ISSN 1410-7244
13/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006
Departemen Pertanian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
ISSN 1410-7244
Jurnal
Tanah dan Iklim
Indonesian Soil and Climate Journal
Nomor 28, Desember 2008
Terakreditasi berdasarkan Keputusan
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia No. 1417/D/2006
Ketua pengarah :
Kepala Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian
Ketua penyunting :
Le Istiqlal Amien
Anggota penyunting :
Abdurachman Adimihardja
Diah Setyorini
D. Subardja
Kasdi Subagyono
Kusumo Nugroho
Santun R.P. Sitorus
Sudarsono
Penyunting pelaksana :
Karmini Gandasasmita
Rizatus Shofiyati
Yiyi Sulaeman
Widhya Adhy
Mitra bestari :
Supiandi Sabiham
A.M. Fagi
Suyamto Hardjosuwirjo
Penerbit :
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian
Alamat redaksi :
Jl. Ir. H.Juanda No. 98 Bogor 16123
Telp. (0251) 8323012
Fax (0251) 8311256
e-mail : csar@indosat.net.id
www.soil-climate.or.id
Frekuensi terbit :
Setahun dua kali
Dari Redaksi
Jurnal Tanah dan Iklim Edisi No. 28 tahun 2008
mengetengahkan 7 judul tulisan yang ditulis oleh
peneliti dari bidang tanah dan iklim dari lembaga
penelitian dan perguruan tinggi. Dalam edisi ini, topiktopik yang diketengahkan yaitu mengenai: Susunan
Mineral dan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Bervegetasi Hutan
dari Batuan Sedimen Masam di Provinsi Riau;
Pergerakan Air pada Tanah dengan Karakteristik Pori
Berbeda dan Pengaruhnya pada Ketersediaan Air bagi
Tanaman; Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah
Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya;
Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah
Berteras Dengan Irigasi Tradisional; Korelasi Beberapa
Sifat Kimia Tanah dengan Serapan Fosfor Padi Sawah
pada Tanah Kaolinitik dan Smektitik; Pengaruh Asam
Oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap Ketersediaan K
Tanah, Serapan N, P, dan K Tanaman, serta Produksi
Jagung pada Tanah-tanah yang Didominasi Smektit;
dan Indikator Iklim Global dan Pengaruhnya Terhadap
Kejadian Iklim Ekstrim di Indonesia.
Untuk memperkaya khasanah keilmuan di bidang
tanah dan iklim, Redaksi mengharapkan partisipasi para
pembaca untuk memberikan kontribusi dengan
mengirimkan tulisan, komentar, dan saran ke Jurnal
Tanah dan Iklim. Sejak tahun 2007, Jurnal Tanah dan
Iklim terbit dua kali setahun, dalam bulan Juli dan
Desember. Redaksi juga mengajak pembaca sekalian
untuk turut menyebarluaskan hasil penelitiannya melalui
jurnal ini sebagai media komunikasi ilmiah dalam bidang
ilmu tanah dan agroklimat. Semoga informasi yang
kami sajikan pada jurnal ini dapat bermanfaat bagi
peningkatan pemahaman kita tentang sumberdaya
tanah dan iklim sehingga dapat dipergunakan dengan
baik.
Bogor, Desember 2008
Redaksi
DAFTAR ISI
Halaman
Susunan Mineral dan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Bervegetasi Hutan dari
Batuan Sedimen Masam di Provinsi Riau
N. Suharta dan B.H. Prasetyo ...............................................................
15
27
Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah Berteras Dengan Irigasi
Tradisional
Sukristiyonubowo ...............................................................................
39
Korelasi Beberapa Sifat Kimia Tanah dengan Serapan Fosfor Padi Sawah
pada Tanah Kaolinitik dan Smektitik
M. Masjkur dan A. Kasno ....................................................................
55
69
83
ABSTRAK
Pemanfaatan lahan hutan untuk pertanian tanaman
pangan sering dibatasi oleh menurunnya secara drastis sifat dan
karakteristik tanah setelah digunakan selama 2 atau 3 tahun.
Hilangnya bahan organik di lapisan atas melalui proses
mineralisasi maupun erosi merupakan penyebab utama
menurunnya kesuburan tanah. Untuk mempelajari sifat dan
karakteristik tanah sebagai dasar pemanfaatannya untuk tanaman
pertanian telah dilakukan studi pada tanah bervegetasi hutan dari
batuan sedimen masam di Provinsi Riau. Hasil penelitian
menunjukkan bahan induk tanah sangat berpengaruh terhadap
susunan mineralogi, sifat fisik, dan sifat kimia tanahnya. Tanah
dari batuan sedimen masam di daerah penelitian tergolong
berpelapukan lanjut dicirikan oleh dominasi mineral kaolinit
dengan cadangan mineral sangat rendah. Sifat kimia tanah
berbahan induk batuliat lebih baik dibandingkan tanah berbahan
induk batupasir seperti diperlihatkan oleh kandungan basa-basa
dapat tukar, kapasitas tukar kation, dan K potensial yang lebih
tinggi, akan tetapi dibatasi oleh kandungan Aldd yang tinggi. Sifat
fisik menunjukkan, tanah rentan terhadap erosi dan pemadatan.
Oleh karena itu pemanfaatan lahan hutan untuk pertanian atau
tanaman hutan, mensyaratkan perlunya tindakan konservasi
tanah dan menghindari daerah berlereng (>8%) khususnya untuk
tanaman pangan, selain perlunya meningkatkan kesuburan tanah
melalui pemupukan. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi
lahan pertanian, selain meningkatkan proses mineralisasi bahan
organik, juga memutus siklus biologi yang berpengaruh terhadap
menurunnya kesuburan tanah.
Kata kunci: Hutan, Batuan sedimen masam, Batuliat, Batupasir,
Siklus biologi, Bahan organik
ABSTRACT
Exploitation forest land for food crops agricultural use
often limited by drastically change of soil properties and soil
characteristics after two or three years of usage. The loose of
organic matter through mineralization processes and erosion is
causal factor for decreasing fertility of the soils. To study soil
properties and soil characteristics as foundation for agricultural
use, the forest land derived from sedimentary rock in Riau
Province have been studied. The Research result indicates that
parent material has great influence on mineral composition,
physical and chemical properties of the soils. Soil from
sedimentary rock in the study area were very developed,
indicated by domination of kaolinite and very low of mineral
reserve. Soils derived from claystone have better chemical
properties compare to soil derived from sandstone as shown by
exchangeable bases, cation exchange capacity, and potential K,
but limited by highly Al exchangeable. The physical properties of
the soils indicate that the soil is susceptible for erosion and
compaction. For that reasons, the exploitation of forest land for
agriculturing or forest plantation use need soil conservation
practices, avoid the slopping area (>8%) especially for food
plantation, and fertilizer. Changing the forest land to agricultural
land not only increase mineralization of organic matter but also
interrupt biological cycles that influential on decreasing soil
fertility.
Keywords : Forest, Acid sedimentary rocks, Claystone,
Sandstone, Biological cycles, Organic matter
PENDAHULUAN
Tanah hutan atau tanah dengan vegetasi
tanaman hutan, dapat terbentuk dari berbagai
macam bahan induk tanah yaitu bahan volkan,
bahan sedimen, ataupun dari bahan aluvium baik
organik maupun mineral. Salah satu bahan induk
pembentuk tanah tersebut di Indonesia adalah
batuan
sedimen
masam.
Suharta
(2007)
mengemukakan bahwa tanah-tanah yang terbentuk
dari batuan sedimen masam dicirikan oleh sifat-sifat
yang kurang menguntungkan untuk pertumbuhan
tanaman yaitu reaksi tanah masam, kandungan hara
dan basa-basa yang dapat dipertukarkan rendah,
kejenuhan basa rendah, akan tetapi kejenuhan
aluminium tinggi. Driessen (1976) menunjukkan
bahwa kesuburan tanah hutan dari batuan sedimen
masam sangat tergantung pada lapisan permukaan
tanah yang relatif lebih kaya akan bahan organik
dibandingkan
dengan
lapisan
di bawahnya.
Selanjutnya dikemukakan, pemanfaatan lahan hutan
untuk pertanian tanaman pangan sering dibatasi oleh
menurunnya kesuburan tanah lapisan atas secara
drastis. Oleh karena itu, pemanfaatannya hanya satu
atau dua kali tanam dan setelah itu ditinggalkan.
1. Peneliti pada Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian, Bogor.
pedon
tersebut
untuk
dianalisis
di
Acrudoxic
Kandiudults,
dan
Typic
Ketinggian
HP.14
MD.61
EY.44
HP.24
UG.194
UY.110
DD.232
m dpl
127
120
126
70
79
93
119
Lokasi geografi
10105921
10105841
10105244
10104628
10105800
10200640
10102800
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
dan
dan
dan
dan
dan
dan
dan
002327
004511
002148
004227
002157
004447
000459
Klasifikasi tanah*)
LS
LS
LS
LS
LS
LS
LS
Typic Kandiudults
Typic Kandiudults
Typic Kandiudults
Acrudoxic Kandiudults
Acrudoxic Kandiudults
Typic Hapludults
Typic Hapludults
*) Soil Survey Staff (2003); **) HTI = Hutan Tanaman Industri (Acacia mangium)
Lereng
%
3
6
14
20
8
23
28
Bahan
induk
Penggunaan
lahan
Batupasir
Batupasir
Batupasir
Batupasir
Batupasir
Batuliat
Batuliat
HTI**
Hutan alam
HTI
Hutan alam
Hutan alam
Hutan alam
HTI
N. SUHARTA DAN B.H. PRASETYO : SUSUNAN MINERAL DAN SIFAT FISIKO-KIMIA TANAH BERVEGETASI HUTAN DARI BATUAN SEDIMEN MASAM
Horizon
Tebal
cm
Warna
Tekstur
Struktur
Konsistensi
SCL
SCL
SCL
C
SL
SCL
m sb
m sb > f g
fg
m sb > f g
fg
m sb
t,
t,
f,
t,
f,
t,
LS-SL
SL
SL
SCL
vf sb
m sb > f g
fg
m sb > f sb
f, so/po
f, ss/sp
vf, so/po
f-t, ss/sp
C
C
SL-SCL
C
f sb
m sb > f sb
fg
m sb > f sb
f,
t,
f,
t,
ss/sp
ss/sp
ss/sp
s/p
ss/po
ss/sp
s/p
s/p
ss/sp
s/p
Keterangan :
Warna
: yb = coklat kekuningan; by = kuning kecoklatan; ydb = coklat tua kekuningan; gdb = coklat tua
kekelabuan; db = coklat tua; vdgb = coklat sangat tua kekelabuan; sb = coklat kuat; ry = kuning
kemerahan.
Tekstur
: C = liat; SCL = lempung liat berpasir; SL = lempung berpasir; LS = pasir berlempung.
Struktur
: m = medium; vf = sangat halus; sb = gumpal agak bersudut; g = granuler atau kersai; f = halus;
Konsistensi : t = teguh; f = gembur; s = lekat; ss = agak lekat; so = tidak lekat; sp = agak plastis; p = plastis
Komposisi mineral
yang
menghasilkan
dalam
illit,
proses
pelapukannya
vermikulit,
atau
lingkungannya.
Dalam
lingkungan
masam
Zr
Qz
Lm
Ze
Wm
Rf
Or
Sn
Mk
Tr
sp
1
sp
sp
sp
-
sp
sp
sp
sp
1
1
9
1
sp
-
sp
sp
sp
sp
sp
sp
sp
sp
sp
18
sp
sp
sp
sp
mika
smektit
akan
N. SUHARTA DAN B.H. PRASETYO : SUSUNAN MINERAL DAN SIFAT FISIKO-KIMIA TANAH BERVEGETASI HUTAN DARI BATUAN SEDIMEN MASAM
Kaolinit
Illit
Vermikulit
Smektit
+
++
++
+
+
(+)
+
+
+
Kuarsa
Goetit
Kelas mineralogi
(+)
(+)
Kaolinitik
Kaolinitik
Kaolinitik
Kaolinitik
Kaolinitik
+
++
Kaolinitik
Kaolinitik
Keterangan : ++++ = dominan; +++ = banyak; ++ = cukup; + = sedikit; (+) = sangat sedikit
HP.14
A
B
1,54
1,46
2,46
2,55
Pori drainase
Air tersedia
Cepat
Lambat
% volume
37,0
8,0
4,8
8,5
42,7
12,6
4,7
8,2
HP.24
A
B
1,21
1,41
2,53
2,60
52,0
45,7
26,0
19,2
4,0
4,5
11,4
6,7
9,09
2,93
42
54
EY.44
A
B
1,20
1,17
2,39
2,65
49,8
55,9
23,8
28,9
3,8
4,0
11,0
9,4
9,46
3,62
40
142
Pedon
Horizon
BI
PD
-1
g cc
RPT
Permeabilitas
Stabilitas agregat
cm jam-1
0,20
1,10
indeks
100
51
Keterangan : BI = berat isi (bulk density); PD = berat partikel (particle density); RPT = ruang pori total (total pore
space); Stab.agr = stabilitas agregat (agregat stability); Lapisan A = atas dan B = bawah.
N. SUHARTA DAN B.H. PRASETYO : SUSUNAN MINERAL DAN SIFAT FISIKO-KIMIA TANAH BERVEGETASI HUTAN DARI BATUAN SEDIMEN MASAM
Horizon
Kedalaman
cm
Tekstur
Pasir-K Pasir-H
Debu
Liat
..................... % .....................
C-org.
%
HCl 25%
K2O
P2O5
.... mg kg-1 ....
11
10
9
11
9
9
30
23
25
29
24
29
4,6
4,5
4,7
4,6
4,6
4,6
2,2
0,4
0,2
0,2
0,2
0,2
69
34
29
22
25
22
122
64
73
76
57
58
MD.61
A
Bto1
Bto2
Bto3
Bto4
0-9
9-33
33-65
65-116
116-150
47
43
36
35
30
4
2
2
3
2
22
20
17
16
15
27
35
45
46
45
4,5
4,4
4,4
4,4
4,3
2,4
0,6
0,4
0,2
0,2
30
15
11
18
14
141
67
82
66
67
EY.44
A
Bto1
Bto2
Bto3
Bto4
0-10
10-34
34-63
63-104
104-150
67
63
55
52
50
4
5
5
3
4
14
11
12
11
11
15
22
28
34
35
5.7
4,4
4,3
4,4
4,4
4,7
1,3
0,7
0,3
0,3
61
47
41
39
39
269
111
76
87
19
8
8
13
15
19
4,5
4,5
4,5
4,4
4,7
4,6
1,8
0,7
0,2
0,2
170
89
60
41
38
62
25
22
21
21
8
8
7
8
6
17
20
23
23
22
3,7
4,2
4,3
4,5
4,4
3,4
1,4
0,9
0,7
0,7
70
43
35
47
40
81
34
24
53
48
23
23
23
18
21
51
52
59
61
37
3.8
4,1
4,1
4,3
4,3
3,3
1,6
0,8
0,6
0,3
200
115
110
104
119
688
476
542
614
588
6
4
5
4
3
5
26
2
19
26
28
35
35
38
44
52
62
54
4,0
4,2
4,2
4,4
4,6
4,7
5,2
1,1
0,6
0,2
0,2
0,1
60
20
22
14
14
11
265
144
279
246
251
213
UG.194
DD.232
A
Bto1
Bto2
Bto3
Bto4
A
AB
Bt1
Bt2
Bt3
BC
0-12
12-29
29-50
50-82
82-150
0-11
11-36
36-72
72-105
105-125
125-150
68
63
61
62
67
33
35
32
18
7
6
7
9
10
7
6
pH (H2O)
N. SUHARTA DAN B.H. PRASETYO : SUSUNAN MINERAL DAN SIFAT FISIKO-KIMIA TANAH BERVEGETASI HUTAN DARI BATUAN SEDIMEN MASAM
Tabel 7. Kation dapat tukar, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, dan Al dapat tukar
Table 7. Exchangeable cation, cation exchange capacity, base saturation, and exchangeable Al
Pedon
Horizon
NH4OAc 1N pH 7,0
KCl 1 N
Kejenuhan
KTK
KTK
KTK
3+
basa
Al
Ca
Mg
K
Na
Jml
Kej. Al
tanah
liat
efektif
-1
-1
.. cmol- kg ..
%
cmol- kg
%
4,33
1,87
2,01
2,32
2,07
2,30
19,13
8,16
9,08
7,98
8,71
8,33
2,61
1,54
1,85
2,05
1,97
1,70
21
10
7
5
13
4
1,70
1,36
1,71
1,92
1,70
1,60
65
88
93
94
86
94
MD.61
A
Bto1
Bto2
Bto3
Bto4
0,22
0,09
0,06
0,07
0,09
0,17
0,04
0,02
0,02
0,04
0,24
0,08
0,07
0,07
0,10
0,04
0,03
0,06
0,04
0,05
0,68
0,22
0,22
0,23
0,25
7,37
4,58
5,24
6,22
6,16
26,81
12,94
11,63
13,43
13,79
3,53
3,88
4,75
4,76
4,29
9
5
4
4
4
2,85
1,66
4,53
4,53
4,05
81
94
95
95
94
EY.44
A
Bto1
Bto2
Bto3
Bto4
0,55
0,04
0,03
0,04
0,03
0,58
0,39
0,11
0,04
0,04
0,24
0,10
0,14
0,23
0,12
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
1,36
0,55
0,29
0,31
0,21
8,68
3,18
4,95
3,85
4,12
59,49
14,64
17,53
11,33
11,76
3,08
2,16
3,42
3,85
4,02
15
17
6
8
5
1,73
1,61
3,12
3,54
3,81
56
75
91
92
95
7,57
2,99
1,83
1,52
1,40
94,52
35,41
13,70
10,50
7,57
3,09
2,11
1,34
1,42
1,40
20
10
10
15
7
1,61
1,80
1,16
1,20
1,30
52
85
86
84
93
0,03
0,02
0,02
0,02
0,03
0,47
0,13
0,10
0,08
0,15
6,41
4,16
2,76
2,47
2,55
38,02
20,65
12,28
10,65
11,77
2,69
1,94
1,41
1,29
1,36
7
3
4
3
6
2,22
1,81
1,31
1,21
1,21
83
93
93
94
89
4,15
0,92
0,63
0,56
0,74
20,30
16,75
17,88
21,38
23,87
39,71
32,12
30,93
33,96
65,13
16,05
15,19
17,20
20,07
26,44
20
5
4
3
3
11,90
14,27
16,57
19,51
25,70
74
94
96
97
97
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,04
1,76
0,61
0,29
0,37
0,43
0,30
13,66
7,90
7,59
12,63
14,37
10,27
36,16
20,79
17,19
24,13
23,19
18,87
6,08
5,28
5,23
7,43
10,04
8,02
12
8
4
3
3
2
4,31
4,67
4,94
7,05
9,62
7,82
71
88
94
95
96
97
UG.194 A
Bto1
Bto2
Bto3
Bto4
DD.232 A
AB
Bt1
Bt2
Bt3
BC
0,21
0,02
0,02
0,02
0,03
0,67
0,07
0,03
0,03
0,04
0,02
0,13
0,04
0,02
0,02
0,04
0,73
0,035
0,12
0,20
0,24
0,06
0,09
0,06
0,04
0,03
0,04
0,32
0,14
0,09
0,10
0,10
0,07
N. SUHARTA DAN B.H. PRASETYO : SUSUNAN MINERAL DAN SIFAT FISIKO-KIMIA TANAH BERVEGETASI HUTAN DARI BATUAN SEDIMEN MASAM
11
HoriCa2+ Mg2+
K+
KB P2O5 K2O
zon
....... cmol- kg-1 ....... % .. mg kg-1 ..
A
Bto
0,22
0,08
0,17
0,03
0,24
0,08
9
4
30
15
141
71
EY.44
A
Bto
0,55
0,04
0,58
0,15
0,24
0,15
15
9
61
42
269
73
A
Bto
0,21
0,02
0,13
0,03
0,09
0,04
7
4
70
41
A
Bt
0,67
0,04
0,73
0,13
0,32
0,10
12
4
60
16
81
40
688
555
265
227
12
N. SUHARTA DAN B.H. PRASETYO : SUSUNAN MINERAL DAN SIFAT FISIKO-KIMIA TANAH BERVEGETASI HUTAN DARI BATUAN SEDIMEN MASAM
KESIMPULAN
1. Jenis bahan induk tanah sangat berperan
terhadap susunan mineralogi, sifat fisik, dan
kimianya. Tanah berbahan induk batuliat
mempunyai sifat kimia lebih baik dibandingkan
dengan tanah berbahan induk batupasir, kecuali
kandungan Aldd lebih tinggi.
2. Karakteristik tanah di bawah vegetasi hutan
alami tidak berbeda nyata dengan tanah di
bawah vegetasi Hutan Tanaman Industri (Acacia
DAFTAR PUSTAKA
Bram, E. 1971. Continuous Cultivation of West
African Soils: Organic matter diminuation
and effects of applied lime and phosphorus.
Plant and Soil 35:401-414.
Chen, C.R., Z.H. Xu, and N.J. Mathers. 2004. Soil
carbon pools in adjacent natural and
plantation forest of subtropical Australia.
Soil Sci. Soc. Am. J. 68:282-291.
Ding, G., J.M. Novak, D. Amarasiriwardena, P.G.
Hunt, and B. Xing. 2002. Soil organic matter
characteristics as affected by tillage
management. Soil Sci. Soc. Am. J. 66:421429.
Driessen, P.M., P. Buurman, and Permadhy. 1976.
The influence of shifting cultivation on a
Podzolic soil from Central Kalimantan. In:
Peat and Podzolic Soils, and Their Potential
for Agriculture in Indonesia. Pp 95-115. In
Proceedings ATTA 106 Midterm Seminar,
Tugu, October 13-14, 1976. Soil Research
Institute, Bogor.
FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description,
FAO, Rome.
Fraga, V.S. and I.H. Salcedo. 2004. Declines of
organic nutrient pools in tropical semi-arid
soils under subsistence farming. Soil sci.
Am. J. 68:215-224.
Imhoff, S., A.P. Da Silva, and D. Fallow. 2004.
Susceptibility to compaction, load support
13
14
1995.
dasar
Oxisol
Barat.
Pupuk
ABSTRAK
Pengetahuan tentang pergerakan air dalam tanah sangat
penting perannya dalam ketersediaan air bagi tanaman.
Ketersediaan air bagi tanaman di lahan kering sampai saat ini
masih menjadi masalah. Hujan yang merupakan sumber air utama
pada lahan kering, datangnya tidak selalu sinkron dengan
kebutuhan air tanaman. Untuk mengoptimalkan ketersediaan air
bagi tanaman di lahan kering tersebut, diperlukan penelitian
tentang hubungan antara pergerakan air dalam tanah dengan
sifat-sifat hujan maupun sifat-sifat pori yang mengikat dan
menghantarkan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pergerakan air pada tanah yang memiliki karakter pori berbeda
akibat perbedaan pengelolaan tanah. Penelitian dilakukan pada
tiga blok lahan dengan jenis tanah Inceptisols yang telah dikelola
dengan akhir periode ditanami kangkung, padi sawah, dan kacang
tanah. Penelitian dilakukan di Desa Bojong, Kecamatan Kemang,
Kabupaten Bogor pada tahun 2006. Pengamatan dilakukan
terhadap kadar air tanah, hujan, dan iklim setiap hari, yang
digunakan untuk mengkaji fluks aliran air, laju pergerakan air
transient, dan distribusi air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
fluks aliran air dan laju pergerakan air transient nyata dipengaruhi
oleh jumlah hujan secara kuadratik. Fluks aliran air dalam tanah di
lahan bekas kacang tanah lebih besar daripada di lahan bekas
kangkung dan sawah, sedangkan pergerakan air transient di lahan
bekas sawah lebih besar daripada di lahan bekas kangkung dan
kacang tanah. Kadar air tanah selama musim tanam di lahan
bekas sawah nyata lebih besar dibandingkan dengan lahan yang
lain. Jumlah air hujan yang dapat diretensi tanah di lahan bekas
kacang tanah lebih tinggi dibanding di lahan yang lain. Hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk memprediksi kebutuhan air
irigasi bagi tanaman.
Kata kunci : Pergerakan air, Karakteristik pori tanah, Fluks aliran
air, Pergerakan air transient, Ketersediaaan air
ABSTRACT
The understanding of water movement in the soils plays
an important role for crop water availability. Up to now, crop
water availability in dryland still has a problem. Rainfall is the
main source of crop water availability in dryland, but it is
unpredictable to cover crop water requirements. To optimize the
crop water availability in dryland, the study of the relationship
between water movement, rainfall, and soil pores characteristics
in the soils is required. This research was aimed to investigate
the water movement in the soils with different soil pores due to
the difference of soil management. The study was conducted at
three blocks of lands with the soil type of Inceptisols, located at
Bojong Village, Kemang Sub DIstrict, Bogor District in 2006. The
soils investigated were abandoned large frog (Ipomoea reptans),
paddy, and peanuts that reflected soil management. The data
PENDAHULUAN
Pergerakan air dalam tanah di lahan kering
sangat penting perannya dalam pergerakan hara
(nutrient transport) dan dapat digunakan untuk
estimasi ketersediaan air dan udara bagi tanaman.
Ketersediaan air bagi tanaman di lahan kering
sampai saat ini masih menjadi masalah, terutama
akhir-akhir ini berkaitan dengan dampak perubahan
iklim global yang berpengaruh terhadap siklus
hidrologi. Hujan yang merupakan sumber air utama
pada lahan kering, datangnya tidak selalu sinkron
dengan kebutuhan air bagi tanaman, sehingga
produksi tanaman tidak dapat mencapai optimum.
Pada saat hujan besar, sebagian besar air dapat
hilang melalui aliran permukaan atau terperkolasi ke
zone di bawah perakaran, sehingga tidak tersedia
bagi tanaman. Pada hari-hari tanpa hujan tanaman
dapat kekurangan air. Penelitian dalam upaya
peningkatan ketersediaan air bagi tanaman lahan
1. Pengajar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, IPB, Bogor.
2. Pengajar pada Departemen Keteknikan Pertanian, IPB, Bogor.
3. Guru Besar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
15
distribusi
hujan,
besarnya
peresapan
air
PADA
1.
2.
3.
Percobaan lapangan
Percobaan ini menggunakan rancangan acak
kelompok/blok, dimana pada tiap blok dari ke tiga
lahan yang memiliki karakter pori tanah berbeda
Blok
(kedalaman)
cm
1 (0-10)
1 (10-20)
1 (20-30)
1 (30-40)
1 (40-50)
Rataan
2 (0-10)
2 (10-20)
2 (20-30)
2 (30-40)
2 (40-50)
Rataan
3 (0-10)
3 (10-20)
3 (20-30)
3 (30-40)
3 (40-50)
Rataan
BI
RPT
ISA
DMR
RPDSC
RPDC
RPDL
RPD
g cm-3
1,02
1,00
1,14
1,16
1,15
1,09
1,05
1,02
0,99
0,98
0,97
1,00
0,96
0,96
0,96
0,95
0,95
0,96
%
61,29
61,94
58,35
57,75
58,05
59,48
61,64
62,52
64,86
65,29
65,43
63,95
64,76
64,50
66,75
67,29
67,02
66,06
42,92
43,41
37,42
37,55
37,48
39,76
83,10
85,68
33,41
32,42
32,88
53,50
46,85
47,78
39,45
40,78
40,12
43,00
1,93
1,95
1,86
1,90
1,88
1,90
3,26
3,27
1,76
1,71
1,73
2,35
2,34
2,33
2,12
2,18
2,15
2,22
............................................ %
4,79
14,21
3,76
22,75
4,91
15,15
3,20
23,27
4,50
4,46
4,43
13,40
3,16
2,98
3,38
9,52
3,41
3,57
4,13
11,11
4,15
8,07
3,78
16,01
7,19
6,40
2,13
15,72
9,15
7,69
1,81
18,64
7,90
9,45
2,22
19,57
5,41
10,35
3,27
19,02
6,65
9,91
2,74
19,30
7,26
8,76
2,43
18,45
11,38
10,06
2,35
23,80
10,53
10,80
2,80
24,12
13,53
7,10
1,58
22,21
14,47
6,48
1,43
22,38
14,01
6,83
1,38
22,22
12,78
8,25
1,91
22,94
RP
RP air
RP air
mikro
mobil
imobil
vol ............................................
13,13
25,42
27,19
34,11
12,70
25,97
26,63
35,31
14,48
30,46
20,23
38,12
16,71
31,52
14,88
42,87
15,95
31,00
17,58
40,47
14,59
43,47
21,30
38,18
17,39
28,54
23,11
38,53
16,81
27,07
23,98
38,54
18,12
27,88
22,58
42,99
17,37
28,90
21,45
43,84
17,74
28,39
22,01
43,42
17,48
45,50
22,63
41,46
15,08
25,88
29,23
35,53
13,34
27,03
29,36
35,13
19,49
25,04
24,99
41,76
19,64
25,28
26,67
40,62
19,62
25,18
25,84
41,18
17,44
43,12
27,22
38,84
RPAT
Keterangan : BI = bobot isi; RPT = ruang pori total; ISA = indeks stabilitas agregat; RPDSC = ruang pori drainase sangat cepat; RPDC =
ruang pori drainase cepat; RPDL = ruang pori drainase lambat; RPAT = ruang pori air tersedia; RP = ruang pori
17
Analisis data
Perhitungan fluks aliran air dilakukan untuk
seluruh zone perakaran (kedalaman 50 cm) maupun
tiap zone 10 cm kedalaman tanah, dengan
pendekatan neraca air (Wagenet, 1986). Pada lahan
kering yang relatif datar, neraca air dapat dihitung
sebagai berikut:
D = P ET - S ........................................... (1)
dimana :
D
P
dfluks dx
ET = Evapotranspirasi (mm)
S = Perubahan cadangan air (mm)
Besarnya drainase (D) dari tiap kedalaman
tanah yang diperhitungkan tiap hari merupakan fluks
aliran air per hari (Wagenet, 1986). Evapotranspirasi
dihitung dengan model Penmann, dan perubahan
cadangan air merupakan selisih cadangan air dari
suatu hari dikurangi dengan cadangan air hari
sebelumnya.
Pergerakan air transient diperhitungkan dari
perbedaan fluks antara dua titik kedalaman tanah
Tabel 3. Konduktivitas hidrolik jenuh, tak jenuh, kapasitas retensi air maksimum, dan titik layu
permanen pada lahan blok 1, 2, dan 3
Table 3. Saturated, unsaturated hydraulic conductivity, maximum water retention capacity,
permanent wilting point at block 1, 2, and 3
Blok (kedalaman)
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
18
cm
(0-10)
(10-20)
(20-30)
(30-40)
(40-50)
(0-10)
(10-20)
(20-30)
(30-40)
(40-50)
(0-10)
(10-20)
(20-30)
(30-40)
(40-50)
Konduktivitas
Konduktivitas hidrolik tak jenuh
hidrolik jenuh
..... cm jam-1 ....
11,03 Ln () + 7,46
0,92
12,32 Ln() + 8,10
0,92
11,56 Ln() + 8,32
0,92
12,87 Ln() + 8,86
0,92
11,57 Ln() + 8,40
0,92
11,39 Ln () + 7,89
2,38
11,65 Ln () +7,84
2,38
10,93 Ln() + 7,33
2,38
12,31 Ln() + 7,79
2,38
12,31 Ln() + 7,79
2,38
11,96 Ln () + 7,65
1,87
12,14 Ln() + 7,72
1,87
10,99 Ln () + 7,23
1,87
10,99 Ln() + 7,23
1,87
12,09 Ln () + 7,47
1,87
Kapasitas retensi
Titik layu
air maksimum
permanen
.............. % vol ..............
38,54
25,42
38,67
25,97
45,46
30,46
48,23
31,52
47,18
31,00
45,92
28,54
43,88
27,07
46,00
27,88
46,27
28,90
46,13
28,39
40,96
25,88
40,38
27,03
44,54
25,04
44,91
25,28
44,80
25,18
PADA
Analisis statistik
-1
-1
2
1 Fluks
Fluks (blok
(blok 1)
0,04CH
CH++
X 10-4
r = 0,89
= 0,04
7 x710-4
CH CH
; r2=; 0,89
1) =
2
2
2 Fluks
Fluks (blok
(blok 2)
0,04
+ 0,0011
r = 0,63
= --0,20
0,20 - 0,04
CHCH
+ 0,0011
CH CH
; r 2= ;0,63
2) =
12
12
Fluks (cm
Fluks
(cm hari
hari ))
3 Fluks
= 0,24
0,0013
CH CH
; r 2=; 0,88
3
Fluks (blok
(blok 3)
0,24+ +
0,0013
r = 0,88
3) =
-4
-4
0
20
20
40
60
60
80
80
100
100
aliran
air.
Berdasarkan
analisis
regresi
Tabel 4. Fluks aliran air dan laju pergerakan air transient pada lahan blok 1, 2, dan 3
Table 4. Water flux and rate of transient water movement at block 1, 2, and 3
Curah hujan
mm
Fluks rataan
d dt-1 rataan
1
2
3
1
2
3
-1
................................................... cm hari ...................................................
(-) 0,14 b
(-) 0,24 b
0,19 a
(-) 1,06 y
(-)0,09 x
(-) 2,31 z
0-10
0,07 b
(-) 0,25 c
0,30 a
0,02 y
1,85 x
(-) 0,97 z
10-20
0,66 a
(-) 0,80 b
1,13 a
2,26 x
3,73 x
0,22 y
20-30
1,84 a
(-) 0,48 c
1,17 b
3,87 x
5,50 x
1,75 y
30-50
2,23 a
0,26 b
2,17 a
5,09 y
8,19 x
1,41 z
> 50
7,33 a
2,33 b
7,47 a
1,28 y
8,37 x
(-) 0,09 y
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda berdasarkan
uji statistik( 1%).
20
perakaran
tertentu,
jarak
PADA
perubahan
laju
tanah
pergerakan
telah
air
transient
mencapai
makin
keadaan
rendah
jenuh
laju
20
2 2
1 d/dt
d dt-1(blok
(blok 1) =
-1,12++
0,30
0,004
= 0,83
0,30
CHCH- 0,004
CHCH
; r ;=r 0,83
1) =-1,12
2 2
2 d
dt-1(blok
(blok 2) 2)
==
0,26
CHCH
0,0019
d/dt
0,26
- 0,0019CH
CH; r; =
r =0,80
0,80
dd/dt
dt-1 (cm
hari-1)
(cm/hari)
15
2 2
3 d
(blok 3) = -2,23 + 0,21 CH 0,002 CH ; ;r r
dt-1 (blok
0,62
d/dt
3) = - 2,23 + 0,21 CH - 0,002 CH ==0,62
10
-5
0
20
40
60
80
100
menunjukkan
ruang pori air imobil, dan ruang pori air mobil dengan
= 0,93).
air
transient
pada
lahan
blok
kadar
air
tanah,
yang
pada
zona
Semakin
lambat
laju
pergerakan
air
pori-pori
mikro
meningkat
sehingga
pori
terhadap
bagi
kadar
air
tanah
sangat
ditentukan
oleh
ketersediannya
antara
menentukan
berganda
tanah
= - 0,38 +
Apabila
terjadi
hujan
maka
diikuti
oleh
hari-hari
tanpa
hujan,
aliran
air
terjadi
juga
air
nyata
nyata
transient.
mempengaruhi
Laju
pergerakan
laju
air
pergerakan
transient
75
-15
-30
225
150
-15
-30
(30-40)
(40-50)
TLP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (minggu)
-15
-30
55
(10-20)
(20-30)
(30-40)
(40-50)
35
KL
25
100
(0-10)
(0-10)
Kad arair
air(%
(% vol.)
v o l)
Kadar
K
a d a r air
a ir(%
(% vol.)
v o l)
Kadar
(20-30)
35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (minggu)
55
45
KL
TLP
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (minggu)
15
200
Waktu (minggu)
(10-20)
Fluks
300
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(0-10)
45
75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (minggu)
55
15
CH
Fluks
F luk s (mm)
(m m )
150
15
Fluks
Curah
hujan,
kadarairair
Curah
hujan,fluks,
Fluks, dan
dan Kadar
blokblok
3 3
400
30
KKadar
a d a r air
a ir (%
(% vol.)
v o l)
225
CH
Fluks
Flu k s(mm)
(m m )
Fluks
FFluks
lu k s (mm)
(m m i)
C u ra h hujan
h u ja n(mm)
(m m )
Curah
CH
Curah
hujan,Fluks,
fluks,
kadar
air blok
Curah hujan,
dandan
Kadar
air blok
2 2
300
30
C u rahhujan
h u jan(mm)
(m m )
Curah
Curah
fluks,dan
dan
kadar
air blok
Curahhujan,
hujan, Fluks,
Kadar
air blok
1 1
300
30
PADA
C ura h hujan
h u ja n(mm)
(m m )
Curah
(10-20)
45
(20-30)
(30-40)
(40-50)
35
KL
TLP
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (minggu)
Gambar 3. Distribusi curah hujan, fluks, dan kadar air tanah pada lahan blok 1, 2, dan 3
Figure 3.
50
Kadar (% vol)
50
40
30
KL
KA min. tersedia
TLP
KA (20 cm)
10
20
30
40
Waktu (hari)
50
60
30
KA min. tersedia
20
20
Blok 1
40
70
10
20
KL
30
TLP
40
50
KA (0-20)
60
70
Waktu (hari)
Blok 2
60
50
40
30
KA min. tersedia
KL
TLP
Rataan 20 cm
20
0
20
Blok 3
40
Waktu (hari)
60
Tabel 5. Jumlah air hujan teretensi dan kebutuhan air irigasi pada lahan blok 1, 2, dan 3
Table 5. Amount of rainfall retained and irrigation water requirement at block 1, 2, and 3
Waktu
minggu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rataan
Blok 1
hujan teretensi
mm
21
7
59
67
7
10
55
23
4
16
26,85
% hujan
39
90
68
66
99
99
65
100
100
55
78,13
Blok 2
Blok 3
Defisit air hujan teretensi Defisit air hujan teretensi Defisit air
mm
mm
% hujan
mm
mm
% hujan
mm
0,00
43
81
0,00
36
100
0,00
4,25
18
100
0,00
47
72
0,00
3,89
56
74
0,00
87
73
0,00
0,00
71
67
0,00
9
100
0,00
13,75
1
100
0,00
8
97
0,00
20,65
46
65
0,00
44
70
0,00
0,00
28
61
0,00
29
64
0,00
4,33
2
94
0,00
2
100
0,00
58,48
4
90
6,39
4
100
1,06
10,98
33
86
35,99
34
89
2,33
116,34
30,11
81,82
42,38
30,11
86,52
3,39
24
PADA
KESIMPULAN
1. Pergerakan air (fluks aliran air maupun laju
pergerakan air transient) pada tanah lahan kering
selain dipengaruhi oleh karakteristik pori, juga
dipengaruhi oleh jumlah hujan. Semakin besar
jumlah hujan, fluks aliran air makin besar ;
sedangkan laju pergerakan air transient
meningkat
sampai
maksimum,
kemudian
menurun kembali dengan makin besarnya hujan.
2. Pergerakan air pada tanah dengan berbagai
macam pengelolaan tanah dan tanaman sangat
dipengaruhi oleh karakteristik pori tanahnya.
Karakteristik pori yang berpengaruh terhadap
fluks aliran air adalah ruang pori drainase cepat,
ruang pori air mobil, dan stabilitas pori, dan
ruang pori mikro; sedangkan karakteristik pori
yang berpengaruh terhadap laju pergerakan air
transient adalah ruang pori drainase sangat
cepat, ruang pori air mobil, dan ruang pori air
imobil.
3. Lahan bekas kacang tanah yang memiliki fluks
aliran air paling besar, laju pergerakan air
transient (dinamika perubahan kadar air) paling
kecil dan solum tanah/zona perakaran paling
dalam; lebih kontinu menyediakan air bagi
tanaman dan membutuhkan air irigasi paling
sedikit.
4. Lahan bekas kacang tanah dapat meretensi air
hujan paling besar karena banyak memiliki poripori mikro, sedangkan lahan bekas kangkung
paling sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, R.G., L.S. Pereira, D. Raes, and M. Smith.
1998. Crop evapotranspiration-Guidelines for
computing crop water requirement-FAO
Irrigation and drainage paper 56. FAO. Rome.
25
26
Dampak Tsunami Terhadap Sifat-Sifat Tanah Pertanian di NAD dan Strategi Rehabilitasinya
Affects of Tsunami on Soil Properties in NAD and Its Rehabilitation Strategy
ACHMAD RACHMAN1, DEDDY ERFANDI1,
DAN
M. NASIL ALI2
ABSTRAK
PENDAHULUAN
ABSTRACT
27
tanah yang selanjutnya akan menghambat perkembangan akar tanaman (Ben-Hur et al., 1998).
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari
pengaruh kejadian tsunami terhadap sifat-sifat kimia
tanah di NAD dan merumuskan strategi untuk
merehabilitasi lahan pertanian.
28
pada
ujung
yang
lainnya.
Dari
alat
(DHL)
atau
ECa
tanah.
Alat
ini
dapat
DI
Darussalam
disajikan
pada
Gambar 1,
dibandingkan
dengan
tanah
di
transek
lokasi transek menunjukkan kecenderungan meningdijumpai pada jarak sekitar 3,5 km dari pantai
kemudian mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil analisis tanah, tanah yang
terkena tsunami dapat digolongkan sebagai tanah
saline-sodic yang ditandai oleh nilai ESP tanah >
15% dengan pH <8,5. Faktor utama penyebab meningkatnya nilai ESP adalah terakumulasinya ion Na
yang terbawa lumpur tsunami dalam konsentrasi yang
sangat tinggi (>1 cmolc kg-1) di permukaan tanah.
29
30
120
0 - 10 cm
35
10 - 20 cm
30
25
20
15
20
0 - 10 cm
100
0 - 10 cm
80
60
10 - 20 cm
15
10 - 20 cm
Na,(%)
%
Na
40
ESP
ESP,(%)
%
ECEC
tanah
(dS
m-1)
tanah,
dS/m
45
10
40
5
10
20
0
1,00
1.00
2,50
2.50
3,50
3.50
4,00
4.00
0
1,00
1.00
4,50
4.50
3,50
3.50
4,00
4.00
1.00
1,00
4,50
4.50
2.50
2,50
3.50
3,50
4.00
4,00
4.50
4,50
Jarak
pantai, km
Jarak
daridari
pantai
(km)
Jarakdari
daripantai
pantai, km
Jarak
(km)
Gambar 1. Nilai EC, ESP, dan Na pada dua kedalaman tanah pada transek Darussalam, Januari 2005
Figue 1.
EC, ESP, and Na values of soil collected from the Darussalam transect at two depths, January 2005
120
45
0 - 10 cm
35
20
100
25
20
15
10 - 20 cm
80
Na, (%)
%
Na
30
0 - 10 cm
0 - 10 cm
10 - 20 cm
ESP
ESP,(%)
%
ECEC
tanah
m-1)
tanah,(dS
dS/m
40
60
10 - 20 cm
10
40
15
10
20
0
1,00
1.00
2,00
2.00
3,50
3.50
4,00
4.00
Jarak
dari
(km)
Jarak
daripantai
pantai, km
5,00
5.00
1.00
1,00
2.00
2,00
3.50
3,50
4.00
4,00
Jarak
dari
(km)
Jarak
daripantai
pantai, km
5.00
5,00
1.00
1,00
2.00
2,00
3.50
3,50
4.00
4,00
Jarak
daridari
pantai
Jarak
pantai, (km)
km
Gambar 2. Nilai EC, ESP, dan Na pada dua kedalaman tanah pada transek Lhok Nga, Januari 2005
Figure 2.
EC, ESP, and Na values of soil collected from the Lhok Nga transect at two depths, January 2005
5.00
5,00
Jarak
daripantai
pantai, km
Jarak
dari
(km)
2,50
2.50
DI
Paddy
Paddy bunds
bunds
covered
covered with
with mud
mud
Gambar 3. Endapan lumpur tsunami pada minggu keempat Januari 2005 di A) halaman BPTP dan B) Seubun
Lhok Nga
Figure 3.
Deposited tsunami sediments on the fourth week of January 2005 at A) BPTP station and B)
Seubun Lhok Nga
31
Tabel 1. Karakteristik kimia dan fisik endapan lumpur tsunami yang diambil dari lahan-lahan pertanian
pada bulan Januari 2005
Table 1. Selected chemical and physical characteristics of deposited sediments of marine origin
collected from affected agricultural field in January 2005
Desa
Lamcot
Keuneuneu
Lampineung
Tanjung
Miuree
Kandungan
Pasir
Liat
.. % ..
52,8
7,8
26,2
42,8
12,3
42,3
47,2
24,8
6,2
41,9
Tebal
lumpur
cm
10 - 20
15 - 25
15 - 25
<5
<10
ECe
dS m-1
60,86
84,19
80,11
38,95
19,80
%
2,93
4,11
2,27
0,97
2,82
Tabel 2. Sifat-sifat tanah di Aceh Besar, Aceh Jaya, dan Aceh Barat tujuh bulan setelah tsunami
Table 2. Selected soil chemical and physical properties of soil collected from Aceh Besar, Aceh
Jaya, and Aceh Barat at seven months after tsunami
Anasir tanah
Tekstur
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
pH
H2 0
KCl
Susunan kation
Ca (cmolc kg-1)
Mg (cmolc kg-1)
K (cmolc kg-1)
Na (cmolc kg-1)
KTK (cmolc kg-1)
ECe (dS m-1)
ESP (%)
SAR
Aceh Besar
Top soil
Sub soil
Aceh Barat
Top soil
Sub soil
67,6 (31,5)
13,3 (12,6)
19,2 (19,5)
41,9 (24,3)
23,2 (9,1)
34,9 (16,8)
59,3 (28,1)
18,7 (11,2)
22,0 (17,8)
43,9 (24,6)
24,9 (11,8)
31,3 (18,3)
49,3 (31,9)
28,7 (19,0)
22,0 (15,0)
56,9 (34,8)
23,9 (17,5)
19,3 (17,7)
7,5 (1,1)
7,2 (1,4)
7,3 (0,6)
6,7 (0,8)
5,8 (1,4)
5,6 (1,5)
5,3 (0,8)
4,8 (0,9)
5,1 (1,0)
4,6 (1,1)
5,0 (1,0)
4,5 (0,8)
16,3 (10,1)
7,3 (5,7)
0,4 (0,4)
7,5 (12,7)
9,9 (8,9)
31,8 (48,6)
145 (275)
2,5 (4,3)
14,8 (7,2)
7,5 (4,6)
0,4 (0,4)
7,1 (8,2)
14,6 (9,8)
16,5 (21,2)
68,5 (91,1)
2,1 (2,3)
11,5 (10,0)
4,1 (2,7)
0,2 (0,1)
3,0 (4,2)
14,8 (15,8)
7,3 (4,6)
27,3 (31,3)
1,1 (1,4)
8,3 (4,4)
4,0 (3,8)
0,2 (0,2)
2,0 (1,9)
15,2 (12,1)
5,5 (5,0)
15,2 (8,5)
0,8 (0,6)
6,0 (5,3)
5,0 (5,4)
0,2 (0,2)
2,7 (4,5)
21,0 (24,3)
8,3 (10,2)
14,2 (12,3)
1,0 (1,3)
4,8 (4,2)
5,6 (9,0)
0,3 (0,4)
7,7 (17,1)
16,9 (23,5)
16,1 (29,8)
25,6 (203)
2,2 (3,6)
Aceh Jaya
Top soil
Sub soil
Chlorida
(Cl-)
adalah
satu
unsur
utama
diabaikan
jumlahnya
yang
difiksasi
oleh
tanah
mendukung
terjadinya
proses
A
2.000
2000
4.000
4000
6.000
6000
0
O
500
500
1000
1.000
1500
1.500
2000
2.000
Cl (ppm )
8.000
8000 10.000
10000
20
40
Sept 05
60
Nov 05
Okt 07
80
20
40
Sept 05
60
Nov 05
80
Okt 07
100
100
Cl (ppm)
O
0
1.000
1000
2.000
2000
3.000
3000
Cl (ppm )
0
O
4.000
4000
20
20
40
60
Sept 05
Nov 05
80
100
Okt 07
Cl (ppm )
O
0
DI
1000
1.000
2000
2.000
3000
3.000
4000
4.000
40
60
Sept 05
Nov 05
80
Okt 07
100
33
-1
olc+kg
/kg)
Na (cm
(cmol
)
A
0
10
Na (cm
olc+/kg)
(cmol
kg-1)
B
15
20
10
20
40
Sept 05
60
Nov 05
80
Okt 07
20
40
Sept 05
60
Nov 05
80
Okt 07
100
10 0
Na (cm
(cmol
kg-1)
Na
olc+/kg)
C
0
D
8
-1
Na(cmol
(cmol
/kg)
Na
c kg
)
10
10
20
40
60
Sept 05
Nov 05
80
Okt 07
0
20
40
60
Sept 05
Nov 05
80
Okt 07
100
10 0
Hasil pengukuran salinitas tanah di laboratorium berkorelasi positif dengan hasil pengukuran
dengan EM38 (Gambar 7). Dengan persamaan regresi
sebagai berikut:
ECe = (5,26* ECa) 0.94
r2 = 0,72
34
10
20
30
40
50
60
70
80
20
20
40
Sept 05
60
Nov 05
Okt 07
80
100
10
20
30
40
40
Sept 05
60
Nov 05
Okt 07
80
100
C
0
10
ECe(dS
(dS/m
ECe
m-1)
20
ECe (dS/m)
(dS m-1)
ECe
D
30
40
20
20
40
Sept 05
60
Nov 05
80
Okt 07
100
ECe
ECe (dS/m
(dS m)-1)
0
ECe
m-1))
ECe (dS
(dS/m
DI
10
20
30
40
40
60
Sept 05
Nov 05
80
Okt 07
100
Gambar 6. Nilai ECe pada berbagai kedalaman tanah di A) Cot Lheu Rheng,
Pidie, B) Panteraja, Pidie, C) Lhok Nga, Aceh Besar, dan D)
Peuneung, Banda Aceh
Figure 6.
Tindakan pencegahan
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
masuknya air laut ke lahan pertanian sewaktu terjadi
pasang. Upaya reklamasi akan menjadi sangat siasia apabila lahan pertanian rentan terhadap genangan
air laut pasang. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan membangun tanggul-tanggul, baik yang
berupa bangunan sipil teknis maupun secara vegetatif.
Lahan pertanian yang sudah tergenangi air laut
secara permanen perlu dialihkan untuk penggunaan
lain, karena lahan yang sebelum tsunami permukaannya lebih tinggi dari permukaan air laut, setelah
tsunami menjadi lebih rendah sehingga akan terge-
nang secara permanen. Tindakan untuk mengembalikan fungsinya sebagai lahan pertanian akan sia-sia
atau membutuhkan biaya dan teknologi yang mahal.
Untuk itu intervensi pemerintah berupa pemberian
modal awal ke petani tambak akan sangat penting,
mengingat dibutuhkan investasi yang cukup besar
untuk membangun tambak.
Tindakan rehabilitasi
Tindakan rehabilitasi lahan pertanian yang
terkena tsunami perlu dilakukan untuk menurunkan
tingkat
salinitas
dan
memperbaiki
petakan.
Penurunan kadar salinitas tanah dapat dilakukan
35
12
ECe,
dS/m
ECe (dS
m-1)
10
ECe
5,26(ECa) -0.94
0,94
ECe=
= 5.26(ECa)
r2 = 0,72
2
r = 0.72
8
6
4
2
0
0
-1
ECa,(dS
dS/m
ECa
m )
36
Tindakan rehabilitasi ditujukan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Tindakan
rehabilitasi ini dapat dilakukan antara lain dengan: 1)
pemberian bahan pembenah tanah seperti pupuk
kandang, pupuk organik, gypsum, abu sekam, dan
pemulsaan. Pemberian bahan pembenah tanah yang
tersedia di lokasi seperti pupuk kandang, sekam
padi, dan pupuk organik lainnya sebanyak 5-10 t ha-1
sangat penting dilakukan untuk memperbaiki struktur tanah, keseimbangan hara, kemampuan menyimpan air (water holding capacity) dan mengurangi
penguapan jika bahan-bahan tersebut disebar di
permukaan tanah; 2) perbaikan permeabilitas
(drainase internal) tanah melalui pengolahan tanah
dalam dan perbaikan struktur tanah. Pengolahan
tanah menggunakan bajak singkal sedalam 30 cm
sangat dianjurkan untuk mengurangi rasio lumpur
tsunami terhadap volume tanah; serta 3) penyesuaian
pola tanam yaitu dengan menanam varietas-varietas
tanaman yang toleran terhadap salinitas tanah yang
tinggi. Beberapa jenis tanaman semusim yang
banyak ditanam petani dan tumbuh baik adalah bawang merah, cabe, padi, kacang tanah, dan jagung.
Tindakan untuk menumbuhkan motivasi petani
Tindakan ketiga dan yang tidak kalah
pentingnya dibandingkan dengan kedua tindakan
sebelumnya adalah menumbuhkan kembali motivasi
petani untuk kembali ke lahan usahataninya.
Rendahnya motivasi petani untuk bertani akan
berakibat terbengkalainya program pembangunan
pertanian yang telah dicanangkan oleh pemerintah,
karena ujung tombak dari sistem produksi pertanian
adalah petani itu sendiri. Beberapa kegagalan panen
yang dialami petani akibat kurang siapnya lahan
pertanian untuk menopang pertumbuhan tanaman
dikhawatirkan akan semakin melemahkan motivasi
petani. Yang perlu segera dilakukan adalah menyadarkan petani bahwa kondisi lahan mereka sudah
berbeda dibandingkan dengan sebelum tsunami,
KESIMPULAN
1. Genangan air laut dan endapan lumpur tsunami
telah meningkatkan nilai ECe permukaan tanah,
yang diukur sebulan setelah tsunami, menjadi
40,97 dS m-1. Peningkatan ECe juga terjadi pada
tanah lapisan bawah (10-20 cm) meskipun
masih lebih rendah dibandingkan dengan tanah
permukaan (0-10 cm).
2. Peningkatan salinitas tanah akibat tsunami
dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Transek
Lhok Nga yang umumnya digunakan sebagai
lahan persawahan menunjukkan salinitas tanah
yang lebih tinggi dibandingkan dengan transek
Darussalam yang umumnya digunakan untuk
pertanian lahan kering. Salinitas tanah juga
dipengaruhi oleh jarak lokasi pengamatan dari
pantai. Makin jauh dari pantai, salinitas tanah
cenderung makin tinggi.
3. Lumpur tsunami yang mengandung C organik
dan kation-kation seperti Ca, Mg, dan K yang
relatif tinggi, disamping garam-garam terlarut,
selain berpotensi untuk meningkatkan KTK tanah
juga berpotensi mengganggu keseimbangan hara
dalam tanah. Gejala pengisian biji yang tidak
sempurna pada kacang tanah dan padi dijumpai
merata di daerah tsunami meskipun pertumbuhan
vegetatif tanaman sangat baik.
4. Pengukuran salinitas tanah di laboratorium
berkolerasi positif (r2 = 0,72) dengan pengukuran salinitas tanah menggunakan EM38.
5. Salinitas tanah umumnya telah menurun sejalan
dengan waktu akibat pencucian oleh hujan
terutama pada tanah yang teksturnya berpasir.
Namun demikian di beberapa tempat yang
DI
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Indonesia.
http://www.bps.go.id.
Ben-Hur, M., M. Agassi, R. Keren, and J. Zhang.
1998. Compaction, aging and raindrop
impact effect on hydraulic properties of
saline and sodic Vertisols. Soil Scie. Soc.
Am. J. 62:1377-1383.
Cardon, G.E., J.G. Davis, T.A. Bauder, and R.M.
Waskom. 2003. Managing Saline Soil. Colorado State University Cooperative Extension.
7/03. No. 0.503 www.ext.colostate.edu.
Cornillon, P. and A. Palloix. 1997. Influence of
sodium chloride on the growth and mineral
nutrient of pepper cultivars. J. Plant
Nutrients 20:1085-1094.
Emerson, W.W. and A.C. Bakker. 1973. The
comparative
effects
of
exchangeable
calcium, magnesium and sodium on some
physical properties of red-brown earth
subsoils: 2. The spontaneous dispersion of
aggregates in water. Aust. J. Soil Res.
11:151-157.
FAO. 2005. Final Report for SPFS-Emergency Study
on Rural Reconstruction Along the Eastern
Coast of NAD Province. Government of the
Republic of Indonesia, Ministry of Agriculture, Food and Agriculture Organization of
the United Nations. Nippon Koei Co. Ltd.
Franzen, D. 2003. Managing Saline Soils in North
Dakota. North Dakota State University,
Fargo, ND 58105, SF-1087 (revised), www.
ag.ndsu.nodak.edu
37
38
Mobilitas Sedimen dan Hara pada Sistem Sawah Berteras Dengan Irigasi Tradisional
Sediment and Nutrient Mobility in Terraced Paddy Fields under Traditional Irrigation System
SUKRISTIYONUBOWO1
ABSTRAK
Mobilitas sedimen dan hara pada sistem sawah berteras
dengan irigasi tradisional telah diteliti di Desa Keji, Kabupaten
Semarang pada Musim Hujan 2003-2004. Tujuan penelitian
adalah mengevaluasi sedimen dan hara tanaman yang terbawa
masuk melalui air irigasi dan yang terangkut keluar oleh larutan
sedimen selama pertumbuhan tanaman padi dan mempelajari
mobilitas sedimen dan hara tanaman pada musim hujan.
Perlakuan yang diuji, meliputi Praktek Petani, Praktek Petani +
Jerami, Perbaikan Teknologi, dan Perbaikan Teknologi + Jerami.
Debit air irigasi saat pelumpuran adalah yang tertinggi, dan
bervariasi mulai 2,55 1,23 sampai 3,10 0,55 l detik-1.
Sebaliknya, pada stadia vegetatif debit air irigasi adalah yang
terkecil, yaitu antara 0,33 0,15 dan 0,54 0,15 l detik-1, dan
pada stadia generatif antara 1,38 0,28 dan 1,60 0,06 l detik-1.
Selanjutnya, debit larutan sedimen saat pelumpuran berkisar
mulai 0,89 0,20 sampai 1,31 0,34 l detik-1. Pada stadia
vegetatif debit larutan sedimen adalah yang terkecil, yaitu antara
0,21 0,07 dan 0,78 0,52 l detik-1, sedangkan pada stadia
generatif antara 1,13 0,06 dan 1,32 0,09 l detik-1. Hanya
pada saat pelumpuran sedimen yang terbawa masuk oleh air
irigasi lebih kecil dari pada sedimen yang terangkut keluar oleh
larutan sedimen. Banyaknya sedimen yang tersimpan adalah
antara 647 sampai 1.589 kg ha-1 musim-1 dari total sedimen yang
terbawa masuk oleh air irigasi antara 2.715 sampai 5.521 kg ha-1
musim-1. Sebaliknya, hara terlarut (nitrogen, fosfor dan kalium)
yang terbawa masuk oleh air irigasi tersimpan di persawahan,
yang bervariasi antara 7,20 - 13,62 kg N; 0,13 - 0,20 kg P; dan
7,25 - 13,42 kg K ha-1 musim-1. Secara statistik, antar perlakuan
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, baik untuk jumlah
sedimen maupun hara yang tersimpan. Hasil penelitian ini
mendemonstrasikan adanya fungsi lain (external services) yang
diberikan oleh sistem sawah berteras, selain sebagai tempat
memproduksi beras
Kata kunci :
ABSTRACT
Sediment and nutrient mobility in terraced paddy fields
under traditional irrigation system have been investigated in Keji
Village, the Semarang District during the Wet Season 20032004. The aims were to evaluate the incoming and outgoing
sediment and nutrient during rice growth cycle and to study the
mobility of sediment and nutrient in the wet season. The
treatments included Farmer Practices, Farmer Practices + Rice
Straw, Improved Technology, and Improved Technology + Rice
Straw. The discharge of irrigation water during puddling was the
greatest varying between 2.55 1.23 and 3.10 0.55 l second-1,
while during the vegetative phase was the lowest ranging from
0.33 0.15 to 0.54 0.15 l second-1. At the generative stage
PENDAHULUAN
Di Indonesia, beras tidak hanya merupakan
bahan makanan utama, namun juga sebagai sumber
pendapatan dan penyedia lapangan pekerjaan.
Seiring dengan meningkatnya (1) permintaan akan
beras akibat bertambahnya jumlah penduduk, (2)
kebutuhan lahan untuk perumahan, kawasan industri
dan fasilitas jalan, (3) kompetisi kebutuhan air
antara sektor pertanian, industri dan rumah tangga,
dan (4) pencemaran air, menyebabkan luas lahan
sawah beririgasi yang tersedia untuk penanaman
padi menjadi semakin menciut dan keberadaan air
untuk kepentingan irigasi menjadi semakin langka
yang pada akhirnya menurunkan produksi padi
(Baghat et al., 1996; Bouman and Tuong, 2001;
BPS, 2002). Oleh sebab itu, sistem sawah berteras
perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik guna
membantu pemenuhan target tambahan produksi
dua juta ton per tahun dan menjamin ketahanan
beras nasional (Anonim, 2007).
1. Peneliti pada Balai Penelitian Tanah, Bogor
39
PADA
Petani
Ulangan
Jumlah teras
Luas
Keterangan lain
FP
P-1
P-2
P-3
I
II
III
9
8
6
m
5.040
4.780
1.680
FP + RS
P-4
P-5
P-6
I
II
III
8
5
7
904
2.500
5.300
IT
P-7
P-8
P-9
I
II
III
7
7
8
5.000
4.500
3.070
P-10
P-11
P-12
I
II
III
9
8
4
2.240
1.530
3.400
IT + RS
Tanggal tanam
FP
I
II
III
11-01-2004
13-01-2004
10-01-2004
Jerami yang
dikembalikan
t ha-1
-
FP + RS
I
II
III
01-01-2004
31-12-2003
03-01-2004
2,15
2,97
3,26
50
50
50
IT
I
II
III
04-01-2004
05-01-2004
06-01-2004
100
100
100
100
100
100
100
100
100
IT + RS
I
II
III
27-01-2004
28-01-2004
29-01-2004
2,48
2,64
2,15
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Perlakuan
42
Takaran
Urea
TSP
KCl
...... kg ha-1 musim-1 ......
50
50
50
-
PADA
di
laboratorium.
El-Swaify
(1989)
dan
Method).
Ember
bervolume
11
liter
with
stopwatch
dihitung
berdasarkan
= Debit (l detik-1)
W = Lebar (m)
H
= Waktu (detik)
method)
Q = 11/t
dimana,
Q
= Debit (l detik-1)
43
dimana :
E
44
PADA
Tabel 3. Rata-rata debit, konsentrasi sedimen, dan sedimen yang terbawa air irigasi dan larutan sedimen
selama pertumbuhan padi, MH 2003-2004
Table 3. Average discharge, sediment concentration, and transported sediment by irrigation water measured
at main inlet and suspended sediment measured at main outlet during rice growth in the WS 20032004
Perlakuan/
pengamatan
Air irigasi
Debit
-1
l detik
Pelumpuran
FP
3,10 0,55 a*
FP + RS
2,55 1,23 a
IT
2,72 1,27 a
IT + RS
2,84 0,53 a
Sebelum tanam
FP
1,45 0,20 a
FP + RS
1,39 0,39 a
IT
1,46 0,23 a
IT + RS
1,54 0,21 a
Stadia vegetatif
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Sebelum pemupukan
FP
0,79 0.51 a
FP + RS
0,37 0,21 a
IT
0,54 0,15 a
IT + RS
0,35 0,16 a
Setelah pemupukan
FP
0,57 0,37 a
FP + RS
0,36 0,28 a
IT
0,50 0,13 a
IT + RS
0,33 0,15 a
Stadia generatif
FP
1,60 0,06 a
FP + RS
1,38 0,28 a
IT
1,50 0,12 a
IT + RS
1,51 0,07 a
Jumlah sedimen
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Kadar lumpur
Sedimen
-1
-1
gl
kg ha
0,330 0,05 a
0,310 0,19 a
0,490 0,09 c
0,420 0,05 b
0,287
0,313
0,307
0,303
0,021
0,025
0,025
0,047
Larutan sedimen
Konsentrasi
sedimen
g l-1
Debit
-1
l detik
204
280
235
361
a
a
a
a
1,14
1,31
1,20
0,89
0,14
0,34
0,46
0,20
a
a
a
a
+ 686
a
a + 1.150
+ 565
a
a + 1.088
a
a
a
a
1,17
1,17
1,06
1,28
0,19
0,30
0,12
0,10
a
a
a
a
+
+
+
+
+
+
+
+
2.093
2.783
1.260
2.835
3,550
2,880
3,580
3,090
0,273
0,280
0,283
0,270
Sedimen
kg ha-1
0,46
1,42
1,13
1,81
a
a
a
a
684
546
491
599
a
a
a
a
0,015
0,010
0,025
0,026
a
a
a
a
527
888
381
814
a
a
a
a
a
a
a
a
- 1.284 a
- 1.870 a
- 774 a
- 1.608 a
0,267
0,267
0,280
0,283
0,021
0,021
0,306
0,045
a
a
a
a
0,78
0,25
0,36
0,21
0,52
0,19
0,11
0,07
a
a
a
a
0,237
0,243
0,237
0,267
0,015
0,021
0,015
0,051
a
a
a
a
0,247
0,237
0,250
0,243
0,015
0,021
0,010
0,015
a
a
a
a
0,51
0,27
0,38
0,21
0,35
0,20
0,11
0,17
a
a
a
a
0,223
0,220
0,223
0,220
0,015
0,030
0,015
0,020
a
a
a
a
0,207
0,203
0,243
0,207
0,012
0,021
0,015
0,015
+ 963
a
a + 1.237
+ 655
a
a + 1.237
1,32
1,15
1,13
1,24
0,09
0,22
0,06
0,11
a
a
a
a
0,170
0,177
0,173
0,180
0,017
0,031
0,012
0,010
a
a
a
a
+
+
+
+
3.946
5.450
2.715
5.521
a
a
a
a
a
a
a
a
655
925
422
911
a
a
a
a
3.150
4.229
2.068
3.932
a
a
a
a
*) Angka pada kolom yang sama untuk pengamatan yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
Duncan Multiple Range Test dengan selang kepercayaan 5%
(+) = sedimen yang terbawa masuk, () = sedimen yang terangkut keluar
45
PADA
1.000
1000
1250
1.250
1000
1.000
Sedimen (kg ha -1 musim -1)
1250
1.250
750
750
500
500
250
250
00
Pelumpuran
Sebelum
tanam
-250
-250
Vegetatif
Generatif
-500
-500
-750
-750
750
750
500
500
250
250
00
Pelumpuran
-250
-250
Vegetatif
Generatif
-500
-500
Waktu pengamatan
Waktu pengamatan
1250
1.250
Sedimen (kg ha -1 musim -1)
Sebelum
tanam
1000
1.000
750
750
500
500
250
250
00
Pelumpuran
Sebelum
tanam
-250
-250
Vegetatif
Generatif
1000
1.000
750
750
500
500
250
250
0
Pelumpuran
-250
-250
-500
-500
Waktu pengamatan
Sebelum
tanam
Vegetatif
Generatif
Waktu pengamatan
Gambar 1. Sedimen yang terdeposisi (sedimen yang terbawa masuk oleh air irigasi lebih
besar dari yang terangkut keluar oleh larutan sedimen) dan yang hilang
(sedimen yang terbawa masuk oleh air irigasi lebih kecil dari yang terangkut
keluar oleh larutan sedimen) pada sistem sawah berteras selama pertumbuhan
padi, MH 2003-2004
Figure 1.
239
tanah
sampai
yang
480
kg
tererosi
berkisar
ha-1
musim-1.
bahwa
ada
fungsi
lain
(external
oleh
of
Kecenderungan
yang
sama
dilaporkan
downstream)
yang
berupa
sedimentasi/
47
padi,
erosi
hanya
terjadi
saat
terdeposisi
pada
lahan
sawah
yang
Pada umumnya variasi konsentrasi nitrat (NN03 ), amonium (N-NH4+), fosfat (PO4-) dan kalium
(K+) pada air irigasi adalah tidak besar (Tabel 4).
Meningkatnya konsentrasi NO3- dan NH4+ pada
pengamatan setelah pemupukan dan menjadikannya
yang tertinggi, yaitu N03- antara`0,56 sampai 1,22
mg kg-1 dan NH4+ antara 1,77 sampai 1,98 mg kg-1
menimbulkan
dugaan
adanya
pengkayaan
(enrichment) oleh faktor luar. Dugaan tersebut
mengilustrasikan adanya pupuk N yang tercuci dan
atau terbawanya hasil-hasil dekomposisi dari
kawasan atas (upstream) dalam air irigasi.
Kemungkinan lainnya adalah pengkayaan N-N03- dan
N-NH4+ oleh air hujan. Seperti dilaporkan oleh
Demyttenaere (1991), Poss and Saragoni (1992),
dan Sukristiyonubowo (2007) bahwa air hujan
mengandung N yang relatif tinggi.
-
48
PADA
Tabel 4. Konsentrasi N, P, dan K terlarut yang terbawa masuk oleh air irigasi selama
pertumbuhan padi, MH 2003-2004
Table 4. Concentration of dissolved N, P, and K in irrigation water during rice growth in the
WS 2003-2004
Konsentrasi N, P, dan K pada air irigasi
NH4+
PO4K+
N03-1
..................................... mg kg .....................................
Perlakuan/pengamatan
Pelumpuran
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Sebelum tanam
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Stadia vegetatif
Sebelum pemupukan
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Setelah pemupukan
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Stadia generatif
FP
FP + RS
IT
IT + RS
0,006
0,012
0,006
0,010
a
a
a
a
1,01
1,46
1,03
1,07
0,15 0,030
0,14 0,020
0,12 0,015
0,15 0,030
a
a
a
a
1,58
1,59
1,65
1,76
0,29 0,025 b
0,45 0,025 b
065 0,015 a
0,45 0,025 b
0,10
0,30
0,15
0,20
0,025 b
0,012 a
0,015 b
0,025 b
0,01
0,07
0,02
0,01
0,00
0,01
0,01
0,01
a
a
a
a
1,86 0,04 a
2,34 0,04 b
1,79 0,05 a
1,80 004 a
0,065
0,045
0,050
0,035
b
b
b
a
0,03
0,04
0,08
0,04
0,01
0,01
0,01
0,02
a
a
a
a
1,86
1,79
1,72
1,79
0,04
0,05
0,04
0,05
a
a
b
a
1,28
1,21
1,18
1,19
0,012
0,030
0,012
0,010
a
b
b
b
0,12
0,09
0,09
0,08
0,03
0,02
0,01
0,01
a
a
a
a
1,95
2,01
2,02
1,86
0,02
0,04
0,02
0,04
a
a
a
b
0,70
0,56
1,22
0,83
0,021
0,035
0.030
0,030
c
d
a
b
1,77
1,84
1,78
1,98
0,055
0,035
0,035
0,015
b
b
b
a
0,07
0,07
0,10
0,08
0,01
0,01
0,01
0,01
a
a
a
a
2,04
2,14
2,16
2,34
0,06
0,06
0,05
0,04
b
b
b
a
0,36
0,36
0,47
0,44
0,030
0,006
0,015
0,035
b
b
a
a
1,65
1,59
1,66
1,67
0,025
0,025
0,030
0,025
a
a
a
a
0,03
0,04
0,07
0,04
0,01
0,01
0,02
0,01
a
a
a
a
1,86
1,79
1,72
1,84
0,04
0,05
0,03
0,02
a
a
b
a
*) Angka pada kolom yang sama untuk pengamatan yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada Duncan Multiple Range Test dengan selang kepercayaan 5%
terlarut tertinggi.
dilaporkan
oleh
peneliti
peneliti
terdahulu
sedimen
(runoff
pada
terlarut
sediment)
lebih
dalam
Sukristiyonubowo
(2007).
jerami
(terutama
pada
perlakuan
FP+RS
dan
mengenai
49
Tabel 5. Konsentrasi N, P, dan K terlarut yang terangkut keluar oleh larutan sedimen selama
pertumbuhan padi, MH 2003-2004
Table 5. Concentration of dissolved N, P, and K in suspended sediment during rice growth, WS
2003-2004
Perlakuan/pengamatan
Pelumpuran
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Sebelum tanam
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Stadia vegetatif
Sebelum pemupukan
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Setelah pemupukan
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Stadia generatif
FP
FP + RS
IT
IT + RS
0,02
0,09
0,03
0,05
b
a
b
b
1,05
1,47
1,11
1,10
0,05
0,07
0,07
0,09
b
a
b
b
0,02
0,12
0,03
0,05
0,01
0,03
0,01
0,01
a
a
a
a
1,60
2,21
1,60
1,75
0,05
0,05
0,04
0,02
b
a
b
b
0,10
0,10
0,10
0,13
0,03
0,02
0,01
0,02
a
a
a
a
1,47
1,54
1,62
1,57
0,03
0,03
0,02
0,02
b
b
a
b
0,03
0,03
0,07
0,04
0,01
0,01
0,02
0,01
a
a
a
a
1,13
1,38
1,44
1,54
0,02
0,03
0,04
0,04
b
a
a
a
0,69
0,85
0,89
0,80
0,03
0,03
0,04
0,02
b
a
a
a
1,30
1,31
1,32
1,29
0,03
0,03
0,01
0,03
a
a
a
a
0,06
0,06
0,04
0,08
0,01
0,02
0,01
0,02
a
a
a
a
1,67
1,70
1,73
1,75
0,06
0,06
0,05
0,05
a
a
a
a
0,80
1,10
1,15
0,97
0,04
0,05
0,04
0,02
c
a
a
b
1,69
1,68
1,67
1,68
0,05
0,04
0,06
0,04
a
a
a
a
0,07
0,06
0,06
0,09
0,02
0,01
0,04
0,01
a
a
a
a
1,73
1,85
1,90
1,99
0,06
0,04
0,02
0,04
c
b
b
a
0,31
0,34
0,43
0,46
0,03
0,03
0,02
0,02
b
b
a
a
1,57 0,03 b
1,54 0,03 b
1,57 0,03 b
1,62 0,02 a
0,03
0,03
0,06
0,06
0,01
0,02
0,01
0,01
a
a
a
a
1,56
1,75
1,75
1,95
0,03
0,03
0,02
0,04
c
b
b
a
*) Angka pada kolom yang sama untuk pengamatan yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada Duncan Multiple Range Test dengan selang kepercayaan 5%
50
PADA
Tabel 6. N, P, dan K terlarut yang terbawa masuk oleh air irigasi dan yang terangkut keluar oleh larutan
sedimen selama pertumbuhan padi, MH 2003-2004
Table 6. Incoming and outgoing dissolved N, P and K during rice growth in the WS 2003-2004
Perlakuan/
pengamatan
Pelumpuran
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Sebelum tanam
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Stadia vegetatif
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Stadia generatif
FP
FP + RS
IT
IT + RS
Jumlah
FP
FP + RS
IT
IT + RS
0,002
0,020
0,002
0,002
a
a
a
a
1,06
1,57
0,87
1,13
a
a
a
a
0,36
0,86
0,34
0,56
a
a
a
a
0,002
0,040
0,003
0,008
a
b
a
a
0,55
0,93
0,46
0,80
a
a
a
a
0,22
0,33
0,18
0,12
a
a
a
a
4,20
6,48
3,24
6,36
0,060
0,060
0,060
0,060
a
a
a
a
4,26
6,60
3,30
6,42
a
a
a
a
3,06
5,64
2,16
4,48
a
a
a
a
0,018
0,030
0,030
0,030
a
a
a
a
2,64
3,90
1,92
4,62
a
a
a
a
1,20
0,90
1,08
1,50
a
a
a
a
0,018
0,030
0,030
0,030
22,50 ab
29,52 a
12,60 b
25,56 ab
0,270
0,288
0,144
0,270
a
a
a
a
16,20
22,86
9,90
20,70
a
a
a
a
12,96
19,98
8,46
15,66
a
a
a
a
0,126
0,162
0,072
0,180
a
a
a
a
10,80
14,58
5,76
12,42
9,90
9,54
4,14
9,90
a
a
a
a
9,50
12,50
6,60
12,30
a
a
a
a
0,070
0,090
0,050
0,090
a
a
a
a
8,40
11,00
5,80
10,80
a
a
a
a
7,20 a
10,20 a
4,80 a
10,30 a
0,040
0,050
0,040
0,080
a
a
a
a
6,00
9,10
4,10
9,90
2,30
2,30
1,80
2,00
a
a
a
a
36,78
49,70
22,96
44,90
a
a
a
a
0,402
0,458
0,256
0,422
a
a
a
a
29,92
42,03
19,87
39,05
a
a
a
a
23,58
36,68
15,76
31,32
0,186
0,282
0,145
0,298
a
a
a
a
19,99
28,51
12,24
27,74
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
13,62 a
13,07 a
7,20 a
13,52 a
0
0
0
0
0,51
0,64
0,41
0,33
a
a
a
a
a
a
a
a
1,62
2,70
1,38
1,80
a
a
a
a
0,144
0,126
0,090
0,090
a
a
a
a
6,84
8,28
3,96
8,28
a
a
a
a
0,030
0,040
0,010
0,010
a
a
a
a
2,40
1,80
1,50
0,90
a
a
a
a
0,192
0,196
0,130
0,130
a
a
a
a
11,37
13,42
7,25
11,31
a
a
a
a
* Angka pada kolom yang sama untuk pengamatan yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
Duncan Multiple Range Test dengan selang kepercayaan 5%
KESIMPULAN
1. Selama pertumbuhan padi debit air irigasi
bervariasi bergantung pada penggunaan di
kawasan atas dan stadia pertumbuhan padi.
Debit air irigasi saat pelumpuran adalah yang
terbesar, berkisar mulai 2,55 1,23 sampai
3,10 0,55 l detik-1. Pada stadia vegetatif debit
air irigasi adalah yang terkecil, yaitu antara 0,33
0,15 dan 0,54 0,15 l detik-1, dan pada
stadia generatif berkisar antara 1,38 0,28
sampai 1,60 0,06 l detik-1. Dibandingkan
dengan debit air irigasi, debit larutan sedimen
adalah lebih kecil. Debit larutan sedimen saat
pelumpuran berkisar dari 0,89 0,20 sampai
1,31 0,34 l detik-1 dan pada stadia vegetatif
debit larutan sedimen adalah yang terkecil, yaitu
51
DAFTAR PUSTAKA
Adachi, K. 1990. Effect of rice-soil puddling on
water
percolation.
Pp
146-151.
In
Proceedings of the transactions of the 14th
International Congress on Soil Science I.
Agus, F. and Sukristiyonubowo. 2003. Nutrient loss
and onsite cost of soil erosion under
different land uses systems in South East
Asia. Pp 186-193. In Wani, S.P., Maglinoa,
A.R, Ramakrisna, A., and Rego, T.J. (Eds.),
Integrated catchment management for land
52
PADA
53
54
Korelasi Beberapa Sifat Kimia Tanah dengan Serapan Fosfor Padi Sawah
pada Tanah Kaolinitik dan Smektitik
The Correlation of Some Soil Chemical Properties with Phosphorus Uptake of Lowland Rice
on Kaolinitic and Smectitic Soils
M. MASJKUR1 DAN A. KASNO2
ABSTRAK
Korelasi antara sifat-sifat tanah dengan serapan P penting
diketahui untuk menunjang rekomendasi pemupukan P. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi beberapa sifat
kimia tanah dengan serapan P padi sawah pada tanah kaolinitik
dan smektitik. Penelitian lapangan dilaksanakan pada lahan
sawah kaolinitik Lampung dan smektitik Jawa Timur masingmasing dengan keragaman hara P rendah, sedang dan tinggi.
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan
empat ulangan. Perlakuan terdiri atas lima tingkat pupuk P yaitu :
0, 23, 46, 69, dan 115 kg P2O5 ha-1 menggunakan SP-36. Pada
tanah kaolinitik, respon serapan P padi sawah tidak nyata dengan
pemupukan P, sedangkan pada tanah smektitik respon serapan P
nyata. Pada tanah kaolinitik C organik berkorelasi positif nyata
dengan serapan P padi sawah, sedangkan pH tanah, kadar liat,
Cadd, Fedd, dan Aldd berkorelasi tidak nyata. Pada tanah smektitik
C organik berkorelasi negatif nyata dengan serapan P padi sawah,
sedangkan pH tanah, kadar liat, Cadd, Fedd, dan Aldd berkorelasi
tidak nyata. Dengan demikian peningkatan bahan organik pada
tanah kaolinitik cenderung meningkatkan serapan P padi sawah,
sedangkan pada tanah smektitik cenderung menurunkan serapan
P.
Kata kunci : Sifat-sifat kimia tanah, Kaolinitik, Smektitik, Serapan
fosfor, Padi sawah
ABSTRACT
Determining relationship between soil properties and
phosphorus uptake is important to support P fertilizer
recommendation. The objective of this research was to determine
the relationship between some soil chemical properties and
phosphorus uptake of lowland rice on kaolinitic and smectitic
soils. Field experiments were conducted in Lampung kaolinitic
paddy soils and East Java smectitic paddy soils with low,
medium, and high P content variabilities. The experiments used
completely randomized block design with four replications. The
treatments consist of five P fertilizer levels that were 0, 23, 46,
69, dan 115 kg P2O5 ha-1, applied as superphosphate (SP-36). In
kaolinitic soils, P uptake response with P fertilizer was not
significant, whereas in smectitic soils P uptake response was
significant. In kaolinitic soils, organic C correlated positively with
P uptake of lowland rice, while the correlation of pH, clay content,
exchangeable Ca, Fe, and Al were not significant. In smectitic
soils, organic C correlated negatively with P uptake of lowland
rice, while the correlation of pH, clay content, exchangeable Ca,
Fe, and Al were not significant. Thus, increasing organic matter
in kaolinic soils will increase P uptake of lowland rice, while in
smectitic soils increasing organic matter will decrease P uptake.
PENDAHULUAN
Kahat fosfor merupakan salah satu kendala
peningkatan produktivitas padi sawah. Di beberapa
wilayah kandungan P umumnya masih rendah,
sedangkan di wilayah lainnya kandungan P cukup
tinggi. Hal ini disebabkan antara lain oleh
pemupukan P terus-menerus dengan dosis tinggi.
Rekomendasi pemupukan P padi sawah telah
didasarkan pada pengkelasan hara P tersedia dan
peluang respon tanaman (Rochayati dan Adiningsih,
2002). Namun demikian, rekomendasi pemupukan P
tersebut belum didasarkan pada jenis tanah dan tipe
mineral liat tanah.
Cornforth et al. (1990) mengemukakan bahwa
ketepatan
rekomendasi
pemupukan
dapat
ditingkatkan dengan mempertimbangkan jenis tanah
(soil group) dan tipe mineral liat dominan telah
digunakan sebagai penciri dalam pengelompokan
jenis tanah. Sifat-sifat berbeda mineral liat tanah
berpengaruh langsung terhadap sifat fisik dan kimia
tanah (Brown, 1990; Newman and Hayes, 1990).
Tanah-tanah Ultisols dan Oxisols umumnya
mempunyai kaolinit sebagai mineral dominan
(kaolinitik), sedangkan sebagian besar tanah
Vertisols dicirikan oleh smektit sebagai mineral
dominan (smektitik) (Brown, 1990; Tan, 1998).
Tanah sawah Ultisols tersebar hampir di seluruh
1. Bagian Analisis dan Pemodelan Statistika, Departemen
Statistika, IPB, Bogor.
2. Peneliti pada Balai Penelitian Tanah, Bogor.
55
56
pH
(1:2.5)
H2O KCl
KB
%
4,0
4,0
4,0
4,0
27
25
28
25
57
57
59
63
16
18
13
12
1,69
1,65
1,69
1,53
0,15
0,15
0,12
0,13
11
11
14
12
11,6
12,5
15,9
11,9
3,6
3,7
4,0
3,4
18
24
24
21
0,08
0,09
0,07
0,05
2,80
2,82
3,05
2,25
0,68
0,65
0,81
0,70
0,02
0,02
0,02
0,01
3,58
3,57
3,95
3,01
12,29
12,13
11,53
11,45
29
29
34
26
Purworejo 2
P sedang I
P sedang II
P sedang III
P sedang IV
5,3
5,2
5,2
5,2
4,0
4,1
4,0
4,0
32
32
32
31
36
32
46
55
32
36
22
14
1,39
1,34
1,31
1,38
0,12
0,14
0,14
0,14
11
9
9
10
21,5
25,7
24,7
26,5
4,0
11,0
3,2
3,8
24
29
25
32
0,07
0,24
0,04
0,09
2,38
2,46
2,66
2,88
0,73
0,73
0,73
0,82
0,01
0,01
0,01
0,01
3,19
3,44
3,45
3,81
9,50
10,24
9,52
11,37
34
34
36
33
Simbarwaringin
P sangat tinggi I
P sangat tinggi II
P sangat tinggi III
P sangat tinggi IV
5,1
5,1
5,2
5,2
4,0
4,1
4,1
4,0
27
25
24
24
45
46
41
39
28
29
35
37
1,51
1,59
1,38
1,09
0,09
0,11
0,09
0,10
16
14
15
11
65,2
81,0
83,4
74,2
5,3
11,4
16,0
9,5
7
10
5
7
0,11
0,31
0,45
0,31
2,10
2,46
1,73
2,01
0,62
0,67
0,48
0,63
0,01
0,01
0,01
0,01
2,84
3,46
2,67
2,96
11,26
12,79
13,38
12,93
25
27
20
23
Lokasi
57
Purworejo 1
P rendah I
P rendah II
P rendah III
P rendah IV
303
308
287
267
29
35
36
35
1,6
1,4
1,2
1,4
1,5
1,6
1,2
1,1
0,49
1,14
0,89
0,97
1,13
0,55
0,67
0,65
Purworejo 2
P sedang I
P sedang II
P sedang III
P sedang IV
284
273
276
282
27
31
22
21
1,3
1,4
1,2
1,2
1,0
2,8
1,0
1,0
0,81
0,32
0,97
0,97
0,56
0,67
1,77
0,77
Simbarwaringin
P sangat tinggi I
P sangat tinggi II
P sangat tinggi III
P sangat tinggi IV
210
245
244
205
87
83
103
94
2,7
2,6
2,4
2,2
3,6
1,6
1,6
1,3
1,30
0,97
1,22
1,14
0,57
1,02
0,65
0,86
A. KASNO : KORELASI BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DENGAN SERAPAN FOSFOR PADI SAWAH
5,0
5,1
5,1
5,1
DAN
Purworejo 1
P rendah I
P rendah II
P rendah III
P rendah IV
M. MASJKUR
58
Lokasi
H2 O
KCl
Demangan
P sedang I
P sedang II
P sedang III
P sedang IV
7,2
7,3
7,3
7,1
6,3
6,2
6,1
6,0
3
3
5
4
27
23
23
24
70
74
72
72
1,86
1,87
1,45
1,67
0,13
0,13
0,11
0,13
14
14
13
13
31
25
26
28
24
18
15
16
2,0
2,0
2,3
3,2
34,26
35,73
35,77
35,08
14,17
14,48
14,68
14,73
0,33
0,26
0,18
0,20
0,76
1,03
0,69
0,70
49,52
51,50
51,32
50,71
42,68
44,63
41,64
43,29
Kedungrejo
P tinggi I
P tinggi II
P tinggi III
P tinggi IV
5,5
5,5
5,3
5,6
4,5
4,6
4,4
4,6
36
32
33
31
35
40
41
39
29
28
26
30
1,39
1,46
1,46
1,52
0,11
0,11
0,11
0,11
13
13
13
14
50
55
50
58
19
19
19
36
5,4
4,7
5,0
9,0
15,36
16,96
14,92
16,95
6,11
6,36
5,50
5,94
0,31
0,30
0,30
0,62
0,47
0,45
0,38
0,51
22,25
24,07
21,10
24,02
21,95 101,37
22,80 105,57
21,46 98,32
23,55 101,99
7,4
7,5
7,4
7,5
6,2
6,4
6,3
6,3
1
1
1
1
51
42
27
31
48
57
72
68
1,23
1,37
1,37
1,42
0,08
0,09
0,11
0,10
15
15
12
14
80
71
75
73
29
28
30
29
42,2
37,4
35,2
33,2
38,54
40,50
42,32
40,10
14,36
14,09
15,57
13,80
0,42
0,40
0,44
0,40
1,15
1,39
1,53
1,35
54,47
56,38
59,86
55,65
41,65
41,75
44,16
43,67
I
II
III
IV
Lokasi
Demangan
P sedang I
P sedang II
P sedang III
P sedang IV
96
78
60
69
134
114
110
77
14,3
14,6
14,6
14,4
2,7
3,4
2,1
2,4
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,02
0,02
0,02
Kedungrejo
P tinggi I
P tinggi II
P tinggi III
P tinggi IV
270
272
268
282
126
132
163
93
9,3
10,1
9,0
10,2
2,3
2,4
1,9
2,0
0,00
0,00
0,00
0,00
0,08
0,08
0,12
0,04
36
31
37
30
124
118
125
136
12,5
12,4
12,8
12,6
2,6
2,8
2,5
2,4
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,02
0,00
0,02
Tirtobinangun
P sangat tinggi
P sangat tinggi
P sangat tinggi
P sangat tinggi
I
II
III
IV
116,03
115,39
123,25
117,14
130,78
135,04
135,55
127,43
Tirtobinangun
P sangat tinggi
P sangat tinggi
P sangat tinggi
P sangat tinggi
KB
%
Mgdd
Nadd
masam lempung
berdebu
rendah rendah
rendah
sedang
sangat
rendah
sangat
rendah
rendah
rendah
Purworejo 2
(P sedang)
masam lempung
rendah rendah
sedang
tinggi
sangat
rendah
rendah
rendah
Simbarwaringin
(P sangat tinggi)
masam lempung
berliat
rendah rendah
sangat
tinggi
sangat
rendah
rendah
rendah
Demangan
(P sedang)
netral
rendah rendah
sedang
sangat
rendah
rendah
Kedungrejo
(P tinggi)
masam lempung
berliat
rendah rendah
tinggi
sangat
rendah
Tirtobinangun
(P sangat tinggi)
netral
rendah rendah
sangat
tinggi
sangat
tinggi
liat
N total
P HCl 25%
Fedd
Mndd
Cudd
Zndd
Kej. Aldd
Purworejo 1
(P rendah)
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
sangat
rendah
Purworejo 2
(P sedang)
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
sangat
rendah
Simbarwaringin
(P sangat tinggi)
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
sangat
rendah
Demangan
(P sedang)
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
sangat
rendah
Kedungrejo
(P tinggi)
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
sangat
rendah
Tirtobinangun
(P sangat tinggi)
tinggi
tinggi
tinggi
tinggi
sangat
rendah
P Bray 1
K HCl 25%
KTK
KB
sangat
rendah
rendah
rendah
rendah
sangat
rendah
rendah
rendah
rendah
rendah
sangat
rendah
rendah
rendah
sangat
tinggi
tinggi
sangat
rendah
tinggi
sangat
tinggi
sangat
tinggi
sedang
sangat
tinggi
sedang
rendah
sedang sedang
sangat
tinggi
sedang
sangat
tinggi
tinggi
rendah
sangat
tinggi
sangat
tinggi
sangat
tinggi
A. KASNO : KORELASI BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DENGAN SERAPAN FOSFOR PADI SAWAH
Purworejo 1
(P rendah)
Lokasi
Kdd
liat
C-org
DAN
pH H2O Tekstur
M. MASJKUR
Lokasi
59
60
Lokasi
Purworejo 1
Purworejo 2
Simbarwaringin
Kaolinit
++++
++++
++++
Smektit
(+)
(+)
(+)
Illit
(+)
(+)
(+)
Kuarsa
+
+
+
Kristobalit
(+)
(+)
(+)
Goetit
-
Demangan
Kedungrejo
Tirtobinangun
++++
++++
++++
-
=
=
=
=
=
=
sedikit
sedang
banyak
dominan
sangat sedikit
irregular mixed layer
++
++
KaolinitHaloisit
Haloisit
HaloisitKaolinit
(Illit-Vermikulit)
IRML
(KhloritIllit) IRML
Kuarsa
Ortoklas
Andesit
++
-
+
+
+
(+)
-
(+)
(+)
(+)
(+)
-
(+)
-
Mineral liat
Lokasi
M. MASJKUR
DAN
A. KASNO : KORELASI BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DENGAN SERAPAN FOSFOR PADI SAWAH
61
4.0
4,0
Lokasi
P rendah
P sangat tinggi
P sedang
3.5
3,5
3.0
3,0
2.5
2,5
2.0
2,0
1.5
1,5
0
0
50
50
100
150
100
150
Pupuk
(kg SP-36
SP 36/ha)
Pupuk P
P (kg
ha-1)
200
200
250
250
Sumber
Pupuk P
Blok
Galat
Total
Jumlah
kuadrat
5,558
1,798
9,579
16,934
db
5
3
15
23
Kuadrat
tengah
1,112
0,599
0,639
Sig.
1,741
0,939
0,186
0,447
Sumber
Pupuk P
Blok
Galat
Total
Jumlah
kuadrat
0,908
4,033
5,875
10,816
db
4
3
12
19
Kuadrat
tengah
0,227
1,344
0,490
Sig.
0,463
2,746
0,761
0,089
Sumber
Pupuk P
Blok
Galat
Total
Jumlah
kuadrat
1,449
1,030
3,189
5,668
db
5
3
15
23
Kuadrat
Tengah
0,290
0,343
0,213
Sig.
Pupuk P
1,363
1,615
0,292
0,228
kg SP-36 ha-1
0
50
100
150
200
250
Rataan
*)
62
Serapan P
Purworejo 1 Purworejo 2 Simbarwaringin
kg P ha-1
2,77a
1,77a
2,52a
2,51a
1,78a
2,35a
3,07a
2,33a
2,10a
3,09a
2,05a
2,70a
3,99a
1,89a
3,50a
1,54a
2,62a
2,99a*)
1,89b
2,46c
M. MASJKUR
DAN
A. KASNO : KORELASI BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DENGAN SERAPAN FOSFOR PADI SAWAH
12
10
Lokasi
P sangat tinggi
P sedang
P tinggi
2
0
50
100
150
200
250
(kg SP-36
SP36/ha)
Pupuk P (kg
ha-1)
Grafik
serapan
padi
sawah
dengan
kurva
serapan
pemupukan
P,
cenderung
terutama
meningkat
pada
tanah
dan
Tirtobinangun,
P pada lokasi
sedangkan
pada
tidak
berbeda
nyata.
Pada
lokasi
Pupuk P
Blok
Galat
Total
150,
dan
250
kg
SP-36
ha-1,
4
3
12
19
Kuadrat
tengah
1,161
4,774E-02
9,328E-02
Sig.
12,451 0,000
0,512 0,682
100,
db
Jumlah
kuadrat
4.646
0,143
1,119
5,908
Jumlah
kuadrat
5,355
0,550
9,147
15,053
db
4
3
12
19
Kuadrat
tengah
1,339
0,183
0,762
Sig.
1,756
0,241
0,202
0,866
63
Jumlah
kuadrat
31,711
0,835
8,409
40,956
db
4
3
12
19
Kuadrat
tengah
7,928
0,278
0,701
Sig.
11,313 0,000
0,397 0,757
Serapan P
Demangan Kedungrejo Tirtobinangun
.. kg P ha-1 ..
8,60a
8,37a
2,75a
8,27a
8,91a
2,61a
10,42b
7,46a
2,70a
11,47b
8,36a
3,92b
10,83b
8,83a
2,99a
2,99a
8,39b
9,92c
Tabel 14. Korelasi sifat-sifat tanah dan serapan P pada tanah kaolinitik
Table 14. Correlation of soil properties with P uptake in kaolinitic soils
Fraksi P
pH
Liat
C
P HCl-25
P Bray 1
Cadd
Fedd
Aldd
pH
0,55
-0,75**
0,15
0,18
-0,32
-0,16
0,06
64
Liat
-0,64*
0,68*
-0,49
-0,71*
-0,60*
0,03
C
-0,38
0,13
0,53
0,54
-0,13
Cadd
-0,72**
0,75**
0,77**
-0,41
Fedd
-0,84**
0,77**
-0,52
Aldd
0,52
-0,55
-
Ser-P
-0,51
-0,29
0,61*
-0,13
-0,16
0,07
0,33
0,10
M. MASJKUR
DAN
A. KASNO : KORELASI BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DENGAN SERAPAN FOSFOR PADI SAWAH
Fe
M (OH)3 + COO- M (OH)2 COO + OH(4) reaksi reduksi. Kondisi anaerobik selama
penggenangan dapat meningkatkan dekomposisi
bahan organik (karena aktivitas mikroba intensif),
sehingga
merangsang
reaksi
reduksi
dan
peningkatan pH, antara lain reduksi valensi lebih
tinggi Mn oksida dan/atau Fe (hidroksida) dalam
tanah :
MnO2 + 2H+ + 2e- Mn2+ + 2OHFeO (OH) + e- + H2O Fe2+ + 3OHPeningkatan pH tersebut memberikan muatan
negatif lebih besar pada permukaan jerapan,
sehingga cenderung mengurangi jerapan P (Haynes
and Mokolobate, 2001) dan meningkatkan kelarutan
besi dan aluminium fosfat karena reduksi (Kyuma,
2004). Rendahnya bahan organik (< 2,0% ) pada
tanah kaolinitik nampaknya tidak nyata mendukung
peningkatan pH tanah tersebut mendekati netral
(6,5-7,5) dan ketersediaan fosfat optimum, sehingga
serapan P tanaman meningkat.
Kadar liat pada tanah kaolinitik berkorelasi tidak
nyata dengan serapan P padi sawah (r = -0,29tn) .
Hal ini disebabkan karena kadar liat berkorelasi
negatif nyata dengan Fedd (-0,60*), Cadd (-0,71*),
dan bahan organik (-0,64*), menunjukkan bahwa
fraksi liat (< 2 ) tanah kaolinitik didominasi oleh
mineral liat Al-silikat (kaolinit) daripada besi oksida,
kalsium karbonat atau bahan organik. Sesuai dengan
Trakoonyingcharoen et al. (2005) bahwa pada tanah
Ultisols dan Oxisols jumlah mineral kaolinit
berkorelasi tidak nyata dengan koefisien-koefisien
jerapan P (jerapan maksimum). Dengan demikian
jumlah mineral kaolinit juga tidak berperan nyata
dalam serapan P tanaman. Walaupun kadar liat
berkorelasi positif nyata dengan P total (HCl 25 %)
(0,68*), nampaknya fosfat tersebut tidak dalam
bentuk tersedia, sehingga dapat diserap oleh
tanaman.
Bahan organik tanah berkorelasi positif nyata
dengan serapan P padi sawah (r = 0,61) (Tabel 14),
3+
--L+Plar
Tabel 15. Korelasi sifat-sifat tanah dan serapan P pada tanah smektitik
Table 15. Correlation of soil properties with P uptake in smectitic soils
Fraksi P
pH
Liat
C
P HCl-25
P Bray 1
Cadd
Fedd
Aldd
pH
0,90**
0,10
0,05
0,50
0,98**
-0,99**
-
Liat
0,39
-0,28
0,15
0,94**
-0,88**
-
C
-0,78**
-0,66*
0,17
-0,01
-
Cadd
-0,05
0,40
-0,98**
-
Fedd
-0,10
-0,55
-
Aldd
-
Ser-P
-0,20
-0,49
-0,81**
0,95**
0,72**
-0,30
0,14
-
66
merupakan
sifat
tanah
utama
mempengaruhi
pada
tanah
kaolintik
cenderung
sifat
tanah
utama
mempengaruhi
ketersediaan
P.
Namun
demikian,
M. MASJKUR
DAN
A. KASNO : KORELASI BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH DENGAN SERAPAN FOSFOR PADI SAWAH
KESIMPULAN
1. Responsivitas serapan P padi sawah terhadap
pemupukan P pada tanah kaolinitik dan smektitik
berhubungan dengan kandungan bahan organik
tanah bersangkutan. Pada tanah kaolintik
peningkatan
bahan
organik
cenderung
meningkatkan serapan P padi sawah, sedangkan
pada tanah smektitik peningkatan bahan organik
cenderung menurunkan serapan P padi sawah.
2. Pada tanah kaolinitik dan smektitik pH tanah,
kadar liat, Cadd, Fedd, dan Aldd berkorelasi tidak
nyata dengan serapan P padi sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., I. Las, A. Hidayat, dan E.
Pasandaran. 1999. Optimalisasi Sumberdaya
Lahan dan Air untuk Pembangunan Pertanian
Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Brown, G. 1990. Structure, crystal chemistry, and
origin of the phyllosillicate minerals common
in soil clays. Pp. 7-38. In M.F. De Boodt,
M.H.B. Hayes, and A. Herbillon (Eds.) Soil
Colloids and their Association in Aggregates.
Plenum Press, New York.
Cornforth, I.S., A.K. Metherell, and P. SornSrivichai.
1990.
Assessing
Fertilizer
Requirements. Pp. 157-166. In Proceedings
of Symposium Phosphorus Requirements for
Sustainable Agriculture in Asia and Oceania.
International Rice Research Institute, Los
Banos, Laguna, Philippines.
Dobermann, A. and T. Fairhurst. 2000. Nutrient
Disorders
and
Nutrient
Management.
International Rice Research Institute, Los
Banos, Laguna, Philippines.
67
68
Pengaruh Asam Oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap Ketersediaan K Tanah, Serapan N, P, dan K
Tanaman, serta Produksi Jagung pada Tanah-tanah yang Didominasi Smektit
Effect of Oxalic Acid, Na+, NH4+, and Fe3+ on Availability of Soil K,
Plant N, P, and K Uptake, and Maize Yield in Smectitic Soils
ABSTRAK
Tanah-tanah yang didominasi mineral liat smektit
mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan
menjadi lahan pertanian, asal disertai dengan pengelolaan tanah
dan tanaman yang tepat. Walaupun kadar K total tanah tinggi,
tapi ketersediaan kalium bagi tanaman sering menjadi masalah,
karena K difiksasi oleh mineral liat smektit. Penelitian yang
bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian asam oksalat,
Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap ketersediaan K tanah, serapan N,
P, dan K, serta produksi tanaman jagung (Zea mays, L.) pada
tanah-tanah yang didominasi mineral liat smektit telah
dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah dan Rumah
Kaca Balai Penelitian Tanah, Bogor. Percobaan menggunakan
empat contoh tanah bulk yang diambil dari Bogor (Hapludalf
Tipik), Cilacap (Endoaquert Kromik), Ngawi (Endoaquert Tipik),
dan Blora (Haplustalf Tipik). Percobaan inkubasi di laboratorium
dan pot di rumah kaca menggunakan Rancangan Faktorial dalam
Rancangan Acak Kelompok, ulangan tiga kali, dan percobaan pot
menggunakan jagung varietas Pioneer 21 sebagai tanaman
indikator. Faktor pertama adalah takaran asam oksalat, yaitu: 0,
1.000, 2.000, dan 4.000 ppm, sedangkan faktor kedua adalah
penambahan kation, yaitu: tanpa kation, Na+, NH4+, dan Fe3+
masing-masing dari NaCl, NH4Cl, dan FeCl3 dengan takaran 50%
jerapan maksimum. Takaran Fe3+ 50% jerapan maksimum
menyebabkan tanaman mati sehingga percobaan diulang di
musim berikutnya dengan takaran Fe3+: 0, 125, 250, 375, dan
500 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam oksalat,
Na+, NH4+, dan Fe3+ nyata meningkatkan K tersedia baik di
Alfisols maupun Vertisols, dimana pengaruhnya di Vertisols lebih
tinggi dibandingkan Alfisols. Tingkat kekuatan perlakuan dalam
melepaskan K dari bentuk tidak tersedia menjadi tersedia adalah
Fe3+ > NH4+ > Na+ > asam oksalat. Asam oksalat nyata
meningkatkan serapan N, P dan K tanaman di Vertisols,
sedangkan Fe3+ takaran 125 ppm nyata meningkatkan serapan K
tanaman di Alfisols serta N, P, dan K tanaman di Vertisols. Asam
oksalat nyata meningkatkan bobot brangkasan kering jagung
umur 4 minggu setelah tanam (MST) pada Hapludalf Tipik dan
Endoaquert Tipik, sedangkan Fe3+ takaran 125 ppm nyata
meningkatkan hasil brangkasan kering pada Endoaquert Kromik
dan Endoaquert Tipik.
DAN
A. SOFYAN4
PENDAHULUAN
Kalium
merupakan
hara
makro
yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N
dan P. Umumnya kalium diserap tanaman dalam
ABSTRACT
Smectitic soils have high prospect to be developed for
agricultural land under a proper soil and plant management. The
soils are commonly high in total K content. Its availability for
69
70
DAN
FE3+
TERHADAP
DAN
K TANAMAN
Demikian pula Na dapat mengurangi sebagian kebutuhan pupuk K tanaman tebu pada tanah Vertisols di
lahan perkebunan tebu Jawa Timur (Ismail, 1997).
Bertitik tolak dari pemikiran di atas penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian
asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap
ketersediaan K tanah, serapan N, P, dan K, serta
produksi tanaman jagung (Zea mays, L.) pada tanahtanah yang didominasi mineral liat smektit.
Percobaan
menggunakan
Rancangan
Acak
Bahan
tanah
dikering-udarakan,
ditumbuk,
Semua
pupuk
diberikan
dalam
bentuk
selama
dipertahankan
12
dalam
minggu
kondisi
dan
kadar
kapasitas
air
lapang
Kode Lokasi
Bahan induk
Klasifikasi tanah
B1
Bogor
Batu kapur
B1
B2
Cilacap
B1
B3
Ngawi
C3
B4
Blora
Batu kapur
C2
*) Oldeman (1975)
71
Tabel 2. Sifat-sifat tanah lapisan atas (0-20 cm) dari lokasi percobaan
Table 2. Top soil characteristics (0-20 cm) of study location
Sifat-sifat tanah
Tekstur
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
pH
Hapludalf
Tipik
Metode
Pipet
Bahan organik
C-organik (%)
N-total (%)
C/N
P dan K potensial
P2O5 (mg 100g-1)
K2O (mg 100g-1)
P tersedia (mg P2O5 kg-1)
Nilai tukar kation
Cadd (me 100g-1)
Mgdd (me 100g-1)
Kdd (me 100g-1)
Nadd (me 100g-1)
KTK (me 100g-1)
KB (%)
Kemasaman
Aldd (me 100g-1)
Hdd (me 100g-1)
Endoaquert
Kromik
Endoaquert
Tipik
Haplustalf
Tipik
26
32
43
5,47
4,01
13
32
55
6,36
4,72
9
35
56
5.56
3.88
48
27
25
7,01
6,24
Kurmies
Kjeldahl
1,06
0.12
9
1,36
0,12
11
1,00
0,11
10
1,13
0,10
13
HCl 25%
178
30
0,65
548
134
10,04
222
41
34,41
148
187
5,01
11,96
2,22
0,11
0,16
24,97
58
33,21
10,36
0,28
0,42
38,03
> 100
42,97
9,06
0,12
0,03
56,97
92
13,01
0,95
0,35
0,38
13,98
> 100
5,00
0,55
0,00
0,45
5,57
0,82
0,00
0,19
H2O (1:2,5)
KCl 1 N (1:2,5)
Bray 1
NH4OAc 1 N pH 7
NH4OAc 1 N pH 7
KCl 1 N
Tabel 3. Takaran Na+, NH4+, dan Fe3+ pada tiap jenis tanah
Table 3. Rate of Na+, NH4+, and Fe3+ of each soil
Kation
Na+
NH4+
Fe3+
Senyawa
NaCl
NH4Cl
FeCl3
Hapludalf Tipik
Endoaquert Kromik
Endoaquert Tipik
Haplustalf Tipik
K larut
K dapat dipertukarkan
DAN
FE3+
TERHADAP
DAN
K TANAMAN
Bentuk K tanah
Kdd
Ktdd
Kl
. mg kg-1 .
25,63
26,00
26,38
27,00
a
a
a
a
13,88 b
16,75 b
16,25 b
58,13 a
13,60
<1
62,00
59,13
70,50
70,38
b
b
a
a
56,50 b
64,75 b
67,75 b
73,00 a
12,30
<1
301
303
292
291
a
a
b
b
318 b
307 b
304 b
257 a
3,60
<1
Bentuk K tanah
Kdd
Ktdd
Kl
mg kg-1
59,30
55,75
58,38
67,00
b
b
b
a
150,38 b
155,38 ab
165,00 a
161,50 a
279 a
280 a
267 ab
262 b
27,75 b
38,63 b
33,38 b
142,13 a
13,60
<1
149,25 c
152,50 bc
165,13 b
165,38 a
12,30
1,34ns
314 b
299 b
292 b
183 a
3,60
<1
74
DAN
Hapludalf Tipik
FE3+
TERHADAP
DAN
K TANAMAN
Haplustalf Tipik
Gambar 1. Pengaruh pemberian Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap proporsi bentuk-bentuk K tanah
Alfisols
Figure 1.
Effect of Na+, NH4+, and Fe3+ application on the proportion of soil K forms in Alfisols
Endoaquert Kromik
Endoaquert Tipik
Gambar 2. Pengaruh pemberian Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap proporsi bentuk-bentuk K tanah
Vertisols
Figure 2.
Effect of Na+, NH4+, and Fe3+ application on the proportion of soil K forms in Vertisols
75
a
a
a
a
125,74 a
130,55 a
229,00
233,53
220,42
213,42
192,51
9,10
<1
a
a
a
a
a
7,71
7,97
8,15
7,81
a
a
a
a
9,15 a
9,50 a
25,72
26,60
27,21
26,08
a
a
a
a
30,55 a
31,72 a
16,67 a
17,00 a
16,04 a
15,53 ab
14,01 b
50,64 b
56,74 a
53,55 ab
51,85 b
46,77 b
4,80
<1
8,70
< 1,11ns
15,37 b
16,99 a
16,53 ab
15,71 b
51,31
56,71
55,18
52,45
258,43 a
242,21 a
18,81 a
17,63 a
62,79 a
58,84 a
333,55
381,09
334,87
325,61
283,92
24,28
27,74
24,37
23,70
20,67
81,04
92,59
81,36
79,11
68,98
4,80
1,56ns
b
a
b
b
c
b
a
b
b
c
6,60
1,32ns
b
a
a
b
b
a
b
b
b
9,20
1,03ns
Produksi tanaman
Asam oksalat nyata meningkatkan produksi
brangkasan kering tanaman jagung umur 4 MST
pada Hapludalf Tipik dan Endoaquert Tipik.
Perlakuan Na+ tidak berpengaruh nyata terhadap
peubah tersebut di semua tanah yang diuji.
Perlakuan Fe3+ pada takaran 125 ppm nyata
meningkatkan hasil brangkasan kering pada
Endoaquert Kromik dan Endoaquert Tipik. Namun
demikian takaran Fe3+ 500 ppm nyata menurunkan
hasil gabah kering pada Hapludalf Tipik, Endoaquert
Kromik, dan Endoaquert Tipik. Sementara itu
interaksi antara asam oksalat dan kedua kation
tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap peubah
tersebut (Tabel 8).
DAN
FE3+
TERHADAP
DAN
K TANAMAN
Tabel 8. Pengaruh asam oksalat, Na+, dan Fe3+ terhadap produksi brangkasan kering
tanaman jagung umur 4 MST
Table 8. Effect of oxalic acid, Na+ and Fe3+ on 4-weeks-after-planting biomass dry yield
Perlakuan
Asam oksalat (ppm)
0
1.000
2.000
4.000
3,09
3,04
3,06
3,01
1,98 a
1,93 a
3,58 a
3,77 a
6,01 a
5,73 a
5,45 a
5,02 a
Besi (ppm)
0
125
250
375
500
3,62
3,45
3,34
3,30
2,40
6,56
6,95
6,37
6,20
6,17
a
a
a
a
a
10,44 b
11,93 a
10,48 b
10,20 b
8,75 c
4,40 b
5,03 a
4,42 b
4,29 b
3,89 c
CV (%)
FAsam oksalat X Kation
14,30
1,41ns
13,70
<1
11,70
1,09ns
8,30
1,25ns
Natrium
Kontrol
Na (50% jerapan
maksimum)
a
a
a
a
b
a
a
a
a
4,81
5,28
5,13
4,85
a
a
a
a
4,59 b
5,10 a
4,98 a
4,75 ab
Angka pada kolom yang sama bila diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada
taraf 5% menurut DMRT.
77
Tabel 9. Pengaruh asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap K-tersedia tanah, serapan N, P,
dan K tanaman, persen hasil tanaman, dan jumlah K yang perlu ditambahkan (pupuk)
pada Alfisols
Table 9. Effect of oxalic acid, Na+, NH4+, and Fe3+ on soil available K, plant N, P, and K uptake,
percentage of plant yield, and K needed to add (fertilizer) in Alfisols
Perlakuan
K-tersedia
Serapan hara tanaman
tanah
N
P
K
....kg ha-1
Hapludalf Tipik
Asam oksalat (ppm)
0
101
1.000
99
Kation (50% jerapan mak)
Kontrol
101
Na
118
NH4
131
Besi (ppm)
0
101
125
103
5.000
133
Haplustalf Tipik
Asam oksalat (ppm)
0
136
1.000
143
Kation (50% jerapan mak)
Kontrol
129
Na
145
NH4
145
Besi (ppm)
0
129
125
131
5.000
163
Persen hasil***
%
K yang perlu
ditambahkan (pupuk)
kg ha-1
172
218
5.1
6.3
22.1
21.6
100
113
110
111
229
196
*
6.4
6.4
*
20.9
27.9
*
100
98
*
109
103
98
379
418
**
22.7
23.6
**
148.9
149.2
**
100
96
**
109
109
97
227
247
30.7
31.3
92.8
109.3
100
98
96
93
329
311
*
27.9
19.9
*
88.9
87.6
*
100
105
*
98
92
92
533
617
**
47.8
59.3
**
276.9
273.4
**
100
106
**
98
98
85
Keterangan :
* Perlakuan NH4+ tidak diuji karena N yang diserap tanaman tidak dapat dibedakan, apakah berasal dari
perlakuan penambahan NH4+ atau pupuk urea; **Tidak ada data karena tanaman mati keracunan; dan
***Persen hasil = (Yperlakuan/Y0) X 100%.
ketersediaan
tanah
sehingga
78
sehingga
kebutuhan
pupuk
K
3+
Endoaquert
kromik,
asam
oksalat
DAN
FE3+
TERHADAP
DAN
K TANAMAN
Tabel 10. Pengaruh asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ terhadap K-tersedia tanah, serapan N, P,
dan K tanaman, persen hasil tanaman, dan jumlah K yang perlu ditambahkan (pupuk)
pada Vertisols
Table 10. Effect of oxalic acid, Na+, NH4+, and Fe3+ on soil available K, plant N, P, and K
uptake, percentage of plant yield, as well as K needed to add (fertilizer) in Vertisols
Perlakuan
K-tersedia tanah
Endoaquert Kromik
Asam oksalat (ppm)
0
310
1.000
337
Kation (50% jerapan mak)
Kontrol
331
Na
341
366
NH4
Besi (ppm)
0
331
125
333
5.000
370
Endoaquert Tipik
Asam oksalat (ppm)
0
284
1.000
290
Kation (50% jerapan mak)
Kontrol
269
Na
274
304
NH4
Besi (ppm)
0
269
125
270
5.000
294
K yang perlu
ditambahkan (pupuk)
kg ha-1
Persen hasil***
377
469
18.2
24.9
203.1
270.3
100
110
26
15
508
459
25.3
24.8
268.0
300.9
100
95
17
14
4
883
988
58.6
79.3
454.2
593.1
100
114
**
**
**
**
426
474
54.3
69.5
209.2
209.7
100
111
36
34
498
488
*
68.4
63.4
*
215.1
225.2
*
100
92
*
42
40
29
393
417
**
43.6
44.8
**
163.8
236.3
**
100
114
**
42
42
32
17
17
2
*Perlakuan NH4+ tidak diuji karena N yang diserap tanaman tidak dapat dibedakan, apakah berasal dari
perlakuan penambahan NH4+ atau pupuk urea, **Tidak ada data karena tanaman mati keracunan, dan
***Persen hasil = (Yperlakuan/Y0) X 100%.
79
diterapkan
ketersediaan
smektit.
tanah
sehingga
mengurangi
di
tanah-tanah
yang
mengandung
keseimbangan
hasil
hara
tanaman.
tanah
dan
Perlakuan
Na+
tersedia
dan
menurunkan
penggunaan
asam
oksalat
untuk
KESIMPULAN
1. Asam oksalat, Na+, NH4+, dan Fe3+ nyata
meningkatkan K tersedia baik di tanah Alfisols
maupun Vertisols, dimana pengaruhnya di tanah
Vertisols lebih tinggi dibandingkan Alfisols.
Tingkat kekuatan perlakuan dalam melepaskan K
dari bentuk tidak tersedia menjadi tersedia
adalah Fe3+ > NH4+ > Na+ > asam oksalat.
2. Asam oksalat nyata meningkatkan serapan N, P
dan K tanaman di Vertisols, sedangkan Fe3+
takaran 125 ppm nyata meningkatkan serapan K
tanaman di Alfisols serta N, P, dan K tanaman di
Vertisols.
3. Asam oksalat nyata meningkatkan bobot
brangkasan kering tanaman jagung umur 4 MST
pada Hapludalf Tipik dan Endoaquert Tipik,
sedangkan Fe3+ takaran 125 ppm nyata
meningkatkan hasil brangkasan kering pada
Endoaquert Kromik dan Endoaquert Tipik.
sesungguhnya
dapat
diganti
dengan
yang
didominasi
smektit
karena
selain
2008).
Dengan
produktivitas
demikian
maka
tanah-tanah
yang
80
DAFTAR PUSTAKA
Bajwa, M.I. 1987. Comparative ammonium and
potassium fixation by some wetland rice soil
clays
as
affected
by
mineralogical
composition and treatment sequence.
Potash Review No. 1/1987. International
Potash Institute, Switzerland.
Bolton, H. Jr., J.K. Fredrickson, and L.F. Elliot.
1993. Microbial ecology of the rhizosphere.
Pp 27-64. In Soil Microbial Ecology.
Applications in Agricultural and Environmental
Management. Marcel Dekker, Inc. 270
Madison Avenue, New York.
DAN
FE3+
TERHADAP
DAN
K TANAMAN
82
Indikator Iklim Global dan Pengaruhnya Terhadap Kejadian Iklim Ekstrim di Indonesia
Global Climate Indices and Its Effect on Extreme Climate Events in Indonesia
ABSTRAK
Banyak fakta menunjukkan bahwa terjadinya fenomena ElNio Southern Oscillation (ENSO) dan Dipole Mode berdampak
besar terhadap kondisi hujan di beberapa wilayah di Indonesia.
Namun besaran dampaknya terhadap hujan di berbagai wilayah
Indonesia sangat beragam, sehingga perlu diteliti indikator yang
paling berpengaruh dan besaran pengaruhnya. Berdasarkan nilai
korelasi yang paling tinggi, indikator tersebut kemudian dapat
digunakan untuk memprakirakan hujan di Indonesia. Penelitian ini
bertujuan menentukan indikator iklim global yang paling
berpengaruh terhadap curah hujan, pergeseran musim, dan
kejadian banjir dan kekeringan di Indonesia. Untuk melakukan
kajian tersebut dilakukan beberapa tahapan analisis sebagai
berikut : 1) analisis regresi antara curah hujan dengan beberapa
indikator iklim global dengan time lag dua bulan sebelumnya
(anomali suhu muka laut (Sea Surface Temperature/SST) di zone
Nino 3.4, DMI, SOI, interaksi SST dengan DMI, dan interaksi SOI
dengan DMI) untuk menentukan indikator yang paling tinggi
korelasinya dengan hujan di Indonesia, 2) plot antara anomali
curah hujan dengan indikator iklim global untuk menentukan
besarnya perubahan curah hujan dengan perubahan indikator iklim
global tersebut, 3) Analisis peluang terlampaui untuk menentukan
awal masuknya musim hujan dan lama musim hujan pada kondisi
iklim ekstrim, dan 4) Analisis dampak kejadian iklim ekstrim
terhadap kejadian banjir dan kekeringan di Indonesia. Hasil kajian
menunjukkan bahwa suhu muka laut di Nino 3.4 paling
berpengaruh terhadap hujan di Indonesia, dan pengaruhnya hanya
signifikan terhadap hujan pada musim transisi (AgustusNovember). Hubungan SST dengan hujan menunjukkan korelasi
negatif yang artinya peningkatan anomali SST akan menyebabkan
penurunan curah hujan periode Agustus-November. Hasil analisis
peluang menunjukkan jika anomali SST pada bulan September
turun sampai di bawah -0,5oC (La-Nia) awal musim hujan akan
maju dan lama musim hujan lebih panjang, sebaliknya jika anomali
SST naik sampai di atas 0,5oC (El-Nio) awal musim hujan akan
mundur dan lama musim hujan lebih pendek. Dampak El-Nio
terhadap kerusakan lahan sawah di Indonesia karena kekeringan
sangat luas, sebaliknya kerusakan lahan sawah pada kondisi LaNia tidak sebesar akibat kekeringan dan tidak signifikan
dibanding kondisi normal.
Kata kunci : ENSO, DMI, SOI, SST, Awal musim hujan, Kejadian
iklim ekstrim
ABSTRACT
Many facts show that El-Nio Southern Oscillation (ENSO)
phenomenon and Dipole Mode are closely related to rainfall event
in Indonesia, but the magnitude of its impact varies with site.
Therefore, it is needed to determine the most singnificant global
climate indices that has closely related to Indonesians rainfall.
PENDAHULUAN
Di Indonesia hujan merupakan unsur iklim yang
sangat beragam baik menurut waktu maupun
tempat. Keragaman hujan di Indonesia secara umum
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya ialah
fenomena ENSO di Samudera Pasifik, aktivitas
moonson, golakan lokal dan siklon tropis.
Berdasarkan data historis, fenomena ENSO (El-Nio
Southern Oscillation) sangat erat kaitannya dengan
kejadian iklim ekstrim. Berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa hujan di wilayah Indonesia
berkorelasi signifikan terhadap kejadian ENSO
1. Peneliti pada Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Bogor.
83
84
yang
dilakukan
adalah
E. SURMAINI DAN E. SUSANTI : INDIKATOR IKLIM GLOBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEJADIAN IKLIM EKSTRIM DI INDONESIA
p=
dimana :
m
n +1
p = peluang
m = nomor data setelah diurutkan dari kecil ke
besar
n = jumlah data
Penentuan awal musim hujan menggunakan
data dasarian, dengan kriteria awal musim hujan
mulai terjadi apabila selama 2 dasarian berturut-turut
jumlah curah hujan sama dan lebih besar dari 50
mm. Selanjutnya berdasarkan distribusi peluang
kemudian ditentukan skenario kejadian iklim ekstrim.
Apabila hanya SST yang berpengaruh terhadap
curah hujan maka pengelompokkan skenario iklim
berdasarkan nilai anomali SST sebagai berikut : a)
Normal : nilai anomali SST -1 sampai +1oC, b) ElNio : nilai anomali SST > +1oC, c) La-Nia : nilai
anomali SST < -1oC
Dampak kejadian iklim ekstrim dianalisis secara
deskriptif dengan melihat luas pertanaman padi pada
lahan sawah di Indonesia pada tahun-tahun kejadian
iklim ekstrim (El-Nio dan La-Nia).
Tabel 1. Persentase nilai peluang (p< 0,05) regresi curah hujan dengan beberapa indikator iklim
global
Table 1. Percentage of regression probability value (p< 0.05) between rainfall and global climate
indices
Bulan
DJFM
AMJJ
ASON
CH vs SST
CH vs SOI
CH vs DMI
CH vs SST*DMI
CH vs SOI*DMI
....................................................... % .........................................................
4,25
2,13
3,19
7,47
8,51
2,13
11,70
6,38
2,13
4,25
55,31
2,13
4,25
2,13
4,25
86
E. SURMAINI DAN E. SUSANTI : INDIKATOR IKLIM GLOBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEJADIAN IKLIM EKSTRIM DI INDONESIA
Gambar 1. Nilai R2 hasil analisis regresi antara suhu muka laut lag 2
dengan curah hujan
Figure 1.
87
Warna menunjukkan nilai korelasi antara nilai hujan hasil ramalan dengan hujan hasil observasi
E. SURMAINI DAN E. SUSANTI : INDIKATOR IKLIM GLOBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEJADIAN IKLIM EKSTRIM DI INDONESIA
Ternate
600
Ambon
800
y = -186.4x + 22.945
2
R = 0.2805
600
Anomali CH Agt-Nov
Anomali CH Agt-Nov
400
200
0
-200
400
200
0
-200
-400
-400
-2.0
-1.5
-1.0
-600
-600
-0.5
0.0
Anomali SST
0.5
1.0
1.5
2.0
-2.0
-1.5
-1.0
Mei-Jun
Anomali CH Agt-Nov
Anomali CH Agt-Nov
400
500
0
-1000
-0.5
0.0
0.5
Anomali SST Mei-Jun
1.0
1.5
2.0
-2.0
-1.5
-1.0
0.5
1.0
1.5
2.0
Batutangga
800
y = -293.33x + 75.441
R2 = 0.574
600
Anomali CH Agt-Nov
Anomali CH Agt-Nov
-600
-0.5
0.0
200
0
-200
y = -298.88x + 55.235
2
R = 0.5513
400
200
0
-200
-400
-400
-600
-600
-0.5
y = -293.33x + 75.441
R2 = 0.574
-400
400
-1.0
2.0
-200
600
-1.5
1.5
Sukamandi
-2.0
1.0
200
-500
-1.0
0.5
Ngablak
600
y = -109.59x + 21.975
2
R = 0.0176
1000
-1.5
-800
-0.5
0.0
Maros
1500
-2.0
y = -388.45x + 47.383
R2 = 0.6109
0.0
Anomali SST
0.5
Mei-Jun
1.0
1.5
2.0
-2.0
-1.5
-1.0
-800
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
Gambar 3. Hubungan anomali curah hujan bulan Agustus-November dengan anomali suhu
muka laut di Nino 3.4 bulan Mei-Juni pada berapa wilayah di Indonesia
Figure 3.
89
Pusakanegara
Pusakanegara
1
1.00
El Nino
La Nina
Normal
Peluang Terlampaui
PeluangTerlampaui
Terlampuai
Peluang
0.80
El Nino
La Nina
Normal
0.8
0.60
0.40
0.6
0.4
0.2
0.20
0.00
10
265 275 285 295 305 315 325 335 345 355 365
15
Awal MH
30
1
El Nino
La Nina
Normal
0.6
0.4
0.2
El Nino
La Nina
Normal
0.8
Peluang Terlampaui
0.8
Peluang Terlampaui
25
Intangan
Intangan
20
Lama MH (Dasarian)
0.6
0.4
0.2
0
265 275 285 295 305 315 325
335
345
355
365
Aw al MH
10
15
20
25
30
Lama MH (Dasarian)
Gambar 4. Hubungan antara peluang masuknya awal musim hujan dan lama musim hujan
pada kondisi iklim ekstrim dan normal
Figure 4.
KESIMPULAN
1. Indikator iklim global yang paling berpengaruh
terhadap hujan di Indonesia adalah suhu muka
laut di zone Nino 3.4, dan pengaruhnya hanya
signifikan pada musim transisi bulan AgustusNovember, sehingga SST bulan Mei-Juni dapat
digunakan untuk memprediksi hujan pada
periode musim transisi (Agustus-November). Hal
ini menguntungkan karena informasi prakiraan
yang andal pada periode tersebut sangat penting
untuk menentukan awal musim tanam. Pengaruh
SST ini signifikan pada wilayah Sumatera bagian
selatan, Jawa, dan Sulawesi bagian selatan
yang merupakan lumbung padi nasional.
Sedangkan dengan DMI hanya berpengaruh
90
E. SURMAINI DAN E. SUSANTI : INDIKATOR IKLIM GLOBAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEJADIAN IKLIM EKSTRIM DI INDONESIA
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
Anomali SST
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
-0.5
-1
-1.5
-2
2006
El Nino
Banjir
1200000
El Nino
1000000
La Nina
Kekeringan
800000
El Nino
El Nino
600000
400000
200000
1997
1999
2000
12
6
2005
12
6
2004
12
6
2003
12
6
2002
12
6
2001
12
12
12
6
1998
12
12
6
1996
12
6
1995
12
6
1994
12
6
1993
12
6
1992
12
6
1991
12
0
2006
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E. and R.D. Susanto. 2003. Identification of
Three Dominant Rainfall Regions within
Indonesia and their Relationship to Sea
Surface Temperature. Int. J. Climatol. 23:
1435-1452.
Battisti, D.S., D.J. Vimont, R. Naylor, W. Falcon,
and
M.
Burke.
2006.
Downscaling
Indonesian precipitation: present and future
climate scenario. Paper presenting in
rountable discussion on coping with Climate
Variability and Change in Food Production.
Bogor. November 2006.
Boer,
91
92