Anda di halaman 1dari 4

Biografi Qari: Muhammad Ibnu Al-Jazari

Maka hendaklah seorang bersungguh-sungguh dalam meraihnya


(kemuliaan Al-Quran); dan jangan pernah merasa lelah dalam men-tartilkannya (Al-Jazari)
Imam ibnu Al-Jazari; syaikhul qurra dan muhadditsin pada zamannya;
Bukhari di kalangan qari; banyak melakukan perjalanan dalam belajar,
mengajar, serta menelurkan karya tulis yang mencukupi perbendaharaan
ilmu qiroat; menyebarkan qiroat dan hadits ke setiap negeri yang
didatanginya.
Nama lengkap beliau adalah Abu Al-Khair Syamsuddin Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad bin `Ali bin Yusuf Al-Jazari Asy-Syafi`i. Lahir di
Damaskus pada malam Sabtu setelah shalat tarawih tanggal 25 Ramadhan
751H. Ayahnya adalah seorang pedagang shalih yang giat menuntut ilmu,
mengagungkan serta bertalaqqi Al-Quran. Syaikh Hasan As-Saruji adalah
guru Al-Quran ayahnya yang sekaligus kelak Ibnu Al-Jazari juga berguru
kepada guru dari ayahnya tersebut. Diceritakan bahwa selama empat puluh
tahun ayahnya tidak dikaruniai anak, kemudian ketika menunaikan haji
memanjatkan do`a saat meminum zamzam agar dikaruniai anak yang `alim.
Lebih kurang dalam jangka sembilan bulan (haji bulan Dzulhijjah 750H Ramadhan 751H), lahirlah Ibnu Al-Jazari sebagai bukti terkabulnya do`a.
Ibnu Al-Jazari berhasil menghafal seluruh Al-Quran pada usia 13 tahun
kemudian menjadi imam shalat pada usia 14 tahun. Setelah itu beliau
melanjutkan belajar ilmu qiroat kepada beberapa guru di Syam sehingga
rampung membaca qiroat sab`ah pada tahun 768H. Setelah itu, beliau
beranjak melakukan perjalanan ilmiah untuk mencari sanad yang tinggi serta
menyempurnakan bacaan.
Sampailah di negeri Hijaz pada tahun 768H untuk belajar kepada Imam
Madinah (Masjid Nabawi), Syaikh Muhammad bin `Abdullah Al-Khatib.
Padanya Ibnu Al-Jazari bertalaqqi qiroat dengan kitab Al-Kafi dan At-Taisir.
Setelah selesai, beliau kembali ke Kota Damaskus untuk meng-update
ilmunya di hadapan gurunya. Kemudian beliau berniat pergi lagi ke Andalusia
untuk belajar, akan tetapi orangtuanya melarang sehingga Ibnu Al-Jazari
hanya berhenti sampai Qahirah (Cairo), Mesir, pada tahun 769H. Disana
beliau belajar qiroat kepada ulama-ulama besar Mesir, diantaranya Abu
Bakar Al-Jundi, Muhammad bin Ash-Shaigh dan `Abdurrahman bin Ahmad AlBaghdadi. Sesudah menamatkan pelajarannya, Ibnu Al-Jazari kembali pulang
ke Damaskus. Selang beberapa lama, beliau pergi ke Mesir pada kali kedua
untuk belajar lagi kepada Ibnu Ash-Shaigh dan Ibnu Al-Baghdadi

berdasarkan beberapa kitab qiroat. Setelah itu beliau kembali pulang ke


Damaskus untuk menyempurnakan pelajaran qiraat sab`ah kepada Al-Qadhi
Ahmad bin Al-Husain. Pada tahun 778H, Ibnu Al-Jazari pergi ke Mesir untuk
yang ketiga kalinya dalam rangka belajar ilmu qiraat kepada `Abdul Wahhab
Al-Qarawi di Kota Iskandariah. Setelah mendapatkan ijazah dari para syaikh
Mesir, beliau pulang ke Damaskus dengan membawa segudang ilmu.
Selain memperdalam ilmu qiraat, beliau juga mempelajari ilmu hadits,
fikih, ushul fikih, ma`ani, bayan, dan disiplin ilmu yang lain kepada
masyayikh yang berada di Mesir. Ibnu Al-Jazari juga diberi izin untuk
mengeluarkan fatwa oleh beberapa orang syaikh, diantaranya oleh Syaikhul
Islam Al-Mufassir Ibnu Katsir (774H). Di Kota Damaskus beliau mengajarkan
Al-Quran di bawah kubah Nasr Masjid Jami` Umawi selama beberapa tahun.
Tempat di bawah kubah Nasr adalah majelis mulia yang mana hanya ulama
berkaliber saja yang layak mengajar di tempat itu. Ibnu Al-Jazari juga
menjadi guru di beberapa madrasah Al-Quran dan hadits sebagai penerus
ulama-ulama sebelumnya. Beliau pun menggagas dibangunnya Darul Quran
di Damaskus.
Fase kedua dari perjalanan Ibnu Al-Jazari adalah rihlah untuk
mengajarkan ilmu. Tahun 788H beliau pergi lagi ke Mesir, menuju Kota
Iskandariah pada 798H, disambung menuju negeri Rum (Turki). Latar
belakang berlabunya ke Turki diawali ketika Ibnu Al-Jazari berhaji dan
bertemu seorang jama`ah. Ia bercerita kepada beliau, bahwa di negeri Turki
tepatnya di Kota Bursah, terdapat beberapa pelajar yang sangat ingin belajar
kepada Ibnu Al-Jazari akan tetapi mereka tidak memiliki biaya untuk
melakukan perjalanan mendatangi tempat Ibnu Al-Jazari berada. Mendengar
cerita itu, Ibnu Al-Jazari segera meniatkan untuk datang ke Bursah. Dalam
perjalanannya, beliau singgah di Antakya. Di lain pihak, salah seorang
pelajar dari Bursah tadi nekat, tanpa bekal biaya, ber-safar untuk menemui
dan belajar ke tempat Ibnu Al-Jazari (sepengetahuan si pelajar, Ibnu Al-Jazari
masih di Hijaz). Dalam perjalanannya si pelajar pun singgah di Antakya.
Suatu malam, si pelajar yang hendak menginap di masjid, dihampiri oleh
seorang penduduk yang menawarkan untuk bermalam di rumahnya. Ketika
berbincang-bincang, penduduk tersebut bercerita bahwa seorang ulama
besar bernama Muhammad ibnu Al-Jazari sedang berada di Antakya.
Mendengar hal itu, si pelajar serta-merta terkejut dan malam itu juga segera
mendatangi rumah tempat Ibnu Al-Jazari singgah. Setelah mengutarakan
niatnya, dipertemukan atas takdir Allah, si pelajar kemudian belajar AlQuran pada Ibnu Al-Jazari selama di Antakya hingga khatam. Setelah itu
Ibnu Al-Jazari melanjutkan perjalanan ke Bursah untuk mengajari pelajarpelajar lainnya.
Sesampainya di Kota Bursah, sultan kerajaan `Utsmani bernama
Bayazid menyambut beliau dan menyediakan segala fasilitas untuk
pengajaran Al-Quran. Selama tujuh tahun menetap, banyak murid datang

untuk belajar kepada beliau. Di kota itulah Ibnu Al-Jazari menyusun karya di
bidang ilmu qiraat, dan yang paling fenomenal adalah judul An-Nasyr fi AlQiraat Al-`Asyr. Kitab tersebut mengumpulkan kaidah sepuluh qiroat
beserta seribu jalur periwayatannya dengan kualitas sanad seperti kriteria
yang diterapkan Imam Al-Bukhari dalam menyusun kitab Jami`ush Shahih.
Karya Ibnu Al-Jazari tersebut merupakan rujukan utama para ahli qiroat dan
ditahbiskan sebagai kitab qiroat paling valid hingga sekarang.
Pasca wafatnya Sultan Bayazid, kekuasaan beralih ke Taymur Lank
(penakluk dari Mongol Muslim), pada 805H Ibnu Al-Jazari didatangkan ke
Samarkand (tetap dimuliakan sebagai ulama), lalu ke Khurasan pada tahun
807H, kemudian menetap di Isfahan sampai bulan Ramadhan 808H.
Kemudian beliau datang ke Syiraz untuk mengajarkan qiroat. Beliau dipaksa
oleh penguasa Syiraz untuk menduduki jabatan sebagai qadhi di daerah
tersebut. Selama empat belas tahun beliau menetap disana dan juga
menggagas pembangunan Darul Quran.
Pada 821H, Ibnu Al-Jazari pergi menuju Iraq ke Kota Bashrah dimana
beliau juga mengajarkan qiroat. Begitu selesai urusan disana, Ibnu Al-Jazari
bersama seorang muridnya meninggalkan Bashrah menuju Madinah dan
singgah di sebuah tempat bernama `Unaizah. Ketika melanjutkan perjalanan
tidak jauh meninggalkan daerah tersebut, orang-orang Arab badui
menyandera mereka berdua. Namun Allah menyelamatkan keduanya,
sehingga mereka dilepaskan tanpa bekal dan kembali ke daerah `Unaizah
untuk berlindung. Di tempat itulah beliau menggubah nazham Ad-Durrah AlMudhiyyah fil Qiroat Ats-Tsalats. Kejadian itu beliau tulis pada akhir bait kitab
tersebut:

Terasing di sebuah negeri Nejad, kutulis nazham ini


Di Kota `Unaizah itulah salah seorang qadhi memulai membaca qiroat
pada Ibnu Al-Jazari dan meneruskan belajar sembari menempuh perjalanan
hingga selesai sesampainya mereka di Madinah. Beberapa waktu kemudian,
Ibnu Al-Jazari menunaikan ibadah haji dan akhirnya tinggal di Haramain
untuk mengajar. Usai tahun 826H, beliau datang kembali ke Qahirah, Mesir.
Disanalah beliau bertemu dengan seorang puteranya setelah dua puluh
tahun berpisah. Saat musim haji tiba, beliau datang ke Makkah dan tinggal
selama sebulan. Kemudian beliau pergi mengajar ke Yaman. Ketika datang
lagi musim haji, beliau pergi ke Makkah bersama puteranya. Pada Jumadil
Akhir 829H mereka bermaksud pulang ke Damaskus, dan disana mereka
berpisah; sang putera melanjutkan ke negeri Turki sedangkan Ibnu Al-Jazari
menuju Syiraz untuk meneruskan pengajaran. Beliau menetap di Syiraz dan
tidak lagi melakukan perjalanan sampai akhirnya wafat di kota tersebut pada
Hari Jumat siang Bulan Rabi`ul Awal 833H pada usia 82 tahun. Jenazah
beliau dimakamkan di komplek madrasah Darul Quran yang beliau dirikan.

Referensi
1. Muhammad Muthi` Al-Haqith, Syakhul Qurra Al-Imam ibnu Al-Jazari
2. Khairuddin Al-Zirkili, Al-A`lam li Asyhar Ar-Rijal wa An-Nisa min Al-`Arab wa
Al-Musta`ribin wa Al-Musytasyriqin
3. Muhammad bin Al-Jazari, Ghayatun Nihayah fi Thabaqatil Qurra
4. Asy-Syaukani, Al-Badr Ath-Thali` bi Mahasin Man Ba`d Al-Qarn As-Sabi`

Anda mungkin juga menyukai