Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Thypus Abdominalis


1.

Pengertian
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang

disebabkan oleh Salmonella thypii. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006 : 126)
Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan yaitu pada usus halus dengan segala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini
adalah Salmonella Typhosa. (Ngastiyah, 2005 : 236)
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan
kesadaran. (Suriadi, 2006 : 254)
Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang
biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 2007 : 593)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam typhoid (tifus
abdominalis) adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran cerna usus halus
disebabkan infeksi salmonella typhosa yang biasanya disertai gejala demam lebih dari
satu minggu, gangguan pada saluran cerna, dan adanya penurunan kesadaran.

2.

Anatomi dan Fisiologis Sistem Pencernaan


Sistem pencernaan merupakan saluran yang ada hubungannya dengan penerimaan

makanan dan dipersiapkan untuk diasimilasi oleh tubuh.


Saluran pencernaan hingga mencapai defekasi terdiri atas : mulut, farinx,
esophagus, lambung, usus halus, usus besar, hingga sampai anus. Pada anak usia sekolah
makanan yang dikonsumsi tidak jauh beda dengan orang dewasa. Makanan tersebut

ditelan melalui belakang mulut masuk kedalam farinx, setelah makanan masuk palatum
naik untuk menutup. Nares, glottis menutup oleh kontraksi otot-ototnya dan kontraksi
farinx untuk mendorong makanan ke esofagus. Makanan berjalan dengan gerakan
peristaltik esofagus kedalam lambung. Lambung menerima makanan dari esofagus
melalui orifisium cardiale, bekerja sebagai penimbun makanan sementara, sedangkan otot
lambung berkontraksi untuk mencampur makanan dengan getah lambung. Makanan yang
telah di absorpsi didalam usus halus, disalurkan melaui dua saluran, yaitu pembuluh
kapiler darah, dan saluran limfe di vili disebelah dalam permukaan usus halus. Semua
makanan yang telah dicernakan masuk lambung kedalam pembuluh kapiler darah di vili,
dan oleh vena portal dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan, dari usus
halus yang dimulai dari katup iliosekal, yaitu tempat sisa makanan lewat. Refleks
gastrokolik terjadi ketika makanan masuk ke dalam lambung dan menimbulkan peristaltic
didalam usus besar. Refleks ini menyebabkan defekasi.
a.

Mulut
Merupakan rongga permulaan saluran pencernaan, yang terdiri dari dua bagian.
Bagian luar (vestibulum), yaitu ruang diantara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi,
sedangkan bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi disisi-sisinya oleh tulang
maxilaris dan semua gigi, dan sebelah belakang bersambung dengan awal farinx.
Mulut berfungsi untuk mengunyah dimana didalam mulut terdapat kelenjar saliva
yang mempunyai 3 fungsi yaitu memudahkan makanan untuk dikunyah, mengubah
zat tepung menjadi maltosa, mempertahankan bagian mulut tetap lembab.

b.

Farinx
Farinx atau tekak terletak dibelakang hidung, mulut dan larinx (tenggorokan). Farinx
berupa saluran yang berbentuk kerucut, yang merupakan membran otot yang terletak
dari dasar tengkorak sampai ketinggian vertebra servikal ke enam, tempat farinx
bersambung dengan esofagus.

c.

Esofagus
Merupakan tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm, diatas dimulai dari farinx
sampai pintu masuk kardiak lambung dibawah, terletak dibelakang trachea dan
didepan tulang punggung, melalui thorak menembus diaphragma, untuk masuk
kedalam abdomen menyambung dengan lambung.

d.

Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling
besar. Yang terletak didaerah epigatrik, dan sebagian disebelah kiri daerah

hipokondriak dan umbilical. Lambung terdiri dari bagian atas horizontal, yaitu antrum
pilorikum. Lambung berhubungan dengan esofagus melalui orifisium atau cardia, dan
dengan duodenum melalui orifisium pilorik. Lambung terletak dibawah diaphragma,
didepan pankreas dan limfa menempel disebelah kiri fundus. Lambung berfungsi
untuk menampung makanan dalam kantung dan melepaskan makanan tersebut secara
bertahap kedalam usus.
e.

Usus halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira dua setengah meter panjangnya dalam
keadaan hidup. Angka yang biasa diberikan, enam meter adalah penemuan setelah
mati bila otot telah kehilangan tonusnya. Usus halus memanjang dari lambung sampai
katup ileo-kolika, tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak didaerah
umbilicus dan dikelilingi usus besar. Bagian-bagian dari usus halus : Duodenum
adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda dan
kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Yeyunum menempati dua perlima sebelah
atas dari usus halus yang selebihnya. Ileum menempati tiga perlima akhir. Fungsi usus
halus adalah mencerna dan mengabsorbsi khime dari lambung. Isinya yang cair
(khime) dijalankan oleh serangkaian gerakan ada istirahat beberapa detik.

f.

Usus besar dan defekasi


Kolon besar dengan panjang kira-kira 1,5 meter yaitu tempat sisa makanan lewat.
Kolon terdiri dari : kolon assendens, kolon transversus, serta kolon desendens,
berjalan dari daerah kanan lumbal dan dari daerah kanan iliaka terdapat belokan yang
disebut flexura sigmoid dan dibentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis, dan
kemudian masuk pelvis besar dan menjadi rektum. Rektum ialah 10 cm terbawah dari
usus besar, dimulai pada kolon sigmoid dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira
3 cm panjangnya dan berakhir kedalam anus yang dijaga oleh otot internal dan
eksternal. Fungsi daripada usus besar adalah mengabsorpsi kandungan kolonik yaitu
air, natrium, klorida dan mensekresi kalium kedalam kolon.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2.1 anatomi sistem pencernaan berikut.

Gambar 2.1
Anatomi Sistem Pencernaan
(Corwin : 2000 : 511)

3.

Etiologi
Penyebab typhus abdominalis adalah salmonella typhosa, basil gram negative

yang bergerak bulu getar (motil) dan tidak berspora. Kuman ini dapat hidup baik sekali
pada suhu tubuh manusia maupun suhu tubuh yang lebih rendah sedikit dan mati pada
suhu 70 C maupun oleh antiseptik.
Kuman salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
a. Antigen O = Ohne hauch = somatik antigen (tidak menyebar), antigen pada bagian
soma; terdiri dari zat komplek lipopolisakarida.
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil.
c. Antigen VI = kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Ketiga antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan 3
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. (Rampengan, 2008 : 47)
4. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid
dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat
ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman
masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah
dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Sesuai dengan pendapat Suriadi dan Ngastiyah bahwa kuman salmonella


masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus yang melepaskan zat pirogen dan
menimbulkan infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla
oblongata dan akan mensekresi asam lambung berlebih sehingga mengakibatkan mual
dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila nafsu makan berkurang maka terjadi
intake nutrisi tidak adekuat dan terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang
masih hidup akan masuk ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili
usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan
menuju sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ lainnya (Suriadi, 2006 :
254).
Basil kemudian masuk kedalam peredaran darah melalui pembuluh limpe
sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang masuk ke peredaran darah
akan mengeluarkan endotoksin sehingga menimbulkan demam dan terjadi gangguan
termoregulasi tubuh. Dari demam tadi akan menimbulkan diaporesis sehingga terjadi
proses kehilangan cairan berlebih. Kehilangan cairan juga dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi peningkatan absorbsi usus dan merangsang
peningkatan motilitas usus. Basil yang tidak dihancurkan juga akan berkembang biak
dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri
pada perabaan. Kemudian basil akan kembali masuk kedalam darah dan menyebar ke
seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyer, tukak tersebut dapat
mengakibatkan resiko komplikasi perdarahan, perforasi usus dan nekrosis jaringan.
Keadaan tersebut mengharuskan klien untuk bedrest total sehingga ADL dibantu agar
terpenuhi personal hygiene klien. Selain itu juga kondisi sakit akan menimbulkan efek
hospitalisasi dan mengakibatkan rasa cemas pada klien dan keluarga. (Ngastiyah,
2005).
Demam typoid dapat bersifat intermitten (sementara), remiten (kambuh), dan
continue (terus-menerus) tergantung dari periode terjadinya demam. Demam
seringkali menyebabkan perasaan tidak nyaman dan meniggalkan kehilangan cairan
yang berlebihan lewat keringat serta udara yang ikut dalam udara ekspirasi, disamping
itu pula terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan menurunnya

absorbsi usus sehingga tekanan koloid ekstra sel meningkat, akibatnya cairan
berpindah dari intra sel ke ekstra sel. Peningkatan cairan dapat merangsang
peningkatan motilitas untuk mengeluarkan kelebihan cairan dan akhirnya timbulah
diare. Timbulnya diare akan mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Disamping menimbulkan gejala diare, salah satu gejala typhoid adalah
timbulnya obstipasi. Hal ini terjadi endoktosin bekerja menghambat saraf enterik
sehingga motilitas usus terhambat.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada bagan modifikasi patofisiologi typhus
abdominalis berikut ini.

Masuknya Salmonella Typhosa


Melalui Mulut ke Saluran Cerna
Sebagian Kuman
Sebagian Masuk Usus Halus
Dimusnahkan Oleh Asam Lambung
Invasi Salmonella di Usus
Adanya Proses Penyakit

Masuk ke Kelenjar Limfoid


(Berkembang biak)

Melepaskan Zat Pirogen

Informasi Kurang
Persepsi Bagan
Salah
Kurang Pengetahuan

Diaporesis

Menyerang Vili Usus Halus

modifikasi patofisiologi typhus Abdominalis


Merangsang Pusat
Masuk ke Peredaran Darah
(Menuju Sel-sel Retikuloendotelial)

Mual&Muntah Di
Medula Oblongata

Bakteri Melepaskan
Pembesaran pada
Endotoksin
Hati&Limfa
Sekresi Asam
Demam
Lambung Meningkat
Kuman Kembali Nyeri Pada
Peredaran Darah Perabaan
Mual
Kelenjar Limfoid Usus Halus

Kehilangan Cairan Berlebih

Anoreksia
Infeksi
Tukak (plek peyer)

Peningkatan Permeabilitas
Kapiler
Resti Penularan
Meningkatkan Absorbsi Usus
Peningkatan Tek. Koloid
Gang.
Ekstra Sel
Termogulasi

Intake Nutrisi
Tidak Adekuat

Perdarahan, Perforasi Bedrest Total


Nekrosis Jaringan
Kondisi sakit
Di RS
Efek Hospitalisasi

Peningkatan Cairan
diEkstra Sel

Merangsang Peningkatan

ADL dibantu

Resti Komplikasi
Perubahan
Nutrisi

Defisit Perawatan
Diri
Cemas
Resti Gang. Keseimbangan Cairan

(Sumber : Suriadi dan Ngastiyah)

5. Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi, (2006 : 255-256) pada manifestasi klinis didapatkan :
1.

Nyeri kepala, lemah, lesu


2. Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Minggu
pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi, biasanya suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh
terus meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali
normal.
3. Gangguan pada saluran cerna : bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi
selaput putih kotor (coated tongue), mual, tidak nafsu makan, hepatomegali,
splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan.
4. Ganggguan kesadaran : penurunan kesadaran (apatis, somnolen)
5. Bintik-bintik kemerahan pada kulit (roseola)
6. Epistaksis

6.

Komplikasi
Pada usus halus umumnya jarang terjadi, tetapi bila terjadi sering fatal yaitu
sebagai berikut :

a.

Perdarahan usus ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.


Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tandatanda renjatan.

b.

Perforasi usus timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya


dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya
dapat ditemukan bila terdapat udara di peritoneum, yaitu pekak hati menghilang
dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang
dibuat dalam keadaan tegak.

c. Peritonitis biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
yang tegang (defense musculair) dan nyeri tekan.
d.

Komplikasi diluar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis


(bakterimia), yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain. Komplikasi
diluar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
(Ngastiyah, 2005 : 237)

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan :
a. Darah tepi
Terdapat gambaran leukopenia, limposit relatip dan aneosinofilia pada
permulaan sakit, mungkin ditemukan anemia dan trombositopenia ringan, diduga efek
toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus.
b. Pemeriksaan widal
Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi apabila serum pasien
typhus abdominalis dicampur dengan suspensi antigen

Salmonella typhosa.

Pemeriksaan dengan hasil positif ialah apabila terjadi aglutinasi, dengan jalan
mengencerkan serum maka kadar zat anti dapat ditentukan yaitu pengenceran tertinggi
yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan
ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan
tetapi tidak bermakna untuk menegakan diagnosis karena titer dapat tetap tinggi setelah
dilakukan imunisasi atau apabila penderita telah lama sembuh dari penyakit yang sama.
c. Pemeriksaan sumsum tulang
Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk
pemeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa RES

dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan


trombopoesis berkurang.
d. Pemeriksaan untuk kultur (biakan empedu)
Menunjukan gambaran terdapatnya basil Salmonella typhosa dalam urin dan
tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil
salmonella typhosa pada urine dan tinja maka klien dinyatakan betul-betul sembuh dan
tidak menjadi pembawa kuman (carrier). (Ngastiyah, 2005 : 238)
8. Manajemen Medik
Jenis obat yang biasa digunakan untuk mengobati penderita demam tifoid yaitu :
a. Kloramfenikol
Merupakan obat pilihan utama untuk demam typhoid. Belum ada obat antimikroba
lain yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan kloramfenikol.
Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kgBB/hari (maksimum
2 gram per hari) diberikan 4 kali sehari peroral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan
mencegah relafs. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti kurang,
karena basil terlalu cepat dimusnahkan. Dengan penggunaan kloramfenikol, demam
turun rata-rata setelah 5 hari.
b. Tiamfenikol : efektifitas tiamfenikol pada demam typhoid hampir sama dengan
kloramfenikol.
c. Kotrimoksazol : efektifitasnya kurang lehih sama dengan kloramfenikol.
d. Ampisilin dan Amoksilin
Dalam kemampuannya dalam menurunkan demam, efektifitas ampisilin dan
amoksillin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak
penggunaannya adalah pasien demam typhoid dengan leukopenia. Dosis yang
dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
e. Sefalosporin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain
sefoperazon, seftriakson dan sefotaksim efektif untuk demam typhoid, tetapi dosis
dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
f. Fluorokinolon

Fluorokinolon efektif untuk demam typhoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang
optimal belum diketahui dengan pasti.
g. Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap penderita demam typhoid,
karena tidak banyak berguna.
h. Kortikosteroid
Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis
yang menurun secara bertahap (tapering off) selama 5 hari. Biasanya hasilnya
sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi jernih dan suhu tubuh cepat turun
sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi,
karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps.
9. Dampak Terhadap Sistem Tubuh Lain
a.

Sistem Saraf
Terjadi karena lokasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yang mengenai

seluruh organ tubuh melalui pembuluh limfe didalam tubuh antara lain sistem saraf
pusat (otak), dapat menyebabkan kesadaran pasien menurun yaitu apatis sampai
somnolen apabila penyakitnya berat dan terlambatnya pengobatan biasanya sampai
terjadi sopor dan koma (Ngastiyah, 2005 : 237).
b.

Sistem Pernafasan
Pada klien typhoid klien mengeluh batuk dan ditemukan pnemonia dan

empiema (Mansyoer, 2001 : 424 ).


c.

Sistem Kardiovaskuler
Makrophage pada penderita akan menghasilkan substansi aktif yang disebut

monokines, selanjutnya monokines ini dapat menyebabkan instabilitas vaskuler dan


mengakibatkan adanya gangguan sirkulasi yaitu perubahan tanda-tanda vital, kulit
pucat, akral dingin (Rampengan, 2008 : 48).

d.

Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan akan didapatkan pada mulut terdapat nafas berbau tak

sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor
(coated tongue), ujung tepinya kemerahan jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat

ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri daerah perut, konstipasi, diare atau bisa juga normal disamping itu disertai mual,
muntah, dan anoreksia ( Ngastiyah, 2005 : 237).
e.

Sistem Integumen
Karena terjadi emboli basil dalam kapiler kulit terutama pada daerah

punggung dan anggota gerak maka dapat ditemukan adanya roseola yaitu berupa
bintik-bintik kemerahan yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam
(Ngastiyah, 2005 : 237).
f.

Sistem Muskuloskeletal
Pada demam tifoid kemungkinan akan terjadi keluhan yang berhubungan

dengan sistem muskuloskeletal yaitu nyeri otot, tubuh lemah dan kelemahan fisik
(Rampengan, 2008 : 48).
g.

Sistem Perkemihan
Didalam

perkemihan

dapat

terjadi

komplikasi

glumerulus,

nepritis,

pielonefritis dan ferinefritis sehingga klien mengeluh buang air kecil sedikit
(Mansyoer, 2001 : 424 ).

10. Konsep Tumbuh Kembang Pada Anak Usia Pra Sekolah


Tumbuh kembang anak sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya
berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu pertumbuhan dan
perkembangan.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang
dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam


struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya.
Pengkajian tumbuh kembang anak dapat dilakukan dengan menggunakan
DDST (Denver Development Screning Tes). Alat ini dapat digunakan untuk mendeteksi
apabila terjadi penyimpangan/keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada
anak usia tertentu. DDST dapat digunakan pada anak usia 0-6 tahun. Pertumbuhan dan
perkembangan anak usia 3-5 tahun :
a. Pertumbuhan
1) Berat badan
Digunakan

rumus

yang

dikutip

dari

Behrman,

1992

untuk

memperkirakan berat badan anak usia 5 tahun adalah sebagai berikut:


5 tahun : 5 x 2 + 8 = 18 Kg
Jadi berat badan normal anak usia 5 tahun sesuai dengan rumus diatas
adalah 18 kg.
2) Tinggi badan
Digunakan

rumus

yang

dikutip

dari

Behrman,

1992

untuk

memperkirakan tinggi badan anak usia 5 tahun adalah sebagai berikut :


5 tahun : 5 x 6 + 77 = 107
Jadi tinggi badan anak usia 5 tahun sesuai dengan rumus diatas adalah
107 cm.
3) Gigi
Pada umumnya tumbuhnya gigi susu adalah sebagai berikut (Sudigdo
Sastroasmoro, 2007) :
2 gigi seri bawah

- 5-10 bulan

2 gigi seri atas

- 8-12 bulan

2 gigi taring atas

- 9-13 bulan

2 gigi taring bawah

- 10-14 bulan

2 gigi geraham pertama bawah

- 13-16 bulan

2 gigi geraham pertama atas

- 13-17 bulan

2 gigi geraham kedua

- > 2 tahun

4) Lingkar lengan atas (LiLa)


Lingkar lengan atas merupakan pengkajian umum yang digunakan
untuk menilai status nutrisi. Ukuran lingkar lengan atas normal anak usia 5
tahun adalah berkisar antara 14,5-17 cm.
b. Perkembangan
1) Motorik kasar
a) Melempar bola pada jarak 1 m
b) Melompat dengan kedua kaki bersama-sama
c) Berdiri dengan 1 kaki selama 1 detik
d) Berdiri dengan 1 kaki selama 2 detik
e) Melompat dengan 1 kaki
f) Berdiri dengan 1 kaki selama 3 detik
g) Berdiri dengan 1 kaki selama 4 detik
h) Berdiri dengan 1 kaki selama 5 detik
i) Berjalan dengan meletakkan tumit pada jari kaki
2) Motorik halus
a) Menggambar garis vertikal
b) Menyusun menara dari 8 kubus
c) Menggoyangkan ibu jari
d) Menggambar lingkaran
e) Menggambar orang dengan 3 bagian
f) Menggambar tanda positif
g) Memilih garis yang lebih panjang
h) Menggambar kubus/persegi empat
i) Menggambar orang dengan 6 bagian
3) Personal-Sosial
a) Memakai baju
b) Menggosok gigi dengan bantuan
c) Mencuci dan mengeringkan tangan
d) Menyebutkan nama-nama temannya
e) Dapat memakai t-shirt sendiri

f) Dapat berpakain sendiri


g) Dapat bermain ular tangga/kartu/gambar
h) Dapat menggosok gigi tanpa bantuan
i) Dapat menggambil makanan tanpa tumpah dengan 1 tangan
4) Bahasa
a) Menghitung kubus yang disediakan
b) Menyebutkan kegunaan dari 3 buah benda
c) Menyebutkan 4 kegiatan yang diperagakan
d) Anak berbicara yang dapat dimengerti
e) Mengerti dan mengerjakan yang disuruh
f) Dapat menyebutkan 4 warna
g) Dapat mengartikan 5 kata yang disebutkan
h) Menjawab dengan benar 3 kata sifat yang ditanyakan
i) Menghitung 5 kubus yang disediakan
11. Konsep Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak
dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian
ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres.
Reaksi anak usia 5 tahun pada masa perawatan dirumah sakit memaksa anak
untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan
menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi
terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia 5 tahun adalah dengan menolak makan,
sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan dan tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol
terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas
anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering
kali dipersepsikan anak usia 5 tahun sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu,
bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap
tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini
menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, berekspresi verbal dengan

mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan
ketergantungan pada orang tua.
Apabila anak stres selama dalam perawatan, orang tua menjadi stres pula, dan
stres orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat. Anak adalah bagian
dari kehidupan oarng tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu
kehidupannya maka orang tua pun merasa sangat stres. Dengan demikian, asuhan
keperawatan tidak bisa hanya berfokus pada anak, tetapi juga pada orang tuanya.
Intervensi yang paling penting dilakukan perawatan terhadap anak pada
prinsipnya untuk meminimalkan stresor, mencegah perasaan kehilangan, meminimalkan
rasa takut terhadap perlukaan dan nyeri, serta memaksimalkan manfaat perawatan di
rumah sakit. Hal yang harus diingat adalah bahwa bermain merupakan salah satu cara
yang efektif dalam mengatasi dampak hospitalisasi tersebut.

12. Konsep Komunikasi Pada Anak Usia Pra Sekolah


Komunikasi adalah suatu proses pengiriman pesan dari komunikator kepada
komunikan melalui media tertentu, dan menggunakan umpan balik sebagai masukan
terhadap proses yang dijalankan. Tiga faktor utama yang mempengaruhi proses
komunikasi, yaitu situasi/suasana, waktu, dan kejelasan pesan.
Komunikasi yang dijalankan perawat dengan klien adalah bentuk komunikasi
terapeutik, yaitu terjadi hubungan interpersonal antara perawat dan klien dengan maksud
untuk membantu memecahkan masalah klien, yaitu distres psikologis, yang ditunjukkan
dengan adanya empati, rasa percaya, validasi, dan perhatian.
Seorang perawat yang merawat menangani klien anak harus memiliki
kemampuan melakukan pendekatan dan komunikasi kepada anak karena hal ini yang
membedakannya dengan asuhan keperawatan yang dilakukan pada klien dewasa. Klien
dewasa mudah diajak bekerja sama dalam pelayanan keperawatan yang dijalankan,
sedangkan anak-anak, sesuai dengan karakteristik perkembangannya, sering sekali diajak
bekerja sama. Oleh karena itu, perawat harus menggunakan teknik komunikasi tertentu
sesuai dengan tahap perkembangannya pada saat berhubungan dengan anak maupun
orang tua sehingga tujuan asuhan keperawatan yang dijalankan dapat tercapai dengan
baik.

Berkomunikasi dengan anak usia 5 tahun yaitu karakteristik anak sangat


egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuannya
sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang akan terjadi padanya. Misalnya, pada
saat akan diukur suhu, anak akan merasa takut melihat alat yang akan ditempelkan pada
tubuhnya. Oleh karena itu, jelaskan bagaimana anak akan merasakannya. Beri
kesempatan padanya untuk memegang termometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut
tidak berbahaya untuknya.
Dari aspek bahasa, anak sudah mampu berbicara secara fasih. Tetapi pada saat
menjelaskan prosedur tindakan sebaiknya menggunakan kata-kata yang sederhana,
singkat, dan gunakan istilah yang dikenalnya. Posisi tubuh yang baik saat berbicara
padanya adalah jongkok, duduk di kursi kecil, atau berlulut sehingga pandangan mata kita
sejajar dengannya.
Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan dalam
berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah dicapainya atau
ditunjukkannya terhadap perawat atau orang tuanya. Perawat juga harus konsisten dalam
berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal. Jadi jangan tertawa atau tersenyum saat
melakukan tindakan yang menimbulkan rasa nyeri pada anak, misalnya di ambil darah,
dipasang infus, dan lain-lain.
Sering kali perawat mendapat kesulitan pada saat melakukan pemeriksaan
fisik. Oleh karena itu, gunakan pendekatan seperti bicara terlebih dahulu pada orang tua,
mulai kontak dengan anak dengan menceritakan sesuatu yang lucu, gunakan mainan
sebagai pihak ketiga dalam bentuk yang lain sebagai titik masuk berbicara pada anak,
ajukan pilihan dimana anak akan diperiksa, pemeriksaan yang menimbulkan trauma
dilakukan paling akhir, dan hindarkan pemeriksaan dengan menggunakan alat yang
menimbulkan rasa takut.
Berkomunikasi terhadap orang tua anak juga memerlukan keterampilan
tertentu, yaitu dorong orang tua untuk berbicara terbuka, fokuskan pembicaraan, dengar
saat ia berbicara, empati, diam sejenak saat berbicara untuk memberi kesempatan
padanya berpikir, beri penguatan, rumuskan masalah bersama orang tua untuk mencari
solusinya, dan antisipasi kemungkinan yang dapat terjadi pada anak sebagai langkah
antisipasi.

B. Konsep Proses Keperawatan


Proses keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat
bersama klien secara bersama

untuk menyebutkan masalah keperawatan, membuat

perencanaan dan implementasi serta evaluasi hasil asuhan keperawatan.


(Gaffar, 1999 : 54) ada 5 (lima) tahap proses keperawatan yaitu : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
1.

Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan

secara keseluruhan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data keperawatan,


pengelompokkan data atau analisa data, perumusan diagnosa keperawatan. (Gaffar, 1999 :
57)
Di bawah ini pengkajian yang dilakukan pada penyakit demam typhoid sebagai
berikut:
a. Pengumpulan Data

1)

Identitas klien
Biodata merupakan data mengenai identitas klien yang terdiri dari: nama,

umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor rekam medik, diagnosa medis, tanggal pengkajian, penanggung jawab
klien meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan alamat dan hubungan dengan
klien.
2)

Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama menjelaskan keluhan yang terjadi saat dikaji. Biasanya
pada anak dengan demam typhoid orang tua klien mengeluh anaknya demam
lebih dari satu minggu.
b)

Riwayat Kesehatan Sekarang


Merupakan pengembangan dari keluhan utama secara terperinci

dengan menggunakan PQRST.


P : Paliatif dan provokatif, merupakan hal atau faktor yang mencetuskan
terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau memperingan.
Q : Quality dan quantity, dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan.
R : Region adalah daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan.
S : Saverity adalah derjat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut.
T : Time adalah waktu dimana keluhan dirasakan.
Pada yang menderita demam typhoid biasanya mula-mula anak
menderita demam yang lebih dari satu minggu, demam terjadi sore hari dan
meninggi pada malam hari dan mulai menurun pada pagi hari.
c)

Riwayat kesehatan masa Lalu


Menguraikan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita oleh klien,

apakah pernah mengalami penyakit yang serupa dalam 3 bulan kebelakang,


apakah ada hubungannya atau tidak dengan riwayat kesehatan yang sekarang.
d)

Riwayat Kesehatan Keluarga


Menguraikan tentang status kesehatan keluarga terdekat dengan

mengkaji apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien atau penyakit keturunan dan menular.
3)

Riwayat kehamilan dan persalinan

Dapat dikaji mengenai riwayat kehamilan dan persalinan yaitu umur waktu
melahirkan, kondisi kesehatan ibu selama mengandung dan melahirkan, imunisasi
TT (Tetanus Toksoid) yang didapat, BB dan PB klien waktu lahir.

4)

Riwayat Immunisasi dan Makanan


a) Immunisasi
Catatan imunisasi yang telah diberikan, yang seharusnya anak usia 5
tahun sudah terpenuhi imunisasi dasarnya (BCG, DPT, Hepatitis, Polio,
Campak dan TT) dan tanyakan apakah anak sudah mendapatkan imunisasi
khusus untuk penyakit tifoid (chotipa).
b) Makanan tambahan pertama
Menjelaskan tentang perolehan ASI ekslusif atau pemberian PASI usia
kurang dari 4 bulan dan jenis PASI yang diberikan.

5)

Riwayat Tumbuh Kembang


a. Pertumbuhan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa
diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,
meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
nitrogen tubuh).
Adapun pertumbuhan yang normal pada anak usia 5 tahun menurut
Soetjiningsih adalah sebagai berikut :
(a) Berat badan
Digunakan

rumus

yang

dikutip

dari

Behrman,

1992

untuk

memperkirakan berat badan anak usia 5 tahun adalah sebagai berikut:


5 tahun : 5 x 2 + 8 = 18 Kg
(b) Tinggi Badan
Digunakan

rumus

yang

dikutip

dari

Behrman,

1992

untuk

memperkirakan tinggi badan anak usia 5 tahun adalah sebagai berikut :


5 tahun : 5 x 6 + 77 = 107 cm

b. Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Pengkajian perkembangan yang digunakan anak usia 5 tahun dapat
dilakukan dengan menggunakan DDST (Denver Development Screning
Test).
6)

Pola kebiasaan sehari hari


a. Pola Nutrisi
Pada klien dengan demam typhoid ditemukan perubahan pola nutrisi
dimana terdapat penurunan nafsu makan, berkurangnya frekuensi makan
sehingga yang masuk tidak adekuat.
b. Pola eliminasi
Pola eliminasi klien dengan demam typhoid biasanya sering terjadi
konstipasi tetapi juga dapat terjadi diare atau pun normal seperti biasa. Bila
telah terjadi komplikasi perforasi/perdarahan usus dapat terjadi melena.
c. Pola istirahat dan tidur
Perubahan pola istirahat tidur dapat terjadi jika anak mengalami nyeri
sehingga anak menjadi gelisah dan rewel, biasanya kualitas dan kuantitas tidur
klien berkurang.
d. Pola Aktivitas dan latihan
Aktivitas klien terbatas karena klien dianjurkan untuk tirah baring
sebagai program terapi.
e. Pola personal hygiene
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan frekuensi mandi, menyikat
gigi, keramas, menggunting kuku sebelum sakit dan dapat dihubungkan
dengan kemampuan untuk merawat diri yang sudah dapat dilakukan oleh
klien.

7)

Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum klien sewaktu dilakukan pengkajian, biasanya klien
tampak lemah.
b) Pemeriksaan Persistem
(1) Sistem Pernafasan

Pada sistem pernafasan yang perlu dikaji bentuk hidung, irama


pernafasan, frekuensi, jenis pernafasan, bunyi nafas, pola nafas. Pada
penderita demam typhoid jika dalam keadaan demam dapat meningkatkan
frekuensi nafas atau perubahan pola nafas, nafas cepat dan dangkal.
(2) Sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovaskuler yang perlu dikaji konjungtiva,
peningkatan vena jugularis, nadi, suhu akral, capirally refill time, bunyi
jantung, irama jantung. Pada klien demam typhoid mengakibatkan
gangguan sirkulasi yaitu perubahan tanda-tanda vital, kulit pucat.
(3) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan yang perlu dikaji mukosa bibir, lidah, gigi,
kemampuan menelan dan mengunyah, bentuk abdomen, bising usus. Pada
klien demam typhoid kemungkinan ditemukan mukosa bibir kering dan
pecah-pacah, lidah tertutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan, pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar disertai nyeri pada
perabaan.
(4) Sistem Integumen
Pada sistem integumen yang perlu dikaji warna rambut,
pertumbuhan rambut, warna kulit, turgor kulit, suhu, keadaan kuku tangan
dan kaki. Pada klien demam typhoid kemungkinan ditemukan punggung
dan anggota gerak terdapat roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu
pertama demam dan dapat

ditemukan pula berupa peningkatan suhu

tubuh, selama minggu pertama suhu tubuh berangsur angsur naik setiap
hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi sore hari dan
malam hari.
(5) Sistem Persyarafan
Pada sistem persyarafan yang perlu dikaji kesadran klien, refleksrefleks. Pada klien demam typhoid kemungkinan ditemukan kesadaran
klien menurun yaitu apatis sampai somnolen apabila penyakitnya berat dan
terlambatnya pengobatan biasanya sampai terjadi stupor dan koma. Nilai
GCS kurang dari nilai normal yaitu 14.

(6) Sistem Perkemihan


Pada sistem perkemihan yang perlu dikaji palpasi kandung kemih
apakah ada nyeri tekan dan teraba kosong. Pada klien demam typhoid
ditemukan gangguan pada sistem perkemihan, ditemukan urine pekat.
Kemungkinan ini terjadi pada klien dengan dehidrasi akibat demam. Selain
itu juga akibat dari penyebaran basil salmonella typhosa sampai keginjal
kemungkinan dapat ditemukan basil dalam urine pada pemeriksaan
laboratorium.
(7) Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem muskuloskeletal yang perlu dikaji bentuk ekstremitas
atas dan bawah, edema, ROM, kekuatan otot. Pada klien demam typhoid
dapat ditemukan keluhan berupa nyeri otot, kelemahan fisik.
8) Data Psikososial
Perawatan anak dirumah sakit tidak hanya menimbulkan masalah pada
anak, tetapi pada orang tua juga. Banyak penelitian membuktikan bahwa
perawatan dirumah sakit menimbulkan stres pada orang tua. Oleh karena itu perlu
dikaji kecemasan pada orang tua sehubungan dengan penyakit yang di alami
anaknya.
Adanya stress pada anak dan orang tua disebabkan karena tidak mengerti
mengapa harus dirawat di rumah sakit, dimana bagi anak merupakan lingkungan
asing. Stres hospitalisasi akan mencetuskan rasa tidak aman dan nyaman bagi
anak dan keluarga, dimana keadaan ini memacu anak untuk menggunakan
mekanisme koping dalam menangani stress yang dapat berkembang kearah krisis.
9) Data Penunjang
Dalam pemeriksaan penunjang biasanya ditemukan data pemeriksaan
laboratorium berupa :
a) Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambaran leukopenia, limposit relatip dan aneosinofilia pada
permulaan sakit, mungkin ditemukan anemia dan trombositopenia ringan,
diduga efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus.
b) Pemeriksaan Widal
Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2-3 minggu
memastikan diagnosis demam typhoid. Reaksi widal tunggal dengan titer

antibody O 1 : 320 atau titer antibody H 1: 640 menyokong diagnosis


demam pada pasien dengan gambaran klinis yang khas.
c) Pemeriksaan Kultur (biakan empedu)
Menunjukan gambaran terdapatnya basil Salmonella typhosa dalam
urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak
didapatkan basil salmonella typhosa pada urine dan tinja maka klien
dinyatakan betul-betul sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman
(carrier).
10)

Data Pengobatan
a)

Penanganan fokus pada penyebab

b)

Pemberian cairan dan elektrolit

b. Analisa Data
Analisa data adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep
teori, prinsip asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi klien. Analisa data
dilakukan untuk menentukan diagnosa keperawatan yang muncul. (Gaffar, 1999 : 60)
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan aktual, potensial maupun resiko yang tujuannya mengidentifikasi : pertama;
adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah kesehatan atau
penyakit, kedua; fakto-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah, ketiga;
kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah (Gaffar, 1999 : 61).
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien (anak usia pra
sekolah) dengan demam typhoid adalah :
a. Menurut Ngastiyah : 2005, Suriadi : 2006, A. Aziz Alimul Hidayat 2006
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada
nafsu makan, mual dan kembung
2) Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake
cairan, peningkatan suhu tubuh
b. Menurut Ngastiyah : 2005 dan A. Aziz Alimul Hidayat : 2006
1) Resiko tinggi komplikasi berhubungan dengan basil virulen.
c. Menurut Suriadi : 2006
1) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran

2) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total


3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
d. Menurut Donna L. Wong : 2004
1) Cemas pada anak dan orang tua berhubungan dengan hospitalisasi
e. Menurut Ngastiyah : 2005
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi pada orang lain berhubungan dengan
terinfeksinya basil salmonella typhosa, kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit
Dalam menentukan prioritas masalah penulis mencoba menggabungkan beberapa
teori diantaranya menurut Carpenito yang membagi sifat masalah kesehatan menjadi lima
kategori yaitu aktual, resiko, kemungkinan, walness dan syndrome. Menurut Abraham
Maslow masalah keperawatan ditentukan berdasarkan kebutuhan dasar manusia dan
ancaman bahaya terhadap tubuh (Gaffar, 1999:61).
Dari Diagnosa keperawatan yang muncul diatas apabila di prioritaskan menurut teoriteori tersebut maka urutannya adalah sebagai berikut :
1. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan,
peningkatan suhu tubuh
3. Resiko tinggi komplikasi berhubungan dengan basil virulen
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu
makan, mual dan kembung
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
6. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada orang lain berhubungan dengan terinfeksinya
basil salmonella typhosa, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit
7. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total
8. Cemas pada anak dan orang tua berhubungan dengan hospitalisasi

3. Perencanaan

Perencanaan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien


menurut prioritas masalah, tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai

kebutuhan dengan tujuan untuk mengurangi,

menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap perencanaan


keperawatan adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran dan
tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan (Gaffar, 1999
: 63).
Perencanaan asuhan keperawatan pada anak dengan demam typhoid adalah
sebagai berikut :
Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi sensori 1.
berhubungan dengan penurunan
kesadaran
Tujuan: Mempertahankan fungsi
persepsi sensori
Kriteria hasil :
Anak tidak menunjukan
tanda-tanda
penurunan 2.
kesadaran yang lebih lanjut

Intervensi
Kaji
neurologis

status

1.

2.
Istirahatkan anak
hingga suhu tubuh dan
tanda-tanda vital stabil
3.

Resiko kurangnya volume cairan


berhubungan dengan kurangnya
intake cairan, peningkatan suhu
tubuh
Tujuan : mencegah kurangnya
volume cairan
Kriteria hasil :
Anak
menunjukan
tanda-tanda
terpenuhinya
kebutuhan cairan
Turgor kulit elastis
CRT kembali kurang
dari 3 detik
Mukosa bibir lembab

3.

Hindari aktivitas
yang berlebihan

1.

Observasi tandatanda
vital
paling
sedikit setiap 4 jam

1.

2.

Monitor
tandatanda
kekurangan
volume cairan : turgor
kulit
tidak
elastis,
produksi urin menurun,
membran
mukosa
kering, bibir pecahpacah
Observasi dan catat
intake dan output
Monitor pemberian
cairan melalui intravena
setiap jam
Berikan kompres
atau
dengan
tepid
sponge

2.

Berikan antibiotik
sesuai program

6.

3.
4.
5.

6.

3.
4.
5.

Rasional
Mengobsevasi
tingkat kesadaran dan
berguna jika telah
terjadi
komplikasi
pada susunan saraf
pusat
Membantu
dalam
proses
penyembuhan
dan
mencegah komplikasi
Meminimalkan
kelelahan
dan
penggunaan
energi
yang berlebihan
Perubahan tandatanda vital dapat
menunjukan adanya
proses peradangan
Deteksi
dini
terjadinya
kekurangan volume
cairan
sehingga
resiko tidak terjadi
Memonitor
intake output yang
adekuat
Berguna dalam
keefektipan
terafi
medik
Menurunkan
panas
melalui
evaforasi
dan
konduksi
Antibiotik dapat
menekan penyebaran
atau
perluasan
mikroorganisme

Resiko
tinggi
komplikasi
berhubungan
dengan
basil
virulen
Tujuan : Komplikasi tidak terjadi
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda
perdarahan
Tidak ada tanda-tanda
perporasi
Tidak ada tanda-tanda
pneumonia.

Perubahan nutrisi kurang dari


kebuhtuhan tubuh berhubungan
dengan tidak ada nafsu makan
Tujuan
:
Meningkatkan
kebutuhan nutrisi dan cairan
Kriteria hasil :
Anak
menunjukan
tanda-tanda nutrisi terpenuhi
BB
stabil
atau
menunjukan
adanya
peningkatan
Nafsu
makan
meningkat
Porsi makan habis
Tidak menunjukan tanda-tanda
malnutrisi

1.

Pantau tanda-tanda
vital, selidiki perubahan
tiba-tiba/penyimpangan

1.

2.

Lakukan istirahat
mutlak/tirah baring

2.

3.

Lakukan perubahan
sikap baringnya setiap 3
jam ; miring kanan
miring kiri

3.

4.

Berikan makanan
yang
cukup
mengandung cairan dan
kalori serta rendah serat

4.

1.

2.

1.

Izinkan anak untuk


memakan
makanan
yang dapat ditoleransi
anak, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas
gizi pada saat selera
makan anak meningkat
Berikan makanan
yang disertai dengan
suplemen nutrisi
Anjurkan orang tua
untuk
memberikan
makanan dengan porsi
sedikit tapi sering
Timbang
berat
badan setiap hari

2.

6.

Pertahankan
kebersihan mulut

6.

1.

Kaji pengetahuan
keluarga
tentang
hipertermi

1.

3.
4.

5.

Hipertermi berhubungan dengan


proses infeksi
Tujuan: Mempertahankan suhu
dalam batas normal
Kriteria hasil :
Anak akan menunjukan
tanda-tanda vital dalam batas

Menilai status gizi

2.

Observasi

suhu,

Perubahan tibatiba/penyimpangan
tanda-tanda
vital
menunjukan adanya
komplikasi
Memudahkan
proses penyembuhan
dan
menghindari
komplikasi
Berbaring terus
menyebabkan
pneumonia
hipostatik, mengubah
sikap baring secara
teratur
mencegah
dekubitus
dan
melancarkan aliran
darah.
Mengurangi
kerja
usus
dan
memudahkan
absorpsi nutrisi serta
menghindari
perlukaan
Mengobservasi
penyimpangan dari
normal
dan
mempengaruhi
pilihan intervensi
Membantu
untuk
memenuhi kebutuhan
gizi yang dibutuhkan
untuk
proses
penyembuhan

3.

Untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi

4.

Meminimalkan
anoreksia
dan
meningkatkan asupan
nutrisi
Membuat data dasar
dan membantu dalam
memantau
keefektifan
aturan
terapeutik
Mengurangi
rasa
tidak
enak
pada
mulut

5.

Sebagai
data
dasar
tentang
pengetahuan
yang
dimiliki
untuk
partisipasi
mendukung
proses
perawatan

normal
Suhu : 37,2 C
Nadi : 105 kali/menit
Respirasi
:
20-25
kali/menit
Tekanan Darah : 100/60
mmHg

nadi, tekanan
dan pernafasan

3.

4.
5.

Berikan
yang cukup

darah,

2.

minum
3.

Berikan kompres
air biasa dan lakukan
tepid sponge
Pakaikan baju yang
tipis dan menyerap
keringat

6.

Berikan
antipireksia

7.

Berikan
cairan
parenteral (IV) yang
adekuat

4.

5.

obat
6.
7.

Resiko tinggi penyebaran infeksi


pada orang lain berhubungan
dengan
terinfeksinya
basil
salmonella typhosa, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai
penyakit
Tujuan : Penyebaran infeksi
tidak terjadi
Kriterian hasil :
Infeksi tidak menyebar
Tidak menunjukan adanya
tanda-tanda infeksi

1.

2.

3.
4.
5.

Kurangnya
perawatan
diri
berhubungan dengan istirahat
total
Tujuan : Kebutuhan perawatan
diri terpenuhi
Kriteria hasil :
Anak dapat melakukan
aktivitas
sesuai
dengan
kondisi fisik dan tingkat

1.

2.

Tunjukan dorong
teknik mencuci tangan
dengan baik sebelum
dan sesudah kontak
dengan klien
Intruksikan dengan
anggota keluarga dan
pengunjung
untuk
mencuci tangan
Pembuangan feses
dan urine harus dibuang
kedalam WC
Batasi pengunjung
sesuai indikasi
Lakukan
isolasi/tempatkan klien
pada
ruangan
khusus/satukan dengan
penyakit yang serupa

Kaji aktivitas yang


dapat dilakukan anak
sesuai dengan tugas
perkembangan anak
Jelaskan
kepada
keluarga aktivitas yang
dapat dan tidak dapat
dilakukan
sehingga
demam
berangsur-

Peningkatan
tanda-tanda
vital
merupakan
resiko
terjadinya
kurang
volume cairan yang
tidak terlihat
Untuk mengganti
cairan yang hilang
melalui
proses
hipertermi
Menurunkan
panas
melalui
evaporasi
dan
konduksi
Mencegah
penguapan
yang
berlebihan
karena
peningkatan
suhu
tubuh
Antipireksia
berguna
dalam
menurunkan panas
Mendukung
dalam
pemenuhan
cairan yang tidak
dapat masuk melalui
oral.

1.

Efektif
berarti
menurunkan
penyebaran
atau
penambahan infeksi

2.

Menurunkan
resiko
penyebaran
infeksi

3.

Penyebaran
infeksi
bersumber
dari feses/urine
Menurunkan
pemajanan terhadap
phatogen infeksi lain
Teknik isolasi di
perlukan
u/
mencegah
penyebaran/melindun
gi klien dari proses
infeksi lain

4.
5.

1.

Berguna dalam
memelihara rencana
tindakan

2.

Istirahat/tirah
baring selam sakit
dilakukan
untuk
mencegah komplikasi
dan
mendukung

perkembangan anak
Klien
bersih
nyaman.

dan

3.

4.

Cemas pada anak dan orang tua


berhubungan
dengan
efek
hospitalisasi
Tujuan : Anak dan orang tua
tidak menunjukan tanda-tanda
cemas, orang tua aktif merawat
anaknya

1.

2.

3.

angsur turun
Bantu
untuk
memenuhi kebutuhan
dasar anak
Libatkan
peran
keluarga
dalam
memenuhi kebutuhan
dasar anak

Ajarkan pada orang


tua
untuk
mengekspresikan
perasaan takut dan
cemas,
dengarkan
keluhan orang tua dan
bersikap empati dan
sentuhan terapeutik
Gunakan
komuniasi terapeutik,
kontak mata, sikap
tubuh dan sentuhan
Libatkan orang tua
dalam perawatan anak

3.

4.

1.

Menurunkan rasa
cemas pada orang tua

2.

Mengurangi
kecemasan

3.

Adanya
orang
tua memberikan rasa
aman pada klien
Kekhawatiran
keluarga
mengenai
kondisi anak dan
pengobatan anak
Suatu
objek
mainan
dan
meningkatkan
pertumbuhan
dan
perkembangan yang
optimal

4.
4.

5.

Jelaskan
anak,
pengobatan
perawatan

kondisi
alasan
dan

Memberikan
rangsangan
sensorik
dan hiburan yang tepat
untuk
anak
sesuai
dengan
tahap
perkembangan
dan
kondisi

dalam
proses
penyembuhan
Untuk
meminimalkan
kelelahan
dan
memberi
rasa
nyaman pada klien
Meningkatkan
partisipasi
dan
kemandirian keluarga
dalam
perawatan
klien

5.

4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan
klien yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun
hasil kolaborasi dengan tim lain. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perencanaan
asuhan keperawatan antara lain fasilitas peralatan yang dibutuhkan, kerjasama antar
perawat dan kerja sama dengan tim kesehatan lain yang terkait (Gaffar, 1999 : 67)
5. Evaluasi
Fase terakhir dari proses keparawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan dengan melihat perkembangan masalah klien sehingga dapat

diketahui tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi hasil perencanaan


keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat dilihat pada kriteria hasil
intervensi keperawatan. (Gaffar, 1999 : 67)

Anda mungkin juga menyukai