Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

ARSITEKTUR KOTA 1

HASIL SURVEY PADA RUSUNAWA SUKARAMAI


KELURAHAN SUKARAMAI II KECAMATAN MEDAN AREA
OLEH :
GILANG ANGGIAT P. NUGROHO
(130320020)

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
SUMATERA UTARA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju


pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami

yaitu

kelahiran dan terutama juga pengaruh dari perpindahan penduduk yang sangat
pesat dari desa ke kota (urbanisasi). Laju pertumbuhan penduduk yang pesat
ini tentu akan membawa beragam permasalahan
kemacetan dan kesemrawutan kota,
munculnya

di

kemiskinan,

daerah

perkotaan

meningkatnya

seperti

kriminalitas,

pemukiman kumuh atau daerah slum (slum area) terutama pada lahan-

lahan kosong seperti jalur hijau disepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta api,
taman-taman kota maupun di bawah jalan layang.
Pemukiman kumuh (daerah slum) adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak
beraturan yang terdapat di daerah perkotaan. Pemukiman kumuh ini merupakan
pemukiman liar karena dibangun di atas tanah milik negara atau tanah milik orang
lain. Ciri-ciri daerah slum ini adalah banyak dihuni oleh pengangguran, tingkat
kejahatan / kriminalitas tinggi, demoralisasi tinggi, emosi warga tidak stabil, miskin
dan berpenghasilan rendah, daya beli rendah, kotor, jorok, tidak sehat dan tidak
beraturan, warganya adalah kaum migran yang bermigrasi dari desa ke kota,
fasilitas

publik

sangat

tidak memadai,kebanyakan warga slum bekerja sebagai

pekerja kasar dan serabutan, bangunan rumah kebanyakan gubuk-gubuk dan rumah
semi permanen.
Keberadaan permukiman kumuh menjadi salah satu indikator gagalnya
pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan perumahan
kota yang

berkelanjutan.

Selain

dan

tata

menimbulkan keruwetan tata ruang kota maka

padatnya permukiman kumuh di sepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta api,
areal pemakaman umum, di bawah jembatan maupun jalan layang ini juga berdampak
bagi lingkungan hidup, kesehatan dan standar hidup warga perkotaan, serta rawan
menimbulkan tindak kejahatan. Konflik juga tak terhindarkan ketika pemerintah
daerah berusaha

mengatur

tata ruang

dan

tata

kota yang

amburadul,

sementara

keberadaan permukiman kumuh justeru dianggap sebagai solusi bagi

warga miskin yang hidup di perkotaan. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah pada
proses penggusuran, relokasi, dan pembebasan
sering

kali

menimbulkan

penolakan

lahan sangat minim sehingga

warga, bahkan tak jarang mereka sampai

bertindak anarkhis demi membela tempat tinggal miliknya. Kondisi


memperlihatkan

bahwa

ini

permasalahan permukiman kumuh harus mendapat skala

prioritas dalam penanganannya.


Pembangunan rumah susun menjadi solusi bagi penataan kawasan kumuh.
Menurut Lampiran Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM), menyebutkan bahwa di wilayah perkotaan telah meningkat luas
permukiman kumuh dari 40.053 Ha pada tahun 1996 menjadi 47.500 Ha pada
tahun 2000. Pembangunan rumah susun juga akan membantu mengatasi kemacetan
lalu lintas dan dapat menekan serta menghemat biaya transportasi yang pada
akhirnya dapat menekan inefisiensi di dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Di samping itu, rumah susun dibangun sebagai upaya pemerintah guna


memenuhi masyarakat perkotaan akan papan yang layak dalam lingkungan yang
sehat. Selain itu, hal ini juga dijadikan sebagai salah satu alternatif pemecahan
masalah pengadaan lahan yang sangat sulit didapat di wilayah- wilayah kota-kota
besar di Negara berkembang, seperti Indonesia yang sangat padat penduduknya
akibat urbanisasi, misalnya yang terjadi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang,
dan Medan.
Rusun Sukaramai merupakan salah satu upaya pemerintah dalam penyediaan
kebutuhan papan bagi masyarakat ekonomi lemah kota Medan. Rusun Sukaramai
sendiri sudah berumur kurang lebih 21 tahun. Namun tidak seperti hunian pada
umumnya Rusun Sukaramai ini semakin mengalami kemerosotan dari segi fisik
bangunannya, lingkungan, bahkan social budaya penghuni di dalamnya. Survey ini
dilakukan untuk melihat secara aktual dan menuliskannya ke dalam bentuk narasi
tentang kondisi dan keberlangsungan Rusun Sukaramai tersebut.

1.2

Tujuan Survey
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan survey ini adalah :
a. Untuk

mengetahui bagaimana kehidupan

ekonomi

dan

sosial

budaya

penduduk di Rusun Sukaramai Medan.


b. Untuk mengetahui strategi adaptasi penduduk dalam kehidupan ekonomi
dan sosial

budaya

untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya di Rusun

Sukaramai.
c. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di Rusun Sukaramai tersebut.

1.3

Manfaat Survey
Hasil survey ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Akademis :
1. Menambah khasanah pengetahuan tentang Rumah Susun.
2. Sebagai

bahan

perbandingan

terhadap

penelitian-penelitian sebelumnya

tentang Rumah Susun yang dibangun oleh pemerintah.


b. Manfaat Praktis :
1.

Sebagai bahan masukan bagi para perencana dan pengambil keputusan dalam
rangka membuat berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan
Rumah Susun.

2.

Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Medan dalam rangka menyusun
berbagai program penataan kembali Rumah Susun.

BAB II
KAJIAN EMPIRIS

2.1

Pengertian dan Karakteristik Rumah Susun.


Pengertian rumah susun menurut kamus besar Indonesia merupakan
gabungan dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan
untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang
diatur secara bertingkat. Jadi pengertian rumah susun adalah bangunan untuk
tempat tinggal yang diatur secara bertingkat.
Menurut UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun. Rumah Susun adalah
bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi
dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama
Jadi bisa dikatakan bahwa rumah susun merupakan suatu pengertian yuridis
arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan
perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian atau bukan
hunian.

Secara

mandiri

ataupun

terpadu

sebagai

satu

kesatuan

sistem

pembangunan.
Rumah Susun dapat juga diartikan sebagai bangunan yang dibangun untuk
menampung sekumpulan manusia yang terorganisir kedalam suatu wadah dengan
pertimbangangan kehidupan manusia hidup secara layak secara horizontal dan
vertikal dengan sistem pengelolaan yang menganut konsep kebersamaan.
Landasan Hukum dari Pembangunan Rumah Susun adalah dengan adanya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, tentang Rumah Susun, yang telah
memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan pembangunan rumah susun di
Indonesia, serta adanya tiga peraturan Menteri Dalam Negeri yaitu Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1975, tentang pendaftaran hak-hak atas
tanah kepunyaan bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di
atasnya serta penerbitan sertifikatnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14
Tahun 1977 tentang penyelanggaraan tata usaha pendaftaran tanah mengenai hak
atas tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada
di atasnya, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 Tahun 1983,tentang
tata cara permohonan dan pemberian izin penerbitan sertifikat hak atas tanah
kepunyaan bersama yang disertai dengan pemilikan secara terpisah bagian-bagian
pada bangunan bertingkat.
Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut telah memberikan landasan hukum
untuk dapat memiliki secara individu atas bagian-bagian dari bangunan di atas
tanah yang dimiliki bersama sebelum diterbitkannya Undang-undang rumah susun.
Selain ketentuan di atas ada ketentuan lain yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 1988, tentang rumah susun yang telah diundangkan pada tanggal 26 April
1988.
2.2 Sistem Kepemilikan Rumah Susun
A. Kepemilikan

Bersama,

yang

dimiliki

secara

bersama-sama

secara

proporsional dengan para pemilik lainnya pada Rumah Susun tersebut, yang
terdiri dari :

Tanah bersama, adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak
bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri Rumah Susun
dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan. Yang dapat
dijadikan tanah bersama dalam pembangunan rumah susun adalah
tanah-tanah yang berstatus/bersertifikat hak milik, HGB atau hak
pakai.

Mengingat

penyelenggara

pembangunan

(pengembang)

berbadan hukum, maka tanah bersama itu akan bersertifikat induk


HGB, yang nantinya HGB tersebut tidak dipecah tetapi akan diberi
keterangan bahwa HGB tersebut telah melahirkan beberapa sertifikat
hak milik satuan Rumah Susun (SHM Sarusun) dan tidak dapat
dialihkan atau dijaminkan.

Bagian bersama, adalah bagian Rumah Susun (melekat pada struktur


bangunan ) yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian
bersama dalam satu kesatuan Fungsi dengan satuan Rumah Susun.
Contoh, fondasi, atap, lobi, lift, saluran air, jaringan listrik, gas, dan
telekomunikasi.

Benda bersama, adalah benda yang bukan merupakan bagian Rumah


Susun (tidak melekat pada struktur bangunan), tetapi dimiliki bersama
secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Contoh, tanah, tempat
parkir, kolam renang yang di luar struktur, dan lain-lain.

B. Kepemilikan Perseorangan, adalah hak kepemilikan atas unit Sarusun


ruangan dalam bentuk geometrik tiga dimensi yang dibatasi oleh dinding dan
digunakan secara terpisah atau tidak secara bersama-sama. Adapun dinding
yang menopang struktur bangunan merupakan bagian bersama, hak ini akan
tergambar dalam pertelaan Rumah Susun tersebut dan luas/ukuran unit
sarusun akan diuraikan dalam SHM sarusun-nya. Pada poin ini, Anda harus
berhati-hati karena untuk pre-project selling luas ukuran belum diketahui
secara pasti.

BAB III
HASIL OBSERVASI

3.1 Kondisi
Suasana yang tidak baik terlihat ketika memasuki area Rumah Susun yang terletak
di Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area. Gedung empat lantai itu ditinggali
oleh 400 Kepala Keluarga (KK), mereka terdiri dari berbagai etnis, tetapi lebih banyak
dihuni oleh masyarakat etnis Tionghoa. Setiap unitnya bisa ditempati 5 KK, dengan luas
ruangan berukuran 3 x 6 meter. Dalam ruangan seukuran sel tahanan polsek itu, dihuni
oleh 5 sampai 8 anggota keluarga. Mereka tidur saling berdesak-desakan, jarang ada
sekat atau kamar-kamar yang membatasi anak perempuan maupun laki-laki, kecuali
kamar untuk ibu dan ayah. Rusun Sukaramai sendiri terdiri dari berbagai Blok dan tipe,
dari Blok A6 sampai Blok 10 dan tipe 21 sampai 45.

Gambar 3.1

Block A7 Rusun Sukaramai Medan Area.

Ketika memasuki anak tangga pertama di Blok A7, pemandangan menjijikan


tersaji. Sampah-sampah dibuang dengan sembarangan, membusuk bersama air limbah

rumah tangga yang terbuang tidak melalui parit-parit yang tersedia. Pipa-pipa saluran
air pembuangan tampak tak terawat, sehingga air pembuangan dari kamar mandi
terbuang lewat pipa yang bocor. Aroma bau pesing bercampur sampah yang membusuk
pun terasa menyengat. Anak-anak tangga yang hanya dibangun dengan beton pracetak
di Blok A7 ini sama sekali tak memiliki pegangan atau railing tangga. Kondisi ini tentu
sangat membuat khawatir penghuni terutama yang telah lanjut usia (lansia) juga anak
kecil. Diantara Blok A6 dan A7 terdapat jarak yang mungkin awalnya didesain sebagai
ruang komunal atau ruang terbuka bagi para pengguna, namun ruang antar blok
bangunan ini sudah dipenuhi oleh sampah yang membusuk.

Gambar 3.2 Tangga di Blok A7 yang tidak memiliki railing dan banyaknya
sampah.

Penampilan fasade bangunan juga terlihat sangat memprihatinkan. Tiap tembok


bangunan hampir tidak memiliki cat lagi sebagai penutupnya. Tembok terkelupas,
bahkan berlumut. Di hampir tiap lorong bangunan tidak jarang terlihat air tergenang
akibat sistem floor drain yang tidak baik bahkan di beberapa tempat tidak ada.
Genangan air ini juga disebabkan oleh plat-plat lantai yang mulai retak sehingga
menimbulkan rembesan air.

Gambar 3.3 Suasana di ruang antara blok A6 dan A7

Gambar 3.4 Suasana lorong yang tergenang air.

Gambar 3.5 Tampak depan Blok A7

Gambar 3.6 Saluran air dipenuhi sampah.


BAB V
KESIMPULAN
1.1 Kesimpulan
Rumah Susun Sukaramai Blok A-6 dan A-7 menunjukkan kondisi yang
kurang baik dalam mencapai kriteria kesehatan, kenyamanan dan keamanan.
Penghuni cenderung mengesampingkan aspek fisiologis demi pemenuhan keinginan
mereka akan ruang. Selain itu, buruknya penampilan rumah susun sebagai akibat
kurangnya perawatan juga menyebabkan rasa kurang nyaman. Dan juga lemahnya
usaha pengelola dan penghuni dalam merawat dan menjaga seluruh fasilitas menjadi
kendala dalam mencapai kriteria keamanan.

Anda mungkin juga menyukai