Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman kelapa merupakan komoditi ekspor dan dapat tumbuh disepanjang
pesisir pantai khususnya, dan dataran tinggi serta lereng gunung pada umumnya. Buah
kelapa yang menjadi bahan baku minyak disebut kopra. Dimana kandungan minyaknya
berkisar antara 60 65 %. Sedang daging buah segar (muda) kandungan minyaknya
sekitar 43 %. Minyak kelapa terdiri dari gliserida, yaitu senyawa antara gliserin dengan
asam lemak. Kandungan asam lemak dari minyak kelapa adalah asam lemak jenuh yang
diperkirakan 91 % terdiri dari Caproic, Caprylic, Capric, Lauric, Myristic, Palmatic,
Stearic, dan Arachidic, dan asam lemak tak jenuh sekitar 9 % yang terdiri dari Oleic dan
Linoleic (Warisno, 2003).
Ketengikan adalah perubahan struktur pada minyak yang menyebabkan
perubahan aroma pada minyak. Aroma minyak jadi spesifik dan tidak sedap.Kandungan
asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa dapat mengakibatkan
ketengikan pada minyak yang disimpan dalam waktu tertentu tanpa pengawetan.
Cengkeh memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga dapat mengatasi
ketengikan minyak kelapa karena zat antioksidan tersebut mampu memutus ikatan
rangkap persenyawaan peroksida sehingga bilangan peroksida pada minyak dapat
diturunkan. Dengan diturunkannya bilangan peroksida maka kesempatan persenyawaan
peroksida untuk membentuk persenyawaan yang dapat menimbulkan ketengikan
semakin kecil.
Ketaren (1986) telah merangkum hasil penelitian dari beberapa peneliti dunia dan
menyebutkan bahwa tumbuhan rosemary dan sage memiliki antioksidan efektif untuk
memperlambat kerusakan oksidatif pada lemak babi, begitu pula antioksidan dari
tumbuhan thyme, oregano, pala, bunga pala dan kunyit. Sementara cengkeh memiliki
aktivitas antioksidan paling tinggi didalam emulsi minyak dalam air dibanding kunyit,
bunga pala, rosemary, pala, jahe, oregano, dan sage. Oleh karena itu perlunya untuk
mengetahui perubahan rensiditas atau ketengikan produk minyak kelapa dalam
penyimpanan dana pemasakan atau penggorengan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain :
1.
2.
3.
4.

Apakah minyak kelapa itu?


Bagaimana proses pembuatan minyak kelapa?
Bagaimana terjadinya ketengikan (ranciditas) pada produk minyak kelapa?
Bagaimana cara mengatasi ketengikan pada minyak kelapa?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini antara lain :
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui apakah minyak kelapa


Untuk mengetahui proses pembuatan minyak kelapa
Untuk mengetahui terjadinya ketengikan (ranciditas) pada produk minyak kelapa
Untuk mengetahui cara mengatasi ketengikan pada minyak kelapa

BAB II
PEMBAHASAN

A.Minyak Kelapa
Kelapa merupakan salah satu

komoditas perkebunan yang mempunyai banyak

kegunaan karena baik dari hasil utama maupun limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai
produk-produk yang bernilai ekonomis. Sampai saat ini pemanfaatan produk kelapa di
tingkat petani masih terbatas dijual dalam bentuk segar dan diolah menjadi minyak
kelapa secara tradisional. Usaha peningkatan pendapatan petani kelapa dapat dilakukan
dengan diversifikasi produk olahan dalam skala rumah tangga. Salah satu produk yang
dapat dihasilkan dari buah kelapa adalah minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil
(VCO).
Kelapa (Coccos nucifere) merupakan sumber minyak nabati yang penting disamping
kelapa sawit (Elacis guineensis). Mengingat semakin meningkatnya kebutuhan akan
minyak nabati di Indonesia, baik minyak untuk kebutuhan rumah tangga maupun minyak
secara komersil, maka peningkatan produksi minyak umumnya dan minyak kelapa
khususnya perlu mendapat perhatian (Ketaren, 1986).
Table Komposisi asam lemak minyak kelapa

