Anda di halaman 1dari 13

Pendahuluan

Operasi mata merupakan salah satu prosedur operasi tersering yang memerlukan anestesia
pada negara berkembang. Morbiditas dan mortalitas perioperatif berhubungan dengan operasi
mata sangat rendah, namun pada beberapa jenis kasus mata, seperti katarak, dimana
cenderung diidap oleh geriartri ataupun neonatus, yang memiliki penyakit komorbid, tetap
diperlukan evaluasi pre operatif menentukan kelayakan pasien untuk operasi elektif.
Manajemen anestesia memiliki andil dalam kesuksesan atau kegagalan operasi mata. Strategi
supaya pasien tidak bergerak dan tenang durante operasi sangat penting, karena komplikasi
kebutaan akibat trauma mata.

Analisa postoperatif yang dilakukan Gild, dkk (1)

memberikan hasil bahwa trauma mata berhubungan dengan anestesia terjadi pada pasien
yang bergerak durante operasi. Pada saat ini, anestesi regional pada mata menjadi pilihan
utama untuk operasi mata dibandingkan anestesia umum. Waktu pemulihan yang lebih cepat
dan komplikasi yang lebih sedikit merupakan 2 alasan utama mengapa dokter mata lebih
memilih anestesi lokal dibandingkan anestesia umum.
Dahulu anestesia regional pada mata paling sering digunakan adalah anestesia retrobulbar
yang dilakukan oleh dokter mata. Penggunaan populer tehnik phacoemulsifikasi telah
mengubah drastis persyaratan anestesia untuk teknik ini : tidak lagi mutlak dibutuhkan total
akinesia, dan penurunan tekanan intraokuler. Anestesia retrobulbar konvensional jarang
digunakan saat ini karena resiko komplikasi yang besar. Teknik terbaru tidak memberikan
akinesia bola mata paralel dari tempat penyuntikan blok retrobulbar, namun sangat
bermanfaat bagi operasi di daerah segmen anterior, terutama operasi katarak. Pemilihan jenis
anestesia tergantung tipe dan teknik operasi mata yang akan dilakukan, preferensi operator,
dan juga keinginan pasien. Pengetahuan mengenai anatomi dan kemahiran akan berbagai
teknik anestesi regional pada mata sangat berguna untuk menentukan jenis anestesia terbaik
pada kasus yang bervariasi.

Anatomi Rongga dan Bola Mata


Anatomi rongga mata terdiri dari 5 struktur, yakni tulang, bola mata, otot , persyarafan dan
pembuluh darah.
1. Tulang
Tulang orbita merupakan struktur piramidal dengan apeks mengarah ke medial fossa
kranialis. Pembuluh darah besar dan nervus optikus terletak berhimpitan pada apeks,
sehingga sangatlah riskan bila dilakukan penyuntikan didaerah ini. Dinding medial orbita
terpararel menutup antar satu dengan yang lain hingga cavum nasal. Dinding lateral orbita
merupakan patokan untuk axis orbita, yang berbeda dengan axis bola mata.
2. Bola Mata
Bola mata menempati anterior orbita, dan memiliki panjang sumbu axial 20-25 mm pada
dewasa, namun memanjang pada pasien miopia. Idealnya, panjang axial bola mata diukur
dengan USG mata sebelum operasi katarak. Kapsula tenon adalah membran tipis yang
meliputi bola mata, memanjang dari tempat nervus optikus berfusi dengan konjungtiva
anterior. Dibawah membran terletak ruang potensial berhubungan dengan sklera melewati
muskulus siliaris, yang juga menembus membran. Resiko perforasi bola mata lebih besar
pada pasien miopia karena perpanjangan sumbu bola mata akibat kelainan tersebut.
3. Muskulus
Muskulus rektus memasuki apeks orbita untuk membentuk cincin jaringan ikat diposisi
anterior untuk melingkupi bola mata. Ikatan jaringan penyambung bersama muskulus
membentuk sebuah struktur berbentuk kerucut. Nervus sensorik yang mempersarafi bola
mata melewati struktur kerucut ini, seperti halnya nervus kranialis III dan VI. Injeksi anestesi
lokal bila dilakukan pada struktur kerucut ini akan memberikan anestesia cepat. Muskulus
oblikus superior terletak diluar cincin fibrotendinous, dan merupakan otot yang paling sulit
untuk teranestesia. Walau sulit teranestesi, gerakan minimal otot ini masih dapat ditolerir.
Muskulus levator palpebra superior juga terletak diluar konus, dan bersamanya terdapat
innervasi simpatis. Nervus simpatis berdiameter kecil sangat mudah terdepresi oleh anestesia
lokal yang diinjeksikan. Muskulus orbikularis okuli dipersarafi oleh nervus fasialis, dan

nervus ini sangat nyeri bila dilakukan blok (Van Lint Block), dan tidak terbukti meningkatkan
kualitas anestesia untuk operasi mata.
4. Persarafan
Nervus optikus memasuki bola mata melalui aspek medial bola mata, berjalan medial orbita
ke foramen optikus. Akibat posisi ini, sangat rentan mengalami kerusakan bila dilakukan
injeksi medial yang terlalu dalam. Pada saat ini tidak lagi dilakukan penyuntikan dengan
jarum panjang, untuk menghindari kerusakan nervus ini. Persarafan sensorik bola mata
berasal dari nervus siliaris pendek maupun panjang, yang merupakan cabang dari nervus
nasosiliaris, yang merupakan cabang dari divisi ophtalmikus nervus trigeminalis. Nervus ini
masuk orbita melewati fissura orbita superior dan masuk ke cincin fibrotendinous. Nervus
yang mensupply motorik muskulus ekstraokuler melalui nervus okulomotor (nervus kranialis
III), nervus trokhlear (nervus kranialis IV), nervus abdusens (nervus kranialis VI).
5. Perdarahan
Struktur didalam orbita mendapat perdarahan dari arteri oftalmikus, yang merupakan cabang
dari arteri karotis interna. Arteri oftalmika memasuki orbita melalui kanalis optikus didalam
lapisan pembungkus dura bersama nervus optikus. A. Sentralis retina merupakan salah satu
cabang terkecil berada didalam lapisan pembungkus dura bersama nervus optikus, dan
merupakan end-artery.
Drainase vena struktur orbita melalui V. Oftalmika superior dan V. Oftalmika inferior. V.
Oftalmika superior melewati fissura orbita superior dan keluar melalui vena fasialis. V.
Oftalmika inferior melewati fissura orbita inferior, dan dapat terhubung dengan vena orbita
superior ataupun sinus kavernosus.
Terdapat variasi individual akan letak dari pembuluh darah yang memperdarahi mata, namun
mereka menjadi satu di apeks orbita. Bagian inferotemporal dan medial orbita relatif miskin
akan perlewatan pembuluh darah, sebaliknya bagian superonasal kaya akan pelewatan
pembuluh darah.
Anatomi Terapan
Matrik jaringan penunjang yang mendukung dan menfasilitasi fungsi dinamis dari isi orbita
juga mengkontrol penyebaran obat yang disuntikkan. Anestesia conjungtival (blok konduksi
dari divisi sensorik intraorbital dari cabang oftalmika nervus trigeminus) lebih mudah dicapai
daripada akinesia bola mata (blok konduksi dari bagian okulomotor intraorbita nervi craniales

III, IV, dan VI). Bagian okulomotor nervi ini memasuki ke empat otot rectus orbitalis melalui
permukaan konus masing-masing otot tersebut, 1 1,5 cm dari apeks orbita. Anestesi lokal
harus mencapai permukaan dimana nervus ini terekspose, yakni 5 10 mm segmen pada
ruang intrakonus posterior pada blok konduksi agar tercapai akinesia. Fungsi otot oblik
superior paling mudah dievaluasi post penyuntikan obat lokal anestesia, karena saraf
motoriknya : nervi trochlear berjalan di ekstrakonus. Terdapat ruang kosong antara otot rektus
lateralis dan dinding lateral orbita, juga antara otot rektus inferior dengan dasar orbita,
dimana kedua ruang ini dapat digunakan sebagai tempat menyuntikkan anestesia lokal tanpa
beresiko mencederai otot-otot tersebut.
Sensasi kornea dan perilimbus diperantarai oleh otot nasosiliaris yang berada didalam konus
otot, sehingga bila dilakukan blok intrakonus, maka sertamerta akan menganestesi kornea dan
konjungtiva yang melingkupinya. Namun sensasi pada konjungtiva perifer diperantarai oleh
nervus lakrimal, frontal, dan infraorbita yang berjalan diluar konus otot, dan nyeri
intraoperatif dapat terasa pada daerah ini bila hanya menggunakan blok intrakonus.
Posisi bola mata dengan meminta pasien melihat ke atas dan dalam ( up and in) saat
melakukan blok retrobulbar telah digantikan dengan meminta pasien melihat dahi dokter
yang akan melakukan penyuntikan (primary gaze), oleh karena nervus optikus akan terletak
pada bagian medial dari bidang midsagital, sehingga akan memberikan tempat yang aman
untuk dilakukan blok tersebut.

Gambar 1. Potongan mid sagittal dari bola mata, pandangan dari arah atas, memperlihatkan iris dan refleksi
utama(primary gaze) dari bola mata. Garis titik-titik menandakan bidang iris2.

Daerah avaskular yang relatif aman untuk dilakukan penyuntikan adalah setengah anterior
orbita pada kuadran inferotemporal, dan kompartemen nasal dari otot rektus medialis, dimana
jarum jangan dimasukkan terlalu dalam ke apeks orbita.

Pencampuran obat anestesi lokal yang digunakan tergantung dari ketersediaan, usia pasien,
dan lama kerja yang diinginkan. Konsentrasi hingga 2% lignokain memberikan efek anestesi
yang diinginkan. Adrenalin dapat digunakan untuk memperpanjang durasi obat anestesi lokal,
namun pemberian ini di kontraindikasikan bila terdapat kelainan pembuluh darah orbita.
Hialuronidase merupakan komponen ideal untuk meratakan penyebaran obat anestesia lokal
dalam orbita dan memberi efek hipotonia. Total akinesia lebih mudah tercapai pada pasien
usia muda dibanding geriartri, dikarenakan pada usia muda jaringan ikat lebih padat
dibandingkan geriartri sehingga lebih banyak terpapar obat anestesi lokal yang disuntikkan
menuju ke nervus okulomotorius.

Gambar 2. Lokasi tempat penyuntikan pada kuadran inferotemporal. Pandangan dari sisi lateral. 2

Fisiologi Mata
Injeksi cairan kedalam orbita secara ljangsung akan meningkatkan tekanan bola mata dan
juga meningkatkan tekanan intraokular (IOP/ Intraocular pressure). Peningkatan tekanan ini
tergantung dari volume absolut anestesi lokal, volume kompartemen jaringan dimana anestesi
lokal tersebut disuntikkan, dan waktu yang diperlukan untuk menyerap cairan yang
disuntikkan tersebut. Variasi individual dan sifat alami kompartemen jaringan ikat dalam
orbita menyebabkan suntikkan volume rendahpun dapat meningkatkan tekanan intraokular.
Tekanan ini menyebabkan kubah vitreus mencondong ke bilik mata depan, yang dapat
mengganggu kesuksesan hasil operasi. Selama penyuntikan, anestesiolog harus dapat
menidentifikasi peningkatan tekanan intraokuler dengan cara memperhatikan ada tidaknya
proptosis, dan dengan melakukan palpasi digital. Beberapa anestesiolog menyarankan
menunggu hingga 30 menit paska penyuntikan sebelum memulai operasi. Kompresi eksternal
(balon Honan dikembangkan dengan tekanan 20 -30 mmHg), menyebabkan penurunan dalam
tekanan vitreus. Bradikardia setelah penyuntikan akibat teraktivasinya refleks vagal jarang
terjadi karena anestesi lokal memblok aktivitas refleks ini.
Obat-obatan
Lidokain 2% 5-10 ml akan memberikan efek anestesia selama 90 menit. Campuran lidokain
2% dengan bupivakain 0,25% dapat digunakan, seperti halnya prilokain 3% dengan
felypressin. Asam hialuronidat dapat meningkatkan distribusi obat anestesia lokal. Dapat juga
menggunakan adrenalin 1 : 200,000 untuk memperpanjang lama kerja.
Kontraindikasi Anestesia Lokal
1. Absolut
Kontraindikasi absolut adalah bila pasien menolak, alergi obat anestesia lokal, dan infeksi/
inflamasi orbita
2. Relatif
Kontraindikasi relatif meliputi pasien miopia, pasien yang tidak bisa tidur terlentang lama,
seperti pasien dengan penyakit kardiovaskular, gangguan tumbuh kembang, tremor berat atau
gangguan pendengaran, pasien dengan gangguan pembekuan darah (walau banyak
anestesiolog akan melakukan blok mata pada pasien yang diberikan warfarin bila nilai INR
dalam batas terapeutik, atau riwayat skleral buckling atau riwayat adanya massa dalam orbita
(SOL/Space Occupaying Lesion).

Jarum Yang Digunakan untuk Melakukan Blok


Jarum tajam 25G sering digunakan. Jarum tipis tumpul juga tersedia namun kurang nyaman
bagi pasien. Namun belum ada penelitian mengenai perbedaan bermakna antar penggunaan
kedua jarum ini. Panjang jarum bervariasi, dan tersedia mulai dari 16 50 mm. Jarum
dengan panjang > 25 mm dihubungkan dengan resiko lebih besar kerusakan pada nervus
optikus, namun jarum yang lebih pendek juga tidak menjamin tidak terjadi kerusakan nervus
optikus tersebut.
Anestesia Lokal
Aplikasi topikal anestesia lokal dapat menyebabkan pengkabutan kornea dan pentetesan
harus diberikan ke saccus konjungtiva daripada ke permukaan kornea. Proksimetakain 0,5%
dan oksibuprokain 0,4% lebih tidak iritatif dibandingkan obat lainnya. Konsentrasi anestesi
lokal dapat diukur secara tepat di cairan aquous humor setelah pentetesan, dan konsentrasi
ini cukup memberikan anestesi yang dibutuhkan di iris. Anestesia topikal baik digunakan
sendiri atau bersama dengan suntikan dosis kecil langsung intrakamera okuli memberikan
anestesia yang cukup untuk operasi katarak pada pasien yang kooperatif.

Regional Anestesi Pada Mata


Teknik tradisional blok pada mata adalah blok retrobulbar menggunakan anestesi lokal yang
diberikan jauh didalam orbita, menggunakan jarum panjang (hingga 50 mm). Blok tipe ini
saat ini jarang digunakan karena diragukan tingkat keamanannya. Teknik alternatif termasuk
modified retrobulbar block, dan blok peribulbar. Blok subtenon juga makin popular tahuntahun terakhir.
Modifikasi dari blok retrobulbar antara lain penyuntikan jarum tidak terlalu dalam sehingga
tidak dalam sekali masuk ke orbita, dan suntikan diberikan setinggi batas posterior bola
mata. Jarum yang disuntikkan dibelakang bola mata, dapat membahayakan nervus optikus.
Pada banyak individu, blok ini tercapai dengan menggunakan jarum 16 mm.
Penyuntikan teknik peribulbar memiliki keuntungan secara teoritis dibandingkan blok
retrobulbar, namun resiko terjadinya perforasi skleral masih mungkin terjadi, diperlukan
volume besar, dan ada persepsi bahwa kualitas akinesia dari blok ini tidak sebaik blok
retrobulbar. Blok subtenon memiliki keuntungan, terutama untuk pasien miopia atau pasien
dalam terapi antikoagulan, dan resiko cedera nervus optikus kecil pada blok ini.
1. Modified Retrobulbar Block
Penggunaan anestesia lokal topikal sangat membantu untuk dilakukannya blok ini. Pasien
diminta untuk melihat lurus, jarum 25G (24 mm) disuntikkan inferotemporal lateral daripada
libus lateralis, dapat menggunakan pedoman refleksi konjungtiva atau perkutaneus dari
kelopak mata bawah. Dengan bevel menghadap bola mata, jarum dimasukkan ke belakang
vertikal paralel dasar orbita hingga garis ekuator bola mata terlampaui ( kedalaman terukur
10 15 mm dari bagian anterior bola mata), jarum kemudian diarahkan sedikit ke ke medial
dan ke atas supaya mencapai kerucut muskulus sejajar batas posterior bola mata. Kadang
ditemukan defisit konus fibromuskular pada kedalaman ini, menyebabkan anestesi lokal
terdifusi kedalam konus. Nervus optikus berjalan pada setengah medial orbita, dan sangat
penting memastikan ujung jarum tidak melewati sumbu pusat bola mata. Setelah diaspirasi,
suntikkan 4-5 ml anestesi lokal, lalu diberikan tekanan pada bola mata. Tingkat akinesia
dapat dinilai setelah 5 menit penyuntikan. Pada beberapa kasus diperlukan blok tambahan
lainnya untuk meningkatkan kualitas anestesia.

2. Blok Peribulbar
Diberikan terlebih dahulu tetes anestesia lokal. Pasien diminta melihat lurus, gunakan jarum
16 mm (25G) untuk menyuntik inferotemporal lateral dari limbus lateralis dapat dengan
patokan refleksi conjungtiva atau secara perkutan (gambar 3). Jarum harus diarahkan vertikal
belakang, paralel dasar orbita. Jika menyentuh tulang, jarum diarahkan agak sedikit keatas.
Ujung jarum harus ekstrakonal, mendekati dinding orbita dibelakang ekuator bola mata,
namun harus tetap terletak anterior dari batas posterior bola mata, pada ruang peribulbar,
sehingga tetap memproteksi nervus optikus. Setelah dilakukan aspirasi, dimasukkan 5 10
ml anestesia lokal.
Bila terjadi kemosis konjungtiva (konjungtiva membengkak), menandakan jarum terlalu
superfisial dan harus dilakukan reposisi walaupun beberapa kasus, pembengkakan ini dapat
terjadi bila diberikan volume penuh (10 ml). Dilakukan penekanan ringan pada bola mata
dengan balon hoonan. Pergerakan otot dapat dites setelah 5 menit penyuntikan anestesia
lokal, dan bila masih dianggap kurang, maka boleh ditambahkan blok supplemental.
3. Blok supplemental
Tipe tipe penyuntikan didaerah peribulbar, tidak perlu terlalu dalam memasukkan ujung
jarum ke posterior bola mata, dengan volume anestesi lokal yang digunakan hingga 5 ml.
a. Superonasal
Penyuntikan melalui bagian atas kelopak mata atas secara vertikal diatas limbus medialis
mengarah secara tangensial menjauhi bola mata.
b. Kantus medialis
Penyuntikan pada medial kompartemen dilakukan dengan menyuntikkan jarum melalui
konjungtiva ke kantus medialis, medial dari karunkula. Jarum harus paralel dengan dinding
medial orbita. Penyuntikan retrobulbar pada daerah ini dapat membahayakan nervus optikus.
Penyuntikan satu kali pada kompartemen medial dilaporkan memberikan hasil anestesia yang
diharapkan.
c. Blok subtenon (blok episkleral)
Anestesia lokal yang diberikan secara topikal harus dapat memasuki forniks inferior bersama
dengan beberapa tetes epinefrin 1 : 10,000 untuk meminimalkan perdarahan subkonjungtiva.
Sterilitas dicapai dengan memberikan cairan iodine 5% ke konjungtiva. Spekulum mata
(Barrequer) dipasang untuk membuka kedua kelopak mata untuk mengekspose bola mata.
Anestesiolog berdiri dibagian atas kepala pasien, sementara pasien diarahkan untuk melihat
keatas dan keluar, dengan cara meminta pasien melihat dahi anestesiolog.

Pada kuadran inferonasal, 5-7 mm dari limbus, menggunakan forsep tidak bergigi (Forsep
Moorfields), lalukan pembukaan insisi ke konjungtiva dan kapsul tenon, pembukaan ini
sangat kecil, tidak lebih dari 2 mm, di pertengahan antara forsep dengan bola mata
menggunakan gunting berujung buat (gunting westcotts) pada bidang horisontal. Beberapa
anestesiolog menggunakan ujung guntung tumpul tertutup dengan kedalaman 10 mm untuk
membuat saluran kecil. Sebuah kanula subtenon 25 mm dimasukkan kedalam lorong/ saluran
dan secara perlahan, dengan memastikan ujung gunting menfiksasi sklera hingga spuit
menjadi

vertikal

dengan

kedalaman

15-20mm

di

kuadran

inferonasal.

Hal

ini

mendistribusikan anestessi hingga ke posterior bola mata.


Pergerakan halus ke kiri dan kekanan dari kanula, atau pemijatan lembut sebelum dilakukan
penyuntikan mungkin diperlukan bila dicurigai adanya sumbatan. Setelah aspirasi, anestesi
lokal disuntikan secara perlahan, dan diberikan penekanan halus pada kelopak bola mata yan
telah ditutup sebelumnya selama beberapa menit. Lidokain 2% sebanyak 4 ml memberikan
anestesia yang diperlukan dan akinesia subtotal, sementara volume 6% memberikan akinesia.

Komplikasi Anestesia Regional Pada Mata


Komplikasi anestesia regional pada mata belum didukung dengan penelitian dengan jumlah
sampel besar untuk memperbandingkan antara metode anestesia dengan komplikasi yang
terjadi.

Proses penseleksian pemilihan teknik pembiusan sepenuhnya tergantung

kecenderungan individual dan saran/ekspertise sejawat lain.


1. Perdarahan retrobulbar
Angka kejadian sebanyak 1- 2 %, dan keakuratan terjadinya komplikasi ini dapat dinilai
dengan peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan bermakna pada tekanan intraokular
dapat menyebabkan tamponade dan penurunan aliran darah melalui arteri retinalis yang dapat
menyebabkan kebutaan. Harus dikomunikasikan dengan operator sesegera mungkin, agar
dapat dilakukan tindakan untuk menurunkan tekanan intraokular. Perdarahan nyata hingga
kulit dan konjungtiva, ditambah dengan adanya proptosis dan peningkatan tekanan intraorbita
yang bisa dipalpasi.
2. Penetrasi bola mata
Angka kejadian < 1 %, mengarah ke lepasnya retina. Umumnya dihubungkan dengan nyeri
saat penyuntikan atau deviasi mendadak bola mata. Perforasi menyebabkan mata terlalu
lembek dan mungkin terjadi perdarahan vitreus, dan terutama terjadi pada pasien miopia.
3. Kerusakan Nervus Optikus
Angka kejadian < 1 %. Terdapat peningkatan resiko terjadinya kerusakan nervus optikus bila
blok retrobulbar dilakukan pada kompartemen medial orbita, bila jarum terlalu panjang (lebih
dari 25 mm), atau bila ujung jarum diarahkan keatas dan kedalam selama penyuntikan
inferotemporal. Kerusakan ini bersifat permanen. Penyuntikan ke nervus optikus umumnya
nyeri dan dapat mengarah ke toksisitas sistem saraf pusat.
4. Toksisitas obat anestesia lokal
Hal ini jarang terjadi. Dapat terjadi bila anestesi lokal disuntikkan langsung ke cairan
serebrospinal (LCS) melalui selaput dura dari nervus optikus, atau melalui cabang dari vena
orbita inferior. Hal ini menyebabkan penurunan kesadaran dan kolaps kardiovaskular. Hal ini
menyebabkan diperlukannya kelengkapan alat resusitasi pada setiap teknik anestesia yang
akan dilakukan.
5. Palsy otot
Jarang terjadi, dapat dihindari dengan mencegah penyuntikan langsung kedalam otot bola
mata.

6. Kemosis
Bengkaknya konjungtiva dapat diterapi dengan penekanan dan menghilang dengan
perjalanan waktu.
7. Abrasi Kornea
Hal ini dapat terjadi akibat alat untuk melakukan penekanan, atau terjadi post operasi akibat
efek dari hilangnya efek anestesi lokal, menyebabkan terbukanya kelopak mata
mengakibatkan terpaparnya kornea yang teranestesi.

Daftar Pustaka
1. Johnson RW. Anatomy for ophtalmic anaesthesia. Br J Anaesth 1995; 75: 80-7
2. Parness G, Underhill S. Regional Anaesthesia for Intraocular surgery. Download
from http://ceacep.oxfordjournals.org on March 7, 2015.
3. Rubin AP. Complications of local anaesthesia for ophthalmic surgery. Br J Anaesth
1995; 75: 936

Anda mungkin juga menyukai