Anda di halaman 1dari 2

1.

Alkohol
Alkohol dapat mempengaruhi penetrasi transdermal dengan beberapa mekanisme.
Rantai panjang alkil dari alkohol (alkohol lemak) merupakan parameter penting dalam
peningkatan permeasi. Peningkatan tampak pada meningkatnya jumlah unit karbon, hingga
batas nilai tertentu. Selain itu, alkohol dengan berat molekul rendah diduga bertindak sebagai
pelarut, yang mampu meningkatkan kelarutan obat pada matriks stratum korneum. Gangguan
integritas stratum corneum karena ektraksi biokimia oleh sisi hidrofobik alkohol yang
berkontribusi dalam perpindahan massa kedalam jaringan.
Etanol merupakan alkohol yang paling umum digunakan sebagai penetrasi
transdermal enhancer. Kompleksitas molekul glikol yang berbeda ialah penentu efikasi
sebagai permeasi enhancer. Kelarutan obat dalam zat pembawa sangat dipengaruhi oleh
jumlah gugus fungsi etilen oksida pada molekul enhancer; modifikasi kelarutan ini mampu
meningkatkan atau menunda fluks transdermal tergantung pada penghantaran obat yang
diinginkan.
Aktivitas propilen glikol (PG) dilihat dari hasil solvasi keratin dalam stratum
korneum; pekerjaan dari situs ikatan hidrogen protein ialah mengurangi ikatan obat-jaringan
dengan demikian meningkatkan permeasi. Propilen glikol dapat digunakan sebagai peningkat
penetrasi pada konsentrasi 1-10% . Etanol bertindak sebagai peningkat penetrasi dengan
mengekstraksi sejumlah lipid stratum korneum. Hal ini juga meningkatkan jumlah gugus
sulphydryl bebas dari keratin dalam stratum korneum protein. Biasanya, pretreatment kulit
dengan etanol meningkatkan permeasi senyawa hidrofilik, dan menurunkan permeasi
hidrofobik.
2. Alkana
Panjang rantai alkana (C-C) telah ditunjukkan untuk meningkatkan permeabilitas kulit
dengan perubahan non-destruktif dari barrier stratum korneum. Enhancer harus menjadi
solubilisasi destruktif dan ekstraksi biokimia yang disebabkan oleh pelarut lipofilik.
3. Surfaktan
Banyak surfaktan yang mampu berinteraksi dengan lapisan corneum untuk
meningkatkan absorpsi obat yang diaplikasikan pada kulit. Pengukuran tingkat penetrasinya
pada kulit dengan mengukur efek dan mengamati pengaruh surfaktan kimia dan
konsentrasinya. Surfaktan berinteraksi dengan kulit dengan terdeposit pada stratum korneum,
dengan mendiorganisasi strukturnya. Kemudian surfaktan melarutkan senyawa yang bersifat

lipofilik dan melarutkan lapisan lipid pada stratum corneum atau menghilangkan lipid atau
membuatnya larut dalam air baik di dalam atau di permukaan stratum corneum. Sehingga
dapat dihantarkan melewati stratum korneum.
Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan dari kulit sehingga mudah untuk
ditembus senyawa obat. Kemampuan surfaktan sebagai enhancer tergantung dari tipe
surfaktannya. Secara umum surfaktan kationik (misalnya setil trimetil ammonium bromid)
lebih merusak dan menyebabkan peningkatan fluks transport yang lebih besar daripada
surfaktan anionik (seperti natrium lauril sulfat). Surfaktan anionik menimbulkan kerusakan
dan peningkatan fluks yang lebih besar dibandingkan surfaktan non ionic seperti Brij 36T.
(Saraf dkk, 2006).
Surfaktan ionik cenderung mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia dan
meningkatkan kehilangan air pada kulit. Surfaktan non ionik lebih aman untuk digunakan
karena tidak menyebabkan kerusakan pada kulit. Contoh : Anionik surfactants- sodium lauryl
sulfate, sodium laureth sulfate ; Kationik surfactants- kuaterner amonium klorida ; Non-ionik
surfaktan-Span 20, Span 80, Tween 80

Anda mungkin juga menyukai