Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN
Hasil dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukan
bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu di Indonesia khususnya di Jawa Tengah
adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target tujuan
pembangunan millenium (Millenium Development Goals / MDGs), yakni hanya
102/100.000 kelahiran tahun 2015. Penyebab langsung kematian ibu sebesar 90%
terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001), yaitu karena
perdarahan (28%), eklamsia (24%), mallposisi (19%) dan infeksi (11%) (Depkes RI,
2011).
Penyebab langsung kematian ibu oleh karena perdarahan sampai saat ini
masih memegang peran penting sebagai penyebab utama kematian maternal,
sekalipun dinegara maju, terutama pada kelompok sosial ekonomi lemah. Perdarahan
dapat terjadi sebelum persalinan (antepartum bleeding) seperti abortus, plasenta
previa, dan solusio plasenta. Selain itu perdarahan juga dapat terjadi sesudah
persalinan (post partum bleeding) seperti atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio
plasenta, dan inversi uterus (Hadijanto B, 2009).
Diantara semua penyebab terjadinya perdarahan tersebut, plasenta previa
marupakan salah satu penyebab perdarahan yang memberi kontribusi sekitar (20%)
dari seluruh kejadian perdarahan pada kehamilan trimester ketiga (Callahan et al.,
2001). Kejadian plasenta previa cukup jarang yaitu sekitar (0,3%-0,6%) dari seluruh
persalinan. Dengan penatalaksanaan dan perawatan yang baik, mortalitas perinatal
adalah 50 per 1000 kelahiran hidup (Saifuddin, 2010).
Kelainan letak janin yang cukup sering terjadi adalah letak lintang atau
miring. Letak yang demikian menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan
lahir. Pada keadaan ini, janin terletak berpotongan dengan spina ibu didalam uteus
dan tidak dapat dilairkan ingga letak tersebut berubah. Pada umumnya, letak normal
janin adalah longitudinal kearah atas dan bawah yang berarti spina janin sejajar
dengan spina ibu, bokong akan berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin,

sementara bahu berada pada bagian atas panggul. Punggung dapat berada di depan,
belakang, atas, maupun bawah. Kelainan letak lintang ini hanya terjadi sebanyak 1%.
Letak lintang ini biasanya ditemukan pada perut ibu yang menggantung atau karena
adanya kelainan bentuk rahimnya. Keadaan ini menyebabkan keluarnya bayi terhenti
dan macet dengan persentasi tubuh janin di dalam jalan lahir. Apabila dibiarkan
terlalu lama, keadaan ini dapat mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan
menyebabkan kerusakan pada otak janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan
operasi untuk mengeluarkannya (Oxorn, 2010).
Persalinan caesar atau section caesarea yaitu tindakan operasi untuk
melahirkan bayi dengan melalui insisi pada dinding perut dan dinding Rahim dalam
keadaan untuh serta berat janin diatas 500 gram (Wiknjosatro, 2007). Sectio caesare
merupakan metode persalinan yang paling konservatif (Manuaba, 2010).
Dalam hal tindakan sectio caesarea ini semakin baik dengan adanya antibiotik,
transfusi darah yang memadai, teknik operasi dan anastesi yang lebih baik. Walau
demikian, morbiditas maternal setelah melakukan tindakan sectio caesarea masih 4-6
kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena adanya peningkatan resiko
yang berhubungan dengan proses persalinan sampai proses perawatan setelah
dilakukan pembedahan. Angka kematian pada operasis sectio caesarea adalah 40 80
tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan bahwa risiko 25 kali lebih
besar disbanding persalinan normal. Untuk kasus infeksi dalam persalinan sectio
caesarea memiliki angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan pervagina maka
dari itu faktor rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu setelah
persalinan menjadi faktor terpenting dari beberapa faktor yang lain karena bisa
menyebabkan kematian, perdarahan, pereklamsia (Depkes RI, 2011).

BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Pendidikan
Agama
Suku/bangsa
Pekerjaan
Alamat
Tanggal/Jam Masuk

: Ny. BF
: 23 tahun
: SMP
: Islam
: Jawa
: Ibu Rumah Tangga
: Gunung Lurah RT 03 RW 06 Cilongok
: 11 Maret 2016, jam 23.30

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Autoanamnesa
Pengeluaran darah dari jalan lahir sejak jam 21.00
Keluhan tambahan :
Kenceng-kenceng -, Keluar air ketuban Riwayat penyakit sekarang
Pasien baru rujukan dari Puskesmas 1 Cilongok, dengan Gravida 2 Paritas 1
Abortus 0 usia 23 tahun dengan usia kehamilan 36 minggu 2 hari. Pasien
mengaku darah sudah keluar dari jalan lahir sejak pukul 21.00. Darah berwarna
merah segar tanpa disertai rasa nyeri. Pasien belum merasakan kenceng-kenceng
maupun pengeluaran air ketuban. Hari pertama haid terakhir pasien pada tanggal
15 Juni 2015 dan pasien mengaku memiliki siklus haid yang teratur 1 bulan sekali
dengan durasi haid selama 5 sampai dengan 7 hari dan jumlah darah yang relatif
normal. Hari perkiraan lahir pasien pada tanggal 22 Maret 2016. Pasien rutin
melakukan Ante Natal Care (ANC) di bidan. Riwayat obstetri anak pertama yaitu
perempuan lahir spontan di bidan, usia 6 tahun dan berat badan saat lahir 3200 g.
Hamil ini merupakan kehamilan yang kedua.
Riwayat penyakit dahulu
a.
b.
c.
d.

Riwayat Obesitas
Riwayat hipertensi
Riwayat asma
Riwayat alergi

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

e.
f.
g.
h.
i.

Riwayat kejang
Riwayat kencing manis
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit paru
Riwayat penyakit ginjal

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat penyakit keluarga


a. Riwayat hipertensi
b. Riwayat asma
c. Riwayat kencing manis
d. Riwayat penyakit jantung
e. Riwayat penyakit ginjal
f. Riwayat penyakit kandungan

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suaminya
yang bekerja sebagai wiraswasta. Pasien berobat ke Rumah Sakit Margono
Soekarjo dengan menggunakan BPJS PBI.

3. PEMERIKSAAN FISIK 11/03/2016


Pemeriksaan Fisik Umum
Status Pasien:
- Keadaan umum

: Baik

- Kesadaran

: Compos mentis

- Tekanan darah

:120/70 mmHg

- Nadi

: 86 x/menit

- Pernapasan

: 20 x/menit

- Suhu badan

: 36.3 C

- Tinggi badan

: 156 cm

- Berat badan saat ini

: 69 kg

Mata

: Konjungtiva tidak anemis,

tidak ada sklera ikterik pada mata kanan dan kiri.

- Telinga

: Tidak ada ottorhea

- Hidung

: Tidak keluar sekret

- Mulut

: Mukosa bibir tidak sianosis

- Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Thorax
Paru
Inspeksi

: Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada


gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium
intercostalis.

Palpasi

: Gerakan dada simetris, vokal fremitus kanan sama dengan


kiri

Perkusi
Auskultasi

: Sonor pada seluruh lapang paru


: Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah
kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada
kedua lapang paru, dan tidak ditemukan wheezing.

Jantung
Inspeksi

: Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada sebelah


kiri atas.

Palpasi

: Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 1 jari medial


LMC sinistra

Perkusi

: Batas jantung kanan atas SIC II LPSD


Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS

Auskultasi

: S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan


gallop.

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Leopold 1
Leopold 2

: Cembung gravida
: Bising usus (+) normal, Denyut Jantung Janin 144x/menit
: Pekak janin
: TFU 31 cm
: Tidak ditemukan bagian janin pada daerah fundus uteri
: Teraba bagian keras pada sisi kanan ibu dan bagian lunak

Leopold 3
Leopold 4

pada sisi kiri ibu


: : -

Pemeriksaan ekstrimitas
Tidak tampak sianosis, akral hangat
Pemeriksaan inspekulo
Terlihat darah berwarna merah segar keluar dari ostium uteri interna
4.

Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium

PEMERIKSAAN DARAH
Darah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
PT
APTT

HASIL

NILAI NORMAL

10.5 (L)
11100 (H)
31 (L)
3.5 (L)
306.000
87.9
29.7
33.8

11,7 15,5 g/dl


3600 - 11000/l
35 - 47 %
3,8 5,2/ l
150.000 440.000
80,0 100,0 fL
26,0 34,0 pg
32,0 36,0 %

0,7
1,2 (L)
4,0
68,5
17.1 (L)
8,5 (H)

01%
24%
25%
40 70 %
25 40 %
28%

9,5
33,9

9,3-11,4 detik
29,0-40,2

Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium 11/03/2016

Tabel 2.2.Pemeriksaan Laboratorium Post Operasi 15/03/2016


PEMERIKSAAN DARAH
Darah Lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit

HASIL

NILAI NORMAL

10 (L)
15430 (H)
31 (L)
3.4 (L)
278.000
90.0
29.3
32.6

11,7 15,5 g/dl


3600 - 11000/l
35 - 47 %
3,8 5,2/ l
150.000 440.000
80,0 100,0 fL
26,0 34,0 pg
32,0 36,0 %

0,6
0.3 (L)
2.2
83,3 (H)
8,2 (L)
5,4

01%
24%
25%
40 70 %
25 40 %
28%

b. USG (13 Februari 2016)


Janin tunggal, letak lintang, kepala kanan, dorsoposterior, AK cukup,
plasenta corpus belakang meluas ke depan sampai tepi OUI (Plasenta Previa
Marginalis), biometri sesuai UK 33 minggu 2 hari, TBJ 2212 gram. Kesan :
Hamil 33 minggu dengan janin letak lintang dan plasenta previa marginalis.
5.

Diagnosis di klinik di VK IGD


Gravida 2 Para 1 Abortus 0 usia 23 thn Hamil 36+2 mgg janin tunggal hidup
intrauterine belum dalam persalinan dengan Letak Lintang dan Perdarahan

6.

Antepartum e.c. Plasenta Previa Marginalis.


Sikap dan Penatalaksanaan
Iufd Ringer Laktat 20 tpm
Injeksi Kalnex 500 mg (jam 00.10)
Peroral Nifedipin 3x10 mg
Tabel 2.3. Rangkuman perkembangan penyakit dan terapi pada pasien
Tanggal
dan Jam

S+O+A

11/03/2016

S: pengeluaran darah sejak jam 21.00, kenceng- IVFD Ringer

23.30

kenceng -, pengeluaran air -, UK 36+2 mgg, R. Laktat 20 tpm,

VK IGD

Obs: G2P1A0
I. Pr/spontan/bidan/6 tahun/ 3200 g
II. Hamil ini.
R. Mens: teratur/ 5-7 hari
O : ku/kesadaran : baik/cm
TD: 120/70 N: 86 x/mnt
RR: 20 x/mnt S: 36.3 C
TB: 156 cm BB: 69 kg
Palp: TFU 31 cm
Leopold 1 : Tidak ditemukan bagian janin pada
daerah fundus uteri
Leopold 2 : Teraba bagian keras pada sisi kanan

Injeksi kalnex 500


mg jam 00.10,
Peroral Nifedipin
3x10 mg jam
00.10, Cek Lab
DL,UL PT,
APTT, Observasi
inpartu, Evaluasi

his, DJJ, dan


ibu dan bagian lunak pada sisi kiri ibu
Leopold 3 : perdarahan setiap
Leopold 4 : I jam
DJJ: 144 x/mnt; Inspekulo: Terlihat darah
berwarna merah segar keluar dari ostium uteri Rawat flamboyan
interna
A: Gravida 2 Para 1 Abortus 0 usia 23 thn Hamil
36+2 mgg janin tunggal hidup intrauterine belum
dalam persalinan dengan Letak Lintang dan
Perdarahan
12/03/2016
06.49
Flamboyan

Antepartum

e.c

plasenta

previa

marginalis
S : Perdarahan dari jalan lahir O : ku/kesadaran : baik/cm
TD: 110/80 N: 80 x/mnt
RR: 20 x/mnt S: 36.5 C
Leopold 1 : Tidak ditemukan bagian janin pada
daerah fundus uteri
Leopold 2 : Teraba bagian keras pada sisi kanan

Metformin 2x1,
Deculin 2x1,
Nacetil cysteine
1x1, Asam Folat
1x400 gr,

ibu dan bagian lunak pada sisi kiri ibu Curcuma 2x1 tab,
Leopold 3 : inj Ceftriaxon 2x1
Leopold 4 : DJJ: 148 x/mnt; HIS (-); Inspekulo: Terlihat darah gr, Inj.
berwarna merah segar keluar dari ostium uteri Metilprednisolon
interna
1 amp, inj vit C
A: Gravida 2 Para 1 Abortus 0 usia 23 thn Hamil
1amp/24 jam, Inj
36+2 mgg janin tunggal hidup intrauterine belum

10

dalam persalinan dengan Letak Lintang dan Vit B1,B6,B12


Perdarahan

Antepartum

e.c

plasenta

previa 2X1 amp dalam

marginalis

RL drip

13/03/2016

S: pasien mengatakan sudah tidak keluar darah, Lanjutkan terapi

21.46

kenceng-kenceng -, pengeluaran air -, UK 36+2

Flamboyan

mgg,
R. Obs: G2P1A0
I.
Pr/spontan/bidan/6 tahun/ 3200 g
II.
hamil ini.
R. Mens: teratur/ 5-7 hari
O : ku/kesadaran : baik/cm
TD: 120/70 N: 86 x/mnt
RR: 20 x/mnt S: 36.3 C
TB: 156 cm BB: 69 kg
Palp: TFU 31 cm
Leopold 1 : Tidak ditemukan bagian janin pada
daerah fundus uteri
Leopold 2 : Teraba bagian keras pada sisi kanan
ibu dan bagian lunak pada sisi kiri ibu
Leopold 3 : Leopold 4 : DJJ: 142 x/mnt; HIS (-); Inspekulo: Terlihat darah
berwarna merah segar keluar dari ostium uteri
interna
A: Gravida 2 Para 1 Abortus 0 usia 23 thn Hamil
36+2 mgg janin tunggal hidup intrauterine belum
dalam persalinan dengan Letak Lintang dan
Perdarahan

Antepartum

e.c

plasenta

previa

14/03/2016

marginalis
S: pasien sudah tidak mengeluarkan darah dari Rencana SCTP

09:04

jalan lahir, kenceng-kenceng -, pengeluaran air -, +IUD 15/03/2016

11

UK 36+2 mgg, R. Obs: G2P1A0


I.
Pr/spontan/bidan/6 tahun/ 3200 g
II.
hamil ini.
R. Mens: teratur/ 5-7 hari
O : ku/kesadaran: baik/cm
TD: 100/60 N: 80 x/mnt
RR: 20 x/mnt S: 36.3 C
TB: 156 cm BB: 69 kg
Palp: TFU 31 cm
Leopold 1 : Tidak ditemukan bagian janin pada
daerah fundus uteri
Leopold 2 : Teraba bagian keras pada sisi kanan
ibu dan bagian lunak pada sisi kiri ibu
Leopold 3 : Leopold 4 : DJJ: 144 x/mnt; HIS (-); Inspekulo: Terlihat darah
berwarna merah segar keluar dari ostium uteri
interna
A: Gravida 2 Para 1 Abortus 0 usia 23 thn Hamil
36+2 mgg janin tunggal hidup intrauterine belum
dalam persalinan dengan Letak Lintang dan
Perdarahan
15/03/2016
17.19
POST SC
Flamboyan

Antepartum

e.c

plasenta

previa

marginalis
S: pasien mengeluhkan nyeri pada luka operasi
O : ku/kesadaran : baik/cm
TD: 110/70 N: 80 x/mnt
RR: 20 x/mnt S: 36.7 C
TB: 156 cm BB: 69 kg
Abdomen: perut datar, supel, nyeri tekan di bekas
jahitan (+), lochia rubra (+)
TFU: 1 jari dibawah pusat
Kontraksi: keras
PPV: (+) normal
A: Para 2 Abortus 0 usia 23 thn post SCTP dan
IUD atas indikasi Letak Lintang dan Perdarahan
Antepartum e.c plasenta previa marginalis
Laporan SC:

Lanjutkan terapi,
motivasi
mobilisasi, injeksi
ketorolac 2x1
ampul

12

16/03/2016
09.00

12.30 : Pasien mulai di Anastesi


12.40 : Pasien mulai di OP
12.45 : Ketuban pecah berwarna jernih
12.46 : Bayi lahir, A/S: 8-9-10
Jenis kelamin : Perempuan
Panjang badan : 48 cm
Berat badan : 3100 g
Lingkar kepala : 35 cm
Lingkar dada : 33 cm
Anus
:+
Kelainan
:13.10 : OP selesai
S: pasien tidak lemas, tidak pusing, nyeri di bekas
operasi
O : ku/kesadaran : baik/cm
TD: 120/70 N: 88 x/mnt
RR: 20 x/mnt S: 36.3 C
TB: 156 cm BB: 69 kg
Abdomen: perut datar, supel, nyeri tekan di bekas
jahitan (+), lochia rubra (+)
TFU: 2 jari dibawah pusat
Kontraksi: keras
PPV: (+) normal
A: Para 2 Abortus 0 usia 23 thn post SCTP dan
IUD atas indikasi Letak Lintang dan Perdarahan

17/03/2016

Antepartum e.c plasenta previa marginalis


S: sudah buang air kecil, flatus, ASI sudah keluar,
belum buang air besar, sudah mobilisasi
O : ku/kesadaran : baik/cm
TD: 120/70 N: 88 x/mnt
RR: 20 x/mnt S: 36.3 C
TB: 156 cm BB: 69 kg
Abdomen : perut datar, supel, TFU 2 jari bawah
pusat, nyeri tekan (-), lochia rubra (+)
A: Para 2 Abortus 0 usia 23 thn post SCTP dan
IUD atas indikasi Letak Lintang dan Perdarahan
Antepartum e.c plasenta previa marginalis

13

BAB III
MASALAH DAN PEMBAHASAN
1. Paritas : Multiparitas
Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan dan dibagi
menjadi beberapa istilah. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan
sebanyak satu kali. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan anak hidup
beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali. Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali
(Manuaba, 2010).

14

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien G2P1AO, sehingga pasien


merupakan multipara. Paritas lebih dari satu menigkatkan

risiko terjadinya

plasenta previa karena dalam kehamilan plasenta mencari tempat yang paling
subur untuk berimplantasi. Pada kehamilan pertama fundus merupakan tempat
yang subur dan tempat favorit untuk placenta berimplantasi, tetapi seiring
bertambahnya frekuensi kehamilan kesuburan pada fundus akan semakin
berkurang. Hal itu mengakibatkan plasenta mencari tempat lain untuk
berimplantasi dan cenderung ke bagian bawah rahim (Summpraja et al., 2011).
Hubungan multipara dengan kejadian plasenta previa disebabkan
vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan
masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas
permukaannnya (Summpraja et al., 2011). Hal ini sesuai dengan Wiknjosastro,
2006 bahwa saat aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih
banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun
akan memperluas permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali
pembukaan jalan lahir.
Menurut Sheiner (2001) bahwa kejadian plasenta previa meningkat
dengan meningktanya paritas ibu. Konsep Migrasi Plasenta yang menjadi
predisposisi plasenta previa pada multipara. Mekansime pergerakan ini tidak
jelas, tetapi ada yang mengatakan bahwa perpindahan ke atas plasenta letak
rendah adalah akibat dari proses pembentukan segmen bawah rahim. Pada
nulipara, perpanjangan segmen bawah rahim terjadi jauh hari sebelum persalinan
sedangkan pada multipara, perkembangan segmen bawah rahim dan penipisan
serviks mungkin tertunda sampai pada proses persalinan. Migrasi plasenta
disebabkan karena pada bagian tepi bawah plasenta mengalami atrofi sehingga
kekurangan suplai darah yang menyebabkan plasenta tumbuh ke atas mencari
suplai darah. Migrasi plasenta ini sesungguhnya tidak terjadi tetapi karena
pergerakan ke atas akibat pembentukan segmen bawah rahim sehingga seolaholah plasenta bermigrasi (Hung, 2007).
2. Kelainan letak janin : Letak lintang

15

Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin menyilang sumbu


menyilang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90 o (Cunningham, 2012).
Kelainan letak paling sering terjadi pada wanita paritas tinggi (grande multipara).
Faktor lain yang mendukung terjadinya letak lintang antara lain plasenta previa,
prematur, gemeli dan bentuk panggul yang sempit serta bentuk dari uterus yang
tidak normal (Cunningham, 2012; Wiknjosastro,2007). Menurut letak kepala
terbagi atas: letak lintang I : kepala di kiri, letak lintang II : kepala di kanan.
Menurut posisi punggung terbagi atas dorso anterior (di depan), dorso posterior
(di belakang), dorso superior (di atas), dorso inferior (di bawah). Letak lintang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan leopold dan bisa ditegakkan
menggunakan pemeriksaan Ultrasonografi (Mochtar, 2012).
Pada pasien ini penegakkan diagnosis sudah dilakukan dengan benar.
Dimana sudah dilakukan pemeriksaaan luar yaitu pada pemeriksaan leopold.
Dengan inspeksi tampak bahwa perut membuncit ke samping. Pada pemeriksaan
leopold I tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uteri, dan tinggi fundus
uteri lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pada pemeriksaan leopold
II bertujuan untuk menentukan letak punggung janin, namun pada pasien ini
teraba ballotement kepala di sisi kanan dan bokong di sisi kiri. Pada pemeriksaan
leopold III dan IV memberikan hasil negatif. Punggung diketahui dengan palpasi,
pada punggung anterior suatu tahanan memanjang terletak melintang dibagian
depan perut ibu. Pada punggung posterior bagian kecil dapat ditemukan pada
tempat yang sama. Denyut jantung janin terdengar setinggi pusat kanan . Pada
pemeriksaan USG yang dilakukan pasien pada tanggal 13 Maret 2016 didapatkan
letak lintang.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik curiga penyebab perdarahan
pada kasus ini plasenta previa sehingga tidak dilakukan vaginal touher karena
akan menyebabkan perdarahan semakin banyak. Pengaruh placenta previa pada
kehamilan adalah kesalahan letak janin. Kondisi lain yang umum terjadi pada
placenta previa adalah terjadinya malpresentasi (letak lintang, sungsang, kepala
tidak memasuki PAP), hal ini disebabkan oleh terhalangnya janin masuk ke
segmen bawah rahim (Fraser et al., 2009).

16

Apabila riwayat obstetrik baik dapat ditunggu hingga pembukaan lengkap,


kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan SC. Pada
kasus plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin
dikhawatirkan akan menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan
menambah perdarahan. Persalinan dengan SC pada letak lintang di indikasikan,
untuk menghindari resiko perinatal (Cunningham, 2012; Mochtar 2012).
3. Perdarahan Antepartum e.c Plasenta Pervia Marginalis
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir terjadi pada
usia kehamilan 24 minggu sampai sebelum bayi lahir. Penyebab perdarahan
antepartum antara lain plasenta previa, solusio plasenta, perdarahan pada plasenta
letak rendah dan vasa previa. Plasenta previa merupakan salah satu penyebab
terbanyak perdarahan antepartum, oleh karena itu pada kejadian perdarahan
antepartum kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan terlebih dahulu
(RCOG, 2011). Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri interna
(OUI). Klasifikasi plsenta previa antara lain plasenta previa total, plasenta previa
parsial, plasenta previa marginal dan plasenta letak rendah. Plasenta previa dapat
di diagnosis berdasarkan gejala klinis yaitu perdarahan berulang tanpa rasa sakit
dari jalan lahir berwarna merah segar pada akhir trimester kedua atau awat
trimester ketiga, jika perdarahan sedikit bisa di tegakan berdasarkan pemeriksaan
Ultrasonografi (USG) (Cunningham, 2009; Oyelese, 2006).
Pada kasus ini pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir tanpa rasa
nyeri dan berwarna merah segar, dari pemeriksaan fisik di dapatkan hasil inspeksi
6janin yaitu letak lintang, dari hasil inspekulo terdapat fluxus yang keluar dari
OUE, sedangkan vaginal toucher tidak dilakukan karena akan menyebabkan
perdarahan semakin banyak. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik curiga
penyebab perdarahan pada kasus ini adalah plasenta previa. Hal ini diperkuat
dengan pemeriksaan USG yang dilakukan pasien pada tanggal 13 Maret 2016
dimana didapatkan hasil plasenta corpus belakang meluas ke depan sampai tepi
ostium uteri internum kesan plasenta previa maginalis. Plaenta previa marginalis

17

adalah plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim dengan tepi plasenta
berada pada pinggir ostium uteri internum.
Hal ini disebabkan usia kehamilan pasien ini adalah 36 minggu 2 hari
dimana pada usia kehamilan tersebut segmen bawah rahim mulai terbentuk,
tampak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui plasenta
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, makan plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami
laserasi akibat pelepasan dari desidua. Demikian pula

pada

waktu

serviks

mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi
maternal

yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena pembentukan

segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa pasti terjadi
(unavoidable bleeding).

Perdarahan sebabkan karena segmen bawah rahim dan

setviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimiliki
minimal, sehingga menyebabkan pembuluh darah di tempat tersebut tidak tertutup
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan darah, kecuali jika
terjadi laserasi mengenai sinus besar pada plasenta, dimana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Perdarahan akan berulang tanpa sebab
lain (causless) karena pembentukan segmen bawah rahim yang berlangsung
progrsif dan bertahap, sehingga darah yang keluar berwarna merah segar dan
tanpa rasa nyeri (pain-less) (Hecker, 2004; Oppenheimer, 2007).
4. Pasien di rawat inap
Penanganan plasenta previa bergantung pada keadaan umum pasien, kadar
Hb, jumlah perdarahan yang terjadi, usia kehamilan atau taksiran berat badan
janin, jenis plasenta previa, paritas dan kemajuan persalinan. Penanganan pasien
dengan plasenta previa da 2 macam yaitu penanganan pasif/konservatif dan
penanganan aktif (Vorvik, 2011; Kemenkes, 2013) :
a. Terapi konservatif
Agar janin terlahir tidak prematur
1) Syarat terapi konservatif antara lain :

18

a) Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti


dengan atau tanpa pemberian tokolitik
b) Belum ada tanda inpartu
c) Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb 8% atau lebih)
d) Janin masih hidup dan kondisi janin baik
2) Rawat inap sampai berat bayi 2500 gr atau kehamilan sudah mencapai 37
minggu dan berikan antibiotik profilaksis
3) Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta
4) Berikan tokolitik bila ada kontraksi :
a) MgSO4 4 gram IV dosis awal dilajutkan 4 gram setap 6 jam, atau
b) Nifedipin 3x20 mg/hari
5) Perbaiki anemia dengan sulfat ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg
selama 1 bulan
6) Pastikan tersedianya sarana transfusi
7) Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesen kembali ke rumah sakit bila
terjadi perdarahan
b. Terapi aktif
1) Rencanakan terminasi kehamilan jika :
a) Usia kehamilan cukup bulan ( 37 minggu, BB janin 2500 gram)
b) Ada tanda-tanda persalinan
c) Janin mati / Intra Uterin Fetal Death (IUFD) atau menderita anomali
atau keadaan yang mengurangi

kelangsungan

hidupnya

(misalnya anensefali).
d) Pada perdarahan aktif dan banyak 500 cc atau lebih, segera dilaukan
terapi aktif tanpa memandang usia kehamilan
e) Kedaaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%
Pada kasus ini pasein diberikan terapi konservatif karena :
a. Memenuhi syarat konservatif :
1) Usia kehamilan masih 36 minggu 2 hari, perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan pemberian tokolitik yaitu nifedipin 1x30 mg
lanjut 3x10 mg
2) Belum ada tanda inpartu yaitu belum ada kontraksi yang sering dan
teratur serta belum ada pengeluaran air dari jalan lahir
3) Keadaan umum ibu cukup baik dengan kadar Hb 10,5 gr/dl
4) Janin masih aktif bergerak dan DJJ dalam batas normal yaitu 140-155
x/menit

19

b. Pasien di rawat inap di bangsal Flamboyan sampai usia kehamilan


mencapai 37 minggu
5. Persalinan perabdominal (sectio caesarea)
Jenis persalinan pada plasenta previa dan kapan waktu melaksanakanya
bergantung pada faktor-faktor berikut : perdarahan sedikt atau banyak, keadaan ibu
dan anak, besarnya pembukaan, tingkat plasenta previa dan paritas. Ada 2 pilihan
persalinan yaitu persalinan pervaginam atau sectio caesarea. Persalinan
pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan bagian plasenta yang
berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Sectio
caesarea bertujuan mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada
uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahanya dan menghindari perlukaan
serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh jika dilakukan persalinan
pervaginam. Indikasi dilakukan sectio caesarea pada plasenta previa adalah
plasenta previa totalis (indikasi mutlak), plasenta previa parsialis pada
primigravida, perdarahan banyak yang berulang, multigravida pada plasenta previa
letak rendah, plasenta previa marginalis atau parsialis (Prawirohardjo, 2009).
Pada kasus ini dilakukan rencana terminasi kehamilan dengan scksio
sesarea. Indikasi dilakukan sectio caesarea pada kasus ini adalah multigravida,
plasenta previa marginalis dan posisi janin yang abnormal yaitu letak lintang.
Pasien menjalani sectio caesarea pada tanggal 15 Maret 2016 yaitu pada usia
kehamilan 37 minggu. Bayi lahir dengan APGAR score 8-9-10, jenis kelamin
perempuan dan berat badan 3100 gram.

20

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Letak Lintang
1. Definisi
Letak lintang adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu
menyilang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90o. Jika sudut yang
dibentuk kedua sumbu ini tajam disebut oblique lie. Karena biasanya yang
paling rendah adalah bahu, maka dalam hal ini disebut juga shoulder
presentation (Cunningham, 2012)
2. Klasifikasi
a. Menurut letak kepala terbagi atas (Mochtar, 2012):
1)

Letak lintang I : kepala di kiri

2)

Letak lintang II : kepala di kanan

b. Menurut posisi punggung terbagi atas (Mochtar, 2012):


1)

Dorso anterior (di depan)

2)

Dorso posterior (di belakang)

3)

Dorso superior (di atas)

4)

Dorso inferior (di bawah)

3. Etiologi (Cunningham, 2012; Wiknjosastro,2007)


a. Multipara

21

Relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi


Wanita dengan paritas 4 atau lebih memiliki insiden letak lintang 10 kali
lipat

dibanding

wanita

nullipara.

Relaksasi

dinding

abdomen

menyebabkan uterus jatuh ke depan, sehingga menimbulkan defleksi


sumbu panjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, yang menyebabkan
terjadinya posisi oblik atau melintang.
b. Prematur
Janin prematur letak janin belum menetap, akibatnya terjadi perputaran
janin sehingga menyebabkan letak memanjang
c. Plasenta Previa atau tumor
Plasenta atau tumor di jalan lahir yang menghalangi jalan lahir sehingga
sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir,
d. Cairan amnion berlebih (hidramnion) dan kehamilan kembar,
e. Bentuk panggul yang sempit mengakibatkan bagian presentasi tidak dapat
masuk ke dalam panggul (engagement) sehinggadapat mengakibatkan
sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir,
f. Bentuk dari uterus yang tidak normal menyebabkan janin tidak dapat
engagement sehingga sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan lahir.
4. Diagnosis (Mochtar, 2012)
a. Inspeksi : Perut membuncit ke samping
b. Palpasi
Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu
sudah masuk ke dalam pintu atas panggul
Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri
c. Auskultasi : Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
d. Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba
tangan.
Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila
kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada dengan
klavikula.
Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.

22

Gambar 1. Pemeriksaan Luar Pada Letak Lintang


5. Mekanisme Persalinan
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup
bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan diabiarkan tanpa
pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptur uteri. Setelah
ketuban pecah, jika persalinan berlanjut, bahu janin akan dipaksa masuk ke
dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan tangan
yang sesuai sering menumbung. Setelah terjadi sedikit penurunan, bahu
tertahan oleh tepi pintu atas panggul, dengan kepala di salah satu fossa iliaka
dan bokong pada fossa iliaka yang lain.
Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit kuat di bagian atas
panggul. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga
panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen atas uterus terus
berkontraksi dan beretraksi sedangkan segmen bawah uterus melebar serta
menipis, sehingga batas antara dua bagian itu makin lama makin tinggi dan
terjadi lingkaran retraksi patologik. Keadaan demikian dinamakan letak
lintang kasep, sedangkan janin akan meninggal.
Janin kecil (< 800 gram) dan panggul sangat lebar, persalinan spontan
dapat terjadi meskipun kelainan letak tersebut menetap. Janin akan tertekan
dengan kepala terdorong ke abdomen. Bagian dinding dada di bawah bahu
kemudian menjadi bagian yang paling bergantung dan tampak di vulva.

23

Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul secara bersamaan dan
bayi dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat (conduplicatio corpora) atau
lahir dengan envolusio spontanea dengan dua variasi yaitu (1) menurut
Denman dan (2) menurut Douglas (Cunningham, 2012; Wiknjosastro,2007)
a. Evolutio Spontanea
1. Cara Douglas
Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul,
kemudian dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan
kaki lahir,selanjutnya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut
merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang,
akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.

Gambar 2. Cara Douglas


1. Cara Denman
Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisis dan dengan
fleksi kuat di bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah,
bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir,kemudian disusul
badan bagian atas dan kepala.

24

Gambar 3. Cara Denman


a.

Conduplicatio

Corpore
Hal ini berlaku terutama pada panggul luar dan anak yang kecil,
yaitu kepala anak tidak tertahan di atas, sehingga kepala dan perut samasama turun ke dalam rongga panggul dan dengan keadaan terlipat lahirlah
kepala dan perut, dilanjutkan dengan bokong dan kaki.

Gambar 4. Cara Conduplicatio Corpore

6. Penanganan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya
diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus melakukan pemeriksaan ada tidaknya panggul
sempit,

tumor

dalam

panggul,

atau

plasenta

previa,

sebab

dapat

membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan
memutar kembali (Cruikshank,2010)
a. Syarat :

25

1) Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir


pervaginam ( tak ada kontraindikasi )
2) Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul
3) Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh
janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar
dengan baik
4) Selaput ketuban utuh.
5) Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm
dengan selaput ketuban yang masih utuh.
6) Pada ibu yang belum inpartu :
- Pada primigravida : usia kehamilan 34 36 minggu.
- Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.
b. Indikasi :
1) Letak bokong.
2) Letak lintang.
3) Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.
c. Kontra indikasi :
1) Perdarahan antepartum.
Pada plasenta previa, usaha memutar janin dikhawatirkan akan
menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan menambah
perdarahan.
2) Hipertensi.
Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi
perubahan pembuluh arteriole plasenta sehingga manipulasi eksternal
dapat semakin merusak pembuluh darah tersebut sehingga terjadi
solusio plasenta.
3) Cacat uterus.

26

Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma


intramural

merupakan

locus

minoris

resistancea

yang

mudah

mengalami ruptura uteri.


4)

Kehamilan kembar.

5)

Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat


infertilitas

6)

Insufisiensi plasenta atau gawat janin

Gambar 5. Penanganan Letak Lintang


Menurut Eastman dan Greenhill.
1. Bila ada panggul sempit seksio sesarea adalah cara yang terbaik dalam
segala letak lintang, dengan anak hidup.
2. Semua primi gravida dengan letak lintang harus ditolong dengan seksio
sesarea walaupun tidak ada panggul sempit.

27

Indikasi untuk melakukan seksio sesarea antara lain (Wiknjosastro, 2007):


1. Indikasi ibu: panggul sempit absolut, tumor pada jalan lahir yang
menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/ vagina, plasenta previa,
disproporsi sefalopelvik dan ruptura uteri.
2. Indikasi janin: kelainan letak (letak lintang yang tidak bisa diputar, letak
sungsang pada primigravida dan letak muka dengan dagu didepan), gawat
janin, bayi besar (>3500 gram pada letak bokong).
7. Prognosis
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi
kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul
sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap dapat menimbulkan
kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan prognosis
yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya (Wiknjosastro,2007).
a. Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau
sewaktu versi dan ekstraksi. Partus lama, ketuban pecah dini, dengan
demikian mudah terjadi infeksi intrapartum.
b. Bagi janin
Angka kematian tinggi (25 49 %), yang dapat disebabkan oleh :
1. Prolasus funiculi
2. Trauma partus
3. Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus
4. Ketuban pecah dini
B. Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah minggu ke
28 masa kehamilan (Walfish et al., 2009). Selain itu perdarahan antepartum
didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih
tua setelah melewati trimester III (Hadijanto, 2009). Perdarahan antepartum

28

merupakan suatu kasus gawat darurat yang berkisar 3-5% dari seluruh persalinan
(Manuaba, 2010). Lebih dari setengah dari seluruh kematian ibu terjadi dalam
waktu 24 jam setelah melahirkan paling sering dari perdarahan yang berlebihan.
Perdarahan antepartum dapat berasal dari:
a. Plasenta
Meliputi plasenta previa, solusio plasenta dan rupture sinus marginal
b. Local pada saluran genital
1. Show
2. Serviks: servisitis, polip, erosi serviks dan keganasan
3. Trauma: trauma saat hubungan seksual
4. Vulvovaginal varicosities
5. Tumor saluran genital
6. Infeksi saluran genital
7. Hematuria
c. Insersi tali pusat
Meliputi vasa previa
Plasenta previa merupakan penyebab utama perdarahan antepartum.
Perdarahan akibat plasenta previa terjadi secara progesif dan berulang karena
proses proses pembentukan segmen bawah Rahim. Sering kali jumlah
perdarahan yang keluar dari jalan lahir tidak sebanding dengan jumlah
perdarahan sebenarnya sehingga sangat penting untuk membandingkan jumlah
perdarahan dengan keadaan klinis pasien. Terdapat beberapa definisi yang dapat
digunakan untuk menggambarkan perdarahan antepartum:
a.
b.
c.
d.

Spotting- terdapat bercak darah pada pakaian dalam


perdarahan minor- kehilangan darah < 50 ml
Perdarahan mayor- kehilangan darah 50-1000 ml tanpa tanda klinis syok
Perdarahan massif- kehilangan darah > 1000 ml dengan atau tanpa tanda
klinis syok

A. Plasenta Previa
1.

Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sedemikia rupa sehingga berdekatan atau menutupi ostium uteri
internum secara partial maupun total (Cunningham et al., 2013; Chalik, 2010)
Angka kejadian plasenta previa beriksar 4-5 per 1000 kehamilan (Ngeh &

29

Bhide, 2006). Angka kejadiannya berkisar 2,8/1000 persalianan pada


kehamilan tunggal dan 3,9/1000 persalinan pada kehamilan kembar (Premila
& Arulkumaran, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Ristyanto di RSUP Dr
Kariadi pada tahun 2000 menunjukkan angka kejadian plasenta previa 75
dalam 2367 persalianan atau sekitar 3,16% (Wibowo, 2010).
2.

Klasifikasi
Terdapat beberapa kemungkinan implantasi plasenta pada plasenta
previa (Chalik, 2010):
a. Plasenta previa totalis atau komplit
Plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
b. Plasenta previa parsialis
Plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum
c. Plasenta previa marginalis
Plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum
d. Plasenta letak rendah
Plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dimana tepi
plasenta berjarak < 2 cm dari ostium uteri internum.
Apabila tepi plasenta berjarak > 2 cm dari ostium uteri internum maka
dianggap plasenta letak normal. Klasifikasi lain dari plasenta previa adalah
sebagai berikut (Ngeh & Bhide, 2006) :
a. Tipe I : tepi plasenta melewati batas sampai segmen bawah rahim dan
berimplantasi < 5 cm dari ostium uteri internum
b. Tipe II : tepi plasenta mencapai pada ostium uteri internum namun tidak
menutupinya
c. Tipe III : plasenta menutupi ostium uteri internum secara asimetris
d. Tipe IV : plasenta berada di tengah dan menutupi ostium uteri internum.
Tipe I dan II disebut juga sebagai plasenta previa minor sedangkan tipe III

3.

dan IV disebut plesanta previa mayor.


Etiologi
Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun beberapa
faktor risiko telah ditetapkan sebagai kondisi yang berhubungan dengan
terjadinya plasenta previa. Faktor yang berpengaruh pada kejadian placenta
previa meliputi umur, paritas, riwayat kuretage, operasi caesar, dan riwayat

30

placenta previa.adapun riwayat plasenta previa merupakan variable yang


paling dominan pengaruhnya terhadap kejadian plasenta previa (Trianingsih
et al., 2015).
Cunningham (2013) menyatakan bahwa ibu yang memiliki riwayat
pacenta previa memiliki risiko 12 kali lebih besar untuk mengalami placenta
previa kembali. Apabila seorang wanita telah mengalami placenta previa,
kemungkinan sebesar 35% kejadian tersebut akan berulang pada kehamilan
berikutnya karena jaringan endometrium sejak kehamilan sebelumnya
memang sudah tidak baik.
Pengaruh umur terhadap kejadian plasenta previa diaman umur
reproduksi yang optimal dana man bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun
dibawah dan diatas umur tersebut akan meningkatkan risiko pada lehamilan
dan persaliannya termasuk plasenta previa. Prevalensi plasenta previa akan
meningkat tiga kali lipat pada usia di atas 35 tahun karena kemunduran fungsi
fisiologi dan reproduksi secara umum dimana telah terjadi seklerosis
pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium yang menyebabkan
aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga endometrium menjadi
kurang subur. Pada usia < 20 tahun organ reproduksi seorang wanita belum
siap

untuk

menerima

kehamilan

demikian

juga

dengan

jaringan

endometriumnya. Ketidaksiapan jaringan endometrium inilah yang dapat


mengakibatkan jaringan placenta akan memperlebar diri untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri
internum (Manuaba, 2010).
Summapraja (2011) yang mengatakan bahwa plasenta previa 3 kali lebih
sering terjadi pada wanita multipara daripada primipara. Paritas lebih dari satu
mempertinggi risiko terjadinya placenta previa karena dalam kehamilan
placenta mencari tempat yang paling subur untuk berimplantasi. Pada
kehamilan pertama fundus merupakan tempat yang subur dan tempat favorit
untuk placenta berimplantasi, tetapi seiring bertambahnya frekuensi
kehamilan kesuburan pada fundus akan semakin berkurang. Hal itu

31

mengakibatkan placenta mencari tempat lain untuk berimplantasi dan


cenderung ke bagian bawah rahim.
Cunningham (2013) yang menyatakan kejadian placenta previa akan
meningkat pada wanita yang sudah melakukan 2 kali atau lebih operasi caesar.
Mochtar (2008) juga menyatakan melahirkan dengan operasi caesar adalah
melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus, sayatan sayatan pada
dinding uterus sehingga dapat mengakibatkan perubahan atropi pada desidua
dan berkurangnya vaskularisasi. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan aliran
darah ke janin tidak cukup dan mengakibatkan placenta tempat yang lebih
luas dan endometrium yang masih baik untuk berimplantasi yaitu di segmen
bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
4.

internum.
Patogenesis dan patofisiologi (Chalik, 2010)
Penyebab plasenta melekat pada segmen bawah rahim belum diketahui
secara pasti. Ada teori menyebutkan bahwa vaskularisasi desidua yang tidak
memadahi yang mungkin diakibatkan oleh proses radang atau atrofi dapat
menyebabkan plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim. Plasenta
yang terlalu besar dapat tumbuh melebar ke segmen bawah rahim dan
menutupi

ostium

uteri

internum

misalnya

pada

kehamilan

ganda,

eritroblastosis dan ibu yang merokok. Pada saat segmen bawah rahim
terbentuk sekitar trisemester III atau lebih awal tapak plasenta akan
mengalami pelepasan dan menyebabkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim akan mengalami laserasi. Selain itu, laserasi plasenta
juga disebabkan oleh serviks yang mendatar dan membuka. Hal ini
menyebabkan perdarahan pada tempat laserasi. Perdarahan akan dipermudah
dan diperbanyak oleh segmen bawah rahim dan serviks yang tidak bisa
berkontraksi secara adekuat.
Pembentukan segmen bawah rahim akan berlangsung secara progresif,
hal tersebut menyebabkan terjadi laserasi dan perdarahan berulang pada
plasenta previa. Pada plasenta previa totalis perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan bila dibandingankan dengan plasenta previa parsialis

32

ataupun plasenta letak rendah karena pembentukan segmen bawah rahim


dimulai dari ostium uteri internum Segmen bawah rahim mempunyai dinding
yang tipis sehingga mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili trofoblas yang
mengakibatkan terjadinya plasenta akreta dan inkreta. Selain itu segmen
bawah rahim dan serviks mempunyai elemen otot yang sedikit dan rapuh
sehingga dapat menyebabkan perdarahan postpartum pada plasenta previa.
5.

Penegakan Diagnosis
Setiap wanita dengan perdarahan vaginam setelah usia kehamilan lebih
dari 20 minggu harus dicurigai sebagai plasenta previa. Selain itu dapat
ditemukan perdarahan tanpa rasa nyeri, posisi abnormal dan presentasi letak
tinggi. Diagnosis klinis sangat penting untuk mencurigai dan penatalaksanaan
plasenta previa, namun diagnosis pasti tergantung dari hasil pemeriksanaan
USG (Johnston & Brown, 2011).
Perdarahan tanpa nyeri biasanya mulai terjadi pada akhir trisemester II
ke atas. Namun,

perdarahan dapat

terjadi sebelumnya

dan dapat

mengakibatkan aborsi akibat lokasi abnormal plasenta. Pada umumnya


perdarahan akan berhenti akibat proses koagulasi dan akan berulang karena
proses pembentukan segmen bawah Rahim (Cunningham et al., 2013). Pada
setiap pengulangan akan terjadi perdarahan yang lebih hebat. Pada plasenta
previa totalis perdarahan biasanya terjadi lebih awal. Sedangkan pada plasenta
previa parsialis dan plasenta letak rendah perdarahan terjadi mendekati atau
saat persalinan dimulai. Pada plasenta previa jarang terjadi koagulopati karena
tempat perdarahan dekat dengan ostium uteri sehingga darah mudah mengalir
ke luar uterus dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang
menyebabkan kerusakan jaringan dan pelepasan tromboplastik ke dalam
sirkulasi maternal (Chalik, 2010).
Plasenta previa dapat didiagnosis dengan melihat gejala klinis dan
pemeriksaan obstetri menggunakan USG (Xiaojing et al., 2009). Pemeriksaan
spekulum dapat dilakukan untuk menilai vagina dan serviks. Vaginal toucher
harus dihindari pada semua ibu yang mengalami perdarahan antepartum

33

sampai terdiagnosis bukan sebagai plasenta previa (OGCCU, 2009). Beberapa


metode pemeriksaan penunjang telah digunakan untuk mendiagnosis plasenta
previa diantaranya USG transabdominal, USG transvaginal dan MRI.
Penggunaan USG transvaginal lebih direkomendasikan karena mempunyai
tingkat akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan USG transabdominal.
Terdapat beberapa kekurangan USG transabdominal yaitu visualisasi yang
kurang baik pada plasenta letak posterior dan segmen bawah rahim akibat
terhalang kepala bayi, obesitas serta keadaan kandung kemih yang kosong
atau terlalu penuh. MRI juga mempunyai tingkat akurasi yang lebih baik bila
dibandingkan dengan USG transabdominal. Namun tidak dapat memberikan
gambaran lokasi plasenta sebaik USG transvaginal, selain itu MRI tidak
tersedia pada semua pelayanan kesehatan (Oppenheimer, 2008).
6.

Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk plasenta previa
a. Perawatan Konservatif
1) Dilakukan pada bayi premature dengan TJB < 2500 gram atau umur
kehamilan < 37 minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan
2)

perdarahan sedikit atau berhenti.


Cara perawatan
a) Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b) Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia diberikan transfusi
PRC sampai Hb> 10-11 gr%
c) Berikan kortikosterid untuk maturitas paru janin (kmungkinan
perawatan konservatif gagal) dengan injeksi Dexametason 5 gr 2x1
selama 2x24 jam bila usia kehamilan < 35 minggu atau TBJ<2000
gram
d) Bila perdarahan telah berhenti penderita dipindahkan ker ruang
prawatan dan tirah baring selama 2 hari,
e) Observasi perdarahan setiap 6 jam, denyut jantung janin dan tanda
vital.
f) Bila perdarahan berulang dilakukan penganan aktif
g) Penderita dipulangkan bila tdak terjadi perdarahan ulang setelah
dilakukan mobilisasi, saran yang diberikan yaitu: Istirahat, tidak

34

boleh coitus, segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan


lagi dan kontrol 1 minggu setelah pulang dari rumah sakit.
b. Perawatan Aktif
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang
aktif (perdarahan > 500 cc dalam 30 menit) dan banyak harus segera
ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas janin, untuk
diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan,
setelah persyaratan dipenuhi, lakukan pemeriksaan dalam di atas meja
operasi jika:
1)
2)
3)

Infus/ transfuse telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap
Kehamilan 37 minggu (BB 2500 gram) dan inpartu
Janin telah meninggal atau terdapat anomaly konenital mayor (misal:

4)

anensepali)
Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati PAP
(2/5 atau 3/5 pada palpasi luar)
Cara menyelesaikan persalinan melalui plasenta previa adalah

(Manuaba, 2010):
a. Seksio Cesarea (SC)
Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan
ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup
tindakan ini tetap dilakukan. Tujuan SC antara lain:
1) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan
2) Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri,
jika janin dilahirkan pervaginam
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi
sehingga cervik uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah
robek. Selain itu, bekas tempat implantasi placenta sering menjadi
sumber perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan
serabut otot dengan korpus uteri. Siapkan darah pengganti untuk
stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu. Lakukan perawatan lanjut pasca
bedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan
cairan dan elektrolit.

35

b. Melahirkan Pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta.
Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Amniotomi dan akselerasi
Umumnya dilakukan pada placenta previa lateralis / marginalis
dengan pembukaan > 3cm serta presentasi kepala. Dengan memecah
ketuban, placenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan
oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah
akselerasi dengan infus oksitosin.
2) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi Braxton Hicks adalah mengadakan
tamponade plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton
Hicks tidak dilakukan pada janin yang masih hidup.
3) Traksi dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian
diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini
kurang efektif untuk menekan plasenta dan seringkali menyebabkan
perdarahan pada kulit kepala. Tindakan ini biasanya dikerjakan pada
janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif.
7. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil
yang menderita plasenta previa menurut Saifuddin (2010), yakni:
a. Komplikasi pada ibu
1) Anemia
Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara
ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus
dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu
tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan
syok.
2) Kelainan pada perlekatan plasenta
Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas

36

dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium


bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian
plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah
plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih
belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak
seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta
akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada
bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam
kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang
pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10%
sampai 35% pada pasien yang pernah seksio sesarea satu kali.Naik
menjadi 60% sampai 65% bila telah seksio sesarea 3 kali.
3) Perdarahan
Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya
pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh
perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus sangat berhati-hati
pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu
mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim
ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio
plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak
yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria
ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka
pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah
melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan tentu
merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
b. Komplikasi pada janin
1) Kelainan letak
Pada plasenta previa lebih sering terjadi kelainan letak
janin.Hal ini memaksa lebih sering diambil tindakan operasi
dengan segala konsekuensinya.
2) Kelahiran prematur dan gawat janin

37

Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak


terhindarkan sebagian oleh karena tindakan terminasi kehamilan
yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.Pada
kehamilan <37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk
mengetahui kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid
untuk mepercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.

BAB V
KESIMPULAN

38

1. Diagnosis pasien ini adalah Gravida 2 Para 1 Abortus 0 usia 23 thn Hamil
36+2 mgg janin tunggal hidup intrauterine belum dalam persalinan dengan
Letak Lintang dan Perdarahan Antepartum e.c plasenta previa marginalis
2. Penegakan diagnosis pasien ini didasarkan oleh anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang lainnya.
3. Penanganan pasien ini dilakukan dengan segera terminasi kehamilan dengan
SCTP+IUD atas indikasi letak lintang dan perdarahan antepartum

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

Callahan, T.L., Caughey, A.B., Heffner, L.J. 2001. Obstetrics and gynecology 2nd.ed.
United Kingdom: The Blackwell Science, Ltd.

39

Chalik TMA, 2010. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo:492-521
Cruikshank DP : Breech, other malpresentations, and umbilical cord complications.
In JR Scott et al., eds., Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th ed., pp.
381395. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. (2003).
Cunningham, Gary. 2009. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong, 2013. Obstetri William, 23 ed:
Penerbit buku kedokteran EGC
Cunningham, G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap III, L., Hauth, J. C., &
Wenstrom, K. D. 2012. Obstetri William (23 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2011. Target Tujuan Pembangunan MDGs. Direktorat Jenderal Kesehatan
Ibu dan Anak. Jakarta.
Hadijanto B, 2009. Perdarahan Pada Kehamilan Muda. Dalam Saifudin AB.
Rachimhadi T, Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: P.T.
Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo: p. 459.
Hecker N; Moor JG; Gambone J. 2004. Antepartum Haemorrage dalam Esensial of
Obstetrics and Gynecology edisi ke-4. United States : Elsevier
Johnston TA, Paterson-Brown MS, 2011. Placenta Praevia, Placenta Praevia Accreta
and Vasa Praevia: Diagnosis and Management. RCOG Greentop Guideline
No 27
Kementrian Kesehatan, 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta : Bina Kesehatan Ibu
Mochtar R 2008. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Jilid I.
Jakarta : EGC.
Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga Berencana untuk
pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Ngeh N, Bhide A, 2006. Antepartum haemorrhage. Current Obstetrics &
Gynaecology:79-83.
OGCCU, 2009. Antepartum haemorrhage Section B Clinical Guidelines. King
Edward Memorial Hospital Perth Western Australia:1-8.

40

Oppenheimer L; Armson A; Farine D; Keenan-Lindsay L; Morin V; Pressey T; et al


2007. Diagnosis and Management of Placenta Pervia. J Obstet Gynaecol Can;
29 (3):216-6
Oppenheimer L, 2008. Sogc Clinical Practice Guideline Diagnosis and management
of placenta previa No. 189, March 2007. International Journal of Gynecology
and Obstetrics;103:89-94.
Oyelese, Yinka; Jhon Simulian. 2006. Placenta Previa, Placenta Accreta, and Vasa
Previa; American College of Obstetricians and Gynecologists, Vol.107 No.4
Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan dan Kandungan Edisi ke 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
RCOG Green-top Guidline. 2011. Antepartum Haemorrhage.
Obstetricians and Gynaecologists

Royal College of

Saifuddin AB, 2010. Kematian Ibu dan Perinatal. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo:53-65.
Sheiner GI. Shoham-Vardi, Hallak M. Hershkowitz R. Katz M and Major M. 2001.
Placenta Previa: Obstetric risk factors and pregnancy outcome. Journal
Maternal Fetal. Medicine 10: 414-419
Summpraja et al., 2011. Capaian MDGS Terkendala Kasus Kematian Ibu. Diakses di:
http://nad.bkkbn.go.id (30-03-2016)
Summpraja et al., 2011. Capaian MDGS Terkendala Kasus Kematian Ibu. Diakses di:
http://nad.bkkbn.go.id (30/03 2016)
Trianingsih I. Mardhiyah D. Budi A, 2015. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada
Timbulnya Kejadian Placenta Previa. Jurnal Kedokteran Yarsi; 23(2):103-113
Vorvik

L.
2011.
Plasenta
Previa.
Avaliable
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000900.html
2016)

at
:
( 31 Maret

Walfish M, Neuman A, Wlody D, 2009. Maternal haemorrhage. British Journal of


Anaesthesia;103:147156.
Wiknjosastro H. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Hung TH, Hsieh CC and Hsu JJ. 2007. Risk factors for placenta previa in an
Asian population. International Journal of Gynecology and Obstetric. 97: 2630

41

Wiknjosatro. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.


Xiaojing J, Ying W, Khan Ia, 2009. Clinical analysis of 322 cases of placenta previa.
Journal Of Medical Colleges Of Pla 2009;24:366-369.

1. Mochtar, D. 2012. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri :


Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi 3ndeds. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai