Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Skabies
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan
gatal agogo. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan hasil produknya
(Handoko dkk, 2005).
Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, di semua geografi
daerah, semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah
utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan
negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui
kontak fisik langsung (skin-to-skin) maupun tak langsung (pakaian, tempat tidur,
yang dipakai bersama) (Handoko dkk, 2005).
Gejala utama adalah pruritus intensif yang memburuk di malam hari atau
kondisi dimana suhu tubuh meningkat. Lesi kulit yang khas berupa terowongan,
papul, ekskoriasi dan kadang-kadang vesikel. Tungau penyebab skabies
merupakan parasit obligat yang seluruh siklus hidupnya berlangsung di tubuh
manusia. Tungau tersebut tidak dapat terbang atau meloncat namun merayap
dengan kecepatan 2.5 cm per menit pada kulit yang hangat (Chosidow, 2006)
1.2 Epidemiologi Skabies
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Daerah endemic skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika,
Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan
Karibia, India, dan Asia Tenggara.
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
terjangkit tungau scabies (Chosidow , 2006). Studi epidemiologi memperlihatkan
bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak

dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, dan umur. Faktor primer yang berkontribusi
adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat.
1.3 Etiologi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei adalah parasit
manusia obligat yang termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, superfamili Sarcoptes. Bentuknya lonjong, bagian chepal depan kecil
dan bagian belakang torakoabdominal dengan penonjolan seperti rambut yang
keluar dari dasar kaki (Burns, 2004).ss
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm.
Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau ini tidak dapat
terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama 30 hari di lapisan epidermis
(Mitolin et al, 2008). Skabies betina dewasa berukuran sekitar 0,4 mm dengan
luas 0,3 mm , dan jantan dewasa lebih kecil 0,2 mm panjang dengan luas 0,15
mm. Tubuhnya berwarna putih susu dan ditandai dengan garis melintang yang
bergelombang dan pada permukaan punggung terdapat bulu dan dentikel (Burns,
2004).

Gambar 1. Sarcoptes scabiei *

Tungau skabies memiliki empat pasang kaki pendek, di bagian depan terdapat dua
pasang kaki yang berakhir dengan perpanjangan peduncles dengan pengisap kecil
di bagian ujungnya. Pada tungau betina, terdapat dua pasang kaki yang berakhir
dengan rambut (Satae) sedangkan pada tungau jantan rambut terdapat pada
pasangan kaki ketiga dan peduncles dengan pengisap pada pasangan kaki
keempat (Burns, 2004).
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati. Tapi kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan
kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir
sehari sampai mencapai 40-50 telur yang dihasilkankan oleh setiap tungau betina
selama rentang umur 4-6 minggu dan selama itu tungau betina tidak
meninggalkan terowongan. Setelah itu, larva berkaki enam akan muncul dari telur
setelah 3-4 hari dan keluar dari terowongan dengan memotong atapnya. Larva
kemudian menggali terowongan pendek (moulting pockets) di mana mereka
berubah menjadi nimfa. Setelah itu berkembang menjadi tungau jantan dan betina
dewasa. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8 12 hari (Brook, 1995).

Gambar 2. Siklus Hidup Skabies *


Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat
terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.
Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali
pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau.
Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan
immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.
1.4 Patogenesa Skabies
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kutu
sarcoptes scabei. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial
ekonomi yang rendah, higiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak

saniter, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk.


Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak
langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula
melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini
dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang
yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan
melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup
dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai
jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi
larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan,
tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus
hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 12
hari (Handoko, R, 2001).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan
mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. (

Mulyono, 1986). Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar
selama lebih kurang 7 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan
lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh
kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. (Andrianto dan Tang
Eng Tie, 1989).
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan
sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada
pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret
dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi.
Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,
krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas
dari lokasi tungau.(Handoko, R, 2001). Reaksi alergi yang sensitif terhadap
tungau dan produknya memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan
lesi dan terhadap tim bulnya gatal. Sarcoptes scabiei melepaskan substansi
sebagai respon hubungan antara tungau dengan keratinosit dan sel-sel langerhans
ketika melakukan penetrasi ke dalam kulit. (Hickz and Elston, 2009).
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan keterlibatan reaksi hipersensitivitas
tipe IV dan tipe I (Burns, 2004). Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau
dengan Imunoglobulin-E pada sel mast yang berlangsung di epidermis
menyebabkan degranulasi sel-sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi IgE.
Keterlibatan reaksi hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar

10-30 hari setelah sensitisasi tungau dan akan memproduksi papul-papul dan nodul
inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel limfosit T
yang banyak pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai dermatitis
tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau dengan efloresensi
dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika dan lainnya. Akibat garukan yang
dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya
infeksi sekunder (Harahab, 2000).
Cara penularan skabies:
Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak
langsung. Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan mengapa
penyakit ini sering menular ke seluruh anggota keluarga. Penularan secara tidak
langsung dapat melalui penggunaan bersama pakaian, handuk, maupun tempat
tidur. Bahkan dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antar penderita
dengan orang sakit, namun skabies bukan manifestasi utama dari penyakit menular
seksual (Walton and Currie, 2007).

1.5 Penegakan Diagnosa Skabies


1. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis
berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal ada 4 tanda utama
atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu (Amirudin, 2003):
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang

berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa
hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini disebabkan karena
meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas.
Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita
menjadi gelisah.
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam
sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular
hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin akan ditemukan
individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga
tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier
bagi individu lain.
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relative lebih longgar dan tipis. Lesi yang
timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang sering
ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan
dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada
areola wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).

Gambar 3. Lesi pada sela jari, penis, dan areola mammae *


Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas
pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang
tipis dan kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10
mm, berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau
vesikel yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum
korneum. Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari,
pergelangan tangan dan daerah siku. Namun, terowongan tersebut sukar
ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.

Gambar 4. Tempat-tempat predileksi skabies *

10

4. Menemukan Sarcoptes scabiei


Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa
maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan tetapi,
kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir sebagian
besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat variatif dan
tidak spesifik. Pada kasus skabies yang klasik, jumlah tungau sedikit
sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit. Teknik pemeriksaan ini
sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga kegagalan
menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan diagnosis
skabies.
2. Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak
khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan
diagnostik yang dapat berakibat gagalnya pengobatan
Bentuk-bentuk skabies antara lain (Stephen et al, 2011):
1. Skabies pada orang bersih
Klinis ditandai dengan lesi berupa papula dan kanalikuli dengan jumlah
yang sangat sedikit, kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Namun
bentuk ini seringkali salah diagnosis karena lesi jarang ditemukan dan sulit
mendapatkan terowongan tungau.

11

Gambar 5 . Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated) *


2. Skabies nodular
Skabies nodular memperlihatkan lesi berupa nodul merah kecoklatan
berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang tertutup
terutama pada genitalia, inguinal dan aksila. Pada nodus yang lama tungau
sukar ditemukan, dan dapat menetap selama beberapa minggu hingga
beberapa bulan walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.

Gambar 6. Skabies Nodular **


3. Skabies incognito
Penggunaan obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala
dan tanda pada penderita apabila penderita mengalami skabies. Sehingga
penderita dapat memperlihatkan perubahan lesi secara klinis. Akan tetapi

12

dengan penggunaan steroid, keluhan gatal tidak hilang dan dalam waktu
singkat setelah penghentian penggunaan steroid lesi dapat kambuh kembali
bahkan lebih buruk. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respon imun seluler.

Gambar 7. Skabies incognito dengan lesi krusta terlokalisasi pada penderita dengan
pengobatan regimen imunosupresan ***
4. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei

varian

canis

bisa menyerang manusia

yang

pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya anjing,


kucing dan gembala. Lesi tidak pada daerah predileksi skabies tipe humanus
tetapi pada daerah yang sering berkontak dengan hewan peliharaan tersebut,
seperti dada, perut, lengan. Masa inkubasi jenis ini lebih pendek dan sembuh
sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih oleh karena
varietas hewan tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.

13

Gambar 8. Skabies caninum *


5. Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)
Kondisi yang jarang ini sangat mudah menular karena tungau berada
dalam jumlah yang banyak dan diperkirakan lebih dari sejuta tungau
berkembang di kulit, sehingga dapat menjadi sumber wabah di tempat
pelayanan kesehatan. Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan
perkembangan krusta di kulit yang hiperkeratotik dengan skuama dan
penebalan menjadi karakteristik penyakit ini. Plak hiperkeratotik tersebar pada
daerah palmar dan plantar dengan penebalan dan distrofi kuku jari kaki dan
tangan. Lesi tersebut menyebar secara generalisata seperti daerah leher dan
kulit kepala, telinga, bokong, siku, dan lutut. Kulit yang lain biasanya terlihat
xerotik. Pruritus dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk
penyakit ini (Amirudin, 2003).

14

Gambar 9. Skabies norwegian pada plantar **


Bentuk ini ditemukan pada penderita yang mengalami gangguan fungsi
imunologik misalnya penderita HIV/AIDS, lepra, penderita infeksi virus
leukemia type 1, pasien yang menggunakan pengobatan imunosupresi,
penderita gangguan neurologik dan retardasi mental.
6. Skabies pada bayi dan anak
Pada anak yang kurang dari dua tahun, infestasi bisa terjadi di wajah
dan kulit kepala sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi. Lesi skabies
pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,
telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima, sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi
terdapat di wajah. Nodul pruritis erithematos keunguan dapat ditemukan pada
axilla dan daerah lateral badan pada anak-anak. Nodul-nodul ini bisa timbul
berminggu-minggu setelah eradikasi infeksi tungau dilakukan. Vesikel dan
bulla bisa timbul terutama pada telapak tangan dan jari.

15

Gambar 10. Skabies pada anak *


3. Pemeriksaan penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit
ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari
empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan
tungau dan produknya yaitu :
1. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan
untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan
di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah
mikroskop.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan kedalam
terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya
kemudian dikeluarkan. Bila positif, Tungau terlihat pada ujung jarum sebagai

16

parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi
memerlukan keahlian tinggi.
3. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi
dengan tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama
20-30 menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan
tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena
akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk
gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.
4. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan
minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan H.E *

17

6. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit merupakan
cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar pemeriksaan berhasil,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2. Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3. Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4. Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun
karena

sulitnya

menemukan tungau maka

diagnosis

scabies

harus

dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal


yang menetap.
1.6 Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya adalah:
1. Urtikaria Akut: erupsi pada papul-papul yang gatal, selalu sistemik.

18

Gambar 12. Urtikaria Akut *


2. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian
ekstensor ekstremitas.

Gambar 13. Prurigo nodularis **


3. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya
urtikaria papuler.

Gambar 14. Insects bite ***

19

4. Folikulitis berupa pustul miliar dikelilingi daerah yang eritem.

Gambar 15. Folikulitis ****

1.7 Penatalaksanaan Skabies


Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektivitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur
pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan factor kegagalan terapi yang
pernah diberikan sebelumnya.
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan tubuh
kecuali area wajah dan kulit kepala, dan lebih difokuskan di daerah sela-sela jari,
inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada
pasien anak dan scabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan
skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi
skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4
minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan
yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti scabies
secara berlebihan.

20

Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka pendek dapat
diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik
setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.
a. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies :
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
3. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
4. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
bila perlu direndam dengan air panas.
5. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
6. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan yang
sama dan ikut menjaga kebersihan.
b. Penatalaksanaan secara khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya,
mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan
terjangkau biayanya. Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topical
maupun oral.
a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal

21

ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise


parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena
efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan
keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat
dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat, sebum,
dan juga melalui urin.
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 812 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan
dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada
bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui.
Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.
Efek samping jarang ditemukan, berupa: rasa terbakar, perih, dan gatal,
namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang
sensitive dan terekskoriasi.
b. Presipitat Sulfur 2-10%
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M
(Hizks, 2009). Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%)
dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat
sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat
ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan
di negara yang membutuhkan terapi massal. Bila kontak dengan jaringan

22

hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid
(CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat
aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif
dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau
tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
c. Benzyl benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoate bersifat neurotoksik
pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak
24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi
menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik
dan teratur dan secara kosmetik bias diterima. Efek samping dari benzil
benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum,
karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi
ini dikontraindikasikan pada wanita hamil, menyusui bayi, dan anak-anak
kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan
resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya
yang terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai
alternatif yang lebih murah.
d. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane

23

diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir


kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada
jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan
kematian tungau.
Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Lindane
tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke
bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah
pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal
ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan
Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi
pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan
bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit
kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan,
berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan
kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia,
dan pancytopenia.

24

e. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)


Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik
telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturutturut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2
malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang
ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki
efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim atau
losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita
hamil, bayi dan anak kecil.
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotic makrolid, namun
tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotic, diketahui aktif melawan ekto
dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada
mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filarial
terutama oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB
dan dilaporkan efektif untuk scabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun.
Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif
untuk mengobati scabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis
dan toxicepidermal necrolysis.

25

g. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan
2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfat dengan dasar air
digunakan selama 24%. Pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.
Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan
efek samping yang buruk.
c. Penatalaksanaan skabies berkrusta
Terapi skabies ini mirip dengan bentuk umum lainnya, meskipun scabies
berkrusta berespon lebih lambat dan umumnya membutuhkan beberapa pengobatan
dengan skabisid. Kulit yang diobati meliputi kepala, wajah, kecuali sekitar mata,
hidung, mulut dan khusus dibawah kuku jari tangan dan jari kaki diikuti dengan
penggunaan sikat di bagian bawah ujung kuku. Pengobatan diawali dengan krim
permethrin dan jika dibutuhkan diikuti dengan lindane dan sulfur. Mungkin sangat
membantu bila sebelum terapi dengan skabisid diobati dengan keratolitik.
d. Penatalaksanaan skabies nodular
Nodul tidak mengandung tungau namun merupakan hasil dari reaksi
hipersensitivitas terhadap produk tungau. Nodul akan tetap terlihat dalam beberapa
minggu setelah pengobatan. Skabies nodular dapat diobati dengan kortikosteroid
intralesi atau menggunakan primecrolimus topikal dua kali sehari.

26

e. Pengobatan terhadap komplikasi


Pada infeksi bakteri sekunder dapat digunakan antibiotik oral.
f. Pengobatan simptomatik
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang
secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan anti
skabeis yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi kulit yang
sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolient pada lesi yang kurang aktif mungkin
sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat digunakan triamsinolon 0,1% .
Tabel 1. Pengobatan Skabies

Setelah pengobatan berhasil untuk membunuh tungau skabies, masih terdapat


gejala pruritus selama 6 minggu sebagai reaksi eczematous atau masa penyembuhan.

27

Pasien dapat diobati dengan Emolien dan kortikosteroid topikal, dengan atau tanpa
antibiotic topikal tergantung adanya infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.
Crotamiton antipruritic topikal sering membantu pada kulit yang gatal.
Keluhan sering ditemukan pada pasien yaitu mengalami gejala yang
berkelanjutan selama 2-6 minggu setelah pengobatan berhasil. Hal ini karena respon
tubuh dari kekebalan terhadap antigen tungau. Jika gejalanya menetap di luar 2
minggu, itu mungkin karena diagnosis awal yang tidak sesuai, aplikasi obat yang
salah menyebabkan tungau skabies tetap ditemukan pada pasien. Kebanyakan
kambuh karena reinfeksi dan tidak diobati.
1.8. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan scabies, orang-orang yang
kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal skabisid.
Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran scabies karena
seseorang mungkin saja telah mengandung tungau scabies yang masih dalam periode
inkubasi asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan
dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit,
karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner).
1.9 Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi bakteri atau
karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang ada. Erosi merupakan
tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder. Infeksi sekunder dapat ditandai

28

dengan munculnya pustul, supurasi, dan ulkus. Selain itu dapat muncul eritema,
skuama, dan semua tanda inflamasi lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang
kuat terhadap iritasi. Nodul-nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong,
skrotum, inguinal, penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap
topikal atau antibiotic oral, tergantung tingkat pyodermanya. Selain itu, limfangitis
dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies Norwegian, poststreptococcal glomerulonephritis bisa terjadi karena skabies-induced pyodermas yang
disebabkan oleh Streptococcus pyogens.
1.10 Prognosis
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada individu
yang immunocompetent, jumlah tungau akan berkurang seiring waktu. Infestasi
scabies dapat disembuhkan. Seorang individu dengan infeksi scabies, jika diobati
dengan benar, memiliki prognosis yang baik, keluhan gatal dan ekzema akan sembuh.

29

BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 Kasus
Anak perempuan, usia 10 tahun, bernama An. R dengan berat badan 20 kg.
Memiliki kebiasaan hidup yang kurang higienis. Datang ke poli kulit kelamin
bersama ibu dan ayahnya dengan keluhan dengan keluhan gatal-gatal pada sela jari
tangan dan di tungkai. Gatal-gatal disertai bintil-bintil kecil pada daerah sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan, tangan, perut, lipatan paha dan genital, serta bokong.
Gatal terutama pada malam hari. Gatal serta bintil-bintil awalnya dari jari-jari tangan
lalu menyebar ke daerah perut, sela-sela paha, genital dan bokong, yang terjadi sejak
2 minggu yang lalu. Anak R tinggal bersama keluarga dan saudaranya. Saudara
pasien tinggal di pondok pesantren dan pernah mengalami sakit serupa namun tidak
separah pasien. Pasien mengatakan suka bergantian memakai handuk dan pakaian
saudaranya.
2. 2 Identitas Penderita

Nama

: An.R

Umur

:10 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jenggolo

Pekerjaan

: Pelajar

Pendidikan

: SD

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

2.3 Anamnesa
1. Keluhan utama : Gatal- gatal
2. Riwayat penyakit sekarang
Gatal-gatal disertai bintil-bintil kecil pada daerah sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan, tangan, perut, lipatan paha, genital, serta bokong. Gatal
terutama pada malam hari. Gatal serta bintil-bintil awalnya dari jari-jari
tangan lalu menyebar ke daerah perut, sela-sela paha, genital dan bokong,

30

yang terjadi sejak 2 minggu yang lalu. Anak R tinggal bersama keluarga dan
saudaranya. Saudara pasien tinggal di pondok pesantren dan pernah
mengalami sakit serupa namun tidak separah pasien. Pasien mengatakan suka
bergantian memakai handuk dan pakaian saudaranya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat rawat inap (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat diabetes (-)
Riwayat alergi (-)
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat olahraga (-)
6. Riwayat Gizi
Makanan sehari-hari An. R biasanya 2-3 kali sehari dengan nasi satu
piring, sayur dan lauk pauk berupa tahu dan tempe. An. R gemar sekali makan
sambal dan ikan asin. An. R suka minum susu. Pasien suka makan sayursayuran yang dimasak ibunya.
II. 4 Anamnesis Sistem
1. Kulit

: Warna kulit sawo matang, pucat (-), gatal (+)

2. Kepala

:Sakit kepala (-) rambut kepala rontok (-), luka (-), benjolan(-)

31

3. Mata

: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-)

4. Hidung

: Cairan(-), mimisan (-), tersumbat (-).

5. Telinga

: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-), nyeri(-)

6. Mulut

: sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-), lidah
kotor (-)

7. Tenggorokan

: nyeri menelan (-), suara serak (-)

8. Pernafasan

: sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)

9. Kardiovaskuler

: nyeri dada (-), berdebar-debar (-), ampeg (-).

10. Gastrointestinal

: mual (-), muntah(-), diare (-), nyeri perut (-), BAB normal

11. Genitourinaria

: BAK tidak ada keluhan, warna kuning jumlah dalam batas


normal, gatal di daerah kelamin dan bokong.

12.

Neurologik

: lumpuh (-), kaki kesemutan(-), kejang (-)

13.

Psikiatrik

: emosi stabil (+), mudah marah (-)

14.

Muskolokeletal

: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan kaki
(-), nyeri otot (-), mudah lelah (-).

15.

Ekstremitas atas : bengkak (-), telapak tangan pucat (-), telapak tangan pucat
(-), gatal pada daerah sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan, dan tangan di kedua tangan.

16.

Ekstremitas bawah : bengkak (-) semenjak beberapa bulan terakhir, sakit (-),
telapak tangan pucat (-), kebiruan (-), luka (-), telapak
tangan pucat (-), gatal di kedua lipatan paha.

II. 5 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum

: tampak gelisah, kesan gizi cukup, composmentis


GCS E4 V5 M6

2. Tanda vital

:
Tensi

: Tidak dievalusai

Nadi : 70 x/menit
RR : 40 x/menit
Suhu : 36,5 C

32

3.

Status Dermatologis : Pada Regio Abdominalis, extremitas atas & bawah


(sela jari), inguinalis dextra ad sinistra, gluteus,
genital terdapat papula (+), pustula (+), vesikel (+),
crusta (+), erosi(-), ekskoriasi (+)

4.

Kepala

: Bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut (-),


keriput (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-), nodul-.

5.

Mata

: conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), warna


kelopak putih, refleks cahaya (+/+), radang (-/-),
eksoftalmus (-), strabismus (-)

6.

Hidung

: nafas cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-),


deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-)

7.

Mulut

: mukosa bibir pucat (-), sianosis bibir (-), bibir kering (-),
gusi berdarah (-), tepi lidah hiperemis (-), papil lidah
atrofi(-), plak putih pada lidah (-), stomatitis (-)

8.

Telinga

: membrane timpani intak, otorrhea (-), pendengaran


berkurang (-), nyeri tekan mastoid (-), cuping telinga
normal, serumen (-)

9.

Tenggorokan

: Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-),

10.

Leher

: lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran


kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-), tortikolis (-)

11.

Thorax

: bentuk normal, simetris, pernafasan thoracoabdominal,


retraksi suprasternal (-), retraksi sela iga (-), spidernevi (), sela iga melebar (-), massa (-), krepitasi (-), kelainan
kulit (-), nyeri (-)

12. Abdomen :
Inspeksi : venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-).

33

Palpasi : supel, defense muskuler (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor baik,
asites (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi: peristaltik (+) normal
13. System Collumna Vertebralis:
Inspeksi

: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi

: nyeri tekan (-)

14. Ekstremitas : palmar eritem (-)


-

Akral dingin

Oedema

14. Sistem genitalia : dBN

15. Pemeriksaan neurologik:


kesadaran : composmentis
fungsi luhur : dalam batas normal
fungsi vegetatif : dalam batas normal
fungsi sensorik:

fungsi motorik :

34

N N

N N

Kekuatan

tonus

Ref.Fisiologis

Ref.Patologis

16. Pemeriksaan psikiatri


Penampilan : baik, sesuai dengan umur, perawatan diri baik
Kesadaran : kualitatif tidak berubah, kuantitatif composmentis
Afek : appopriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk

: realistik

Isi

: waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

Arus

: koheren

II.6 Pemeriksaan Penunjang


Usulan pmrx mikroskopis (pengambilan tungau dengan jarum) (+)
ditemukan tungau dan bagian-bagiannya.
II.7 Diagnosis
Skabies

35

II.8 Terapi
dr. Oktiyasari Puji Nurwati
SIP : 207 121 0005
Praktek/ Rumah :

Hari Praktek :

Jl. Joyo Tambaksari 30B

Senin- Jumat

Malang

Pagi 07.00-09.00 WIB

081334950980

Sore 16.00-20.00 WIB


Malang, 18 Februari 2012

R/ Scabimite krim 5% g 30 tube No. I


Sue part in doll
_____________________________________________##
R/ 2-4 zalf krim g 15 tube No. I
Sue part in doll
________________________________________________##
R/ Gabiten tab
Sach. Lact.

qs

m.f.l.a. pulv dtd No. V


S prn 2 dd pulv I p.c.
________________________________________________##

Pro
: An. R
Alamat : Jl. Simpang Gajayana No. 2

Umur : 10 th
BB
: 30 kg

36

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemilihan Terapi


Syarat obat yang ideal adalah :
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
4. Mudah diperoleh dan harganya murah
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk
pasangan seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies
yaitu:
1. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid yang bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini
memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat
ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian
dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin.
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12
jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi
yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil
dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping
jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin hal
tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.
SCABIMITE
Tiap gram krim berisi permetrin 5%

37

Indikasi

: Scabies

Kontraindikasi

: Hipersensitivitas

Efek Samping

: Dapat timbul rasa panas seperti terbakar dan tersengat

yang bersifat ringan dan sementara. Eritema (Kemerahan kulit karena pelebaran
pembuluh- pembuluh darah), ruam kulit.
Perhatian

: Hindari kontak dengan mata, penggunaan pada wanita

hamil, menyusui dan bayi usia kurang 2 bulan belum diketahui keamanannya,
setelah pemakaian ada kemungkinan gejala scabies tidak langsung menghilang.
Dosis

: Sekali pemakaian

2. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)


Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap
masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian
keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang
kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.
Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Lindane
tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke
bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian
dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk
memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6
jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari,
serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%. Efek samping lindane antara
lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau
bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit
kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut
dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa

38

bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan


darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
2-4 Zalf
Komposisi

: Salicylic acid 2%, sulfur precipitated 4%

Indikasi

: terapi scabies dan iritasi

Cara pemberian : gunakan pada daerah yang sakit


3. Antihistamin H1
Antihistamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan atau kerja
histamine. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis
histamine yang manapun termasuk reseptor H1. Agonis histamine H1 ini bekerja
dalam penghambatan efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan
bermacam- macam otot polos, selain itu juga dapat mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan pelepasan histamine endogen yang berlebihan.
Terapi antihistamin pada pasien ini menggunakan antihistamin H1 golongan
sisa

yaitu mebhidrolin yang dugunakan untuk menurunkan utikaria, rhinitis

vasomotor, pruritus, dan eksema.


Gabiten
Komposisi

:mebhydrolin napadisylate setara dengan mebhydrolin.

Indikasi

:alergi, dermatitis, urtikaria, pruritus, rinitis alergi, rhinitis

vasomotor, konjungtivitis, hayfever, alergi terhadap obat-obatan.


Kontra indikasi

:asma akut, hipersensitif terhadap mebhidrolin napadisilat.

Efek samping

:mengantuk, lesu, mulut kering, kehilangan nafsu makan,

hipotensi, tinitus, euforia, sakit kepala. Gangguan pencernaan, stimulasi susunan


saraf pusat. Reaksi alergi, diskrasia darah reversibel.
Dosis

:dewasa dana anak-anak usia lebih dari 10 tahun : 3 kali sehari 1-2

kaplet.
Cara pemberian : dikonsumsi bersamaan dengan makanan

39

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan dan Saran
Scabies merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi Sarcoptes scabiei var. hominis dengan prevalensi di negara berkembang
6%-27% pada populasi umum. Meski sekarang sudah sangat jarang dan sulit
ditemukan laporan terbaru tentang kasus skabies diberbagai media di Indonesia
(terlepas dari faktor penyebabnya), namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit
ini masih merupakan salah satu penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup
dan kerja sehari-hari. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Penularannya
dengan 2 cara yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.
Di berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan
pada keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat
pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau
cenderung jelek.
Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak
langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat terutama tersitanya
waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari
juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan
efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas
hidup masyarakat

40

Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna,


menyerang manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada
tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan
tungau. Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul,
vesikel, erosi, ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam
berbagai variasi. Bila infeksi sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang
ditandai dengan munculnya pustul maupun timbulnya gejala infeksi sistemik
Penanganan yang menjadi pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan
di kulit 8-12 jam serta edukasi pasien.

41

DAFTAR PUSTAKA
Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.
Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following
Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 8891.
Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Scabies and Pediculosis Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.
Jakarta: EGC; 1996. 191-5.
Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human
and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.
Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions. J
Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279292.
Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A.
Schwartz.Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006.
December. 6:769-777

42

P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. 2011. Scabies.


Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 267780
Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies
prevention and Control Manual.
Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.
2005. Januari. 1(951)/7-11.
Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.
Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies (online).
2007. [cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai