Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kawasan dataran tinggi Dieng merupakan kawasan hasil pembentukan
proses vulkanik yang masih terdapat aktivitas hingga sekarang. Berdasarkan wilayah
administratif, kawasan Dieng termasuk dalam wilayah Kabupaten Banjarnegara dan
Kabupaten Wonosobo yang memiliki ketinggian tempat berkisar antara 1500-2000
mdpal,
dengan curah hujan rata-rata lebih dari 3500 mm/tahun. Secara umum
geologis kondisi fisik lahan sebagian besar merupakan bentukan dan pengaruh dari
aktivitas gunungapi dengan kemiringan lahan mulai dari datar, curam hingga sangat
curam serta lapisan tanah dari jenis andosol dan regosol yang memiliki karakteristik
mudah tererosi dan longsor.
Sikunir, dan Prambanan. Selama ratusan tahun setelah mengalami letusan, kaldera
Gunungapi Dieng kemudian ditumbuhi oleh beberapa kawah dan gunungapi baru
yang sampai saat ini masih bisa dilihat aktivitas keaktifannya melalui pos vulkanologi
yang berada di sekitar daerah tersebut.Daerah komplek Gunungapi Dieng ditutupi
oleh endapan berumur kuarter yang berupa aliran lava, material piroklastik, endapan
freatik, endapan lahar, endapan permukaan dan hasil erupsi Gunungapi Sindoro.
Menurut R Sukhyar (1986), endapan tersebut dapat dibagi menjadi 5 endapan
berdasarkan sumber erupsinya dengan urutan muda ke tua terdiri dari :
a. Endapan Permukaan
b. Endapan Dieng Muda
c. Endapan Dieng Dewasa
d. Endapan Dieng Tua
e. Hasil Erupsi Gunungapi Sindoro
Melihat
kondisi
fisik
tersebut
komplek
Gunungapi
Dieng
termasuk
gunungapi aktif. Hal ini dibuktikan dengan aktivitas beberapa kawah yang ada di
komplek Gunungapi Dieng. Kawah-kawah tersebut masih aktif dan mengeluarkan
lumpur maupun asap yang mengepul bebas di udara. Melihat beberapa ciri fisik yang
ada diketahui bahwa komplek Gunungapi Dieng memiliki aktivitas vulkanik yang
masih cukup tinggi hingga saat ini dan cenderung memiliki potensi berupa panas
bumi yang dihasilkan dari aktivitas vulkanik tersebut.
Selain memiliki manfaat yang sangat besar, aktivitas kawah-kawah yang ada
di komplek Gunungapi Dieng juga memiliki beberapa ancaman yang serius. Gas
ataupun mineral yang dihasilkan dari aktivitas kawah tersebut dapat mengancam
kehidupan penduduk yang ada di sekitar kawah. Harian Kompas (18 Maret 2013)
memberitakan bahwa aktivitas Kawah Timbang Dieng terus meningkat terkait dengan
perkembangan gas yang keluar dari kawah tersebut. Tercatat bahwa Kawah Timbang
mengeluarkan luncuran uap air dan gas yang semakin jauh dari biasanya dan hal ini
sangat membahayakan penduduk yang ada di sekitar kawah tersebut. Kemudian pada
Harian Sinar Harapan (13 Maret 2013) juga memberitakan hal yang sama dan
menghimbau warga agar selalu waspada sehingga kejadian bencana nasional gas
beracun yang pernah menewaskan 149 warga pada 20 Februari 1979 tidak terulang
kembali.
Kegiatan Post Volcanic yang terus terjadi di kompleks Dieng membentuk
kawah
yang
aktivitasnya
berpotensi
menimbulkan
bencana.Tingkat
kepadatan
penduduk rata-rata di Kawasan Dieng hampir mencapai 100 jiwa/km2 dan berladang
di sekitar daerah yang masuk dalam zona bahaya aktivitas gas tersebut. Pengelolaan
bencana gas beracun berupa langkah-langkah mitigasi, kesiapsiagaan, pengurangan
dampak bencana sampai dengan langkah pemulihan yang berupa rekonstruksi dan
rehabilitasi pasca bencana. Diharapkan dengan upaya pengurangan risiko bencana,
warga dapat mengelola bencana dengan baik dan mampu hidup berdampingan
dengan bencana (Living Harmony with Disaster)
1.2 Rumusan Masalah
Aktivitas vulkanik yang berada di Kompleks Gunungapi Dieng membentuk
banyak kawah.Keberadaan kawah tersebut dapat mengancam masyarakat yang
tinggal di sekitar kawah. Beberapa kejadian erupsi yang terjadi pada kawah yang
berada di Kompleks Gunungapi Dieng dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut
Tahun
1450
Letusan normal
Abu/Pasir
1825/1826 G. Pakuwojo
Letusan normal
Abu/Pasir
1883
Kw.Sikidang/Banteng
Peningkatan kegiatan
Lumpur kawah
1884
Kw.Sikidang
Letusan normal
1895
G. Siglagak
Pembentukan celah
Uap belerang
1928
G. Batur
Letusan Normal
1939
G. Batur
Letusan normal
Uap
dan
meninggal
1944
Kw.Sileri
Lumpur/59 meninggal,38
luka, 55 orang hilang
1964
Kw.Sileri
Letusan normal
Lumpur
Kw. Condrodimuko/
Hembusan
lumpur
1965
Telaga Dringo
fumarola,
Lumpur,5
orang
luka-
1979
Kw.Sinila
Hembusan
gas
racun
Gas CO2 , CO ?, CH4 , Korban 149
mencapai 3 km ke arah
meninggal
bawah lereng gunung
1990
Letusan freatik
Lumpur
2011
Kw. Timbang
Gas CO2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui karakteristik gas yang keluar dari kawah di kawasan Gunungapi
Dieng.
2. Mengetahui zona kerawanan gas CO 2 yang keluar dari kawah di kawasan
Gunungapi Dieng.
3. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap gas CO 2 yang keluar dari kawah di
kawasan Gunungapi Dieng.
4. Mengetahui bentuk mitigasi Bencana Gas CO 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kompleks Gunungapi Dieng
Komplek Dieng terletak pada zona Serayu Utara yang berumur Tersier,
dibatasi sebelah barat oleh daerah Karangkobar dan sebelah timur oleh daerah
Ungaran.
Material vulkanik
gunungapi dan letusan kawah yang masih aktif sejak kala Holosen sampai sekarang.
Daerah Dieng termasuk ke dalam cekungan Serayu Utara bagian tengah, yang secara
umum dapat dibagi menjadi 3 yaitu, cekungan Serayu Utara bagian barat, tengah dan
bagian timur. Cekungan serayu utara bagian tengah memiliki stratigrafi dari tua ke
muda
yaitu
Lapisan
Sigugur,
Formasi Merawu,
Formasi Pengatan,
Lapisan
Kendil : gunung
Patakbanteng,
Butak,
gunung Jurangrawah,
gunung
Petarangan,
gunung Prau,
gunung
air panas.Sesar radial yang dijumpai di selatan Pangoran, dan pada struktur ini
muncul kegiatan solfatar.
sedang yaitu kejang, kedut Otot, denyut jantung tak beraturan. Pada paparan tinggi
dapat menyebabkan kematian.
Menurut Shroder 1979 (Ratnawati 2003), Sulfur dioksida (SO2) merupakan
oksida belerang yang tidak mudah terbakar, beraroma tajam dan waktu tinggal
diudara selama 4 hari. Gas belerang dioksida (SO2) mempunyai sifat tidak berwarna,
tetapi berbau sangat menyengat dan dapat menyesakkan napas meskipun dalam kadar
rendah. Gas ini dihasilkan dari oksidasi atau pembakaran belerang yang terlarut
dalam bahan bakar miyak bumi serta dari pembakaran belerang yang terkandung
dalam bijih logam yang diproses pada industri pertambangan. Penyebab terbesar
berlebihnya kadar oksida belerang di udara adalah pada pembakaran batu bara.
Gas H2 S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk dari 2
unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Satuan ukur gas H2 S adalah PPM (part per
milion). Gas H2 S disebut juga gas telur busuk, gas asam, asam belerang atau uap bau.
(Sasangko, 2008). Hidrogen sulfida (H2 S) merupakan gas yang mudah terbakar,
aromanya khas seperti telur busuk dan waktu tinggal di udara selama 2 hari. Dalam
konsentrasi tinggi, gas emisi ini juga berbahaya bagi hewan dan manusia. Gas H2 S
terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh bakteri. Oleh karena itu gas
ini dapat ditemukan di dalam operasi pengeboran minyak / gas dan panas bumi,
lokasi pembuangan limbah industri, peternakan atau pada lokasi pembuangan
sampah.
Efek fisik gas H2 S terhadap manusia tergantung dari beberapa faktor,
diantaranya adalah (1) Lamanya seseorang berada di lingkungan paparan H2 S. (2)
Frekuensi seseorang terpapar. (3) Besarnya konsentrasi H2 S. (4) Daya tahan
seseorang terhadap paparan H2 S.Efek fisik gas H2S pada tingkat rendah dapat
menyebabkan terjadinya gejala-gejala sebagai berikut yaitu, sakit kepala atau pusing,
badan terasa lesu, hilangnya nafsu makan, rasa kering pada hidung, tenggorokan dan
dada. batuk batuk, kulit terasa perih
No
PPM
50
Karbondioksida (CO2 )
20
Amoniak (NH3 )
100
5
6
HCN
H3 As
10
0.05
Flour (F2 )
0,1
Klor (Cl2 )
10
11
12
13
NO
Keterangan
Di udara
Tidak Berbau
Tidak Berwarna (Putih Asap)
Di Udara
Tidak Berwarna (Putih Asap)
Tidak Berbau
Di Udara
Tidak Berwarna / Asap
Berbau
Di udara
Berbau
Tidak Berwarna
Di udara
Berwarna Kuning Muda
Di udara
Tidak Berwarna / Putih
Di udara
Berwarna Kuning Muda
Di udara
Tidak Berwarna / Putih
Cairan Tidak Berwarna
1 Mg M Exp.3
Di udara
Tidak Berwarna/putih
Berbau
Kosentr
asi
(PPM)
Dapat
Dicium
10 50 Seperti
Telur
Busuk
Dapat
DiCium
50 100 Seperti
Telur
Busuk
Dapat
Dicium
100
Seperti
150
Telur
Busuk
150
250
2 15
1530
3060
Dapat Dicium
Dapat Dicium
Dapat Dicium
Dapat Dicium
Dapat Dicium
Batuk-batuk
Mata Pedih
Merangsang
Mata
Merangsang
Saraf Penciuman Kerongkongan
Lumpuh
Saraf
Penciuman
Lumpuh
Merangsang Mata
Merangsang Mata
dan
dan Kerongkongan
Kerongkongan
Diijinkan Bekerja 8
Jam Tanpa Masker
Merangsang Saraf
Pernapasan (Ringan)
Merangsa
ng Mata
Merangsang Mata
250
Mata Pedih
dan
Sukar Bernafas
Saraf
350
Kerongkongan
Penciuma
n Lumpuh
Merangsa
ng Mata
Merangsang
350
Saraf
Mata
dan Sukar Bernafas
Kepala Pusing
450
Penciuma Kerongkongan
n Lumpuh
BatukKekuatan
Tubuh
Sukar Bernafas
450
Batuk
Kerja
Jantung Melemah
600
Tidak
Terganggu
Collapse
Meninggal
Sadar
Collapse
600
Tidak
Meninggal
Meninggal
10000
Sadar
Meninggal
Sumber: Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Dieng 2014
CO2
(%Volume)
Keterangan
<0.5
Aman
>1.5
Segera Dilakukan Evakuasi
1.5-7.99
Sesak Nafas, Berkeringat, Pusing, Lemas
8-14.99
Pusing, Mual, Kehilangan Kesadaran / Pingsan
15-24.99
Kehilangan Kesadaran
>25
Kehilangan Kesadaran secara cepat dan ebrakibat kematian
Sumber: Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Dieng (2014)
Tabel 2.4 Aktivitas Vulkanik / Sejarah Erupsi G. Dieng
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
14
15
16
17
Nama Kawah
Keterangan
Kw. Dringo
jumlah korban tidak diketahui
Kw. Pakuwojo
Kw. (?)
hujan abu
Kw. Timbang
39 korban jiwa
Kw. Timbang
10 korban jiwa
Kw. Sileri
144 korban jiwa
Kw Sileri
Erupsi lumpur
Kw. Sinila
Erupsi freatik dan gas beracun, 149 korban jiwa
Kw. Sileri
Semburan lumpur
Kw. Sileri
Semburan lumpur
Terjadi peningkatan gempa bumi
1991 & 1992 Muncul Semburan Lumpur
Kw. Padang Sari Semburan lumpur
1993
Kw. Sileri
Erupsi freatik
2003
Kw. Sileri
Erupsi freatik
2006
Kw. Sileri
Erupsi lumpur
Jan-09
Kw. Timabang
Muncul aliran gas CO2
Mei 2011
Sumber: Badan Vulkanologi dan Mitigasi Benana Dieng (2014)
Tahun
1786
1825/1826
1847
1928
1939
1944
1964
1979
1984
1986
Bencana
adalah
serangkaian
upaya
yang
meliputi
pencegahan
bencana,
tanggap
darurat,
rehabilitasi
dan
rekonstruksi (UU24/2007).
Gambar 2.1.
Siklus Manajeman Bencan
a. Tanggap darurat (response) adalah Upaya yang dilakukan segera pada saat
kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama
berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
b. Rehabilitasi (rehabilitation)memrupakan upaya langkah yang diambil setelah
kejadian
bencana
untuk
fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda
perekonomian.
c. Rekonstruksi (reconstruction) merupakan program jangka menengah dan
jangka
panjang
guna
perbaikan
fisik,
sosial
dan
ekonomi
untuk
(recovery)
merupakan
proses
pemulihan
darurat
kondisi
merupakan
serangkaian
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan untuk analisis kerawanan bencana GAS CO 2
di Kompleks Gunungapi Dieng adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Deskripsi Bahan
Bahan
Peta Struktur Geologi
Gunungapi Dieng
Spesifikasi
Kompleks Skala 1: 100.000
Sumber
ESDM, PVMBG
Skala 1: 20.000
BNPB, ESDM
Bulan Desember
PVMBG Dieng
Laporan
Bulan PVMBG Dieng
Desember
Fungsi
Untuk menentukan posisi absolut di lapangan
Untuk menyedot gas CO2 dan mengetahui kadarnya
Untuk melubangi tanah
Untuk dokumentasi kegiatan lapangan
3.2Tahapan Penelitian
3.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan untuk melakukan penelitian ini yaitu pengumpulan data
sekunder seperti peta persebaran gas CO 2 dan tingkat konsentrasinya, lalu data peta
zona kerawanan gas beracun yang dibuat Oleh BNPB. Pada tahap ini dilakukan
pembuatan peta dasar daerah penelitian, yaitu sebagian Kompleks Gunungapi Dieng
yang akan digunakan untuk survey lapangan. Peta dasar yang dibuat antara lain
seperti peta lereng, peta penggunaan lahan, peta blok pemukiman, serta peta sebaran
dan konsentrasi gas CO 2 di daerah peneltian. Peta peta tersebut dibuat dengan dasar
Peta RBI lembar Kejajar, lembar Batur skala 1:25.000, Citra GeoEye Kompleks
Gunungapi Dieng, data ketinggian (DEM), data kontur, Peta Geologi Bersistem
Lembar Banjarnegara Pekalongan, dan Peta Sebaran serta Konsentrasi gas CO 2 di
sebagian Kompleks Gunungapi Dieng
merekam konsentrasi gas lebih dari 5% maka alat akan berbunyi secara otomatis,
yang menandakan konsentrasi gas CO2 dalam tanah lebih dari 5%.
kuesioner
tipe
pertanyaan
tertutup.Teknik
pengambilan
sampel
menggunakan metode random sampling, dan kuota sampling, dimana pada satu desa
diambil sebanyak 15 responden.Penggunaan metode random sampling disebabkan
karena terbatasnya waktu penelitian.Wawancara dilakukan untuk menggali informasi
serta
penilaian
masyarakat
terhadap
bencana
langsung
dalam
upaya
pengurangan
risiko
bencana
gas
lapangan dan data historis tentang kejadian munculnya gas beracun (CO 2 ). Analisis
meliputi karakteristik gas beracun yang muncul pada Kompleks Gunungapi Dieng
bagian barat, serta karakteristik munculnya gas CO 2 pada bagian Timur.Perbedaan
karakteristik tersebut didapatkan dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan,
sehingga patut untuk dilakukan analisis lebih mendalam.
3.3.2 Kerawanan Bencana Gas CO2
Hasil pengolahan data sekunder yang berupa data historis munculnya gas CO 2
yang disertai dengan konsentrasinya dan data primer hasil pengukuran diolah mejadi
sebuah peta kerawanan.Pembuatan peta kerawanan berdasarkan beberapa parameter
yang terkait dengan perbedaan karakteristik munculnya gas CO 2 serta persebarannya,
seperti lembah, arah angin, keberadaan sesar serta posisi pemukiman.Kombinasi dari
beberapa parameter tersebut diolah dan disajikan dalam sebuah peta kerawanan.
3.3.3 Mitigasi Bencana dan Kerifan Lokal Gas CO2
Analisis tentang upaya mitigasi bencana juga dilakukan terkait dengan
bencana gas beracun (CO 2 ). Analisis ini berfungsi untuk mengurangi risiko bencana
terhadap dampak bencana gas CO 2 . Selain itu analisis tentang Local Wisdom
masyarakat yang tinggal disekitar daerah rawan gas CO 2 juga akan dilakukan analisis
dan diukur keefektifannya dalam upaya mengurangi risiko. Sehingga diharapkan, dari
hasil kuliah kerja lapangan ini dapat menghasilkan suatu peta serta analisis yang
bermanfaat bagi warga masyarakat yang tinggal di daerah
beracun CO 2 , serta dapat mengurangi risiko bencana terhadap munculnya gas beracun
CO2 .
Titik
Keluarnya
CO2
Peta Geologi
Data
Permukiman
Lembah
Sungai
Struktur
Geologi
Pengukuran Langsung
Lapangan
Pengeplotan
Konsentrasi CO 2
Penilaian Persepsi
M asyarakat
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH
termasuk
dalam
wilayah
administrasi
Kabupaten
Banjarnegara.Daerah
penelitian bahaya gas CO 2 berada pada dua wilayah administrasi, yaitu kecamatan
Kejajar dan Kecamatan Batur.
Persebaran pola pemukiman ini disebabkan karena tidak semua wilayah pada daerah
kajian cocok untuk digunakan sebagai kawasan pemukiman. Hal ini dipengaruhi oleh
kemiringan lereng, ketersediaan, adanya pola patahan dan kelurusan, serta dengan
pertimbangan potensi munculnya gas CO 2 .
Peta penggunaan lahan yang dibuat ini berdasarkan Peta Rupabumi Indonesia
(RBI) skala 1:25.000. Sehingga untuk update data penggunaan lahan, kemungkinan
besar masih menggunkana data tahun 1992. Berdasarkan pengamatan visual di
lapangan, tidak terjadi banyak perubahan penggunaan lahan pada daerah penelitian
tersebut.Faktor yang mempengaruhi sedikitnya perubahan penggunaan lahan tersebut
adalah karena factor alam seperti lereng, kondisi geologi, serta faktor ketersediaan
air.Sedangkan faktor sosio-kultural yang mungkin berpengaruh adalah keberadaan
hubungan kekeluargaan.
Sebagian besar daerah penelitian didominasi oleh tegalan tidak lepas dari pola
pemanfaatan lahan masyarakat sekitar.Sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk
bercocok tanam, tanaman kentang, serta sayuran lainnya seperti kobis, cabai, dan
wortel.Faktor iklim dengan curah hujan yang cukup tinggi dan tingkat kelembaban
yang sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap pola pemanfaatan lahan oleh
masyarakat.Pemanfaatan lahan tegalan untuk bertanam kentang sudah sejak lama
dilakukan oleh penduduk di Kompleks Gunungapi Dieng. Sumber sumber air tawar
sebagai suplai air untuk tanaman diambil dari danau air tawar yang berada di sekitar
tegalan tersebut. Namun erosi dan kerusakan lingkungan lainnya menjadi kendala
dalam produktivitas tanaman kentang dan tanaman sayur lainnya. Hal ini tidak lepas
dari tidak tepatnya pengolahan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar
4.3 Kondisi Lereng
Letak
langsung
menunjukkan bahwa daerah penelitian sebagian besar terletak pada kemiringan lereng
kelas 31 70%.Perbedaan kelas kemiringan lereng disebabkan oleh perbedaan batuan
kajian
sebagian
Kompleks
Gunungapi Dieng
didominasi oleh Batuan Gunungapi Dieng, selain itu juga terdiri dari Batuan
Gunungapi Jembangan, dan batuan Aluvial dan Endapan Danau. Secara genesis,
kawasan Kompleks Gunungapi Dieng dulunya merupakan satu kesatuan. Kompleks
Gunungapi Dieng terdiri dari kelompok gunungapi, diantaranya terdapat Plato dengan
beberapa pusat letusan kecil. Gunungapi Sundoro adalah gunungapi muda yang
terletak disebelah tenggara Dieng dan merupakan peralihan gunungapi zona tengah.
Kompleks gunungapi jembangan sebelah utara Dieng, terdiri dari gunungapi tua dan
depresi volkano tektonik yang dipengaruhi oleh sesar. Sesar yang terdapat pada
Kompleks Gunungapi Dieng terbentang dari timur sampai ke barat, seperti yang
terlihat dalam peta.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Umum Gunungapi Dieng
Dataran tinggi Dieng lebih dikenal sebagai lokasi wisata ketimbang sebuah
kompleks gunungapi tua dengan segala seluk beluknya. Secara geologi Dieng
merupakan sebuah kompleks gunungapi tua yang berada di Jawa Tengah. Lokasi
wisata ini sudah dikenal di dalam maupun luar negeri. Berita tentang naiknya status
Waspada (level 3) Kompleks Gunungapi Dieng ini tentunya banyak mengundang
pertanyaan. Apa sebenernya kompleks gunung Dieng ini.
Menurut catatan VSI (Vulkanological Survey Indonesia) kompleks gunungapi
ini dikenal dengan
Nama : G. Dieng (Nama Lain : Gunung Parahu)
Lokasi : Nama kota Dieng Kulon. Kota terdekat Banjar-negara (kota
Kabupaten)
Koordinat : 712 LS dan 10954 BT
Ketinggian : 2565 m. dpl
Tipe Gunungapi : Strato, dengan lapangan solfatara dan fumarola, serta
banyak kawah (cone)
Gunungapi Dieng
memang
berupa
Sikidang, Upas,
dengan
jatuhan
piroklastik.
Episoda Kedua
G. Palangonan dan Mardada memiliki kawah yang berlokasi kearah timur dari
Nagasari, masih memperlihatkan morfologi muda (bertekstur halus), serta
menghasilkan lava dan endapan piroklastika.
G. Pager Kandang (Sipandu) memiliki kawah pada bagian utara. Solfatara dan
fumarola tersebar sepanjang bagian dalam dan luar kawah dengan suhu 74oC,
serta batuan lava berkomposisi basaltis, yang tersingkap di dinding kawah.
G.
Sileri,
merupakan
kawah
preatik
yang
memperlihatkan
aktivitas
hydrothermal berupa airpanas dan fumarola. Kawah ini telah aktif sejak dua
ratus tahun terahir, menghasilkan piroklastika jatuhan.
G. Igir Binem, adalah gunungapi strato yang memiliki dua kawah, disebut
dengan telaga warna, yang tingkat aktivitas hidrothermalnya cukup kuat.
Group G. Dringo-Paterangan terletak didalam daerah depresi Batur, terdiri
dari kawah komposite, menghasilkan lava andesitis dan piroklastik jatuahan.
5.2.3 Episoda Ketiga (Formasi Pasca Kaldera)
Gambar 5.2 Peta Geologi Dieng yang dibuat oleh Sukhyar (1994)
Aktivitas gunungapi pada episoda ini, menghasilkan lava andesit biotit, jatuhan
piroklastik dan aktivitas hydrothermal
5.3 Sejarah Letusan Dieng
Sejak tahun 1600, kegiatan G.api Dieng tidak memperlihatkan adanya letusan
magmatik, tetapi lebih didominasi oleh aktivitas letusan freatik atau hydrothermal,
sebagaimana diperlihatkan oleh beberapa aktivitas yang telah diperlihatkan dalam
sejarah letusan.
Tabel 5.1 Kegiatan Vulkanik/Sejarah Erupsi Gunungapi Dieng
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Tahun
1786
1825/1826
1847
1928
1939
1944
1964
1979
1984
1986
1991 & 1992
1993
1996/1997
2003
2006
Jan-09
Sep-09
Mei 2011
Keterangan
Kw. Dringo, Korban (?)
Kw. Pakuwojo
Kawah (?), Hujan abu
Kw. Timbang, 39 korban meninggal
Kw. Timbang, 10 korban meninggal
Kw. Sileri, 114 korban meninggal
Kw. Sileri, erupsi lumpur
Kw. Sinila, erupsi freatik dan gas racun, 149 korban meninggal
Kw. Sileri, semburan lumpur
Kw. Sileri, semburan lumpur
Peningkatan gempa
Kw. Padang Sari, Muncul semburan lumpur
Kw. Padang Sari, semburan lumpur
Kw. Sileri, erupsi freatik
Kw. Sileri, erupsi freatik
Kw. Sibanteng, erupsi freatik
Kw. Sileri, erupsi lumpur
Kw. Timbang munculnya aliran gas CO2
5.4 Karakteristik Sebaran Gas di Zona Barat dan Timur Kawasan Gunungapi
Dieng
5.4.1 Karakteristik Sebaran Gas di Zona Barat Kawasan Gunungapi Dieng
Erupsi freatik
cukup
diperlihatkan oleh jumlah kawah yang terbentuk, yaitu 70 buah dibagian timur dan
tengah komplek, serta 30 buah dibagian barat sector Batur. Sedikitnya 10 erupsi
freatik telah terjadi dalam kurun waktu 200 tahun terahir.Letusan freatik inilah yang
merupakan bentuk bahaya dari kompleks Gunung Dieng.
Menurut VSI erupsi freatik komplek Dieng dapat dibagi dalam dua katagori:
Erupsi tanpa adanya tanda-tanda (precursor) dari seismisitas, yaitu hasil dari
proses self sealing dari solfatar aktif (erupsi hydrothermal).
Erupsi yang diawali oleh gempabumi lokal atau regional, atau oleh adanya
retakan dimana tidak adanya indikasi panas bumi di permukaan. Erupsi dari
tipe ini umum terjadi di daerah Graben Batur, sebagaimana diperlihatkan oleh
erupsi freatik dari vulkanik Dieng pada Februari 1979. Aktivitas erupsi di
komplek Dieng termasuk dalam kategori kedua.
Pengukuran
di
lapangan
dilakukan
pada
titik-titik
yang
ditentukan
berdasarkan data sekunder aliran gas dari Kawah Timbang.Pengukuran ini dilakukan
oleh Tim KKL 3 Fakultas Geografi UGM didampingi oleh petugas dari Pos
Pengamatan Gunungapi Dieng dengan menggunakan gas detector pada 3 titik di zona
barat.Berikut beberapa dokumentasi saat pengukuran dengan menggunakan gas
detector di lapangan.
pengukuran
tersebut
ditemukan
melebihi
ambang
batas
yaitu
0.5
volume.Sedangkan kandungan gas CO 2 yang ada di udara masih dalam batas aman
yaitu sebesar 0.03 % volume.Melalui hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
kandungan gas CO 2 yang ada di dalam tanah lebih berbahaya daripada kandungan gas
yang berada di udara. Kandungan gas CO 2 yang ada di dalam tanah ini akan keluar
jika ada retakan-retakan tanah. Retakan-retakan tanah tersebut bisa terjadi jika ada
gempa bumi maupun aktivitas manusia.Retakan tanah yang terjadi akibat aktivitas
manusia inilah yang sangat berpotensi besar dikarenakan aktivitas pertanian.Aktivitas
pertanian yang ada di kawasan Gunungapi Dieng ini sangat intensif dan membuat
degradasi lingkungan yang berat.Perlu diketahui bahwa kandungan gas CO 2 sangat
berbahaya bagi manusia.Berikut beberapa karakteristik gas CO 2 yang bisa dijadikan
acuan.
Tabel 5.2 Kisaran Pengukuran Gas CO2 dan Dampak Terhadap Manusia
No
1
2
3
4
5
CO2 (% Volume)
> 25
< 0.5
> 1.5
1.5 - 7.99
8 - 14.99
15 - 24.99
Keterangan
Aman
Segera dilakukan evakuasi
Sesak nafas, berkeringat, pusing, lemas
Pusing, mual, kehilangan kesadaran/pingsan
Kehilangan kesadaran
Kehilangan kesadaran secara cepat dan
berakibat kematian
Konsentrasi (PPM)
10 - 50
50 - 100
100 - 150
150 - 250
250 - 350
350 - 450
450 - 600
600 - 1000
0 - 2 Menit
Dapat dicium
sebagai telur
busuk
Dapat dicium
sebagai telur
busuk
Dapat dicium
sebagai telur
busuk
Merangsang mata
syaraf pencium
lumpuh
Merangsang mata
syaraf pencium
lumpuh
Batuk-batuk
Tidak sadar
Tidak sadar
2 - 15 Menit
Dapat dicium
15 - 30 Menit
Dapat dicium
30 - 60 Menit
Dapat dicium
diijinkan bekerja selama 8 jam
tanpa masker
Merangsang
syaraf
pernapasan ringan
Merangsang
kerongkongan
Dapat dicium
Dapat dicium
Batuk-batuk
merangsang
mata
Syaraf
penciuman
lumpuh
Mata pedih
Mata pedih
syaraf pencium
lumpuh
Merangsang mata
dan kerongkongan
Merangsang mata
dan kerongkongan
Sukar bernapas
Merangsang
mata dan
kerongkongan
Sukar
bernafas
collapse
collapse
meninggal
Sukar bernafas
Kepala pusing
Kerja jantung
terganggu
Kekuatan tubuh
melemah
meninggal
Merangsang mata
dan kerongkongan
Meninggal
Berdasarkan Tabel 5.2 dan 5.3 perlu diperhatikan dengan seksama masingmasing karakteristik gas dan dampaknya. Semakin besar kadarnya dalam tubuh dan
semakin lama terpapar gas maka akan membuat dampak buruk bagi manusia bahkan
dapat mengalami kematian.
Konsentrasi (PPM)
10 - 50
50 - 100
100 - 150
150 - 250
250 - 350
350 - 450
450 - 600
600 - 1000
0 - 2 Menit
Dapat dicium
sebagai telur
busuk
Dapat dicium
sebagai telur
busuk
Dapat dicium
sebagai telur
busuk
Merangsang mata
syaraf pencium
lumpuh
Merangsang mata
syaraf pencium
lumpuh
Batuk-batuk
Tidak sadar
Tidak sadar
2 - 15 Menit
Dapat dicium
15 - 30 Menit
Dapat dicium
30 - 60 Menit
Dapat dicium
diijinkan bekerja selama 8 jam
tanpa masker
Merangsang
syaraf
pernapasan ringan
Merangsang
kerongkongan
Dapat dicium
Dapat dicium
Batuk-batuk
merangsang
mata
Syaraf
penciuman
lumpuh
Mata pedih
Mata pedih
syaraf pencium
lumpuh
Merangsang mata
dan kerongkongan
Merangsang mata
dan kerongkongan
Sukar bernapas
Merangsang
mata dan
kerongkongan
Sukar
bernafas
collapse
collapse
meninggal
Sukar bernafas
Kepala pusing
Kerja jantung
terganggu
Kekuatan tubuh
melemah
meninggal
Merangsang mata
dan kerongkongan
Meninggal
No
1
Macam Gas
Karbon
Monoksida
(CO)
Karbon
Dioksida
(CO2)
Hydrogen
Sulfida
(H2S)
PPM
50
5000
20
Amoniak
(NH3)
100
5
6
HCN
H3As
10
0.05
Flour
(F2)
0.1
8
9
10
11
12
13
Asam
Flourida (HF)
Chlour
(Cl2)
Asam
Khlorida (HCl)
Asam
Sulfat (H2SO4)
Belerang
Dioksida
(SO2)
NO2
3
1
5
1
5
5
Keterangan
Di Udara
Tidak Berbau
Tidak Berwarna (Putih Asap)
Di Udara
Tidak Berwarna (Putih Asap)
Tidak Berbau
Di Udara
Tidak Berwarna/Asap
Berbau
Di Udara
Berbau
Tidak Berwarna
Di Udara
Berwarna Kuning Muda
Di Udara
Tidak Berwarna/Putih
Di Udara
Berwarna Kuning Muda
Di Udara
Tidak Berwarna/Putih
Cairan Tidak Berwarna
1 MG M EXP. 3
Di Udara
Tidak Berwarna/Putih
Berbau
-
memberikan papan peringatan agar jangan terlalu dekat dengan bibir kawah dan
jangan terlalu lama berada di objek tersebut.
5.4.3 Karakteristik Sebaran Gas di Kawasan Gunungapi Dieng
Sebaran gas yang ada di kawasan Gunungapi Dieng tidak selalu keluar
melalui kawah-kawah yang ada di daerah tersebut. Akan tetapi juga akan keluar
melalui retakan-retakan tanah di daerah sekitarnya. Salah satu faktor yang membuat
retakan tanah dapat terbentuk adalah gempa bumi yang berada di patahan-patahan
sekitar daerah tersebut.
Gambar 5.6 Peta Sebaran Gas CO2 Sebagian Kompleks Gunungapi Dieng
Sesar-sesar mengepung daerah barat dari kawasan Gunungapi Dieng dan ini
mengindikasikan bahwa daerah ini sangat rentan akan keluarnya gas dari retakanretakan
tanah.
Apabila
aktivitas
kawah
meningkat
maka
dapat
dipastikan
permukiman yang ada di sekitar kawah maupun sesar tersebut akan terkena dampak
dari aktivitas kawah yaitu dapat berupa gas yang keluar dari retakan tanah. Kemudian
juga daerah-daerah tersebut juga akan mendapatkan bahaya berupa kerusakan yang
cukup parah jika ada gempa bumi. Oleh karena itu daerah tersebut perlu mendapatkan
perhatian
dan
perlu
langkah
strategis
dalam
kaitannya
dengan
pengelolaan
kebencanaan.
5.5 Analisis Kerawanan Bencana Gas CO2
Salah satu upaya untuk mengurangi risiko bencana adalah membuat sebuah
peta kerawanan. Pengurangan risiko bencana akan maksimal apabila masyarakat
dapat langsung berperan serta. Elemen risiko dari sebuah bencana tentunya berbeda
beda, salah satunya adalah masyarakat atau penduduk yang tinggal di daerah rawan
bencana. Peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam upaya pengurangan risiko,
karena warga masyarakat secara langsung dapat terlibat dalam upaya pengurangan
risiko tersebut.
Penanganan bencana pada masing masing daerah tidak selalu sama, hal ini
harus disesuaikan dengan tipe atau jenis bencana yang ada pada daerah tersebut.
Penanganan
bencana
dengan
penanganan
bencana
munculnya gas beracun.Penanganan bencana gas beracun tidak cukup dengan hanya
sebatas tindakan responsif atau sesaat setelah terjadi bencana. Namun diperlukan
pemantauan terus menerus, terhadapa titik titik munculnya gas beracun tersebut.
Gas merupakan sebuah obyek yang mematikan namun kasat mata, dan tingkat
persebarannya tidak dapat diketahui secara pasti. Pemantauan titik gas beracun juga
tidak sebatas hanya memantau titik tersebut, namun juga melibatkan parameter lain,
seperti kejadian gempa, letak sesar
pemukiman. Untuk daerah yang diteliti adalah daerah sekitar Kawah Timbang yang
sempat meletus pada tahun 2011 lalu.
meletusnya Kawah Timbang.Daerah ini terletak pada lembah yang menjadi jalur gas
CO2 dari Kawah Timbang.Wilayah ini juga terdapat sesar yang mempunyai potensi
untuk keluarnya gas CO 2 dari dalam tanah dengan intensitas yang sangat tinggi
apabila terjadi gempa lokal ataupun gempa volkanik.
Blok pemukiman yang berada disekitar KRB III mempunyai potensi untuk
terkena gas CO 2 . Berdasarkan data historis yang diperoleh dari PVMBG, gas CO 2
mempunyai jarak tempuh yang cukup jauh yaitu sejauh 700 m.
Peta Kerawanan
KRB II ini lebih luas jika dibandingkan dengan wilayah KRB III.Luas masing
masing KRB ini sesuai dengan peta KRB dari BNPB, selanjutnya dilakukan
modifikasi dengan memperhatikan letak sesar dan sebaran konsentrasi gas CO 2 .KRB
II bukan jalur gas CO 2 namun memiliki potensi terkena gas CO 2 yang dihasilkan dari
sesar yang banyak terdapat di dalamnya. Wilayah blok pemukiman yang berpotensi
terkena becana di KRB II ini antara lain Desa Gempol dan Desa Sumberejo.
Gas beracun CO 2 dari kawah timbang kemungkinan masih dapat menjangkau
wilayah KRB II ini.Jika dilihat dari peta yang dihasilkan KRB II masih terdapat pada
range area radius 1 km. Namun sebaran gas CO 2 dari kawah timbang dapat terhalang
dengan adanya lembah dan sungai yang berada di sekitar jalur keluarnya gas CO 2
tersebut. Gas CO 2 mempunyai dua sifat, yaitu apabila gas CO 2 diikuti oleh embun,
gas CO 2 akan mengalir seperti air mengikuti gravitasi karena mempunyai berat jenis
yang lebih berat. Sifat yang kedua adalah apabila gas CO 2 tidak mengikat uap air,
maka gas CO 2 mempunyai masa jenis lebih rendah. Masa jenis gas yang lebih rendah
tersebut akan mudah hilang apabila terkena sinar matahari. Gas CO 2 yang terikat oleh
uap air, akan cenderung mengikuti lembah, sehingga semakin mudah untuk diprediksi
dan dlakukan penanganan apabila terjadi gempa
Wilayah KRB I merupakan wilayah dengan kadungan gas CO 2 dalam tanah
diluar ambang batas.Meskipun masuk dalam wilayah KRB I, wilayah ini jauh dari
sumber gas beracun CO 2 .Wilayah KRB ini mempunyai topografi yang lebih tinggi
dibandingkan wilayah KRB III dan KRB II.Sehingga potensi untuk terkena dampak
gas
beracun
lebih
kecil.Topografi
yang
tinggi
dengan
morfologi
berbukit
menyebabkan kemungkinan terkena dampak dari gas CO 2 semakin kecil. Letak sesar
yang berada di utara menjadi salah satu ancaman dapat mengancam keberadaan
pemukiman di sekitar wilayah KRB I, seperti Desa Pekasiran, Desa Pasurenan, dan
Desa Batur. Penjelasan tentang karakteristik masing masing wilayah KRB I, II, dan
III dapat dilihat pada profil penampang melintang Gambar 5.10
Desa Sumberejo dan desa Gembol merupakan desa yang memiliki tingkat
kerawanan tinggi untuk terkena dampak dari bencana gas beracun.Selain ancaman
dari kawah Timbang, ancaman juga muncul dari kawah Sinila yang berada di atas
kawah Timbang dengan letak topografi yang lebih tinggi.Mengingat sifat gas CO 2
yang bergerak seperti air, yaitu mengikuti gravitasi. Tingkat kelembaban yang tinggi
pada Kompleks Gunungapi Dieng menyebabkan gas CO 2 cenderung terikat oleh uap
air, sehingga mempunyai masa jenis lebih berat dan bergerak sesuai gravitasi.
Akses jalan yang menjadi jalur evakuasi yang berada di sekitar daerah Kalisat
menjadi jalur bergeraknya gas CO2 yang berasal dari Kawah Timbang. Berdasarkan
fakta yang terjadi di lapangan pada saat terjadi bencana gas beracun, akses jalan
tersebut menjadi terputus disebabkan jalan yang digunakan menjadi jalur gas CO 2 ,
Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah mengevakuasi masyarakat ke arah atas,
yaitu ke arah Kecamatan Batur karena untuk melakukan evakuasi kearah Dieng tidak
mungkin dilakukan. Terputusya jalur evakuasi yang disebabkan gas CO 2 tersebut,
juga dapat menjadi masukan untuk Pemangku Kepentingan (Stakeholders) terkait,
guna mencari solusi dengan mencari jalan alternative saat terjadi bencana gas
beracun. Tingkat kerentanan masyarakat Desa Sumberejo dan Gembol akan semakin
tinggi apabila bencana munculnya gas beracun terjadi pada saat malam hari. Karena
gas merupakan suatu obyek yang kasat mata, maka akan sulit dikenali pada saat
malam hari
Hasil
wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar warga yaitu hampir 95% mengetahui
bahwa daerah mereka rawan terhadap bencana gas beracun dan
hampir 30%
masyarakat mengetahui asal dari munculnya gas beracun yaitu dari adanya intensitas
maupun besarnya gempa vulkanik atau rekahan lereng yang terbentuk. Besarnya
dampak dari gas-gas yang terkomposisi dalam gas beracun masih belum diketahui
oleh masyarakat hal ini terlihat dari kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
kandungan gas yang berbahaya. Masyarakat mengetahui hanya sebatas gas yang
menjauhi lereng atau lembah. Waktu keluarnya gas beracun sebanyak 32%
masyarakat mengetahui dari aktivitas didanau kawah, sebanyak 24% masyarakat
mengetahui ketika musim hujan, 16% masyarakat mengetahui setelah gempa atau
ketika mendung, dan sebanyak 28% masyarakat tidak mengetahui waktu-waktu
tertentu gas beracun keluar. Penyebab lain gas beracun keluar selain dari aktivitas
didanau kawah adalah dari rekahan tanah sebanyak 36% masyarakat memilih
penyebabnya. Kemudian disusul dengan curah hujan yang tinggi sehingga kondisi
tanah semakin gembur dan mudah untuk merekah oleh sebab itu ketika musim hujan
dengan curah hujan yang tinggi beberapa masyarakat sudah mulai memperhatian
kondisi alam sekitar untuk mengetahui pergerakan gas CO 2 dari rekahan tanah yang
cukup membahayakan.
Gas CO 2 yang aktif keluar dari kawah timbang sudah memiliki jalur
perjalanan tersendiri yaitu menuruni lembah dan mengikuti alur ke kalisat sedangkan
apabila hanya terjadi gempa dan terjadi rekahan tanah, hal ini yang cukup
mengkhawatirkan sebab rekahan tanah masih belum dapat di prediksi oleh sebab itu
apabila terjadi gempa masyarakat dihimbau untuk mengungsi kearah barat menjauh
dari kawah. Adanya peristiwa keluarnya gas beracun sangat berdampak kerugian baik
keselamatan jiwa maupun kerugian harta benda sehingga masih sangat perlu
dilakukan upaya sosialisasi terkait bahaya gas beracun, waktu yang sering keluarnya
gas beracun serta upaya mitigasi yang paling utama ketiga gas beracun mulai terasa.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa masyarakat didapatkan
bahwa sebagian besar dampak kerugian terbesar akibat adanya fenomena gas beracun
adalah kerusakan lahan pertanian yang berimbas pada aktivitas ekonomi yang
menurun. Kematian penduduk tidak menimbulkan banyak korban begitu pula dengan
adanya kerusakan kesehatan (pernafasan) juga hampir tidak menimbulkan korban
jiwa. Berbeda dengan keluarnya gas beracun dari kawah timbang tahun 1978 yang
menimbulkan banyak korban jiwa, hal ini mengindikasikan bahwa upaya mitigasi dan
pengetahuan penduduk mengenai kondisi alam sekitar meningkat lebih baik.
Fenomena gas beracun cukup menganggu kehidupan masyarakat bahkan
terdapat masyarakat yang beranggapan bahwa gas beracun merupakan sebuah
bencana meskipun demikian masyarakat untuk pindah lokasi rumah namun menolak.
Sebanyak 52% masyarakat yang diwawancara memberikan alasan tidak akan pindah
karena berkaitan dengan tempat mencari nafkah, 28% masyarakat beralasan tidak
memiliki tanah di lain tempat dan 20% masyarakat beralasan adanya warisan dari
orang tua. Kondisi permukiman yang sangat dengan kawah maupun tebing sangat
beresiko terkena dampak gas beracun. Oleh karenanya sosialisasi serta pemantauan
kondisi lingkungan harus senantiasa diperhatikan agar tidak menimbulkan korban
jiwa.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Karakteristik persebaran gas (CO 2 ) dipengaruhi oleh letak lembah, keberadaan
sesar, dan kandungan CO 2 . Sifat gas CO 2 yang dapat mengikat uap air menyebabkan
gas tersebut dapat mengalir melewati lembah Kalisat ke arah selatan. Lembah Kalisat
merupakan lembah yang berhulu di kawah Timbang. Selain itu semburan gas dapat
keluar melalui rekahan dan sesar jika terjadi gempabumi. Gas yang keluar tersebut
merupakan gas-gas yang terperangkap di dalam tanah akibar proses hidrotermal.
2. Kerawanan gas CO 2 di Kawah Timbang terbagi menjadi tiga, yaitu Kelas
Kerawanan III terletak di sekitar lembah yang menjadi jalur gas CO2 dari kawah
timbang. Kelas kerawanan ini memiliki sesar yang mempunyai potensi untuk
keluarnya gas CO2 dari dalam tanah dengan intensitas yang sangat tinggi apabila
terjadi gempa lokal ataupun gempa volkanik. Pemukiman yang berpotensi terkena
becana adalah Desa Sumberejo. Kelas Kerawanan II merupakan wilayah dengan
kandungan gas dalam tanah tinggi dan mempunyai potensi keluarnya gas dari sesar
apabila terjadi gempa. Pemukiman yang berpotensi terkena becana di KRB II ini
antara lain Desa Gempol dan Desa Sumberejo. Kelas Kerawanan I merupakan
wilayah yang memiliki kadungan gas CO2 dalam tanah diluar ambang batas.
Meskipun masuk dalam wilayah KRB I, wilayah ini jauh dari sumber gas beracun
CO2.
3. Persepsi masyarakat terhadap gas beracun yang keluar dari kawah di kawasan
gunungapi Dieng sebagai besar telah menujukkan kesiapsiagaan dengan mengetahui
kondisi wilayah yang rawan terhadap bencana gas beracun, mengetahui karakteristik
tanda-tanda ketika gas beracun keluar dari kawah maupun rekahan, namun
pengetahuan mengenai kandungan komposisi dari gas beracun masih kurang sehingga
masih perlu dilakukan sosialisasi terkait gas beracun.
4. Bentuk mitigasi bencana gas beracun yang dilakukan masyarakat dengan cara
sederhana namun cukup efektif dalam mendeteksi keberadaan gas beracun terutama
gas CO2 yang tidak terlihat secara kasat mata. Selain mitigasi yang dilakukan
masyarakat, kearifan lokal yang sudah terbentuk menjadikan masyarakat selalu
waspada sehingga mampu mengurangi dampak kerugian ketika gas beracun keluar.
Terutama mengurangi hingga meniadakan korban jiwa.
6.2. Saran
1. Diperlukan Peta yang menginformasikan tentang Kawasan Rawan Bencana yang
mudah dipahami oleh masyarakat setempat, sehingga dapat mengurangi risiko
bencana yang dapat ditimbulkan oleh bencana Gas CO 2
2. Diperlukan sosialisasi mengenai dampak bahaya gas beracun serta komposisi yang
terkandung didalam gas beracun sehingga masyarakat semakin waspada dan
mengurangi jumlah korban jiwa.
3. Kegiatan simulasi tanggap bencana perlu untuk dilakukan oleh masyarakat apabila
terjadi bencana munculnya gas beracun (CO 2 ), disebabkan terbatasnya akses jalan
untuk melakukan evakuasi bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Api.
Patunru,
Syahrani.
Penuntun
Praktikum
Kimia
Air.