Minyak kelapa adalah minyak yang dihasilkan dari buah kelapa. Minyak kelapa
dapat diekstrak dari daging buah kelapa segar atau diekstrak dari daging kelapa yang
sudah dikeringkan. Minyak kelapa memiliki banyak manfaat bagi manusia. Minyak
kelapa biasa digunakan untuk berbagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng.
Selain itu, minyak kelapa dapat dipakai untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan

berbagai penyakit seperti diabetes, jantung, kolesterol, kangker, dan lain-lain. Hal ini
salah satunya dikarenakan miyak kelapa memiliki kandungan asam laurat yang tinggi.
Minyak kelapa telah digunakan sebagai minyak makan selama ribuan tahun dan
sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat di daerah tropis. minyak kelapa
bersifat jenuh. Akibat yang ditimbulkan dari penggunaan minyak tak jenuh bersebrangan
dengan penggunaan minyak kelapa. Minyak kelapa telah terbukti dapat mengurangi
gejala salah cerna, mendukung fungsi kekebalan tubuh dan membantu mencegah infeksi
bakteri, virus serta jamur. Orang-orang yang mengkonsumsi minyak kelapa mempunyai
kemampuan tidak makan selama beberapa jam tanpamenderita hypogylycemia.
Minyak kelapa murni terdiri atas 90% asam lemakjenuh dan 10% asam lemak tak
jenuh. Asam lemak jenihsebagian besar merupakan asam laurat sehingga minyakkelapa
juga sering disebut minyak laurat. Asam laurat inimerupakan salah satu senyawa rantai
karbon pendek.Adapun komponen asam lemak jenuh adalah asam laurat 44-52%, asam
miristat 13-19%, asam palmitat 7,5-10,5%, asamkaprilat 5,5-9,5%, asam stearat 1,03,0%. Sementaraasam lemak tak jenuh hanya terdiri dari asam oleat (omega9) 5,0-8,0%,
asam linoleat (omega 6) 1,5-2,5% dan asampalmitoleat 1,3 %.
Menurut sebuah penelitian yang diadakan di Yucatan, tingkat metabolisme orangorang yang tinggal disana dan mengonsumsi minyak kelapa secara tetap, 25% lebih
tinggi dibandingkan dengansubjek yang diteliti di Amerika Serikat. Tingkat metabolisme
menjadi faktor penentu kelangsingan tubuh masyarakat di daerah pengonsumsi minyak
kelapa. Minyak kelapa dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, seperti minyak
goreng, bahan margarin dan mentega putih. Sementara itu, pemanfaatan minyak kelapa
untuk keperluan non-pangan antara lain sebagai minyak lampu serta bahan pembuat
sabun dan kosmetik. Minyak kelapa tersususn atas senyawa organik campuran ester dari
gliserol dan asam lemak yang disebut dengan gliserida serta larut dalam pelarut minyak
atau lemak.
Minyak kelapa secara fisik berwujud cairan yang bewarna bening sampai kuning
kecoklatan dan memiliki karakteristik bau yang khas. Zat warrna yang termasuk
golongan ini terdapat secara alami di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut
terekstraksi bersama minyak dalam proses ekstraksi. Warna pada minyak kelapa
disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Zat warna alamiah yang terdapat
pada minyak kelapa adalah karoten yang meupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak
stabil pada suhu tinggi. Proses pengolahan minyak kelapa dengan udara panas
menyebabkan warna kuning akibat karoten mengalami degradasi.

Warna minyak kelapa dipengaruhi oleh bahan dasar dan suhu selama proses
pengolahan. Pada pemrosesan suhu tinggi (100C), daging kelapa yang mengandung
protein dan karbohidrat akan menghasilkan minyak kelapa dengan warna kecoklatan. Hal
ini disebabkan, selama pengolahan terjadi rekasi antara karbonil dari karbohidrat dan
asam amino dari protein.
Di daerah tropis, minyak kelapa berbentuk cair pada suhu 26-35C, tetapi berubah
menjadi lemak beku jika suhunya turun. Minyak kelapa pada keadaan padat, titik
lelehnya24-27C dan diindikasikan lebih mudah rusak dibandingkan fase cairnya.
Diantara minyak nabati pada umumnya minyak kelapa memiliki turbiditas minimum.

B. Pembuatan Minyak Kelapa


Teknik pembuatan minyak kelapa secara umum dapat digolongkan menjadi 3 cara,
yaitu teknik basah, teknik pres, dan teknik ekstraksi pelarut. Teknik basah merupakan
teknik yang paling sederhana. Secara garis besar minyak yang dihasilkan dari teknik ini
adalah dengan memisahkan minyak pada santan hasil remasan parutan buah kelapa segar.
Pemanasan dan sentrifugasi merupakan cara yang digunakan untuk memisahkan minyak
pada santan yang dihasilkan. Namun, dengan melakukan intensifikasi teknik basah ini
dapat digolongkan lagi menjadi tekinik basah tradisional, basah fermentasi, basah lava
process, dan teknik basah kraussmaffei process. Teknik pres dan ekstraksi pelarut
menggunakan kopra sebagai bahan bakunya dan memerlukan biaya relatif besar karena
harus membeli alat, mesin, dan larutan pelarut.
Proses pembuatan minyak kelapa ada berbagai macam cara antara lain, yaitu:
1) Cara basah
2) Cara pres
3) Cara ekstraksi pelarut
1) Cara Basah

Cara ini relatif sederhana. Daging buah diparut, kemudian ditambah air dan
diperas sehingga mengeluarkan santan. Setelah itu dilakukan pemisahan minyak pada
santan. Pemisahan minyak tersebut dapat dilakukan dengan pemanasan, atau
sentrifugasi. Pada pemanasan, santan dipanaskan sehingga airnya menguap dan padatan
akan menggumpal. Gumpalan padatan ini disebut blando. Minyak dipisahkan dari
blando dengan cara penyaringan. Blando masih banyak mengandung minyak. Minyak
ini dicampur dengan minyak sebelumnya. Cara basah ini dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang biasa terdapat di dapur keluarga.
Pada sentrifugasi, santan diberi perlakuan sentrifugasi pada kecepatan 3000-3500
rpm. Sehingga terjadi pemisahan fraksi kaya minyak (krim) dari fraksi miskin minyak
(skim). Selanjutnya krim diasamkan, kemudian diberi perlakuan sentrifugasi sekali lagi
untuk memisahkan minyak dari bagian bukan minyak. Pemisahan minyak dapat juga
dilakukan dengan kombinasi pemanasan dan sentrifugasi. Santan diberi perlakuan
sentrifugasi

untuk

memisahkan

krim.

Setelah

itu

krim

dipanaskan

untuk

menggumpalkan padatan bukan minyak. Minyak dipisahkan dari bagian bukan minyak
dengan cara sentrifugasi.
Minyak yang diperoleh disaring untuk memperoleh minyak yang bersih dan
jernih.
a. Cara Basah Tradisional.
Cara basah tradisional ini sangat sederhana dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan yang biasa terdapat pada dapur keluarga. Pada cara ini,
mula-mula dilakukan ekstraksi santan dari kelapa parut. Kemudian santan
dipanaskan untuk menguapkan air dan menggumpalkan bagian bukan minyak yang
disebut blondo. Blondo ini dipisahkan dari minyak. Terakhir, blondo diperas untuk
mengeluarkan sisa minyak.
b. Cara Basah Fermentasi.
Cara basah fermentasi agak berbeda dari cara basah tradisional. Pada cara
basah fermentasi, santan didiamkan untuk memisahkan skim dari krim. Selanjutnya
krim difermentasi untuk memudahkan penggumpalan bagian bukan minyak
(terutama protein) dari minyak pada waktu pemanasan. Mikroba yang berkembang
selama fermentasi, terutama mikroba penghasil asam. Asam yang dihasilkan
menyebabkan protein santan mengalami penggumpalan dan mudah dipisahkan pada
saat pemanasan.
c. Cara Basah Lava Process.

Cara basah lava process agak mirip dengan cara basah fermentasi. Pada cara
ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi agar terjadi pemisahan skim dari krim.
Selanjutnya krim diasamkan dengan menambahkan asam asetat, sitrat, atau HCI
sampai pH 4. Setelah itu santan dipanaskan dan diperlakukan seperti cara basah
tradisional atau cara basah fermentasi. Skim santan diolah menjadi konsentrat
protein berupa butiran atau tepung.
d. Cara Basah "Kraussmaffei Process".
Pada cara basah ini, santan diberi perlakuan sentrifugasi, sehingga terjadi
pemisahan skim dari krim. Selanjutnya krim dipanaskan untuk menggumpalkan
padatannya. Setelah itu diberi perlakuan sentrifugasi sehingga minyak dapat
dipisahkan dari gumpalan padatan. Padatan hasil sentrifugasi dipisahkan dari minyak
dan dipres untuk mengeluarkan sisa minyaknya. Selanjutnya, minyak disaring untuk
menghilangkan kotoran dan padatan. Skim santan diolah menjadi tepung kelapa dan
madu kelapa. Setelah fermentasi, krim diolah seperti pengolahah cara basah
tradisional.
2) Cara Pres.
Cara pres dilakukan terhadap daging buah kelapa kering (kopra). Proses ini
memerlukan investasi yang cukup besar untuk pembelian alat dan mesin. Uraian
ringkas cara pres ini adalah sebagai berikut:
1. Kopra dicacah, kemudian dihaluskan menjadi serbuk kasar.
2. Serbuk kopra dipanaskan, kemudian dipres sehingga mengeluarkan minyak. Ampas
yang dihasilkan masih mengandung minyak. Ampas digiling sampai halus,
kemudian dipanaskan dan dipres untuk mengeluarkan minyaknya.
3. Minyak yang terkumpul diendapkan dan disaring.
4. Minyak hasil penyaringan diberi perlakuan berikut:
o Penambahan senyawa alkali (KOH atau NaOH) untuk

netralisasi

(menghilangkan asam lemak bebas).


o Penambahan bahan penyerap (absorben) warna, biasanya menggunakan arang
aktif agar dihasilkan minyak yang jernih dan bening.
o Pengaliran uap air panas ke dalam minyak untuk menguapkan dan
menghilangkan

senyawa-senyawa

yang

menyebabkan

bau

yang

tidak

dikehendaki.
5. Minyak yang telah bersih, jernih, dan tidak berbau dikemas di dalam kotak kaleng,
botol plastik atau botol kaca.
3) Cara Ekstraksi Pelarut
Cara ini menggunakan cairan pelarut (selanjutnya disebut pelarut saja) yang
dapat melarutkan minyak. Pelarut yang digunakan bertitik didih rendah, mudah

menguap, tidak berinteraksi secara kimia dengan minyak dan residunya tidak beracun.
Walaupun cara ini cukup sederhana, tapi jarang digunakan karena biayanya relatif
mahal. Uraian ringkas cara ekstraksi pelarut ini adalah sebagai berikut:
1. Kopra dicacah, kemudian dihaluskan menjadi serbuk.
2. Serbuk kopra ditempatkan pada ruang ekstraksi, sedangkan pelarut pada ruang
penguapan. Kemudian pelarut dipanaskan sampai menguap. Uap pelarut akan naik
ke ruang kondensasi. Kondensat (uap pelarut yang mencair) akan mengalir ke ruang
ekstraksi dan melarutkan lemak serbuk kopra. Jika ruang ekstraksi telah penuh
dengan pelarut, pelarut yang mengandung minyak akan mengalir (jatuh) dengan
sendirinya menuju ruang penguapan semula.
3. Di ruang penguapan, pelarut yang mengandung minyak akan menguap, sedangkan
minyak tetap berada di ruang penguapan. Proses ini berlangsung terus menerus
sampai 3 jam.
4. Pelarut yang mengandung minyak diuapkan. Uap yang terkondensasi pada
kondensat tidak dikembalikan lagi ke ruang penguapan, tapi dialirkan ke tempat
penampungan pelarut. Pelarut ini dapat digunakan lagi untuk ekstraksi. Penguapan
ini dilakukan sampai diperkirakan tidak ada lagi residu pelarut pada minyak.
5. Selanjutnya, minyak dapat diberi perlakuan netralisasi, pemutihan

dan

penghilangan bau.
C. Ketengikan (Ranciditas)
Ketengikan adalah perubahan struktur pada minyak yang menyebabkan perubahan aroma
pada minyak. Aroma minyak jadi spesifik dan tidak sedap.Penyebab ketengikan dalam
lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu :
1. Ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity)
2. Ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity)
3. Ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity)
Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau
sebelum terjadi proses ketengikan, ini dikenal sebagai reversion. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa hal ini khas pada minyak atau lemak. Reversion terutama dijumpai
dalam lemak dipasar dan pada pemanggangan atau penggorengan dengan menggunakan
temperatur yang terlalu tinggi.
Ketengikan berbeda dengan reversion. Beberapa minyak atau lemak mudah
terpengaruh untuk menjadi tengik tapi akan mempunyai daya tahan terhadap peristiwa
reversion, misalnya pada minyak jagung. Perubahan flavor yang terjadi selama reversion
berbeda untuk setiap jenis minyak. Sedangkan minyak yang telah menjadi tengik akan

menghasilkan flavor yang sama untuk semua jenis minyak atau lemak. Bilangan
peroksida yang sangat tinggi dapat menjadi indikasi ketengikan minyak atau lemak,
tetapi bilangan peroksida ini tidak mempunyai hubungan dengan peristiwa reversion.
(Ketaren, 1986) .

Ketengikan oleh oksidasi


Proses oksidasi dapat berlangsung apabila terjadi kontak anatara sejumlah
oksigen dan minyak. Terjadinya oksidasi akan mengakiabatkan ketengikan
ketengikan pada minyak yang disebut dengan ketengikan oksidatif. Pada proses
oksidasi ini molekul-molekul oksigen akan terikat pada ikatan ganda dari asamasam lemak tidak jenuh, ikatan ganda dari asam-asam lemak tidak jenuh yang telah
mengalami proses oksidasi akan dipecah membentuk asam lemak rantai pendek,
aldehida dan keton.
Hasil yang terbentuk dari kerusakan minyak atau lemak antara lain adalah
campuran aldehid, keton dan asam lemak bebas dengan berat molekul rendah.
Campuran ini menyebabkan timbulnya bau tengik dan rasa getir yang tidak
dikehendaki pada minyak. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak
tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal
bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti
cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu,
Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil,
dan enzim-enzim lipoksidase.
Kecepatan
terjadinya ketengikan oksidatif dipengaruhi oleh jumlah
kandungan asam lemak tidak jenuh dan jumlah ikatan ganda asam lemak dalam
minyak. Semakin tinggi kandungan asam lemak tidak jenuh dan jumlah ikatan
ganda, semakin cepat terjadinya proses ketengikan oksidatif. Asam lemak tidak
jenuh yang terkandung di dalam minyak kelapa relatif sedikit dan tidak memiliki
ikatan ganda asam lemak sehingga minyak kelapa lebih tahan terhadap keruakan
oksidatif dibandingkan dengan minyak lainnya.
.

Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh


mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut
disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida.
Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom hidrogen yang
terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang
mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga
membentuk radikal bebas.
Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat
membentuk hidroperoksida yang bersifat tidak stabil dan mudah pecah menjadi
senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi
panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek
ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatile dan
menimbulkan bau tengik pada lemak. (FG Winarno, 1992).
Ketengikan oleh enzim
Ketengikan enzimatis adalah ketengikan pada minyak yang disebabkan oleh
enzim. Enzim ini dihasilkan oleh mikroorganisme terutama kapang yang dapat
tumbuh pada minyak karena air dan bahan-bahan yang ada dalam minyak
merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kapang. Berbagai kapang dapat
menghasilkan enzim lipase yang dapat menguraikan lemak. Enzim lipase dapat

menghidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Akibat yang
ditimbulkan apabila trigliserida dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas
adalah ketengikan pada minyak.
Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga
terbentuk peroksida. Disamping itu enzim peroksida dapat mengoksidasi asam
lemak jenuh pada ikatan karbon atom , sehingga membentuk asam keton dan
akhirnya metil keton, dengan reaksi sebagai berikut :

Ketengikan oleh hidrolisa


Penyebab utama terjadinya ketengikan hidrolisi adalah air, baik yang terdapat
di dalam minyak maupun yang berasal dari udara. Dengan adanya air, lemak dapat
terhidrolisi menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam
dan enzim-enzim. Proses hidrolisis mudah terjadi pada minyak yang berasak dari
bahan dengan kadar air tinggi. Minyak kelapa yang diperoleh melalui proses
ekstraksi secara basah (wet rendering) cenderung lebih banyak mengandung air,
sehingga mudah mengalami kerusakan hidrolisis dan tidak tahan lama.
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi bermacammacam asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan
kerusakan

minyak atau lemak ini terjadi karena adanya kandungan air dalam

minyak atau

lemak, yang pada akhirnya menyebabkan ketengikan dengan

perubahan rasa dan bau pada minyak tersebut.


Ketengikan hidrolisis disebabkan akibat lepasnya komponen asam lemak
bebas yang terdapat pada minyak akibat proses lipolisis. Lipolisis adalah proses
hidrolisis ikatan ester pada lemak (triacylglycerols) sehingga menghasilkan asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas rantai pendek akan menghasilkan bau
khas yang tidak sedap yang dikenal dengan istilah tengik. Proses lipolisis dapat
terjadi akibat pengaruh enzim, atau pemberian panas, dan air. Terbentuknya asam
lemak bebas dengan 6-10 rantai hidrokarbon dapat menunjukkan kerusakan pada
minyak (Rahman, 2007).

Proses Yang Menyebabkan Ketengikan Pada Penggorengan


Ketika minyak goreng dipanaskan hingga 180C pada udara terbuka, akan
terbentuk komponen-komponen volatil seperti aldehid, keton, hidrokarbon, alkohol,
asam, dan ester. Komponen-komponen volatil ini terbentuk dari hasil reaksi oksidasi
pada

minyak

yang

kemudian

membentuk

hydroperoxides

yang

kemudian

terdekomposisi. Pembentukan komponen volatil ini dipengaruhi jenis lemak yang


terkandung, suhu, dan waktu pemanasan.
Pada proses penggorengan, kadar asam lemak lemak bebas yang tinggi pada
minyak dapat menurunkan smoke point dan tegangan permukaan minyak. Smoke point
adalah temperatur dimana sampel mulai berasap ketika di bawah kondisi spesifik. Selain
itu, dapat menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng. Adanya asam lemak bebas
juga lebih memungkinkan terjadinya oksidasi.Penggorenganbahan pangan dapat
menyebabkan kandungan air pada bahan akan dilepaskan dari makanan dan masuk ke
dalam minyak yang panas. Hal ini akan menyebabkan lemak (triacylglycerol) pada
minyak terhidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, adanya asam lemak bebas akan menimbulkan ketengikan.
Adanya komponen-komponen volatil yang terbentuk juga akan mempengaruhi aroma
minyak setelah pemanasan, dimana akan muncul aroma-aroma yang kurang sedap pada
minyak. Produk pangan juga dapat melepaskan lemak ke dalam minyak. Hal ini
menyebabkan sifat lemak dalam minyak ikut berubah, seperti aroma yang berubah
menyerupai aroma bahan pangan (Fennema, 1985)

D. Cara Mengatasi Ketengikan

Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya pro-oksidan dan antioksidan.


Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan antioksidan akan
menghambatnya.
Adanya antioksidan dalam lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi.
Antioksidan terdapat secara alamiah dalam minyak atau bahan pangan berlemak, atau
kadang-kadang sengaja ditambahkan. Ada dua macam antioksidan yaitu antioksidan
primer dan anti-oksidan sekunder. (FG Winarno, 1992).
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Sabrina Ching Man Cheung, Yim Tong
Szeto & Iris F. F. Benzie pada 6 jenis minyak menjelaskan bahwa perbedaan kemampuan
minyak dalam mencegah oksidasi berdasarkan kapasitas antioksidan alaminya diukur
sebagai nilai Ferric Reducing/Antioxidant Power (FRAP), dengan adanya pengaruh
keberadaan antiperoksida alami, herbal China, du-zhong (Cortex Eucommia ulmoides) dan
ginseng (Panax Ginseng C. A. Mayer) didalamnya. Diantara 6 jenis minyak goreng yang
diteliti minyak sesame memiliki nilai FRAP paling tinggi diikuti oleh minyak canola dan
empat jenis minyak yang lain mempunyai nilai FRAP yang relatif sama. Nilai FRAP setiap
minyak mengalami penurunan setelah diinkubasi selama 31 hari, tetapi rata-rata
penurunan nilai FRAP-nya bervariasi, minyak canola mengalami penurunan yang relative
besar sedangkan minyak sesame mempunyai penurunan nilai FRAP yang paling rendah.
Sunflower dan minyak kacang menunjukkan tingkat oksidasi paling tinggi pada hari ke 15
dan 31, sebaliknya minyak sesame dan minyak zaitun pada hari ke 15 dan 31
menunjukkan tingkat oksidasi yang paling rendah.
Efek dari penambahan antioksidan alami pada minyak jagung menunjukkan
bahwa lipid peroksida tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan sampai hari yang ke
15. Setelah 26 hari dengan suhu penyimpanan 550C, minyak jagung yang mengandung
herbal du-zhong pada konsentrasi 3.6 mg/l menunjukkan sekitar setengah level control
oksidasi pada minyak. Ginseng juga efektif tetapi untuk menghasilkan level yang sama
dengan herbal du-zhong dibutuhkan jumlah yang lebih banyak.
Warisno (2003) telah merangkum hasil penelitian dari beberapa peneliti dunia dan
menyebutkan bahwa tumbuhan rosemary dan sage memiliki antioksidan efektif untuk
memperlambat kerusakan oksidatif pada lemak babi, begitu pula antioksidan dari
tumbuhan thyme, oregano, pala, bunga pala dan kunyit. Sementara cengkeh memiliki
aktivitas antioksidan paling tinggi didalam emulsi minyak dalam air dibanding kunyit,
bunga pala, rosemary, pala, jahe, oregano, dan sage. Tumbuhan laut yang diketahui
mempunyai senyawa antioksidan adalah Gelidiopsis sp.

Keefektifan antioksidan dari rempah-rempah kemudian menarik untuk dicobakan


pada berbagai jenis makanan, dan hasil-hasil penelitian tersebut merangsang para peneliti
untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi komponen-komponen aktif dari
berbagai jenis rempah. Senyawasenyawa fenolik volatile seperti eugenol, isoeugenol,
thymol dan lain-lain memiliki aktivitas antioksidan menonjol. Curcumin

adalah

antioksidan berwarna kuning pekat yang diisolasi dari kunyit, sementara Capsaicin yang
diisolasi dari cabe berasa sangat pedas, warna dan rasa tersebut menyebabkan kurang
praktisnya dalam penggunaan. Oleh karena itu, para peneliti kemudian mengalihkan
perhatian pada isolasi komponen aktif antioksidan dari fraksi-fraksi non volatile yang
memiliki sifat-sifat antioksidan lebih menyenangkan, tidak berbau, berasa dan tidak
berwarna. Kemudian lebih lanjut penelitian ditekankan pada senyawa-senyawa fenolik
non volatil yang memiliki aktivitas antioksidan (Warisno, 2003).
Daun Rosemary (Rosmarinus officinalis L)

merupakan salah satu rempah-

rempah efektif yang telah luas digunakan dalam pengolahan makanan. Oleh beberapa
peneliti ditemukan bahwa dari daun rosemary ini telah berhasil diisolasi beberapa senyawa
antioksidan yaitu karnosol, rosmanol, isorosmanol, epirosmanol, rosmaridifenol dan
rosmariquinon (Warisno, 2003).

DAFTAR PUSTAKA
http://semuaoke2.blogspot.co.id/2012/09/kesehatan.html
http://sukrimarni.blogspot.co.id/2014/02/tugas-makalah-pengolahan-dan.html
Sembodo, Bregas S.T, Ardiena Noorlyta, dan Nur Erika Laila M. 2010. Pengaruh Kecepatan
Putar Pengaduk Proses Pemecahan Emulsi Santan Buah Kelapa Menjadi Virgin
Coconut Oil (VCO). Jurnal EKUILIBRIUM. Vol. 9. No (1). Hal. 17-22.
Budiyantoro, Eko, Abdul Syakur, dan M Facta. 2004. Analisis Tegangan Tembus Minyak
Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) sebagai Isolasi Cair dengan Variasi Elektroda Uji.
Jurnal Minyak Kelapa. Vol. 2. No (17). Hal. 12-20.

Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry. 3rd Ed. Marcell Dekker, Inc. New York.
Ketaren. 1986. Minyak dan Lemak Pangan, 1st ed.Universitas Indonesia:Jakarta,
Hal 17-176.
Rahman, M.S. (2007). Handbook of Food Preservation. 2nd Ed. CRC Press. Boca Raton
Warisno. 2003. Budi Daya Kelapa Genjah. Kanisius : Yogyakarta, hal 15-16.
Winarno, F.G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. 1st ed. PT Gramedia Pustaka : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai