Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN

GANGGUAN PSIKOLOGIS POSTPARTUM : POSTPARTUM BLUES


A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada
tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai
suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai milk
fever karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi.
Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity
blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek
ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau
pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga
sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua
minggu pasca persalinan. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai
sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak
dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai
sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang
menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan
tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadangkadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih
berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak
lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan
suami dan perkembangan anak, karena stres dan sikap ibu yang tidak
tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang
mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurung dan mudah
sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat
kehamilan. Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami
perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana
hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si
bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada
saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin,

progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi


kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
2. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai
saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan
terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
a. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar
estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar
estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan
emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang
bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan
dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
b. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
d. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan
kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan
sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah
suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga,
dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu
pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu
mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya
atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu,
tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan
suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si
sulung.
e. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
f. Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post
partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal,
biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak
dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat

tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para


wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika
mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja
mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.
g. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum
blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar
individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985)
menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang
berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge
Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan
alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu
depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar,
penggunaan

tang,

tusuk

punggung,

episiotomi

dan

sebagainya.Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca


melahirkan juga dapat dianggap pemicu.

Patoflow Post Partum Blues


3. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap
seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari
setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya sering
tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau
makan, tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah
tersinggung (iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,
tidak bergairah, khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak
mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak

mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja Anda lahirkan ,
insomnia yang berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah
persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara
beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung
beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum
depression.
4. Insiden
Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi
perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita
pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai
faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut.
Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar negeri melaporkan
angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%,
yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan
kriteria diagnosis yang digunakan.
5. Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
a. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau
keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu
b. Menu makanan yang seimbang
c. Olah raga secara teratur
d. Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan
bayinya.
e. Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami
f. Rekreasi
6. Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa
secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan
beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan

depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada.
Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang
mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang
mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang sangat
rendah.
Skrining

untuk

mendeteksi

gangguan

mood/depresi

sudah

merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk


skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat
bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan
kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas
perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaanpertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan,
perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues .Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana
setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai
nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang
dirasakan ibu pasca salin saat itu.Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu
dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al.,
mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki
sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis
kejadian post-partum blues .EPDS juga telah teruji validitasnya di
beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan
Indonesia.EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin
dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu
kemudian.
7. Penatalaksanaan
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali
terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuang
sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada
suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui
apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau

sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali hanya


mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak
gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai
merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak
berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya.
Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan
yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan
yang sesungguhnya.Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis
seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.Mereka
membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan
mereka

dari

situasi

yang

menakutkan.

Mungkin

juga

mereka

membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa


gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman
dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali
kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa
kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan
perawatan bayi.Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari
para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang
berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan
para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin
dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan
tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang
diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu:
dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara
memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan
dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam
masa-masa tersebut serta penanganannya. Post-partum blues juga dapat
dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan
meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus
dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi

bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap


fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan
para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan
menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling emosional, bantuanbantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan
harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis
besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku,
emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan
melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk
dilakukan

oleh

merefleksikan

perawat

respons

perinatal.Rencana

perilaku

yang

keperawatan

diharapkan

dari

harus

gangguan

tertentu.Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan


keadaannya yang spesifik.Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat
mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 )
dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi ;
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain-lain
b. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa
proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat
hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu
dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu
tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran
pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka
dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ;
induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa
kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan
sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman
melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk
menjadi orang tua.
c. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan
seksualitas ibu.Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan
tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan
adaptasinya dalam menjadi orang tua.Konsep diri dan citra tubuh ibu

juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.Perasaan-perasaan yang


berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan
seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang
baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual
karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan
mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
d. Interaksi Orang tua Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi
evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru.Respon orang tua
terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku
maladatif.Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku
maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu.Banyak
orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai
akhirnya keterampilan mereka membaik.Kualitas keibuan atau
kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan
perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya
kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua
bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk
menegakkan hubungan mereka.
e. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis
orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan
keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan
ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif
ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan
karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat
mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi
yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya,
dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa
tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon
orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya.Mereka tidak dapat
merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi

bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak
merasa tertarik untuk melihat anaknya.Tugas merawat anak seperti
memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang
menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara berespon
terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah
keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan
melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk
menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
f. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post
partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga.
Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat
dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan
keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu
meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji
kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan
membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah
tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E.
Doenges ( 2001 ) Adalah :
1) Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.
2) Sirkulasi Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam
hari.
3) Integritas Ego
Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues " sering
terlihat kira-kira 3 hari setelah kelahiran).
4) Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
5) Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari
hari ke-3.
6) Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke3 sampai ke-5 pascapartum.
7) Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah
kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia
rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia
serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ;
rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ;
menyusui). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama,
berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin
lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues diantaranya Adalah :
a. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik
fisik payudara ibu.
b. Risiko

tinggi

terhadap

perubahan

peran

menjadi

orang

tua

berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional


c. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu berkaitan perubahan
emosional yang tidak stabil pada ibu
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan
psikologis

(sangat

gembira,

ansietas,

kegirangan),

nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan.


e. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi
berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan
interpretasi, tidak mengenal sumber sumber.
f. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan
kecukupan pemenuhan kebutuhan kebutuhan individu dan tugas
tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke
permukaan.

3. Rencana Keperawatan

No.
1.

Diagnosa

Tujuan

Keperawatan
Menyusui

Setelah

Intervensi

melakukan 1. Kaji

Rasional

pengetahuan

berhubungan dengan asuhan keperawatan

dan

tingkat pengetahuan, selama 3 x 24 jam

klien

pengalaman

menyusui

dan

sebelumnya

mengembangkan

sebelumnya,

diharapkan

pasien

usia dapat :

pengalaman

1. Membantu dalam

tentang

mengidentifikasi
kebutuhan saat ini

gestasi bayi, tingkat Krieria hasil :

rencana

dukungan,

perawatan.

1. Mengungkapkan

struktur/karakteristik

pemahaman

fisik payudara ibu.

tentang

2. Mempunyai
2. Tentukan

sistem

yang

proses/situasi

pendukung

menyusui,

tersedia pada klien,

meningkatkan

dan sikap pasangan /

kesempatan untuk

keluarga.

pengalaman

2. Mendemonstrasi
kan
efektif

teknik

yang

dukungan

dari

cukup

menyusui dengan

menyusui

berhasil.

3. Menunjukkan

3. Membantu

kepuasan

3. Berikan

regimen
menyusui
sama lain.

satu

informasi,

menjamin

supli

verbal dan tertulis,

susu

mengenai

fisiologi

mencegah putting

keuntungan

pecah dan luka,

dan

adekuat,

menyusui, perawatan

memberikan

putting

kenyamanan, dan

dan

payudara, kebutuhan

membuat

diet

ibu menyusui.

khusus,

dan

faktorfaktor

yang

memudahkan

atau

mengganggu
keberhasilan

peran

menyusui.

4. Posisi yang tepat


biasanya

4. Demonstrasikan dan

mencegah

luka

tinjau ulang teknik

putting,

tanpa

teknik menyusui

memperhatikan
lamanya
menyusu.
5. Pelayanan

ini

mendukung
5. Identifikasi sumbersumber yang tersedia
di masyarakat sesuai
indikasi ; misalnya ;
progam
2.

Risiko tinggi terhadap Setelah


perubahan
menjadi

ASI

melalui
pendidikan klien
dan nutrisional.

Kesehatan

Ibu dan Anak (KIA).


melakukan 1. Kaji
kekuatan, 1. Mengidentifikasi

peran asuhan keperawatan


orang

pemberian

tua selama 3 x 24 jam

berhubungan dengan diharapkan

pasien

kelemahan,
status

usia,

perkawinan,

faktor

faktor

risiko potensial dan

ketersediaan sumber

sumber-sumber

pengaruh komplikasi dapat :

pendukung dan latar

pendukung,

fisik dan emosional

belakang budaya.

mempengaruhi

Krieria hasil :
1. Mengungkapkan
masalah

kemampuan

dan

klien/pasangan

pertanyaan

untuk

tentang

tantangan

menjadi

orang tua

menerima
peran

menjadi orang tua.

