BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Skabies
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan
gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil produknya
(Handoko dkk, 2005).
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi
daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah
utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan
negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui
kontak fisik langsung (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur,
yang dipakai bersama) (Handoko dkk, 2005).
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau
kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan,
papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel. Tungau penyebab skabies
merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di tubuh
manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun merayap
dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat (Chosidow, 2006)
1.2 Epidemiologi Skabies
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Daerah endemic skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika,
Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan
Karibia, India, dan Asia Tenggara.
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
terjangkit tungau scabies (Chosidow , 2006). Studi epidemiologi memperlihatkan
bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, dan umur. Faktor primer yang berkontribusi
adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat.
1.3 Etiologi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei adalah parasit
manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil
dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang
keluar dari dasar kaki (Burns, 2004).ss
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm.
Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat
terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis
(Mitolin et al, 2008). Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan
luas 0,3 mm , dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15
mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang
bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel (Burns,
2004).
Tungau skabies memiliki empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua
pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil
di bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir
dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada
pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki
keempat (Burns, 2004).
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir
sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh setiap tungau betina
selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak
meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur
setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva
kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka
berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina
dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8 12 hari (Brook, 1995).
Mulyono, 1986). Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar
selama lebih kurang 7 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan
lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh
kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. (Andrianto dan Tang
Eng Tie, 1989).
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan
sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada
pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret
dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.
Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,
krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas
dari lokasi tungau.(Handoko, R, 2001). Reaksi alergi yang sensitif terhadap
tungau dan produknya memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan
lesi dan terhadap tim bulnya gatal. Sarcoptes scabiei melepaskan substansi
sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel langerhans
ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (Hickz and Elston, 2009).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas
tipe IV dan tipe I (Burns, 2004). Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau
dengan Imunoglobulin-E pada sel mast yang berlangsung di epidermis
menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi IgE.
Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar
10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan memproduksi papul-papul dan nodul
inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T
yang banyak pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis
tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi
dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang
dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya
infeksi sekunder (Harahab, 2000).
Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak
langsung. Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa
penyakit ini sering menular ke seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak
langsung dapat melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat
tidur. Bahkan dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita
dengan orang sakit, namun skabies bukan manifestasi utama dari penyakit menular
seksual (Walton and Currie, 2007).
berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa
hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.
Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita
menjadi gelisah.
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam
sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular
hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga
tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier
bagi individu lain.
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis. Lesi yang
timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering
ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan
dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada
areola wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).
10
11
12
dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu
singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali
bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respon imun seluler.
Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan
pengobatan regimen imunosupresan ***
4. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei
varian
canis
yang
13
14
15
16
parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi
dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama
20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan
tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena
akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk
gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan
minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.
Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E *
17
6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan
cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun
karena
sulitnya
diagnosis
scabies
harus
18
19
20
Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat
diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik
setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.
a. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies :
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
bila perlu direndam dengan air panas.
5. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang
sama dan ikut menjaga kebersihan.
b. Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya,
mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan
terjangkau biayanya. Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topical
maupun oral.
a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal
21
22
hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid
(CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat
aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif
dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau
tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
c. Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoate bersifat neurotoksik
pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak
24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi
menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik
dan teratur dan secara kosmetik bias diterima. Efek samping dari benzil
benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum,
karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi
ini dikontraindikasikan pada wanita hamil, menyusui bayi, dan anak-anak
kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan
resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya
yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai
alternatif yang lebih murah.
d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane
23
24
25
g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan
2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air
digunakan selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.
Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan
efek samping yang buruk.
c. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun scabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan
dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata,
hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan
penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim
permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat
membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.
d. Penatalaksanaan skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi
hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa
minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid
intralesi atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari.
26
27
Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa
antibiotic topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.
Crotamiton antipruritic topikal sering membantu pada kulit yang gatal.
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang
berkelanjutan selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon
tubuh dari kekebalan terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2
minggu, itu mungkin karena diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat yang
salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan pada pasien. Kebanyakan
kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.
1.8. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang
kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid.
Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena
seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode
inkubasi asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan
dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit,
karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).
1.9 Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau
karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan
tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai
28
dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema,
skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang
kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong,
skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap
topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat pyodermanya. Selain itu, limfangitis
dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, poststreptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogens.
1.10 Prognosis
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu
yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu. Infestasi
scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati
dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.
29
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Kasus
Anak perempuan, usia 10 tahun, bernama An. R dengan berat badan 20 kg.
Memiliki kebiasaan hidup yang kurang higienis. Datang ke poli kulit kelamin
bersama ibu dan ayahnya dengan keluhan dengan keluhan gatal-gatal pada sela jari
tangan dan di tungkai. Gatal-gatal disertai bintil-bintil kecil pada daerah sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan, tangan, perut, lipatan paha dan genital, serta bokong.
Gatal terutama pada malam hari. Gatal serta bintil-bintil awalnya dari jari-jari tangan
lalu menyebar ke daerah perut, sela-sela paha, genital dan bokong, yang terjadi sejak
2 minggu yang lalu. Anak R tinggal bersama keluarga dan saudaranya. Saudara
pasien tinggal di pondok pesantren dan pernah mengalami sakit serupa namun tidak
separah pasien. Pasien mengatakan suka bergantian memakai handuk dan pakaian
saudaranya.
2. 2 Identitas Penderita
Nama
: An.R
Umur
:10 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jenggolo
Pekerjaan
: Pelajar
Pendidikan
: SD
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
2.3 Anamnesa
1. Keluhan utama : Gatal- gatal
2. Riwayat penyakit sekarang
Gatal-gatal disertai bintil-bintil kecil pada daerah sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan, tangan, perut, lipatan paha, genital, serta bokong. Gatal
terutama pada malam hari. Gatal serta bintil-bintil awalnya dari jari-jari
tangan lalu menyebar ke daerah perut, sela-sela paha, genital dan bokong,
30
yang terjadi sejak 2 minggu yang lalu. Anak R tinggal bersama keluarga dan
saudaranya. Saudara pasien tinggal di pondok pesantren dan pernah
mengalami sakit serupa namun tidak separah pasien. Pasien mengatakan suka
bergantian memakai handuk dan pakaian saudaranya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat rawat inap (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat alergi (-)
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat olahraga (-)
6. Riwayat Gizi
Makanan sehari-hari An. R biasanya 2-3 kali sehari dengan nasi satu
piring, sayur dan lauk pauk berupa tahu dan tempe. An. R gemar sekali makan
sambal dan ikan asin. An. R suka minum susu. Pasien suka makan sayursayuran yang dimasak ibunya.
II. 4 Anamnesis Sistem
1. Kulit
2. Kepala
:Sakit kepala (-) rambut kepala rontok (-), luka (-), benjolan(-)
31
3. Mata
4. Hidung
5. Telinga
6. Mulut
: sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-), lidah
kotor (-)
7. Tenggorokan
8. Pernafasan
9. Kardiovaskuler
10. Gastrointestinal
: mual (-), muntah(-), diare (-), nyeri perut (-), BAB normal
11. Genitourinaria
12.
Neurologik
13.
Psikiatrik
14.
Muskolokeletal
: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan kaki
(-), nyeri otot (-), mudah lelah (-).
15.
Ekstremitas atas : bengkak (-), telapak tangan pucat (-), telapak tangan pucat
(-), gatal pada daerah sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan, dan tangan di kedua tangan.
16.
Ekstremitas bawah : bengkak (-) semenjak beberapa bulan terakhir, sakit (-),
telapak tangan pucat (-), kebiruan (-), luka (-), telapak
tangan pucat (-), gatal di kedua lipatan paha.
2. Tanda vital
:
Tensi
: Tidak dievalusai
Nadi : 70 x/menit
RR : 40 x/menit
Suhu : 36,5 C
32
3.
4.
Kepala
5.
Mata
6.
Hidung
7.
Mulut
: mukosa bibir pucat (-), sianosis bibir (-), bibir kering (-),
gusi berdarah (-), tepi lidah hiperemis (-), papil lidah
atrofi(-), plak putih pada lidah (-), stomatitis (-)
8.
Telinga
9.
Tenggorokan
10.
Leher
11.
Thorax
12. Abdomen :
Inspeksi : venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-).
33
Palpasi : supel, defense muskuler (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor baik,
asites (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi: peristaltik (+) normal
13. System Collumna Vertebralis:
Inspeksi
Palpasi
Akral dingin
Oedema
fungsi motorik :
34
N N
N N
Kekuatan
tonus
Ref.Fisiologis
Ref.Patologis
: realistik
Isi
Arus
: koheren
35
II.8 Terapi
dr. Oktiyasari Puji Nurwati
SIP : 207 121 0005
Praktek/ Rumah :
Hari Praktek :
Senin- Jumat
Malang
081334950980
qs
Pro
: An. R
Alamat : Jl. Simpang Gajayana No. 2
Umur : 10 th
BB
: 30 kg
36
BAB III
PEMBAHASAN
37
Indikasi
: Scabies
Kontraindikasi
: Hipersensitivitas
Efek Samping
yang bersifat ringan dan sementara. Eritema (Kemerahan kulit karena pelebaran
pembuluh- pembuluh darah), ruam kulit.
Perhatian
hamil, menyusui dan bayi usia kurang 2 bulan belum diketahui keamanannya,
setelah pemakaian ada kemungkinan gejala scabies tidak langsung menghilang.
Dosis
: Sekali pemakaian
38
Indikasi
Indikasi
Efek samping
:dewasa dana anak-anak usia lebih dari 10 tahun : 3 kali sehari 1-2
kaplet.
Cara pemberian : dikonsumsi bersamaan dengan makanan
39
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan dan Saran
Scabies merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi Sarcoptes scabiei var. hominis dengan prevalensi di negara berkembang
6%-27% pada populasi umum. Meski sekarang sudah sangat jarang dan sulit
ditemukan laporan terbaru tentang kasus skabies diberbagai media di Indonesia
(terlepas dari faktor penyebabnya), namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit
ini masih merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup
dan kerja sehari-hari. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Penularannya
dengan 2 cara yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.
Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan
pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat
pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau
cenderung jelek.
Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak
langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya
waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari
juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan
efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas
hidup masyarakat
40
41
DAFTAR PUSTAKA
Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.
Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 8891.
Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Scabies and Pediculosis Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.
Jakarta: EGC; 1996. 191-5.
Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human
and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.
Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions. J
Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279292.
Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A.
Schwartz.Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006.
December. 6:769-777
42