DM
DM
masalah di seantero dunia. Dari laporan yang ada, prevalensi makin meningkat
bersama peningkatan decade umur. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
prevalensi tertinggi terdapat pada usia lanjut. Patofisiologi timbulnya diabetes tipe 2
yaitu adanya produksi insulin dan resistensi insulin. Kontrol terhadap gula darah
dan terhadap komplikasi merupakan tujuan akhir. Target kadar gula darah agar
dapat menghindari komplikasi adalah: pada saat puasa antara 80-120mg% serta
120-160 pada 2 jam sesudah makan.
Kadar gula darah yang tinggi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan
komplikasi kronik pada pembuluh darah (mikroangiopati dan makroangiopati) serta
pada saraf (neuropati), sedangkan hiperglikemia akut akan menyebabkan efek
langsung terjadinya disfungsi endotel, gangguan hemoreologi (trombosit, eritrosit,
leukosit dan makrofag). (Rochmah walisah, 2011). Disfungsi endotel, hemoreologi
dan
peningkatan
kadar
gula
darah
dapat
meningkatkan
viskositas
dan
memperlambat laju oksigenasi dan nutrisi jaringan yang pada akhirnya dapat
mnyebabkan hipoksia.
Perubahan fisik karena perubahan komposisi tubuh yang menyertai
pertabahan umur umumnya bersifat fisiologis, seperti turunnya tinggi badan, berat
badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar, kemampuan berbagai rasa, turunnya
berbagai fungsi tubuh, termasuk turunnya fungsi system endokrin dalam
mempertahankan toleransi tubuh terhadap glukosa. Menurunnya berat jaringan
sasaran (khususnya jaringan otot), merupakan salah satu faktor yang menurunkan
kecepatan ambilan glukosa, sehingga akan mengakibatkan kadar gula darah
meninggi. Demikian juga turunnya jumlah cairan tubuh akan ikut meningkatkan
kadar gula darah tersebut. Peningkatan jumlah jaringan lemak pada usia lanjut
dianalogikan dengan keadaan kegemukan, oleh karena itu kenaikan kadar gula
darah diduga karena terjadinya resistensi insulin. Berdasarkan hal-hal tersebut,
maka kenaikan kadar gula darah pada usia lanjut, mekanismenya dianggap sama
dengan DM tipe2 (Rochmah wasilan, 2011).
Dasar pemeriksaan perioperatif adalah anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
komperhensif. Sebagaimana diperkirakan bahwa sepertiga pasien diabetik tidak
menyadari penyakitnya, mungkin penting untuk menskrining semua pasien rencana
operasi sedang atau besar dengan memeriksa glycosylate hemoglobin(HbA1c). Pada
penelitian pasien nondiabetik yang datang untuk penangana emergensi infeksi
jaringan lunak, kurang dari 5% memiliki GDS >180mg/dL. Sebagai tambahan
khususnya pada pasien operasi spinal yang memanjang (posisi prone) dan operasi
jantung bypass. Pada pasien DM tipe 1 dihubungkan dengan sindroma Stiff joint
yang berpotensi secara signifikan memberi resiko selama penanganan airway saat
general anestesi. Mengenai sendi temporomandibula, atlanto occipital, dan vertebra
servical lainnya, perawakan pendek kulit spt lilin yang dihubungkan dengan
hiperglikemia kronik dan tidak adanya ensim glikosilasi kolagen sehingga
menumpuk pada sendi. Adanya prayer sign dapat diketahui dengan mengamati
pasien yang tidak dapat merapatkan permukaan kedua telapak tangan pada sendi
falangs hal ini menggambarkan kekakuan sendi vertebra servikal dan berpotensi
kesulitan intubasi.
Lebih jauh, evaluasi airway seharusnya penilaian kelenjar tiroid dimana DM
tipe 1, 15% diuhubungkan dengan penyakit autoimun seperti tiroiditis Hasimoto dan
graves desease.
Evaluasi laboratorium perioperatif pada semua pasien diabetes rencana
operasi sedang atau mayor, operasi jantung atau nonjantung seharusnya termasuk
konsentrasi gula serum, HbA1c, elektrolit, BUN, dan kreatinin (memperkirakan
GFR).
Sebagai
tambahan
urinalisis
seharusnya
dinilai
proteinuria
dan
Pada pasien tidak dilakukan seperti yang kita kemukakan diatas, hal ini
dikarenakan keadaan dan sumber daya yang dimiliki.