2. Mendiskusikan
peran

yang

respons 2. Kemampuan klien

klien/pasangan

untuk

orang tua secara

terhadap

kelahiran

secara positif untuk

realistis

dan peran menjadi

menjadi orang tua

orang tua.

mungkin

3. Secara

menjadi

2. Perhatikan

aktif

mulai melakukan

beradaptasi

dipengaruhi

oleh

tugas perawatan

reaksi ayah dengan

bayi baru lahir

kuat.

dengan tepat
4. Mengidentifikasi
sumber-sumber.

3. Evaluasi sifat dari


menjadi
secara
fisik

orangtua
emosi

yang

dan

pernah

dialami

3. Peran

menjadi

orang

tua

dipelajari,

dan

individu memakai
peran

klien/pengalaman
selama kanak-kanak.

orang

tua

mereka

sendiri

menjadi

model

peran.
4. Tinjau ulang catatan 4. Persalinan
sulit,

lama

intrapartum terhadap

dan

dapat

lamanya persalinan,

secara

adanya

komplikasi,

menurunkan energi

dan peran pasangan

fisik dan emosional

pada persalinan.

yang perlu untuk

sementara

mempelajari peran
menjadi ibu dan
dapat

secara

negatif
5. Evaluasi status fisik
masa lalu dan saat
ini

dan

kejadian

komplikasi pranatal,
intranatal,

atau

pascapartal.

mempengaruhi
menyusui.
5. Kejadian

seperti

persalinan praterm,
hemoragi, infeksi,
atau

adanya

komplikasi

ibu

dapat
mempengaruhi
kondisi psikologis
6. Evaluasi
bayi

kondisi
;

klien.

komunikasikan

6. Ibu

dengan

staf

perawatan

sesuai

indikasi.

sering

mengalami
kesedihan

karena

mendapati bayinya
tidak seperti bayi

7. Pantau

dan

dokumentasikan

yang diharapkan.
7. Beberapa ibu atau

interaksi
klien/pasangan
dengan bayi

ayah

mengalami

kasih

sayang

bermakna
pertama

pada
kali

selanjutnya,
mereka dikenalkan
pada bayi secara

8. Anjurkan

bertahap.

pasangan/sibling
untuk

mengunjungi

dan

menggendong

bayi

dan

berpartisipasi
terhadap
perawatan

aktifitas

8. Membantu
meningkatkan
ikatan

dan

mencegah perasaan
putus asa.

bayi

sesuai izin.
9. Kolaborasi

dalam

merujuk

untuk

konseling

bila

keluarga

beresiko

tinggi

terhadap

masalah

menjadi

orang tua atau bila


ikatan
diantara

positif

9. Perilaku
orang

menjadi
tua

negatif

yang
dan

ketidakefektifan
koping
memerlukan
perbaikan melalui
konseling,

klien/pasangan

dan

bayi tidak terjadi.


3.

Risiko tidak efektif Setelah


koping

melakukan

individual asuhan keperawatan

pemeliharaan atau
bahkan psikoterapi

yang lama.
respon 1. Terhadap

1. Kaji

klien

hubungan langsung

berhubungan dengan selama 3 x 24 jam

selama pranatal dan

antara penerimaan

krisis

dan

periode

yang positif akan

dan

peran feminin dan

maturasional diharapkan

pasien

emosional

dari

dapat :

intrapartum

kehamilan/mengasuh

Krieria hasil :

persepsi

anak dan melakukan

1. Mengungkapka

klien

keunikan

tentang

feminin

serta
yang

peran

ibu

dan

n ansietas dan

penampilannya

adaptasi

menjadi

orang

tua

respon

selama persalinan

positif

(atau

melepaskan

untuk

adopsi),

emosional
2. Mengidentifikas
kekuatan

ketidakadekuatan

individu

sistem

kemampuan

oleh

koping pribadi

pasangan

dan

3. Mencari

anak,

menjadi ibu, dan

persepsi tidak realistis

terhadap

kelahiran

kerentanan personal,
pendukung,

fungsi

menyusui.
diskusi 2. Membantu klien /
pasangan bekerja
klien
/

2. Anjurkan

tentang

melalui proses dan

persepsi

memperjelas

sumber-sumber

pengalaman

realitas

yang

kelahiran.

pengalaman

sesuai
kebuuhan.

tepat

3. Kaji

terhadap

gejala depresi yang


fana

("

perasaan

sedih

"

pascapartum) pada
hari ke-2 sampai
ke-3

pascapartum

(misalnya

ansietas, menangis,
kesedihan,
konsentrasi

yang

dari

fantasi.
3. Sebanyak 80 % ibu
ibu mengalami
depresi sementara
atau
emosi

perasaan
kecewa

setelah melahirkan.

buruk, dan depresi


ringan atau berat).
4. Evaluasi

4. Membantu

dalam

mengkaji

kemampuan koping

kemampuan klien

masa

klien,

untuk

belakang

stres.

lalu

latar
budaya,

mengatasi

sistem

pendukung,

dan

rencana

untuk

bantuan

domestik

pada saat pulang.


5. Berikan dukungan
emosional

dan

bimbingan

5. Keterampilan
menjadi ibu / orang
tua bukan secara
insting tetapi harus

antisipasi

untuk

membantu

klien

dipelajari.

mempelajari peran
baru dan strategi
untuk

koping

terhadap bayi baru


lahir.
6. Anjurkan

6. Membantu
pasangan

pengungkapan rasa

mengevaluasi

bersalah, kegagalan

kekuatan dan area

pribadi, atau keragu

masalah

secara

raguan tentang

realistis

dan

kemampuan

mengenali

menjadi orang tua

kebutuhan
terhadap
profesional
tepat.

bantuan
yang

7. Kolaborasi

dalam 7. Kira kira 40 %

merujuk

wanita

klien/pasangan

depresi

pada

pascapartum

kelompok

pendukungan

ringan mempunyai

menjadi orang tua,

gejala

pelayanan

yang

sosial,

kelompok
atau

pelayanan perawat
Gangguan pola tidur Setelah

kelelahan

Respon hormonal dan selama 3 x 24 jam

kebutuhan

psikologis

istirahat.

(sangat diharapkan

pasien

dan
untuk

evaluasi lanjut.

kelahiran yang lam


dan

sulit,
malam,

tingkat kelelahan.

n, proses persalinan

penilaian

dan

mengakomodasi

bila

perubahan

mempengaruhi

untuk 2. Kaji
yang

diperlukan

factor-faktor,
ada

yang

istirahat.

2. Membantu
meningkatkan
istirahat, tidur dan
relaksasi

dengan

dan

menurunkan

kebutuhan
terhadap anggota 3. Berikan
tentang
keluarga baru

informasi
kebutuhan

untuk tidur/istirahat

2. Melaporkan
peningkatan rasa

setelah kembali ke

sejahtera

rumah.

istirahat.

atau

meningkatkan

nyeri/ketidaknyamana 1. Mengidentifikasi

melelahkan.

dapat memerlukan

terjadi

Krieria hasil :

kelahiran

menetap

khususnya bila ini

ansietas, dapat :

kegirangan),

gejala

berkunjung.
melakukan 1. Kaji
tingkat 1. Persalinan

berhubungan dengan asuhan keperawatan

gembira,

sampai 1 tahun dan

komunitas,

4.

dengan

dan

rangsang.
3. Rencana

yang

kreatif

yang

membolehkan
untuk tidur dengan
bayi

lebih

awal

serta tidur siang


membantu
memenuhi

untuk

kebutuhan tubuh.
4. Berikan

informasi

tentang

efek-efek

kelelahan

dan

ansietas pada suplai


ASI.

4. Kelelahan

dapat

mempengaruhi
penilaian
psikologis,

suplai

ASI,

dan

penurunan refleks
secara psikologis.

5. Kaji
rumah,

lingkungan 5. Multipara dengan


anak di rumah
bantuan

dirumah, dan adanya

memerlukan tidur

sibling dan anggota

lebih

keluarga lain.

dirumah

banyak
sakit

untuk

mengatasi

kekurangan
dan
5.

Kurang pengetahuan Setelah

melakukan 1. Pastikan
klien

diri dan perawatan selama 3 x 24 jam

persalinan

dan

lama

bayi

kelahiran,

lama

dan

persalinan,

dan

dengan

kurang dapat :

pemajanan/mengingat
,
interpretasi,

pasien

Krieria hasil :

tingkat

kesalahan 1. Mengungkapkan
tidak

memenuhi

kebutuhannya.
persepsi 1. Terhadap

mengenai perawatan asuhan keperawatan


berhubungan diharapkan

tidur

tentang

kelelahan

klien.

hubungan

untuk

antara

persalinan
kemampuan
melakukan

tanggung

jawab

tugas dan aktifitas-

berhubungan

aktifitas perawatan

mengenal sumber

dengan

diri/perawatan

sumber.

pemahaman

bayi.

perubahan

2. Kaji kesiapan klien 2. Periode pascanatal

fisiologis,

dan motivasi untuk

dapat

kebutuhan

belajar.

pengalaman positif

individu,

hasil

yang diharapkan
2. Melakukan

bila

merupakan
penyuluhan

yang tepat untuk


membantu

aktivitas

prosedur

yang

perlu

pertumbuhan

ibu,

maturasi,

dan

kompetensi.

3. Menjelaskan

3. Berikan

alasan-alasan

tentang

untuk tindakan.

diri,

informasi 3. Membantu
perawatan
mencegah infeksi,
termasuk
mempercepat

perawatan

perineal

pemulihan

dan

higiene,

penyembuhan, dan

perubahan fisiologis.

dan

berperan

pada

adaptasi

yang

positif

dari

perubahan

fisik

dan emosional.
4. Pasangan mungkin
4. Diskusikan

memerlukan

kebutuhan

kejelasan

seksualitas

dan

rencana

untuk

kontrasepsi.

mengenai
ketersediaan
metoda kontrasepsi
dan

kenyataan

bahwa

kehamilan

dapat
bahkan

terjadi
sebelum

kunjungan sebelum
kunjungan minggu
6.

Potensial

terhadap Setelah

melakukan 1. Kaji

ke-6.
hubungan 1. Perawat

pertumbuhan koping asuhan keperawatan

anggota

keluarga berhubungan selama 3 x 24 jam

satu sama lain.

dengan

kecukupan diharapkan

pasien

keluarga

dapat

membantu
memberikan
pengalaman positif

pemenuhan

dapat :

di rumah sakit dan

kebutuhan-kebutuhan

Krieria hasil :

menyiapkan

individu dan tugas- 1. Mengungkapkan

keluarga terhadap

tugas

keinginan untuk

pertumbuhan

memungkinkan

melaksanakan

melalui

tujuan aktualisasi diri

tugas-tugas yang

tahap

muncul

mengarah

perkembangan.

permukaan.

adaptif,

ke

pada

kerja sama dari 2. Anjurkan partisipasi


anggota keluarga

seimbang dari orang

baru

tua pada perawatan

2. Mengekspresikan

bayi.

2. Fleksibilitas

dan

sensitifitasi
terhadap
kebutuhan

perasaan percaya

keluarga

diri dan kepuasan

membantu

dengan

mengembangkan

terbentuknya
kemajuan

tahap

harga diri dan rasa

dan

adaptasi.
3. Berikan

bimbingan

antisipasi mengenai
perubahan
normal
dengan

emosi

kompeten

dalam

perawatan

bayi

baru lahir setelah


pulang.

berkenaan 3. Membantu
menyiapkan
periode
pasangan

pascapartum.

untuk

kemungkinan
perubahan
mereka
4. Berikan
tertulis

informasi
mengenai

buku-buku

yang

dianjurkan

untuk

anak-anak

(sibling)

tetang bayi baru.

yang
alami,

menurunkan

stres

dan meningkatkan
koping positif.
4. Membantu

anak

mengidentifikasi
dan

mengatasi

perasaan

akan

kemungkinan
5. Kolaborasi

dalam

penggantian

atau

merujuk

penolakan.

klien/pasangan pada
kelompok orang tua
pascapartum

5. Meningkatkan

di

komunitas.

pengetahuan orang
tua

tentang

membesarkan anak
dan perkembangan
anak.

4. Implementasi
Menurut

Doenges

(2000)

implementasi

adalah

perawat

mengimplementasikan intervensi-intervensi yang terdapat dalam rencana


perawatan.Menurut Allen (1998) komponen dalam tahap implementasi
meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan
respon pasien terhadap asuhan keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil
akhir yang ditetapkan yaitu meliputi ; kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan
dipertahankan. Ibu dan keluarga akan mengembangkan koping yang
efektif. Setiap anggota keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin bahwa perawatan
berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat
dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara
efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan
dan perkembangan yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta: Gaya Baru
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4.
Jakarta: EGC.
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I
Made, Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Pedoman Anak Sakit. Jakarta: EGC
Sacharin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa: Maulanny
R.F. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai