakn beban akhir dengan
memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel ; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung

dan kebutuhan

oksigen niokardium (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan


ransangan simpatis klebih kanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika
peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai
oksigen miokardium, akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan
miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling berkaitan ini adalah
meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
Beberapa istilah dalam gagal jantung
Gagal jantung sistolik dan diastolik
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari
pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan ekodoppler.
Gagal jantung sistolik adalah ketidak mampuan kontraksi jantung memompa sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas
fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung diastolik didefinisiskan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi
lebih dari 50 %. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan doppler-ekokardiografi aliran
darah mintral dan aliran vena pulmonalis. Tidak adapat dibedakan dengan
pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan jasmani saja. Ada 3 macam gangguan fungsi
diastolik ; 1) gangguan relaksasi, 2) pseudo-normal, 3) tipe restriktif.
Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi penyebab
gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi, atau iskemia. Disamping itu kongesti
sistemik/pulmonal akibat dari gangguan diastolik tersebut adapat diperbaiki dengan
restriksi garam dan pemberian diuretik. Mengurangi denyut jantung agar waktu
diastolik bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian penyekat beta atau penuekat
kalsium non-dihidropiridin.
Gagal jantung akut dan kronik
Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah janutn yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoj gagal jantung kronis adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadis ecara perlahan lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan
darah masih terpelihara dengan baik.

Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri


Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, mrningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasian sesak nafas dan ortopnue. Gagal jantung kanan terjadi
kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hiepertensi pulmonal
primer/sekunder, trombo emboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik
yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi
karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel, maka
retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangusng bulanan atau tahun tidak
lagi berbeda.

Gambaran Klinis
Kerangka Konsep
Tiga metode konsep gagal jantung yang dipakai dalam menggambarkan
manifestasi klinis adalah: (1) perbandingan gagal ke depan dan gagal ke
belakang (2) perbandingan sistolik dan astolik, dan (3) perbandingan gagal
janjung kanan dan gagal jantung kiri. Gagal ke depan (gagal curah tinggi)
dicirikan dengan curah jantung melebihi nilai normal menurut usia, jenis

kelamin, dan ukuran tetapi curah jantung ini masih tidak mencukupi
kebutuhan tubuh akan darah teroksigenasi. Gagal ke belakang (gagal curahrendah) dicirikan dengan curah jantung yang sangat menurun di bawah nilai
normal menurut usia, jenis kelamin, dan ukuran. Tanda khas gagal ke depan
adalah mudah lelah, lemag dan gangguan mental akibat curah jantung
yangsangat menurun, sedangkan tanda khas gagal ke belakang adalah kongesti
paru dan edema yang menunjukkan aliran balik darah akibat gagal ventrikel.
Disfungsi sistolik dan diastolik, selain mencerminkan keadaan hemodinamik
jantung, mencermikan perubahan konfigurasi ventrikel. Disfungsi sistolik
mencerminkan menurunkan kapasitas pengosongan normal yang berkaitan
dengan peningkatan kompensatorik volume diastolic. Disfungsi diastolic
terjadi bila terdapoat gangguan pengisisan satu atau kedua ventrikel sementara
kapasitas pengosongan normal. Disfungsi sistolik dan diastolic berkaitan
dengan gagal ke depan dan gagal ke belakang. Disfungsi sistolik maupun
gagal ke belakang berkaitan dengan penurunan pengisian. Saat terjadi
disfungsi sistolik, ventrikel seringkali berdinding tebal dan hipertrofi
konsentris. Perubahan bentuk ventrikel disebut sebagai remodeling jantung.
Perubahan ini bersifatmelekular, selular, dan interstisialsehingga menyebakan
peruibahan bentuk, ukuran , dan fungsi jantung.
Gejalan dan Tanda
Kriteria framingham untuk mendiagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria mayor
-

Paroksisimal nocturnal dispnue


Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop s3
Peningkatan jvp
Refluks hepatojugular

Kriteria minor
-

Edema ekstermitas
Batuk malam hari
Dispneu de effort
Hepatomegali

Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi (>120 x/menit)

Mayor atau minor


Penurunan bb >4.5 kg dalam 5 hari setleh pengobatan
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat


latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas
gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik ; tetapi, dengan bertambah beratnya
gagal jantung, toleransi terhadap latian semakin menurun dan gejala-gejala
muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Klasifikasi fungsional
dari The New York Heart Association (NYHA) biasanya digunakan untuk
menyatakan hubungan antara awitan gejalan dan derajat latihan fisik :
kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas seharihari tanpa keluhan.
kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus
tirah baring.
Dispnea, atau perasaan sulit bernafas adalah manifestasi gagal jantung yang
paling umum. Ini disebabkan oelh peningkatan kej apernafasan akibat kongesti
vascular paru yang mengurangi kelenturan paru. Menningkatnya tahanan
aliran udara juga menimbulkan dispnea.
Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran
darah dari bagian tubuuh yang dibawah kea rah sirkulasi sentral. Rearbsopsi
cairan interstisial dari ektermitas bawah juga akan menyebabkan kongesti
vascular paru-paru lebih lanjut.
Batuk nonproduktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring. Tilbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru
adalah cirri khas dari gagal jantung; ronki pada awalnya terdengar dibagian
bawah paru-paru karena pengaruh gaya grafitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahn vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan
kompresi esophagus dan disfagia sulit menelan ).
Menurut Arif masjoer 2001 manifestasi kongesti dapat berbeda
tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
1. Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :
a. Dispnu
Terjadi akibat penimbunan cairan

dalam alveoli dan mengganggu

pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami


ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (
PND).
b.
c.
d.
e.
f.

Batuk
Cheynes stokes
Orthopnea
Kogestif vena pulmonalis
Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan


dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme, juga terjadi karena

meningkatnya

energi

digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena

yang
distress

pernafasan dan batuk.


g. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat

gangguan oksigenasi

jaringan, stress akibat kesakitan

bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.


2. Gagal jantung kanan:
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.

c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen


terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
d. Anorexia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
e.
f.
g.
h.
i.

dalam rongga abdomen.


Nokturia
Kelemahan
Nausea
Ascites
Tanda-tanda penyakit kronik

Penanganan
kegagalan jantung ditangani dengan tindakan umum umtuk mengurangi beban
krja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dari : (1) beban
awal (2) kontrakbilitas, dan timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas
fungsional II). Regimen penanganan secara progresif ditingkatkan sampai
mencapai respons klinis yang diinginkan. Eksaserbasi akut dari gagal jantung
atau perkembangan menuju gagal jantung berat dapat menjadi alasan untuk
perawatan di rumah sakit dan oenganangan yang lebih agresif.
1. Pengurangan Beban Awal
Pembatasan asupan garam dalam makanan mengurangu beban awal dengan
menurunkan retensi cairan. Apabila gejala-gejala menetap dengan pembatasan
garam yang sedang, diperlukan pemberian diuretic oral untuk mengatasi
retensi natrium dan air. Biasanya, diberikan regimen diuretic maksimum
sebelum dilakuakan pembatasan asupan natrium yang ketat. Diet yang tidak
mempunyai rasa dapat menghilangkan nafsu makan dan menyebabkan gizi
buruk.
Vasodilatasi vena dapat menurunkan beban awal memalui redistribusi darah
dari sentral ke sirkulasi perifer. Venodilatasi menyebabkan mengalirnya darah
ke perifer dan mengurangi aliran balik vena ke jantung. Pada situasi yang
ekstrim mungkin diperlukan pengeluaran cairan melalui hemodialisis untuk
menunjang fungsi miokardium.
Perbaikan fungsi ventrikel yang menyertai pengurangan beban awal. Ventrikel
yang gagal akan bekerja menurut kurva fungsi ventrikel yang menurun dan
mendatar. EDV diturunkan dengan diuretic dan pembatasan natrium, titik pada
kurva yang berhubungan dengan pergeseran fungsi ventrikel dari A ke B.
Perhatikan bahwa gejala-gejala kongesti dapat diredakan dengan menurunnya

EDV. Namun, volume sekuncup dan curah jantung akan tetap stabil dengan
terapi beban awal yang optimal karena terjadi pergeseran disepanjang daerah
kurva yang mendatar.
2. Peningkatan Kontrakbilitas
Obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium. Mekanisme
pasti yang menghasilkan efek inotropik positif ini masih belum jelas. Tetapi,
petunjuk umum tampaknya adalah meningkatnya persediaan lkalsium
intraseluntuk protein-protein kontraktil, aktin dan myosin. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya, ion kalsium sangat penting untuk terbentuknya
jembatan penghubung antara protein kontraktil dan selanjutnya untuk
kontraksi otot.
Dua golomngan obat inotropik dapat dipakai:
(1) glikosida digitalis
(2) obat nonglikosida
Obat nonglikosida meliputi amin simpatomimetik, seperti epinefrin
dan norepinefrin, dan penghambat fosfodisterase, seperti amrinon dan
enoksimon. Amin sipmpatomimetik meningkatkan kontraktilitas secara
langsung dengan merangsang reseptor beta adrenergic pada miokardium, dan
secara tidak langsung dengan melepaskan norepinefrin dari medual adrenal.
Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang menyebabkan pemecahan suatu
senyawa, adenisin monofosfat siklik (cAMP), yang memulai perpindahan
kalsium

kedalam

sel melalui

kalsium lambat.

Penghambatan

PDE

meningkatkan kadar cAMP dalam darah, sehingga meningkatkan kadar


kalsium intrasel. Penghambat PDE juga mengakibatkan vasodilatasi.
Obat inotropik memperbaiki fungsi ventrikel dengan menggeser seluruh kurva
fungsi ventrikel kiri ke atas dank e kiri sehingga curah jantung lebih besar
pada volume dan tekanan akhir diastolic tertentu. Peningkatan aliran ke depan
mengakibatkan menurunnya volume ventrikel residu. Dengan menurunnya
EDV, akan tercapai titik C sehingga gejala meredadan curah jantung
dipertahankan.
3. Pengurangan Beban Akhir
Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (yaitu aktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem rennin-angiotensin-aldosteron) menyebabkan terjadinya

vasokonstriksi dan selanjtnya meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel


dan beban akhir, kerja jantung bertanbah dan curah jantung menurun.
Vasodilator arteri akan menekan efek-efek negatif diatas. Vasodilator yang
umum dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman vascular melalui dua cara :
(1) dilatasi langsung oto polos pembuluh darah, atau
(2) hambatan enzim konversi angiostensin.
Vasodilator langsung terdiri dari obat-obatan seperti hidralasin dan nitrat.
Supaya efektif, pemberian hidralazin harus dikombinasi dengan nitrat.
Kombinasi obat yang paling sering digunakan adalah hidralazin-isosorbid
dinitrat, yang dapat dikombinasikan dengan terapi pengahambat enzim
konfersi angiostensin atau diberukan tersendiri apabila penghambat enzim
konversi angiostensin tidak dapat ditoleransi.
Penghambat enzim konveersi angiotensin ( mencakup enalaprilo dan kaptopril
) menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek inni
mencegah vasokontruksi yang diinduksi angiostensin dan juga menghambat
prdukdi aldosteron dan retansi cairan.
Vasodilator arteri mengurangi tahanan terhadap ejeksi ventrikel. Akibatnya,
ejeksi ventrikel dapat terjadi lebih mudah dan lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, A Sylvia, Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses Proses Penyakit Volume 1. Jakarta : EGC.
2. Sudoyo, Aru. W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2 Volume
5. Jakarta : Interna Publishing.
3. Palmer, P.E.S.1995.Petunjuk Membaca foto untuk dokter umum. Jakarta :
EGC.
4. Mansjoer,Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI.
5.

Komplikasi
1. Gangguan fungsi ginjal
Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah,hal
ini dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal.
Penurunan fungsi ginjal umumnya terjadi pada pasien dengan gagal
jantung,baik sebagai komlikasi gagal jantung dan sebagai komlikasi berbagai
penyakit lainnya yang berhubungan dengan gagal jantung seperti diabetes.
2. Aritmia
Fibrilasi atrium adalah penyebab utama terjadinya stroke yang sangat
berbahaya pada penderita gagal jantung.Takikardi ventrikel dan fibrilasi
ventrikel terjadi jika fungsi jantung secara signifikan terganggu.
3. Trombo emboli
Biasanya terjadi pada gagal jantung yang sudah parah.biasanya bersamaan
dengan terjadinya atrial fibrilasi

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien.
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang
sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan
Jadi,

gagal

jantung

kongestif

(CHF)

adalah

keadaan

patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak


mampu memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolism jaringan.
Gagal

jantung

ditangani

dengan

tindakan

umum

untuk

mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap


ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara sendirisendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban
akhir.
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal
yang sederhan namun sangat tepat dalam pennganan gagal jantung.
Tetapi harus diperhatikan jangan sampai memaksakan larangan yng
tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka.
2. Saran
Kami yakin dalam penyusunan referat ni belum begitu sempurna
karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi

kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang
baik dan membangun sehingga, makalah ini menjadi sederhana dan
bermanfaat. Dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon
maaf karena kami hanyalah memiliki ilmu dan kemampuan yang
terbatas. Semoga askep ini dapat pula menambah wawasan bagi
mahasiswa lain.

Anda mungkin juga menyukai