LANDASAN TEORI
gambaran
singkat
mengenai
pengumpulan
data,
Metode dalam penilaian status gizi dibagi dalam dua kelompok, yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung
terdiri dari penilaian dengan melihat tanda klinis, tes laboratorium, metode
biofisik dan antropometri. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak
langsung berupa survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
Adapun metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
pengukuran antropometri.
Tabel 1
Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan BB/TB (Z-Skor)
Status Gizi
BB/TB (Z-Skor)
Sangat Kurus
< -3SD
Kurus
< -2SD
Normal
Gemuk
> +2SD
Tabel 2
Klasifikasi KEP Menurut Gomez
Kategori (Derajat KEP)
BB/U (% Baku)
0 = Normal
1 = Ringan
89 75%
2 = Sedang
74 60%
3 = Berat
< 60%
BB/U
TB/U
Status Gizi
Normal
Rendah
Rendah
Normal
Normal
Normal
Baik
Normal
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Buruk
Rendah
Rendah
Normal
Buruk, kurang
Rendah
Normal
Tinggi
Kurang
Tinggi
Tinggi
Rendah
Lebih, obesitas
Tinggi
Tinggi
Normal
Tinggi
Normal
Rendah
2. Antropometri
a. Pengertian Antropometri
Antropometri adalah berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri
secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi.
Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk penilaian status
gizi perorangan maupun masyarakat. Antropometri sebagai indikator status
gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, diantaranya umur,
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi antara beberapa
parameter antropometri disebut indeks antropometri. (Supriasa, 2001).
b. Keunggulan Antropometri
Beberapa keunggulan antropometri, antara lain : (Supriasa, 2001).
1) Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel
yang besar.
2) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga
yang sudah dilatih.
3) Alatnya murah, mudah dibawa dan tahan lama.
4) Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
10
11
12
b) Kelemahan LLA/U
-
Tabel 4
Status Gizi Menurut Indeks Antropometri
Indeks
Status Gizi
BB/U
TB/U
BB/TB
Gizi Baik
> 80%
> 85%
Gizi Kurang
61-80%
71-85%
81-90%
71-85%
Gizi Buruk
< 60%
< 70%
< 80%
< 70%
> 90%
LLA/U
> 85%
13
sebagai
penyebab
kekurangan gizi, tetapi kalau diamati lebih jauh terbukti bahwa kurang gizi
sebenarnya akar permasalahan dari kemiskinan. (Irianto, 2000)
14
KEP berat secara klinis terdapat dalam tiga tipe yaitu kwashiorkor,
marasmus dan marasmik kwashiorkor. KEP melihat berat badan bila disertai
edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat tipe kwashiorkor.
KEP nyata adalah istilah yang digunakan di lapangan, yang meliputi KEP
sedang dan KEP berat dan pada KMS sedang dibawah garis merah (tidak ada
garis pemisah antara KEP sedang dan KEP berat pada KMS). KEP total adalah
jumlah KEP ringan, KEP sedang dan KEP berat. (Wadana, dkk, 2008).
15
16
17
Dampak
Penyebab
langsung
Penyebab
Tidak langsung
KURANG GIZI
Makan
Tidak Seimbang
Tidak Cukup
Persediaan Pangan
Penyakit Infeksi
Pokok Masalah
di Masyarakat
Akar Masalah
(nasional)
18
1) Penyebab Langsung
Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena
makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat
makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam,
akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang
makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat
melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat
mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Dalam kenyataannnya keduanya secara bersama-sama merupakan
penyebab kurang gizi. (RANPG 2006-2010, 2007).
2) Penyebab Tidak Langsung
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Ketahanan pangan dikeluarga (household food security) adalah
kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota
keluarganya dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya.
Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup
tidaknya pangan dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk
mencapai gizi baik dan hidup sehat.
Masalah kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar
merupakan determinan penting dalam bidang kesehatan. Berubahnya
kondisi lingkungan akan berdampak kepada berubahnya kondisi kesehatan
masyarakat. Kecenderungan masalah lingkungan yang menjadi isu penting
saat ini antara lain terjadinya perubahan iklim, mulai berkurangnya
sumber daya alam, terjadinya pencemaran lingkungan baik terhadap air
maupun udara. (RANPG 2006-2010, 2007).
19
1) Faktor Internal
Faktor internal antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan rasa atau suku bangsa.
Apabila faktor internal ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang baik
dan optimal maka akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula.
Faktor internal yang berhubungan dengan status gizi diantaranya :
a) Umur Balita
Masa balita merupakan masa dimana terjadi pertumbuhan badan yang
cukup pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram
berat badannya. Dalam keadaan seperti ini anak balita justru paling sering
mengalami kekurangan gizi sehingga anak balita merupakan kelompok
umur yang rentan menderita kekurangan gizi. (Sediaoetama, 2000).
b) Jenis Kelamin Balita
Kebutuhan zat gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan dan
biasanya lebih tinggi karena anak laki-laki memiliki aktifitas fisik yang
lebih tinggi. Khumaidi menyebutkan bahwa anak laki-laki biasanya
mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dalam hal makanan dibandingkan
anak perempuan. (Gizi dan Kesehatan Masyarkat, 2007).
c) Status Kesehatan Balita
Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja
bersama-sama
akan
memberikan
prognosis
yang
lebih
buruk,
dibandingkan bila kedua faktor tersebut masing-masing bekerja sendirisendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi
memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi.
Kuman-kuman yang tidak terlalu berbahaya pada anak-anak dengan gizi
baik, akan bisa menyebabkan kematian pada anak-anak dengan gizi buruk.
(Santoso Soegeng, Anne Lies, 2004).
20
2) Faktor Eksternal
Faktor
eksternal
atau
faktor
lingkungan
sangat
menentukan
21
sebaliknya flora usus dari bayi-bayi yang mendapat susu sapi ialah
kuman-kuman gram negatif terutama bakteroides dan koliform dan
bayi-bayi yang mendapat susu botol lebih peka terhadap infeksi
kuman patogen karena tidak adanya perlindungan seperti halnya
bayi-bayi yang mendapat ASI.
b) Laktoferin
Di dalam ASI yang matur laktoferin selain menghambat
pertumbuhan Candida albicans, juga secara sinergis dengan SIgA
menghambat pertumbuhan Escherichia coli patogen.
c) Lisozim (muramidase)
Di dalam ASI terdapat enzim lisozim dalam kadar yang cukup
tinggi (sampai 2 mg/100 ml), 5000 kali lebih banyak daripada di
dalam air susu sapi.
Khasiat lisozim bersama-sama dengan sistem komplemen SIgA
ialah memecahkan dinding sel bakteri dari kuman-kuman
Enterobacteriaceae dan kuman-kuman gram positif. Diduga
lisozim juga melindungi tubuh bayi terhadap berbagai infeksi
virus, antara lain herpes hominis.
2) Faktor kekebalan spesifik
a) Sistem komplemen
Telah dibuktikan bahwa di dalam ASI terdapat ke sebelas
komponen dari sistem komplemen, meskipun beberapa diantaranya
kadarnya sangat rendah.
b) Khasiat seluler
Kolostrum Ibu mengandung 0,5 10 x 10 berbagai macam
sel/ml, yang terutama terdiri dari makrofag (sampai 90%), limfosit
(1-15%) dan sedikit leukosit polimorfonuklear. Di dalam ASI yang
matur kadar ini akan menurun, tetapi oleh karena volume ASI
lebih banyak dari kolostrum, maka jumlah absolut dari sel-sel ini
masih cukup tinggi.
22
c) Imunoglobulin
Semua macam immunoglobulin dapat ditemukan di dalam ASI
Imunoglobulin A (IgA) merupakan immunoglobulin terpenting,
tidak saja karena konsentrasinya yang tinggi, juga karena aktifitas
biologiknya. Dari kelas IgA ini, SIgA adalah yang paling dominan.
Fungsi utama dari SIgA adalah mencegah perlekatan kumankuman patogen pada dinding mukosa usus halus.. SIgA juga
diduga dapat menghambat proliferasi kuman-kuman tersebut di
dalam usus, meskipun tidak dapat membunuhnya.
d) Bakteriostatik
Telah dibuktikan secara in vitro bahwa IgG bersama-sama
dengan laktoferin mempunyai sifat bakteriostatik terhadap E.coli
b) MP-ASI
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan bergizi
yang diberikan disamping ASI kepada bayi berusia enam bulan keatas atau
berdasarkan indikasi medis, sampai anak berusia dua puluh empat bulan
untuk mencapai kecukupan gizi (Depkes, 2000).
MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan
keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan
pencernaan bayi atau anak. Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal
kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan
kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini. (MP-ASI, 2000)
Beberapa jenis MP-ASI yang sering diberikan adalah :
1). Buah, terutama pisang yang mengandung cukup kalori. Buah jenis lain
yang sering diberikan pada bayi adalah : pepaya, jeruk, dan tomat sebagai
sumber vitamin A dan C.
23
Aman,
makanan
yang
diberikan
bebas
dari
kontaminasi
24
Tabel 5
Pola Pemberian ASI/MP-ASI
Pola Pemberian ASI/MP-ASI
Golongan Umur
(Bulan)
ASI
Makanan
Lumat
Makanan Lunak
Makanan
Keluarga
0-6
6-9
9-12
12-24
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3726/1/fkm-arifin4.pdf
c) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal membentuk nilainilai progresif bagi
seseorang terutama dalam menerima hal-hal baru. Tingkat pendidikan formal
merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan menekuni pengetahuan yang diperoleh. Peranan orang tua, khususnya ibu,
dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi bagi keluarga,
khususnya anak menjadi penting. Masukan gizi anak sangat tergantung pada
sumber-sumber yang ada di lingkungan sosialnya, salah satu yang sangat
menentukan adalah ibu.
Kualitas pelayanan ibu dalam keluarga ditentukan oleh penguasaan
informasi dan faktor ketersediaan waktu yang memadai. Kedua faktor tersebut
antara lain faktor determinan yang dapat ditentukan dengan tingkat
pendidikan, interaksi sosial dan pekerjaan. (Soekirman, 2000)
25
d) Tingkat Pengetahuan
Timbulnya malnutrisi pada balita tidak lepas dari pengetahuan ibu
tentang gizi baik dari segi kebiasaan pola makan, kebersihan, kualitas dan
kuantitas yang akan mempengaruhi gizi balitanya, bila ibu memiliki
pengetahuan yang kurang tentang gizi bagi balita tentunya akan
berdampak langsung bagi asupan nutrisi balita.
Rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena
mempengaruhi kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya yang ada
untuk mendapatkan kecukupan bahan makanan. Pengetahuan tentang
kandungan zat gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan
bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan
yang berharga tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi. (Moehji,
2003)
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan hal tersebut terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut Notoatmodjo (2003)
pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkat, yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di
pelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang
digunakan untuk
menyebutkan,
sebagainya.
mengukur
menguraikan,
bahwa
orang
mendefinisikan,
tahu
antara
lain:
menyatakan,
dan
26
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, menyimpulkan,
meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode dan prinsip dalam konteks atau situasi yang
lain.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu merupakan suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
27
e) Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama
pada kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian serius karena
keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada
konsumsi pangan.
Rendahnya daya beli masyarakat merupakan halangan utama yang
akan berpengaruh terhadap asupan nutrisi keluarga dari segi kualitas
maupun kuantitas. Sehingga kandungan gizi lengkap seperti karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral jarang terpenuhi. Sebenarnya,
sekalipun daya beli masyarakat rendah kekurangan gizi akan bisa diatasi
jika ibu tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang
dimiliki. (Kristijono A, 2000).
28
B. Kerangka Teori
Faktor Interna
1. Genetik
2. Umur
3. Jenis Kelamin
4. Status Kesehatan
Status Gizi
Balita
Faktor Eksterna
1. Geografis
2. Adat Istiadat Keluarga
3. Asupan Nutrisi
a. ASI
b. MP-ASI
4. Pengetahuan Orang tua
5. Penghasilan Orang tua
29
C. Kerangka Konsep
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Status
Kesehatan
ASI
Derajat KEP
Balita
MP-ASI
Pengetahuan
Orang Tua
Penghasilan
Orang Tua
30
D. Hipotesis
H1 : Ada hubungan status kesehatan berupa keadaan sakit sebelum dan selama KEP
dengan derajat KEP pada balita di Puslitbang Gizi Bogor.
H2 : Ada hubungan lama pemberian ASI dengan derajat KEP pada balita di
Puslitbang Gizi Bogor.
H3 : Ada hubungan jenis MP-ASI dengan derajat KEP pada balita di Puslitbang Gizi
Bogor.
H4 : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua dengan derajat KEP pada
balita di Puslitbang Gizi Bogor.
H5 : Ada hubungan antara jumlah penghasilan orang tua dengan derajat KEP pada
balita di Puslitbang Gizi Bogor.