Anda di halaman 1dari 21

TUGAS AKHIR KEPANITERAAN DASAR

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo

LEPTOSPIROSIS

Oleh:
Nama

: Yuanita Lavinia

Universitas : Triskati
NIM

: 030.09.277

Jakarta, Mei 2013

Definisi
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira.
Leptospirosis dapat menyerang baik manusia maupun hewan (mamalia, burung, amfibi,
maupun reptil). Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara
insidental, yaitu dari urine hewan yang terinfeksi atau dari lingkungan yang
terkontaminasi oleh urine hewan yang terinfeksi tersebut. Bakteri masuk ke dalam
tubuh melalui kulit yang tidak intak atau dari membran mukosa mulut, hidung, maupun
mata. Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat, bahkan kematian.

Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh mikroorganisme spirochaeta patogen dari genus
leptospira, famili treponemataceae. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 6-20 m dengan spiral yang sangat halus dan lebarnya 0,1-0,2
m. Salah satu ujung mikroorganisme ini membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi
aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagel. Spirochaeta ini demikian halus sehingga
dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil.
Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa, morfologi leptospira secara
umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan
mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Leptospira membutuhkan media dan
kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu bermingguminggu untuk membuat kultur yang positif. Dengan medium Fletchers dapat tumbuh
dengan baik sebagai obligat aerob.(15)

Leptospira sp.

Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies: L.interrogans yang
patogen dan L.biflexa yang non-patogen atau saprofit. Tujuh spesies dari leptospira
patogen sekarang ini telah diketahui dasar ikatan DNA-nya, namun agar lebih praktis
dalam klinik dan epidemiologi, maka digunakan klasifikasi yang didasarkan atas
perbedaan serologis. Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia
adalah L.icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L.canicola dengan reservoar
anjing, dan L.pomona dengan reservoar sapi dan babi.

Patofisiologi
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang tidak intak ataupun dari
membran mukosa yang intak, terutama konjungtiva dan perbatasan oro- dan nasofaring.
Meminum air yang terkontaminasi oleh leptospira dapat menyebabkan mikroorganisme
tersebut masuk melalui mulut, tenggorokan, atau esofagus. Setelah masuk, leptospira
berkembangbiak dan mengalami multiplikasi di darah dan jaringan.
Leptospira mengalami adhesi ke permukaan sel dan menyebabkan toksisitas
seluler sehingga dapat merusak sel endotel dinding pembuluh darah. Kerusakan
pembuluh darah ini menyebabkan vaskulitis dengan kebocoran dan ekstravasasi sel,
termasuk hemoragi, sehingga didapatkan manifestasi klinis perdarahan di bawah kulit
seperti petechiae ataupun purpura.
Walaupun terutama menyerang ginjal, leptospira dapat menyerang organ yang
lain. Di ginjal, leptospira bermigrasi ke jaringan interstisial, tubulus ginjal, dan lumen
tubulus ginjal, menyebabkan nefritis interstisial dan nekrosis tubular. Peningkatan
permeabilitas vaskuler menyebabkan terjadinya dehidrasi pada ginjal yang akhirnya
berkontribusi pada terjadinya gagal ginjal. Pada hati dapat ditemukan nekrosis
sentrilobuler dengan proliferasi sel Kupffer dan disfungsi hepatoseluler. Keterlibatan
paru-paru pada leptospirosis merupakan akibat sekunder dari kerusakan pembuluh
darah interstisial dan alveolar. Karena kerusakan pada paru inilah, maka bisa didapatkan
manifestasi klinik berupa suara nafas vesikuler yang melemah karena adanya kebocoran
pada pembuluh dara paru-paru, terutama di bagian basal. Invasi leptospira pada otot
rangka menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi miofibril, dan nekrosis fokal.

Pada leptospirosis berat, vaskulitis dapat menyebabkan gangguan mikrosirkulasi


dan meningkatkan permeabilitas kapiler, menyebabkan kebocoran cairan intravaskuler
dan hipovolemia.
Penurunan kesadaran juga dapat terjadi pada leptospirosis, disebabkan karena
leptospira mudah masuk kedalam cairan serebrospinal dikaitkan dengan terjadinya
meningitis. Mekanismenya: kuman leptospira masuk kedalam tubuh dapt melalui kulit
atau selaput mukosa yang luka maupun masih utuh. Kemudian terjadi respon
imunologik baik secara selular maupun humoral sebagian kuman ini dapt ditekan tetapi
ada juga kuman yang masih bisa bertahan, kemudian terjadi penyebaran secara
hematogen dan hingga akhirnya dapat melewati Blood Brain Barrier hingga terjadi
inflamasi di susunan saraf pusat terutama di daerah piamater, araknoid, dan cairan
serebrospinal, setelah itu terjadi hidrosefalus dan menyebar ke seluruh saraf kranial dan
spinal, serta dapat mengakibatkan tekanan intrakranial meninggi dan akan
mengakibatkan terjadinya gangguan neurologik yang bermanifestasi pada penurunan
kesadaran. Selain itu, kerusakan endotel pembuluh darah dan vaskulitis tersebut dapat
menyebabkan hipovolemi dan syok, sebagai akibatnya aliran darah ke otak menurun
dan asupan O2 juga ikut menurun dengan gejalanya yang berupa penurunan kesadaran.
Demam terjadi pada leptospirosis karena adanya pirogen, yaitu suatu substansi
yang bisa mencetuskan terjadinya demam. Pirogen bisa berasal dari luar tubuh
(eksogen) maupun dari dalam tubuh (endogen). Yang dimaksud dengan pirogen
eksogen adalah mikroba/toksin yang dihasilkan mikroba tersebut, sedangkan pirogen
endogen adalah pirogen sitokin seperti IL-1, IL-6, IFN , dan TNF. Perjalanan
terjadinya demam dimulai dari pirogen eksogen yang akan menstimulus hipotalamus
untuk mengelurkan pirogen cytokine seperti IL-1, IL-6, INF, TNF kemudian sitokinsitokin ini akan merangsang hipotalamus kembali untuk menghasilkan Prostaglandin E2
(PGE2) yang akan merangsang sel glia untuk menghasilkan siklik AMP sehingga
hipotalamus terangsang kembali untuk meningkatkan suhu tubuh maka terjadilah
demam. PGE2 juga bisa terdapat di jaringan perifer. Bila sitokinnya berada di perifer,
nantinya akan terjadi myalgia dan artalgia yang terlihat pada pasien ini secara tidak
langsung.
Seiring dengan terjadinya demam, tubuh mengalami peningkatan metabolisme, di
mana tubuh akan mengkompensasi dengan cara meningkatkan kerja jantung sehingga

nadi menjadi lebih cepat dan juga tubuh membutuhkan asupan oksigen (O 2) yang lebih
banyak sehingga frekuensi pernafasan pun menjadi meningkat.

Gejala Klinis
Masa inkubasi leptospira berlangsung selama 2-26 hari (biasanya 7-12 hari dan
rata-rata 10 hari). Leptospirosis mempunyai 2 fase yang khas, yaitu fase inisial
(septkemik) dan fase imun.
1. Fase Inisial (Septikemik)

Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, dan jaringan lain. Berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala
awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama
pada paha, betis, dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti
dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati
mual dengan atau tanpa muntah, bahkan pada 25% kasus disertai dengan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi
relatif, dan ikterus 50% kasus. Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya
fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai ruam yang berbentuk makular,
makulopapular, atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali,
hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat
ditangani, keadaan pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6
minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun
setelah 7 hari, diikuti bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam
kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
2. Fase Imun (Leptospiurik)

Fase ini ditandai dengan kenaikan titer antibodi, hilangnya mikroorganisme


dari darah dan cairan serebrospinal. Dapat timbul demam yang mencapai suhu
40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Gejala-gejala tambahan yang
timbul pada fase ini berkaitan dengan letak leptospira pada jaringan tubuh
tertentu. Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut, dan otot-otot

kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala


kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, dan ikterik. Perdarahan paling jelas
terlihat pada fase ikterik. Purpura, ptechiae, epitaksis, dan perdarahan gusi
merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering terjadi.
Walaupun pada fase imun terdapat antibodi yang bersirkulasi, leptospira tetap
dapat ditemukan di ginjal, urine, dan aqueous humor. Fase imun ini dapat
bertahan selama beberapa minggu.

Fase Leptospirosis

Terdapat dua jenis leptospirosis, yaitu leptospirosis anikterik dan leptospirosis


ikterik (Weils syndrome).
1. Leptospirosis Anikterik
Onset dari fase sptikemik terjadi secara tiba-tiba. Ditandai dengan demam,
menggigil, letargi, sakit kepala berat, malaise, mual, muntah, dan mialgia berat.
Pada beberapa pasien dapat mengalami bradikardi dan hipotensi, tetapi jarang
terjadi kegagalan sirkulasi. Temuan fisik yang sering ditemukan antara lain
kelembekan otot yang mencolok terutama pada ekstremitas bawah, tulang belakang
bagian lumbosakral, dan abdomen. Fotofobia dan nyeri retroorbita (tanpa disertai

kemosis dan eksudat purulen), limfadenopati general, dan hepatosplenomegali dapat


ditemukan. Ruam sementara yang bertahan <24 jam dapat ditemukan pada 10%
kasus dan biasanya terdiri dari ruam eritema makulopapular yang terdapat di badan,
tetapi dapat juga berupa urtikaria, petechiae, atau purpura. Manifestasi yang lebih
jarang dijumpai adalah faringitis, pneumonitis, artritis, karditis, kolesistitis, dan
orkitis.
Pada fase kedua (fase imun) dapat diikuti oleh jeda asimtomatik yang singkat dan
dikarakteristikkan dengan demam berulang dan meningitis aseptik. Walaupun
ditemukan profil cairan serebrospinal yang abnormal pada 80% anak-anak yang
terinfeksi, namun hanya 50% yang memiliki manifestasi meningeal. Abnormalitas
cairan serebrospinal terdiri dari tekanan yang meningkat dalam taraf sedang,
pleositosis dengan dominasi

sel leukosit polimorfonuklear diikuti oleh sel

mononuklear yang jarang melebihi 500 sel/mm 3, kadar protein yang sedikit
meningkat atau bisa juga normal, serta nilai glukosa normal. Ensefalitis, neuropati
kranial dan perifer, papiledema, dan paralisis jarang ditemukan. Uveitis dapat terjadi
selama fase ini, dapat terjadi secara unilateral maupun bilatereal dan biasanya hilang
sendiri, serta jarang mengakibatkan kerusakan pengelihatan secara permanen.
Gejala yang berkaitan dengan sisten syaraf pusat biasanya menghilang secara
spontan dalam jangka waktu 1 minggu, dengan hampir tanpa kematian.
2. Leptospirosis Ikterik (Weils Syndrome)
Merupakan bentuk parah dari leptospirosis, terjadi pada 10% kasus dan jarang
terjadi pada anak-anak, lebih sering terjadi pada orang dengan usia >30 tahun.
Manifestasi inisial mirip seperti yang telah dijabarkan pada leptospirosis anikterik.
Fase imun, dikarakteristikkan oleh temuan klinis dan laboratoris yang menunjukkan
disfungsi hati dan ginjal. Pada kasus yang berat, fenomena hemoragik dan kolaps
kardiovaskular juga terjadi. Abnormalitas hati termasuk nyeri abdomen kuadran
kanan atas, hepatomegali, hiperbilirubinemia direk dan indirek, dan peningkatan
sedang enzim hepatik. Jaundice bukan merupakan akibat dari nekrosis
hepatoselular, dan biasanya fungsi hati kembali normal setelah penyembuhan.
Manifestasi ginjal sering ditemukan, pada semua pasien ditemukan hasil abnormal
pada urinalisa (hematuria, proteinuria, dan sedimen batang), dan azotemia sering
ditemukan, sering berkaitan dengan oliguria atau anuria. Gagal ginjal akut terjadi

pada

16-40%

kasus

dan

merupakan

penyebab

utama

kematian.

Hasil

elektrokardiogram yang abnormal ditemukan pada 90% kasus, tetapi gagal jantung
kongestif jarang terjadi. Manifestasi hemoragik jarang terjadim namun apabila
ditemukan, hali ini termasuk terjadinya epistaksis, hemoptisis, dan pendarahan
gastrointestinal serta adrenal. Trombositopenia terjadi pada 50% kasus tetapi terjadi
sementara

dan

tidak

mengakibatkan

koagulasi

intravaskular

menyeluruh

(disseminated intravascular coagulation; DIC). Tingkat kematian sekitar 5-15%.

Anamnesis

Identitas

Keluhan utama
Demam / penurunan kesadaran / ikterik

Keluhan tambahan

Menggigil:

Bintik-bintik merah di seluruh tubuh;

nyeri kepala pada bagian frontal;

nyeri retroorbita, mata merah, fotofobia;

nyeri otot terutama di paha, betis, dan pinggang;

mual dan muntah;

epistaxis, perdarahan gusi;

anuria atau oliguria (bila berat).

Riwayat penyakit sekarang


Demam tinggi muncul tiba-tiba (fase inisial), sempat hilang beberapa hari,
kemudian demam kembali (fase imun).

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kehamilan

Riwayat persalinan

Riwayat makan

Riwayat tumbuh-kembang

Riwayat lingungan

Tinggal di lingkungan peternakan, pertanianm atau endemis leptospirosis

Higienitas pribadi dan lingkungan kurang baik

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

Kesan Sakit

: sakit berat / sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis / penurunan kesadaran (delirium / somnolen /


soporocomma / comma)

Kesan Status gizi : gizi lebih / gizi cukup / gizi kurang

Kulit

Inspeksi

: ikterik, ruam makulopapular / petechiae / purpura

Petechiae

Tanda vital

Nadi

: takikardi

Pernafasan

: hiperpnoe

Suhu

: febris (>37,4oC)

Tekanan darah : normal

Antropometri

BB

: normal

PB / TB

: normal

Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kepala

Bentuk

: bulat oval, tidak tampat deformitas

Ukuran

: normosefali

Rambut

: warna hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut.

Wajah

: simetris, tidak pucat, tidak sianosis, tidak


kemerahan, tampak ikterik.

Mata

: alis simetris dan tebal, bulu mata lenik, kelopak


mata normal tanpa oedem, konjungtiva normal /
anemis, sklera ikterik, gerak bola mata normal
tidak ada yang tertinggal, lapang pandang
9

normal, reflek kornea +/+, iris berwarna coklat,


pupil bulat isokor, lensa jernih, reflek cahaya
langsung dan tidak langsung +/+

Telinga

: ukuran normal, sepasang, sama tinggi, tidak ada


benjolan dan nyeri tekan di sekitar telinga, liang
telinga lapang, dinding tidak merah, tidak ada
serumen, tidak ada sekret, tidak ada darah,
membran timpani intak, tidak hiperemis, tidak
tampak bulging.

Hidung

: bentuk normal, simetris, lubang hidung simetris,


mukosa tidak hiperemis, konka normal, tidak
ada sekret, tidak ada darah.

Bibir

: warna merah muda, agak pucat, tidak ada


efloresensi bermakna, tidak tampak massa atau
benjolan

Gigi dan gusi

: oral hygiene cukup baik, gigi bejumlah 24 buah,


mukosa gusi berwarna merah muda.

Lidah

: ukuran normal, warna merah muda, tidak ada


sianosis lidah, lidah tidak kotor.

Mukosa mulut dan palatum : mukosa mulut berwarna merah muda, palatum
utuh, tanpa bercak, tidak hiperemis, nafas agak
berbau

Uvula, faring, dan tonsil

: uvula normal ditengah, warna merah muda,


tidak tampak pulsasi
Mukosa faring merah muda
Tonsil T1/T1 tenang, tidak hiperemis, tidak ada
kriptus, tidak ada detritus

Leher

10

Bentuk

: normal, lurus

Ukuran

: normal

Gerakan

: normal tidak terhambat

Kaku kuduk

: (-) / (+) bila sudah meningitis

Brudzinski I

: (-)

Kelenjar getah bening : normal / membesar

Tiroid

: tidak ada pembesaran, permukaan tidak berbenjol,


kulit disekitarnya normal dan hangat, tidak ada nyeri
tekan.

Areteri carotis

: tidak tampak berdenyut, teraba pada perabaan.

JVP

: normal (52cm H2O)

Trakea

: tidak terlihat deviasi

Pemeriksaan Thorax

Inspeksi

Umum

: bentuk normal, simetris.

Dinding dada :warna kulit sawo matang, ikterik, tidak pucat, tidak sianosis,
tidak kemerahan, tampak ruam (makulopapular / petechiae /
purpura)

Sela iga

: tidak melebar, tidak menyempit, tidak tampak retraksi.

Pulsasi

: tidak tampak pulsasi abnormal.

Ichtus cordis : tidak tampak pada inspeksi

11

Gerak nafas

: simetris tidak ada hemithorax tertinggal, tipe pernafasan


abdominotorakal.

Palpasi

Gerak nafas

: simetris

Vocal fremitus

: simetris

Ichtus cordis

: teraba pada sela iga 5 linea midclavicularis kiri

Thrill

: (-)

Perkusi dada

Batas paru dan hati

: sela iga 5 linea midclavicularis kanan


dengan suara redup, peranjakan 3 jari
pemeriksa.

Batas paru dan jantung kanan

: sela iga 3 hingga sela iga 5 linea sternalis


kanan dengan suara redup.

Batas bawah paru dan lambung : sela iga 8 linea aksilaris anterior kiri dengan
suara timpani

Batas paru dan jantung kiri

: sela iga 5 linea midclavicularis kiri dengan


suara redup

Batas atas jantung

: sela iga 3 linea parasternalis kiri

Auskultasi paru

Suara nafas

: suara nafas vesikuler melemah pada basal kedua paru.

Sara nafas tambahan : ronki (-), wheezing (-), stridor (-).

Auskultasi jantung

Bunyi jantung I dan II

: regular, irama teratur, frekuensi normal

12

Intensitas BJ I lebih kuat pada katup mitral dan


tricuspid.
Intensitas BJ II lebih kuat pada katup aorta dan
pulmonal.

Bunyi jantung tambahan : BJ III (-), BJ IV (-)

Bising jantung

: (-)

Pemeriksaan Abdomen (kaki ditekuk)

Inspeksi

Bentuk abdomen

: normal, mendatar, simteris, tidak buncit,


tidak skafoid, tidak ada sagging of the
flanks

Dinding Abdomen dan umbilicus : warna kulit sawo matang, ikterik, tidak
pucat, tidak sianosis, tidak kemerahan,
tampak ruam (makulopapular / petechiae /
purpura).
Umbilikus normal tidak menonjol, tidak
tampak hernia umbilikalis, tidak tampak
smiling umbilicus

Gerak pernafasan

: simetris tidak ada bagian yang tertinggal,


mengembang saat inspirasi, mengempis
saat ekspirasi, tipe pernafasan
abdominotorakal.

Gerak peristaltik

: tidak tampak

Auskultasi

Bising usus : 5x/menit

13

Arterial bruit : (-)

Palpasi

Palpasi umum

: supel, tidak teraba massa, tidak ada retraksi,


tidak ada rigiditas

Turgor kulit

: normal (langsung kembali)

Nyeri tekan dan nyeri lepas : NT (+) di epigastrium

Hepar

: teraba membesar

Vesica fellea

: Murphys sign (-)

Lien

: teraba membesar

Ginjal

: Ballotement (-)

Perkusi

Perkusi orientasi

: timpani di keempat kuadran

Shifting dullness

: (-)

Undulasi

: (-)

Puddle sign

: (-)

Extremitas

Inspeksi

: tampak ikterik , tampak ruam (makulopapular / petechiae / purpura),


tidak tampak oedem, tidak tampak sianosis.

Palpasi

: akral hangat, CRT < 2 detik

Laboraturium
1. Urinalisa

14

Pada leptospirosis, ginjal selalu terkena. Temuan yang berkaitan dengan gangguan
pada ginjal antara lain perubahan sedimen urine (sedimen leukosit, eritrosit, dan
hialin atau granular) dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik sampai
gagal ginjal pada kasus yang lebih berat.
2. Laboraturium Darah
Laju endap darah biasaynya meningkat, pada leptospirosis anikterik, kadar leukosit
perifer sekitar 3000-26000/L, dengan pergeseran ke kiri. Pada sindroma Weil,
leukositosis biasanya lebih bermakna. Trombositopenia ringan ditemukan pada 50%
pasien dan berkaitan dengan terjadinya gagal ginjal.

3. Fungsi Hati
Untuk membedakan dengan pasien dengan hepatitis viral akut, pada pasien dengan
leptospirosis, terjadi sedikit peningkatan kadar bilirubin dan alkalin fosfatase
(sampai dengan 200 U/L), begitru juga dengan SGOT. Pada sindroma Weil, waktu
protrombin (prothrombine time) dapat memanjang, namun dapat dikoreksi dengan
pemberian vitamin K. Kadar keratin fosfokinase meningkat pada 50% pasien
dengan leptospirosis selama minggu pertama, hal ini dapat membedakan dengan
hepatitis.

Pemeriksaan Penunjang Lain


1. Tes Serologis
Tes serologis untuk leptospira terdiri dari tes spesifik genus dan tes spesifik sero-grup.
Metode yang disarankan adalah metode microscopic agglutination test (MAT) yang
merupakan tes spesifik sero-grup yang menggunakan suspensi antigen hidup dari
serovarian leptosipra. Hasil tes dibaca menggunakan mikroskop lapang pandang gelap
untuk aglutinasi. Agglutinin biasanya muncul di hari ke-12 sakit dan titer mencapai
nilai maksimal pada minggu ke-3. Tetapi pada 10% orang yang terinfeksi tidak
memiliki agglutinin yang terdeteksi karena antisera yang tersedia tidak dapat
mengidentifikasi seluruh serotype leptospira.

15

Selain itu dapat juga digunakan metode ELISA (enzyme-linked imunosorbent assay),
Warthin-Starry

silver

staining,

PCR

(polymerase

chain

reaction),

dan

immunofluorescent serta immunohistochemical. Metode-metode dtersebut dapat juga


mengidentifikasi leptospira di cairan tubuh maupun jaringan yang terinfeksi.
2. Kultur
Tidak seperti spirochaeta patogen lainnya, leptospira dapat dengan mudah dikultur
pada media yang mengandung serum kelinci atau serum albumin sapi dan asam lemak
rantai panjang. Kultur darah yang diulang pada minggu pertama infeksi denngan
inokulum darah yang sangat kecil sangat dianjurkan. Inokulum yang kecil (1 tetes
pada 5mL medium) bertujuan untuk meminimalisasi faktor penghambat pertumbuhan.
Leptospira dapat diambil dari darah atau cairan serebrospnal pada hari 1-10 sakit dan
dari urine setelah minggu ke-2 sakit.
3. Radiologi
Pada leptospirosis berat, sering ditemukan hasil radiologi yang abnormal pada paruparu. Abnormalitas ini dapat ditemukan pada hari ke3-9 setelah onset sakit. Kelainan
radiologis yang sering ditemukan adalah pola alveoulus yang tidak sempurna yang
merupakan akibat pendarahan alvelolar. Abnormalitas radiologis ini paling sering
ditemukan pada lobus bawah pada lapang paru perifer.

Diagnosis
Pada umumnya diagnosa awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang
dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, demam yang tidak
diketahui asalnya. Pada anamnsis penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien,
apakah termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala/jkeluhan didapati demam yang muncul
mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia,
mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam dmam, bradikardi, nyeri
tekan otot, hepatomegali daan lain-lain. Pada pemeriksaan darah rutin bisa dijumpai
lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap
darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria dan leukosituria. Bila organ hati
terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase atau peningkatan

16

SGOT tidak melebihi 5 kali dari batas normal. Trombositopebi terdapat pada 50%
kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.

Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan penyakit lain yang berkaitan dengan demam yang disertai
dengan sakit kepala dan nyeri otot seperti demam berdarah, malaria, dan hepatitis viral.
Demam berdarah : pola demam bifasik, terdapat IgM antidengue
Malaria

: ada riwayat bepergian ke aderah endemis, pola demam


intermiten, kenaikan bilirubin indirek lebih besar daripada
bilirubin direk

Hepatitis Viral

: terdapat IgM antiHAV

Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan sebelum hari ke-4 mungkin dapat memendekkan waktu
terjadinya kesakitan dan mengurangi derajat keparahan infeksi. Terapi penisilin artau
tetrasiklin (pada anak usia 9 tahun atau lebih) harus segera diberikan saat diagnosis
suspek leptospirosis ditegakkan. Penisilin G secara parentral (6-8juta U/m2/hari dibagi
setiap 4 jam secara IV selama 7 hari) direkomendasikan, dengan tetrasiklin (10-2mg/kg/hari dibagi setiap 6 jam peroral atau IV selama 7 hari) merupakan alternative
untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Amoksilin oral merupakan terapi alternative
untuk anak usia <9 tahun.

Komplikasi
1. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi
akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis,

17

iskemia ginjal, hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan


menimbulkan kerusakan ginjal.
2. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel Kupfer dengan kolestatis. Biasanya organism ini terdapat di antara
sel-sel parenkim.

3. Jantung
Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan
infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi
neutrofil. Dapat terjadi perdarahn fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot Rangka
Terjadi perubahan nekrosis lokal, vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot
terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan
antigen leptospira pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior (camera oculi anterior; COA) dari mata
selama fase lesptospiremia dan bertahan beberap bulan walaupun antibodi yang
terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah
Terjadinya vaskulitis akan menyebabkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan
(petechiae) pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan
bawah kulit.
7. Sususan Saraf Pusat
Leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal dan terjadinya meningitis.
Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respons antibodi, tidak pada saat memasuki
18

cairan serebrospinal. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantai oleh


mekanisme imunologis. Terjadinya penebalan meninges dengan sedikit peningkatan
sel mononuklear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptik,
biasanya paling sering disebabkan oleh L. canicola.

Prognosis
Ad vitam

: Dubia ad bonam
Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada usia di
bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.
Sedangkan pada anak-anak jarang ditemukan leptospirosis
ikterik.

Ad functionam

: Dubia ad bonam
Leptospirosis dengan gangguan ginjal dan disfungsi hati
dapat sembuh dengan pengobatan dalam jangka waktu yang
panjang. Namun hal ini bergantung dengan kedisplinan si
pasien dalam pengobatan. Apabila pengobatan dilakukan
sedini mungkin, maka lama sakit dapat menjadi lebih
singkat,

serta

menurunkan

derajat

keparahan

dari

leptospirosis itu sendiri.

Ad sanationam

: Ad bonam
Kekambuhan ini tergantung dari tingkat kebersihan si
pasien. Jika pasien tetap tidak menjaga kebersihan pribadi

19

dan lingkungannya, maka dapat terjadi leptospirosis


berulang. Untuk mencegah itu, pasien dan orang tuanya
diedukasikan untuk memakai alat pelindung diri saat
berjalan di luar dan mencuci tangan serta peralatan makan
yang akan digunakan.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari air, tanahm serta lingkungan
yang

terkontaminasi.

Imunisasi

pada

hewan

ternak

dan

hewan

peliharaan

direkomendasikan untuk mengurangi reservoar hewan. Selain itu disarankan juga untuk
memakai baju pelindung untuk orang-orang yang perkerjaannya bersiko terkena
leptospirosis. Di Amerika, digalakkan program profilaksis dengan mengkonsumsi
doksisiklin (200mg peroral sekali seminggu). Program profilaksis ini dapat juga
diterapkan untuk orang yang akan bepergian ke daerah endemik leptospirosis untuk
jangka waktu terbatas.

20

Anda mungkin juga menyukai