LEPTOSPIROSIS
Oleh:
Nama
: Yuanita Lavinia
Universitas : Triskati
NIM
: 030.09.277
Definisi
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira.
Leptospirosis dapat menyerang baik manusia maupun hewan (mamalia, burung, amfibi,
maupun reptil). Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara
insidental, yaitu dari urine hewan yang terinfeksi atau dari lingkungan yang
terkontaminasi oleh urine hewan yang terinfeksi tersebut. Bakteri masuk ke dalam
tubuh melalui kulit yang tidak intak atau dari membran mukosa mulut, hidung, maupun
mata. Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat, bahkan kematian.
Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh mikroorganisme spirochaeta patogen dari genus
leptospira, famili treponemataceae. Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis,
fleksibel, panjangnya 6-20 m dengan spiral yang sangat halus dan lebarnya 0,1-0,2
m. Salah satu ujung mikroorganisme ini membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi
aktif, tetapi tidak ditemukan adanya flagel. Spirochaeta ini demikian halus sehingga
dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil.
Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa, morfologi leptospira secara
umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan
mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Leptospira membutuhkan media dan
kondisi yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan waktu bermingguminggu untuk membuat kultur yang positif. Dengan medium Fletchers dapat tumbuh
dengan baik sebagai obligat aerob.(15)
Leptospira sp.
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies: L.interrogans yang
patogen dan L.biflexa yang non-patogen atau saprofit. Tujuh spesies dari leptospira
patogen sekarang ini telah diketahui dasar ikatan DNA-nya, namun agar lebih praktis
dalam klinik dan epidemiologi, maka digunakan klasifikasi yang didasarkan atas
perbedaan serologis. Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi manusia
adalah L.icterohaemorrhagica dengan reservoar tikus, L.canicola dengan reservoar
anjing, dan L.pomona dengan reservoar sapi dan babi.
Patofisiologi
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang tidak intak ataupun dari
membran mukosa yang intak, terutama konjungtiva dan perbatasan oro- dan nasofaring.
Meminum air yang terkontaminasi oleh leptospira dapat menyebabkan mikroorganisme
tersebut masuk melalui mulut, tenggorokan, atau esofagus. Setelah masuk, leptospira
berkembangbiak dan mengalami multiplikasi di darah dan jaringan.
Leptospira mengalami adhesi ke permukaan sel dan menyebabkan toksisitas
seluler sehingga dapat merusak sel endotel dinding pembuluh darah. Kerusakan
pembuluh darah ini menyebabkan vaskulitis dengan kebocoran dan ekstravasasi sel,
termasuk hemoragi, sehingga didapatkan manifestasi klinis perdarahan di bawah kulit
seperti petechiae ataupun purpura.
Walaupun terutama menyerang ginjal, leptospira dapat menyerang organ yang
lain. Di ginjal, leptospira bermigrasi ke jaringan interstisial, tubulus ginjal, dan lumen
tubulus ginjal, menyebabkan nefritis interstisial dan nekrosis tubular. Peningkatan
permeabilitas vaskuler menyebabkan terjadinya dehidrasi pada ginjal yang akhirnya
berkontribusi pada terjadinya gagal ginjal. Pada hati dapat ditemukan nekrosis
sentrilobuler dengan proliferasi sel Kupffer dan disfungsi hepatoseluler. Keterlibatan
paru-paru pada leptospirosis merupakan akibat sekunder dari kerusakan pembuluh
darah interstisial dan alveolar. Karena kerusakan pada paru inilah, maka bisa didapatkan
manifestasi klinik berupa suara nafas vesikuler yang melemah karena adanya kebocoran
pada pembuluh dara paru-paru, terutama di bagian basal. Invasi leptospira pada otot
rangka menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi miofibril, dan nekrosis fokal.
nadi menjadi lebih cepat dan juga tubuh membutuhkan asupan oksigen (O 2) yang lebih
banyak sehingga frekuensi pernafasan pun menjadi meningkat.
Gejala Klinis
Masa inkubasi leptospira berlangsung selama 2-26 hari (biasanya 7-12 hari dan
rata-rata 10 hari). Leptospirosis mempunyai 2 fase yang khas, yaitu fase inisial
(septkemik) dan fase imun.
1. Fase Inisial (Septikemik)
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, dan jaringan lain. Berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala
awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama
pada paha, betis, dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti
dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai menggigil, juga didapati
mual dengan atau tanpa muntah, bahkan pada 25% kasus disertai dengan
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi
relatif, dan ikterus 50% kasus. Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya
fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai ruam yang berbentuk makular,
makulopapular, atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali,
hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat
ditangani, keadaan pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6
minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun
setelah 7 hari, diikuti bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam
kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
2. Fase Imun (Leptospiurik)
Fase Leptospirosis
mononuklear yang jarang melebihi 500 sel/mm 3, kadar protein yang sedikit
meningkat atau bisa juga normal, serta nilai glukosa normal. Ensefalitis, neuropati
kranial dan perifer, papiledema, dan paralisis jarang ditemukan. Uveitis dapat terjadi
selama fase ini, dapat terjadi secara unilateral maupun bilatereal dan biasanya hilang
sendiri, serta jarang mengakibatkan kerusakan pengelihatan secara permanen.
Gejala yang berkaitan dengan sisten syaraf pusat biasanya menghilang secara
spontan dalam jangka waktu 1 minggu, dengan hampir tanpa kematian.
2. Leptospirosis Ikterik (Weils Syndrome)
Merupakan bentuk parah dari leptospirosis, terjadi pada 10% kasus dan jarang
terjadi pada anak-anak, lebih sering terjadi pada orang dengan usia >30 tahun.
Manifestasi inisial mirip seperti yang telah dijabarkan pada leptospirosis anikterik.
Fase imun, dikarakteristikkan oleh temuan klinis dan laboratoris yang menunjukkan
disfungsi hati dan ginjal. Pada kasus yang berat, fenomena hemoragik dan kolaps
kardiovaskular juga terjadi. Abnormalitas hati termasuk nyeri abdomen kuadran
kanan atas, hepatomegali, hiperbilirubinemia direk dan indirek, dan peningkatan
sedang enzim hepatik. Jaundice bukan merupakan akibat dari nekrosis
hepatoselular, dan biasanya fungsi hati kembali normal setelah penyembuhan.
Manifestasi ginjal sering ditemukan, pada semua pasien ditemukan hasil abnormal
pada urinalisa (hematuria, proteinuria, dan sedimen batang), dan azotemia sering
ditemukan, sering berkaitan dengan oliguria atau anuria. Gagal ginjal akut terjadi
pada
16-40%
kasus
dan
merupakan
penyebab
utama
kematian.
Hasil
elektrokardiogram yang abnormal ditemukan pada 90% kasus, tetapi gagal jantung
kongestif jarang terjadi. Manifestasi hemoragik jarang terjadim namun apabila
ditemukan, hali ini termasuk terjadinya epistaksis, hemoptisis, dan pendarahan
gastrointestinal serta adrenal. Trombositopenia terjadi pada 50% kasus tetapi terjadi
sementara
dan
tidak
mengakibatkan
koagulasi
intravaskular
menyeluruh
Anamnesis
Identitas
Keluhan utama
Demam / penurunan kesadaran / ikterik
Keluhan tambahan
Menggigil:
Riwayat kehamilan
Riwayat persalinan
Riwayat makan
Riwayat tumbuh-kembang
Riwayat lingungan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesan Sakit
Kesadaran
Kulit
Inspeksi
Petechiae
Tanda vital
Nadi
: takikardi
Pernafasan
: hiperpnoe
Suhu
: febris (>37,4oC)
Antropometri
BB
: normal
PB / TB
: normal
Kepala
Bentuk
Ukuran
: normosefali
Rambut
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Bibir
Lidah
Mukosa mulut dan palatum : mukosa mulut berwarna merah muda, palatum
utuh, tanpa bercak, tidak hiperemis, nafas agak
berbau
Leher
10
Bentuk
: normal, lurus
Ukuran
: normal
Gerakan
Kaku kuduk
Brudzinski I
: (-)
Tiroid
Areteri carotis
JVP
Trakea
Pemeriksaan Thorax
Inspeksi
Umum
Dinding dada :warna kulit sawo matang, ikterik, tidak pucat, tidak sianosis,
tidak kemerahan, tampak ruam (makulopapular / petechiae /
purpura)
Sela iga
Pulsasi
11
Gerak nafas
Palpasi
Gerak nafas
: simetris
Vocal fremitus
: simetris
Ichtus cordis
Thrill
: (-)
Perkusi dada
Batas bawah paru dan lambung : sela iga 8 linea aksilaris anterior kiri dengan
suara timpani
Auskultasi paru
Suara nafas
Auskultasi jantung
12
Bising jantung
: (-)
Inspeksi
Bentuk abdomen
Dinding Abdomen dan umbilicus : warna kulit sawo matang, ikterik, tidak
pucat, tidak sianosis, tidak kemerahan,
tampak ruam (makulopapular / petechiae /
purpura).
Umbilikus normal tidak menonjol, tidak
tampak hernia umbilikalis, tidak tampak
smiling umbilicus
Gerak pernafasan
Gerak peristaltik
: tidak tampak
Auskultasi
13
Palpasi
Palpasi umum
Turgor kulit
Hepar
: teraba membesar
Vesica fellea
Lien
: teraba membesar
Ginjal
: Ballotement (-)
Perkusi
Perkusi orientasi
Shifting dullness
: (-)
Undulasi
: (-)
Puddle sign
: (-)
Extremitas
Inspeksi
Palpasi
Laboraturium
1. Urinalisa
14
Pada leptospirosis, ginjal selalu terkena. Temuan yang berkaitan dengan gangguan
pada ginjal antara lain perubahan sedimen urine (sedimen leukosit, eritrosit, dan
hialin atau granular) dan proteinuria ringan pada leptospirosis anikterik sampai
gagal ginjal pada kasus yang lebih berat.
2. Laboraturium Darah
Laju endap darah biasaynya meningkat, pada leptospirosis anikterik, kadar leukosit
perifer sekitar 3000-26000/L, dengan pergeseran ke kiri. Pada sindroma Weil,
leukositosis biasanya lebih bermakna. Trombositopenia ringan ditemukan pada 50%
pasien dan berkaitan dengan terjadinya gagal ginjal.
3. Fungsi Hati
Untuk membedakan dengan pasien dengan hepatitis viral akut, pada pasien dengan
leptospirosis, terjadi sedikit peningkatan kadar bilirubin dan alkalin fosfatase
(sampai dengan 200 U/L), begitru juga dengan SGOT. Pada sindroma Weil, waktu
protrombin (prothrombine time) dapat memanjang, namun dapat dikoreksi dengan
pemberian vitamin K. Kadar keratin fosfokinase meningkat pada 50% pasien
dengan leptospirosis selama minggu pertama, hal ini dapat membedakan dengan
hepatitis.
15
Selain itu dapat juga digunakan metode ELISA (enzyme-linked imunosorbent assay),
Warthin-Starry
silver
staining,
PCR
(polymerase
chain
reaction),
dan
Diagnosis
Pada umumnya diagnosa awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang
dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, demam yang tidak
diketahui asalnya. Pada anamnsis penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien,
apakah termasuk kelompok risiko tinggi. Gejala/jkeluhan didapati demam yang muncul
mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia,
mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam dmam, bradikardi, nyeri
tekan otot, hepatomegali daan lain-lain. Pada pemeriksaan darah rutin bisa dijumpai
lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap
darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria dan leukosituria. Bila organ hati
terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase atau peningkatan
16
SGOT tidak melebihi 5 kali dari batas normal. Trombositopebi terdapat pada 50%
kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi.
Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan penyakit lain yang berkaitan dengan demam yang disertai
dengan sakit kepala dan nyeri otot seperti demam berdarah, malaria, dan hepatitis viral.
Demam berdarah : pola demam bifasik, terdapat IgM antidengue
Malaria
Hepatitis Viral
Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan sebelum hari ke-4 mungkin dapat memendekkan waktu
terjadinya kesakitan dan mengurangi derajat keparahan infeksi. Terapi penisilin artau
tetrasiklin (pada anak usia 9 tahun atau lebih) harus segera diberikan saat diagnosis
suspek leptospirosis ditegakkan. Penisilin G secara parentral (6-8juta U/m2/hari dibagi
setiap 4 jam secara IV selama 7 hari) direkomendasikan, dengan tetrasiklin (10-2mg/kg/hari dibagi setiap 6 jam peroral atau IV selama 7 hari) merupakan alternative
untuk pasien yang alergi terhadap penisilin. Amoksilin oral merupakan terapi alternative
untuk anak usia <9 tahun.
Komplikasi
1. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi
akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis,
17
3. Jantung
Kelainan miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan
infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi
neutrofil. Dapat terjadi perdarahn fokal pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot Rangka
Terjadi perubahan nekrosis lokal, vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot
terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan
antigen leptospira pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior (camera oculi anterior; COA) dari mata
selama fase lesptospiremia dan bertahan beberap bulan walaupun antibodi yang
terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah
Terjadinya vaskulitis akan menyebabkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan
(petechiae) pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan
bawah kulit.
7. Sususan Saraf Pusat
Leptospira mudah masuk ke dalam cairan serebrospinal dan terjadinya meningitis.
Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respons antibodi, tidak pada saat memasuki
18
Prognosis
Ad vitam
: Dubia ad bonam
Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada usia di
bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.
Sedangkan pada anak-anak jarang ditemukan leptospirosis
ikterik.
Ad functionam
: Dubia ad bonam
Leptospirosis dengan gangguan ginjal dan disfungsi hati
dapat sembuh dengan pengobatan dalam jangka waktu yang
panjang. Namun hal ini bergantung dengan kedisplinan si
pasien dalam pengobatan. Apabila pengobatan dilakukan
sedini mungkin, maka lama sakit dapat menjadi lebih
singkat,
serta
menurunkan
derajat
keparahan
dari
Ad sanationam
: Ad bonam
Kekambuhan ini tergantung dari tingkat kebersihan si
pasien. Jika pasien tetap tidak menjaga kebersihan pribadi
19
terkontaminasi.
Imunisasi
pada
hewan
ternak
dan
hewan
peliharaan
direkomendasikan untuk mengurangi reservoar hewan. Selain itu disarankan juga untuk
memakai baju pelindung untuk orang-orang yang perkerjaannya bersiko terkena
leptospirosis. Di Amerika, digalakkan program profilaksis dengan mengkonsumsi
doksisiklin (200mg peroral sekali seminggu). Program profilaksis ini dapat juga
diterapkan untuk orang yang akan bepergian ke daerah endemik leptospirosis untuk
jangka waktu terbatas.
20