PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah penelitian termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten
Semarang dan Kabupaten Boyolali yang termasuk ke dalam Zona Kendeng.
Zona Kendeng merupakan suatu antiklinorium yang pada bagian utaranya
berbatasan langsung dengan Zona Rembang dan pada bagian selatan
berbatasan dengan jalur pegunungan api aktif Quarter di Pulau Jawa bagian
Tengah-Timur menurut Bemmelen (1970).
Pada daerah penelitian menggunakan studi mengenai asal mula batuan
(provenance) dari batupasir Formasi Kerek untuk mengetahui sumber batuan
tersebut. Daerah penelitian merupakan salah satu tempat yang mudah
ditemukan singkapan perlapisan dari Formasi Kerek. Sehingga memudahkan
dalam mengamati singkapan yang ada. Faktor yang dapat mempengaruhi
keterdapatan batuan yang ada di lokasi penelitian dapat berupa tektonik,
pelapukan maupun proses transportasi dari sumber asalnya. Pengaruh
tektonik dapat berasal dari pengaruh struktur yang terbentuk di daerah
tersebut yang dapat memindahkan atau membawa batuan menuju tempat yang
baru. Proses pelapukan menyebabkan batuan yang sudah ada sebelumnya
hancur kemudian dapat berpindah karena adanya agen transportasi yang dapat
berupa angin maupun air.
Kegiatan Tugas Akhir yang dilakukan dengan menggunakan metode
stratigrafi terukur (Measuring Stratigraphy) pada Kali Bantar, Desa
Jlumpang, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang. Data yang diambil di
lapangan berupa stratigrafi terukur pada Kali Bantar dengan data litologi,
struktur geologi dan keadaan di sekitar sungai dari suatu singkapan (outcrop).
Data tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan data petrografi dan
data mineral berat.
1.2 Rumusan Masalah
daerah penelitian
Mengetahui proses diagenesis yang terjadi pada batupasir Formasi
1.6.2
Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian tugas akhir ini berada di sekitar Desa Repaking,
Plumutan, Jlumpang, Boto, Bancak, Karanglangu dan sekitarnya, yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
Geologi regional daerah penelitian dilihat dari aspek geomorfologi,
stratigrafi dan struktur geologi yang berkembang.
2.1.1 Geomorfologi Regional
Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali terletak pada
suatu cekungan antara Perbukitan Rembang dan Pegunungan Kendeng.
Secara fisiografi Boyolali dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona
Perbukitan Rembang dibagian utara, Perbukitan Kendeng di selatan,
dan zona dataran yang dikenal sebagai Depresi Randublatung di bagian
tengah. Berdasarkan atas fisiografi regional oleh Bemmelen (1970),
maka daerah penelitian terletak di daerah Perbukitan Kendeng (Gambar
2.1).
Zona
Kendeng
sering
disebut
dengan
nama
Kendeng
Anticlinorium, karena tersusun oleh kompleks antiklin berarah timurbarat. Dimensi Zona Kendeng memiliki panjang sekitar 250 km dan
lebar sekitar 40 km di bagian Barat, semakin menyempit ke arah Timur
hingga selebar 20 km. Ketinggian topografinya kurang dari 500 m. Di
bagian Utara Ngawi terbentuk depresi pada sumbu perlipatan yang
dapat dilalui oleh Sungai Bengawan Solo, dan sekaligus membagi Zona
Kendeng menjadi dua bagian, yaitu bagian Barat dan bagian Timur.
2.1.2
Stratigrafi Regional
Secara regional daerah Kabupaten Semarang dan sekitarnya
telah dipetakan dalam peta geologi skala 1:100.000 yang dibuat oleh
PPPG Bandung yang terdapat pada lembar peta yaitu Peta Geologi
Lembar Salatiga (Sukardi dan Budhitrisna, 1992). Daerah penelitian
termasuk dalam Pegunungan Kendeng.
Stratigrafi Mandala Kendeng pada umumnya terdiri dari
endapan turbidit klastik, karbonat, dan vulkaniklastik yang merupakan
endapan laut dalam, terutama dibagian bawah. Semakin ke atas,
berkembang menjadi endapan laut yang semakin dangkal dan akhirnya
terbentuk endapan darat di bagian atas. Secara stratigrafis, Formasi
batuan yang menyusun Mandala Kendeng dari yang tertua sampai
termuda (Gambar 2.2) adalah :
a. Formasi Pelang (Tomp)
Formasi Pelang merupakan Formasi tertua yang diendapkan di
Zona Kendeng. Formasi ini tersusun oleh napal bersisipan dengan
batugamping, napal lempungan dengan lensa kalkarenit bioklastik
yang banyak memiliki komposisi fosil foraminifera besar, serta
memiliki komposisi foraminifera plangtonik yang dijumpai pada
napal. Formasi ini menunjukkan kemungkinan umur N4 atau
Oligosen Akhir-Miosen Awal.
6
2.1.3
rongga-rongga
kuat
Klasifikasi Batupasir
Batupasir merupakan
batuan
sedimen
klastik
yang
10
Gambar 2.3 Klasifikasi Batupasir dengan Tipe Utama Batupasir berupa Quartz,
Arenites dan Greywacke Berdasarkan Klasifikasi Dott (1964) dalam Tucker (2003)
11
Gambar 2.4 Presentase Persebaran Butir pada Batupasir dalam Tucker (2003)
2.2.2
f. Graded Bedding
Struktur graded bedding merupakan struktur yang khas, dimana
butiran makin ke atas makin halus atau semakin ke atas butiran
semakin kasar. Graded Bedding sangat penting sekali artinya dalam
penelitian untuk menentukan yang mana atas (up) dan yang bawah
(bottom).
12
2.2.3
karbonat
Fragmen batuan metamorf : butir dengan fabrik tektonik, butir
metasedimen, butir metabeku, butir dengan fabrik nonfoliasi,
butiran mikrogranular dan butiran mikrofanetik.
13
b. Matriks
Butiran yang berukuran lebih kecil daripada fragmen dan
diendapkan bersama-sama fragmen.
c. Semen
Material halus yang menjadi pengikat, semen, diendapkan
setelah fragmen dan matrik. Semen umumnya berupa silica, kalsit,
sulfat atau oksida besi.
d. Ukuran Butir
Ukuran butir pada batuan sedimen memiliki fungsi untuk
mendeterminasi proses transportasi dari batuan sumbernya, semakin
halus ukuran butir maka semakin jauh material tersebut sudah
tertransport karena telah banyak mengalami proses pengikisan.
Selain itu ukuran butir juga dapat digunakan untuk memperkuat data
tentang lingkungan pengendapan, semakin halus ukuran butir
sedimen maka akan berhubungan dengan mekanisme pengendapan
gravitasional yang relatif tenang. Ukuran butir yang digunakan
adalah skala Wentworth (1992) yaitu:
Tabel 2.1 Skala ukuran butir Wentworth (1922) (dalam Gary Nichols, 2009)
14
e. Bentuk Butir
Bentuk butir mencakup tingkat kebulatan (sphericity) dan
kebundaran (roundness). Kebundaran (roundness) adalah sifat
bentuk partikel yang berhubungan dengan derajat ketajaman atau
kelengkungan tepi dan pojok-pojoknya. Roundness secara geometri
tidak tergantung dari sphericity. Sedangkan sphericity adalah derajat
kebulatan suatu partikel sehingga secara tiga dimensi ukuran
sumbunya mendekati sama. Atau perbedaan luas permukaan objek
dengan luas permukaan bola yang volumenya sama dengan volume
objek. Bentuk butir ini dapat menjelaskan suatu tingkat abrasi yang
dialami oleh material sedimen saat proses transportasi, sehingga
dengan melihat bentuk butir dari sedimen dapat melakukan
interpretasi jarak transport namun ini merupakan kondisi ideal
pembentukan batuan sedimen atau tanpa gangguan. Pada batupasir
bentuk butir material pasir sudah tergolong sub roundness untuk
pasir kasar hingga well roundess untuk yang berukuran pasir halus.
f. Kemas
Kemas merupakan salah satu tekstur batuan sedimen yang
memperlihatkan kontak antar butir pada batuan sedimen dan
cenderung berasosiasi dengan ukuran butir batuan sedimen itu
sendiri. Kemas dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
Kemas Terbuka
Jika kontak antar butir sedimen terbuka yang disebabkan oleh
ukuran butir sedimen yang berbeda sehingga kerapatan antar
15
Gambar 2.10 Klasifikasi sortasi pada batuan sedimen (dalam Gary Nichols, 2009)
2.2.4
Komposisi Batupasir
Batupasir sebagai batuan hasil rombakan batuan yang sudah ada
sebelumnya akan menghasilkan variasi komposisi penyusunnya. Pada
batupasir, mineral yang ditemukan merupakan mineral hasil proses
pelapukan dari batuan sumber yang kemudian mengalami perjalanan ke
suatu cekungan pengendapan sedimen. Berikut merupakan beberapa
mineral detritus yang sering ditemukan pada batupasir :
16
a. Kuarsa
Mineral silika yang paling sering ditemukan pada batupasir
adalah kuarsa, dikarenakan mineral kuarsa memiliki tingkat
resistensi yang tinggi terhadap proses sedimentasi sehingga hadir
dalam komponen pembentuk batuan sedimen, termasuk batupasir.
Meskipun kuarsa sering bertindak sebagai mineral detritus primer
yang menyusun batupasir, namun kuarsa juga dapat berupa autigen
sebagai hasil dari overgrowth kuarsa selama proses diagenesis yang
nantinya bertindak sebagai semen pada batupasir. Kuarsa dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu polikristalin dan monokristalin.
Kuarsa polikristalin merupakan kuarsa yang tersusun dari kumpulan
kristal hasil dari rombakan batuan metamorf atau kuarsit, sedangkan
monokristalin merupakan kristal atau mineral tunggal. Pada sayatan
tipis mineral kuarsa memiliki ciri fisik atau sifat optik yaitu :
17
b. Feldspar
Feldspar merupakan mineral yang terdapat pada komposisi
batupasir terbanyak setelah kuarsa. Mineral feldspar ini merupakan
mineral
yang
kurang
stabil
dibandingkan
dengan
kuarsa.
18
Gambar 2.12 Kembaran Sebagai Penciri dari Plagioklas Feldspar pada Nikol
Bersilang (Mackenzie, 1984)
c. Mineral mika
Mineral mika merupakan salah satu mineral detritus pada
batupasir. Mineral mika yang umumnya terdapat pada batupasir
adalah biotit dan muskovit. Klorit juga pada beberapa kasus
ditemukan. Mineral mika dan klorit ini merupakan mineral dari
batuan metamorf namun untuk biotit dapat terbentuk pada batuan
beku intrusif maupun vulkanik atau pada granit. Sedangkan
muskovit biasanya berasal dari pegmatit dan granit. Mineral mika ini
biasanya pada batupasir tidak lebih dari 2 persen. Muskovit secara
kimia lebih labil dibanding biotit sehingga keterdapatannya lebih
banyak dibanding biotit. Berikut merupakan sifat optik dari mineral
mika pada sayatan tipis :
Biotit memiliki ciri-ciri : berwarna kuning, coklat atau hijau, jika
terkena leaching akan colorless, warna interferensi merah, biru,
19
d. Mineral lempung
Pada batupasir kehadiran mineral lempung umumnya bertindak
sebagai matrik. Karena ukurannya yang sangat halus, dalam
melakukan identifikasi mineral lempung tidak mudah dilakukan
pengamatan dengan mikroskop, lebih baik jika menggunakan XRD
ataupun SEM. Pembentukan mineral lempung ini biasanya terjadi
pada fase diagenesa batuan, jadi dengan kata lain mineral lempung
merupakan autigenik. Mineral lempung yang umum dijumpai adalah
kaolinit, monmorilonit, glaukonit, klorit, dan zeolit. Berbagai jenis
zeolit juga ditemukan dalam batupasir, terutama pasir vulkaniklastik
dan pasir lain yang mengandung material vulkanik (terutama gelas).
e. Mineral berat
Pada batupasir terdapat mineral aksesori berukuran pasir dengan
ciri khas berat jenis lebih dari 2,85 gram yang dikenal dengan
mineral
berat.
Keberadaan
mineral
berat
ini
juga
dapat
20
2.2.5
Diagenesis
Diagenesis pada batuan sedimen klastik sangat memengaruhi
dalam proses pembentukan batuan. Diagenesis merupakan proses fisika,
kimia dan biologi yang secara umum mengubah sedimen menjadi
batuan sedimen. Diagenesis terjadi lebih lanjut setelah sedimen
membentuk batuan, mengubah tekstur dan mineraloginya.
Tahapan diagenesis biasanya dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yang
disebut dengan rezim diagenesis. Pada masing-masing tahapan
memiliki proses diagenesis dan efek yang berbeda-beda. Ketiga tahapan
rezim diagenesis tersebut yaitu eogenesis, mesogenesis dan telogenesis.
a. Eogenesis (Shallow Burial)
Prinsip perubahan yang terjadi pada tahap eogenesis meliputi
proses bioturbasi, kompaksi minor, penyusunan ulang fragmen
batuan dan perubahan mineralogi sedimen. Bioturbasi terjadi akibat
organisme yang masuk di dalam atau permukaan endapan sedimen
dengan berbagai cara, yaitu merayap, menggali atau dengan cara
yang lain. Bioturbasi ini dapat merubah struktur sedimen primer
seperti laminasi dan membentuk berbagai jejak hasil organisme.
Perubahan akibat organisme biasanya hanya memberikan sedikit
efek terhadap komposisi mineralogi batuan dan kimiawi dari
endapan sedimen.
Diagenesis awal memberikan sejumlah efek penting terhadap
perubahan mineralogi pada batuan sedimen silisiklastik. Kebanyakan
perubahan yang terjadi berupa presipitasi mineral baru. Pada
lingkungan laut yang berlaku kondisi reduksi (oksigen rendah) akan
membentuk pirit. Pirit dapat terbentuk sebagai semen atau dapat
menggantikan mineral lain. Reaksi penting lainnya termasuk
pembentukan klorit, glaukonit, mineral lempung dan oksida besi
21
tekanan
pembebanan
yang
yang
lebih
lanjut
akan
mengurangi
porositas
dan
22
baru
24
metode
25
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini dimulai
dengan tahap awal dan persiapan, tahap pengambilan data, tahap analisis dan
tahap akhir. Uraian dari masing-masing tahapan metodologi penelitian ini
adalah :
3.1.1 Tahap Awal dan Persiapan
Tahap ini merupakan tahap awal dan persiapan dari program
penelitian Tugas Akhir ini yang berupa studi literatur mengenai tema
penelitian. Studi literatur meliput studi mengenai geologi regional
daerah penelitian yakni stratigrafi, litologi, struktur geologi. Selain studi
literatur, tahap persiapan terdiri dari peminjaman alat, persiapan
melakukan pemetaan geologi dan pengumpulan data sekunder seperti
3.1.2
peta topografi, peta rupa bumi Indonesia dan peta geologi regional.
Tahap Pengambilan Data
Pada tahap ini merupakan pengambilan data-data primer di
lokasi penelitian. Data-data tersebut didapatkan dengan melakukan
pengukuran stratigrafi pada lintasan yang telah ditentukan yang
26
3.1.4
27
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
3.4.2
Lilin
Kuas 0,0
Bahan
Bahan yang digunakan selama penelitian adalah :
Citra DEM SRTM Pulau Jawa dan peta topografi Desa Jlumpang,
Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang dan sekitarnya dengan
Software CorelDraw X4
29
terdapat
endapan
sedimen
vulkanik
yang
30
BAB IV
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
4.1 Geomorfologi
Daerah penelitian yang berada di daerah Jlumpang dan sekitarnya,
dibagi menjadi beberapa satuan geomorfologi yang dibedakan berdasarkan
proses yang terjadi di daerah penelitian tersebut. Proses-proses geologi yang
mempengaruhi pembentukan geomorfologi pada daerah penelitian pun
menentukan bentuk geomorfologi yang ada pada saat ini. Proses yang terjadi
dapat berupa proses endogen yang berasal dari dalam bumi yang sifatnya
tektonik, seperti ditemukan struktur geologi di daerah penelitian. Selain itu
dapat dipengaruhi pula dari proses eksogen yang berasal dari luar bumi yang
dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Seperti adanya proses pelapukan, erosi
maupun proses pengendapan. Serta dapat pula dipengaruhi kegiatan manusia
seperti pengeprasan bukit untuk tujuan tertentu. Kegiatan manusia ini juga
dapat mempengaruhi bentukan morfologi.
Berdasarkan proses-proses yang terjadi di daerah penelitian, maka
satuan geomorfologi dibagi menjadi 3 (Brahmantyo, 2006), yaitu :
a. Satuan bentuklahan perbukitan antiklin Plumutan
b. Satuan bentuklahan perbukitan terkikis Jlumpang
c. Satuan bentuklahan dataran alluvial Kali Bantal
4.1.1
Struktur antiklin
yang
terbentuk tersebar
di Desa
31
32
34
4.2 Stratigrafi
Stratigrafi pada daerah penelitian terdiri dari 3 Formasi yakni Formasi
Kerek (Tmk), Endapan Breksi Gunung Api (Qvb) dan Endapan Aluvium
(Qa). Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, daerah penelitian dibagi
menjadi empat satuan batuan tidak resmi, yaitu satuan batulanau perselingan
batupasir, satuan batupasir perselingan batulanau, satuan konglomerat dan
satuan endapan pasir kerikil.
4.2.1
35
Gambar 4.6 Struktur Sedimen Laminasi Silangsiur (Garis Warna Biru) dan Laminasi
Sejajar (garis Warna Kuning) pada Batupasir di Sungai Bantar
36
Gambar 4.7 Struktur Sedimen Laminasi Bergelombang pada Batupasir di Kali Bantar
38
Gambar 4.9 Litologi Batupasir dengan Struktur Sedimen Laminasi Sejajar dan
Laminasi Bergelombang di Kali Pungkur
Satuan Konglomerat
Satuan konglomerat memiliki umur lebih muda dari batulanau
perselingan batupasir dan batupasir perselingan batulanau. Konglomerat
merupakan satuan batuan yang terendapkan tidak selaras di atas lapisan
satuan batupasir perselingan batulanau.
Deskripsi secara megaskopis konglomerat (gambar 4.11) di
lapangan yaitu warna coklat kehitaman, memiliki fragmen dengan
ukuran butir mulai dari kerikil hingga berangkal terdiri atas batuan beku
berupa andesit dan basalt, matriks berukuran pasir kasar, sortasi buruk,
39
40
41
42
Gambar 4.14 Hasil Analisis Kekar Berpasangan dengan Arah Gaya Utama Tenggara-Barat
Laut
43
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab V akan menjelaskan mengenai hasil dari analisis mineral berat
dan analisis petrografi dari batupasir Formasi Kerek daerah penelitian. Selain itu,
pada bab ini akan dijelaskan mengenai batuan asal dan tatanan tektonik yang
terjadi pada saat batupasir diendapkan.
5.1 Analisis Mineral Berat
Analisis mineral berat dilakukan pada keenam sampel batupasir yang
diambil dari lapisan yang mewakili umur yang termuda hingga tertua. Sampel
diambil dari batupasir dengan ukuran butir sedang hingga kasar. Masingmasing sampel memiliki komposisi mineral berat yang relatif sama.
Sampel yang sudah dibersihkan dan diayak, kemudian diamati dengan
menggunakan mikroskop polarisasi. Mineral berat dipisahkan sesuai dengan
jenisnya dan dihitung presesntase persebarannya.
Tabel 5.1 Persebaran Mineral Berat pada Batupasir Beserta Asosiasi Mineral yang Ditemukan
Sampe
l
P1A
P2A
P3A
P4A
P5A
P6A
Hematit
85
141
164
68
127
79
Biotit
162
180
149
154
103
166
Mineral Berat
Hornblend Muskovit
36
12
28
5
43
6
72
7
64
5
48
7
Jumla
Piroksen
5
4
15
9
7
2
h
300
358
377
310
306
305
44
Sampel
Total
Perhitungan
Litik
Kuarsa
Feldspar
P1A
366
47.81
17.76
34.43
P2A
505
63.17
23.37
13.47
P3A
568
64.26
18.84
16.90
P4A
553
77.58
5.06
17.36
P5A
564
55.14
32.62
12.23
P6A
494
58.50
19.23
22.27
Nama Batuan
Feldspathic
Greywacke
Feldspathic
Greywacke
Feldspathic
Greywacke
Feldspathic
Greywacke
Feldspathic
Greywacke
Feldspathic
Greywacke
45
46
Gambar 5.7 Hasil Pengeplotan Komposisi Feldspar, Kuarsa dan Fragmen Batuan
Indo-Australia
(micro
continent)
yang
membentuk
Busur
47
Gambar 5.8 Kenampakan dari Gelas Vulkanik (V), Kuarsa Monokristalin (Qm) dan Kuarsa
Polikristalin (Qp)
48
dapat disimpulkan bahwa batuan asal dari batupasir berasal dari batuan beku
asam sebagai material vulkanik hasil letusan Busur Pegunungan Selatan.
5.4 Diagenesis Batupasir
Daerah penelitian yang berada di Desa Jlumpang memiliki beberapa
tahapan diagenesis yang ditunjukkan dari sayatan tipis dan mineral berat.
Tahapan eogenesis sebagai tahapan pertama ditunjukkan dengan terbentuknya
mineral baru berupa oksida besi yang ditunjukkan dengan mineral yang
berwarna merah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya mineral hematit yang
ditemukan pada analisis mineral berat. Selain itu juga ditemukan semen
kerbonat pada sayatan tipis yang ditunjukkan dengan adanya semen kalsit.
Tahapan selanjutnya yaitu tahapan mesogenesis. Pada tahapan ini,
batuan akan semakin dalam terpendam akibat proses pembebanan dari
material lain yang terendapkan di atasnya. Hal ini menyebabkan terjadinya
tekanan yang semakin kuat yang menyebabkan terjadinya proses kompaksi
yang lebih lanjut, yang membuat butiran yang berada dalam batuan
mengalami kontak sutur (gambar 5.9), yaitu butiran akan saling bertemu atau
mendesak satu sama lain.
Gambar 5.9 Garis Merah Menunjukkan Kontak Sutur antara Dua Mineral
49
50
BAB VI
SEJARAH GEOLOGI
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan analisis yang dilakukan
pada sampel batuan, maka sejarah geologi dari daerah penelitian dapat diurutkan
mulai dari Kala Miosen hingga Resen.
Satuan batuan batulanau perselingan batupasir dan batupasir perselingan
batulanau termasuk dalam Formasi Kerek yang termasuk dalam daerah subCekungan Kendeng. Pada satuan yang ditemukan di daerah penelitian ini
memiliki umur relatif pada N14 (Kala Miosen Tengah). Sebelum satuan tersebut
terendapkan, pada Kala Oligosen terjadi aktivitas vulkanik pada Busur
Pegunungan Selatan yang menyebabkan terjadinya erupsi yang dahsyat pada kala
tersebut.
Memasuki Kala Awal Miosen terjadi aktifitas rombakan dari hasil erupsi
yang mengalami proses erosi dan transportasi yang membawa material vulkanik
hingga mencapai su-Cekungan Basin yang berada di zona batial-abisal-batial,
51
sehingga pada daerah penelitian selain ditemukan batupasir dan batulanau yang
bersifat karbonatan, terdapat pula litologi berupa batupasir tufan. Proses
rombakan material vulkanik dan pembentukan batuan karbonat terus berlangsung
hingga Kala Miosen Tengah menuju Miosen Akhir.
Memasuki Kala Miosen Akhir, terjadi peningkatan aktivitas vulkanik
yang menybebakan terjadinya aktifitas pengangkatan dan erosi. Aktivitas
pengangkatan (uplift) mengakibatkan singkapan tersingkap di permukaan.
Kala Miosen akhir terus berlanjut hingga memasuki Kala Plio-Pleistosen,
terjadi fase kompresi yang membentuk struktur geologi yang ada di daerah
penelitian
berarah
Tenggara-Barat
Laut.
Gaya
kompresi
yang
terjadi
52
BAB VII
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis petrografi daerah penelitian tersusun oleh batupasir
53
6.2 Saran
Daerah penelitian yang berada di Desa Jlumpang dan sekitarnya perlu
dilakukan penelitian yang lebih detail mengenai struktur yang berkembang
di daerah tersebut untuk mengetahui proses apa saja yang telah
54