Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

STENOSIS DUODENUM
A. Definisi
Stenosis duodenum adalah penyempitan atau striktura lumen
duodenum yang abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap.
(Handayani,2010)
Stenosis duodenum merupakan penyempitan pada duodenum yang
menyebabkan
obstruksi
pada
duodenum.
Stenosis
duodenum
dipercayai terjadi akibat kegagalan dalam proses pembentukan
embriologi
struktur bilier dan pankreas selama masa fetus.
(Hidayat,2011)
Stenosis duodenum adalah penyempitan atau striktura lumen
duodenum yang abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap.
(Ennis,2012)
Stenosis duodenum adalah suatu kondisi dimana duodenum (bagian
pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak
berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan
perjalanan makanan dari lambung ke usus.(Lubis,2012)
B. Etiologi
a. Kompresi dari permukaan duodenum oleh band-band Ladd sekunder
untuk rotasi lengkap dari usus
b. Annular membungkus pancreas
c. Keturunan resesif autosomal
d. Adanya polyhidramnion (saat kehamilan)
C. Faktor resiko
1. Kelainan genetik pada suami atau istri dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada anaknya. Dengan kemajuan teknik dalam menyelidiki
secara langsung bentuk dan jumlah kromosom dalam sel sel
manusia, maka dapat ditemukan hubungan antara kelainan dalam
jumlah serta bentuk kromosom dan kelainan kongenital tertentu,
misalnya kelainan pada kromosom autosome
2.

Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin dalam uterus dapat menyebabkan
kelainan bentuk. Bentuk kelainan tergantung daerah organ yang
mengalami tekanan yang terus menerus

3. Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital terutama infeksi


oleh virus.
Pada masa organogenesis, yakni dalam triwulan pertama kehamilan,
karena infeksi ini menimbulkan gangguan dalam pembentukan alat
alat atau organ dalam tubuh janin.
4. Faktor umur ibu
Kehamilan di usia tua atau mendekati menopouse beresiko lebih tinggi
melahirkan anak dengan kelainan kongenital cacat. Ini diduga karena

menurunnya fungsi organ yang mendukung proses kehamilan


terutama hormon.
5. Radiasi
Radiasi yang terus menerus pada kehamilan dapat menimbulkan
mutasi gen, yang dapat menyebabkan kelainan kongenital pada yang
dilahirkan
6. Faktor gizi
Pada ibu hamil yang kekurangan gizi beresiko melahirkan bayi cacat
dari pada ibu yang hamil kecukupan gizi. Diduga vitamin A, riboflamin,
asam folik, thiamin gizi pendukung pada stadium organogenesis di
triwulan pertama.
7. Faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya, diduga
faktor faktor hipoxia, hipo hiperthermia dan juga masalah masalah
sosial dapat menyebabkan kelainan kongenital
D. Faktor perdiposisi
a. Sosial ekonomi rendah
Sosial ekonomi rendah ini berhubungan dengan status gizi keluarga.
Status gizi keluarga yang kurang akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin, terutama pada masa kehamilan dimana masa ini
sangat dibutuhkan asupan gizi yang cukup. Gizi yang cukup sangat
diperlukan untuk perkembangan janin.
b. Lingkungan
Lingkungan juga sangat penting untuk mendukung pertukaran dan
perkembangan radikal bebas yang sering disebabkan polusi terutama
polusi udara. Didaerah daerah industri dan keadaan lingkungan hidup
yang buruk, ini sangat mempengaruhi kesehatan apalagi pada masa
masa awal dari kehidupan.
c. Grande Para (Usia ibu waktu hamil lebih dari 30tahun)
Kehamilan diusia tua beresiko lebih tinggi melahirkan anak cacat.
Diduga karena menurunnya fungsi organ yang mendukung proses
kehamilan, terutama hormon kehamilan

E. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal
yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau
kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi
dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal
secara sempurna.
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum
padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses
apoptosis atau kematian sel terprogram, yang timbul selama
perkembangan normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang,
atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan pankreatik
yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat
gangguan perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan
atau
berlebihan
dari
pancreatic
buds.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut,

yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm,


dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua
lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting
dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari
duodenum.

F. Pathway

G. Manifestasi Klinis
1. Saat berumur beberapa bulan/tahun Gejala : Muntah , bilious dan non
bilious Bisa timbul saat dewasa : refluks gastroesofageal, ulserasi
peptic, atau obstruksi duodenum proksimal dari stenosis oleh benzoar.
2. Gejala sering tidak berkembang pada masa neonates
3. Biasanya anak mengalami mual intermiten dengan muntah. Muntahan
berisi empedu
4. Anak gagal untuk berkembang
5. Dapat ditemukan di perut bagian atas kembung.
6. Diwarnai empedu muntah pada neonatus berusia 24 jam
7. Radiografi polos yang menunjukkan penampilan ganda-gelembung gas
tanpa distal.
8. Gas usus distal mengindikasikan stenosis, membran tidak lengkap, atau
anomali duktus hepatopancreatic.
9. Stenosis duodenum signifikan tidak diobati, kondisi cepat menjadi fatal
sebagai akibat dari hilangnya elektrolit dan ketidakseimbangan cairan
H. Komplikasi
1. Intestinal obstruksi e.c
2. Adhesive Duodenal dismotility
3. Megaduodenum dengan sindrom blind loop Refluks duodenogastrik
4. Gastritis Ulkus Peptic Cholelithiasis
5. Komplikasi yang terkait dengan operasi besar mungkin terjadi
Perdarahan
Infeksi
Gangguan pernapasan (kesulitan bernafas)
Hipotermia (suhu tubuh rendah)
Rendah urin
Obstruksi usus
Fistula kebocoran pada garis jahitan Pos Operasi dan Perawatan
Setelah
I. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium : Elektrolit, pemeriksaan darah lengkap


2. Foto polos abdomen
3. Barum meal Barium enema
4. Rongten
5. BOF atau BOE dua posisi
6. USG abdomen
J. Penatalaksanaan
a. Pre operatif
1. Dekompresi lambung
2. Regulasi suhu
3. Resusitasi cairan
4. Balans cairan
5. Pemberian antibiotik spektrum luas
6. Operasi bypass : duodenoduodenostomi atau duodenojejunostomi
b. Post operatif
1. Nasogastrik tube.
2. Puasa intake oral sampai suara usus terdengar, defekasi dan
drainase lambung berkurang (< 1 ml/ kg/jam dan bebas dari cairan
berwarna hijau keabuan).
3. Follow up Peristaltik
4. Pemeriksaan abdomen
5. Status Gizi Barium meal Endoskopi
I.

Konsep Asuhan Keperawatan


A. PENGUMPULAN DATA
1. Identitas
Identitas pasien meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pendidikan,
agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam masuk RS, No.
Reg, ruangan, serta identitas yang bertanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Bayi dengan stenosis duodenum datang dengan keluhan muntahmuntah setelah diberi ASI/MPASI, kembung.
3.
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Pada umumnya bayi sering mengalami kembung, muntahmuntah, anorexia, lemah, keringat dingin, demam
b. Riwayat kesehatan lalu.
Pasien mempunyai riwayat tertentu seperti : demam tinggi,
demam kejang, icterus, distensi abdomen, sering mengalami
muntah
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarganya tidak mempunyai penyakit menular atau
mempunyai penyakit menular

4. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Meliputi : kebiasaan memandikan/menyeka klien,
mengganti baju klien.
b. Pola nutrisi dan Metabolisme
Meliputi : penurunan nafsu makan, mual, muntah
c. Pola eliminasi

kebiasaan

Meliputi : oliguria sampai aneuri (penurunan asupan cairan)


d. Pola istirahat dan tidur
Meliputi : lama tidur pasien sebelum MRS dan MRS, gangguan
waktu tidur, merasa tenang setelah tidur, sering merengek,
rewel
e. Pola aktifitas dan latihan
Meliputi : kegiatan pasien dirumah dan di RS, serta lamanya
aktivitas.
5.
Keadaan umum
Pada bayi dengan stenosis duodenum keadaannya lemah dan
hanya merintih, kesadaran composmentis
6.
Tanda-tanda Vital
Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh
< 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C.
Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C 37,5C, nadi normal
antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali
permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum
teratur.
7. Pemeriksaan fisik
a.
Kulit
Warna kulit tubuh merah, tidak terdapat luka atau benjolan.
b.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom,
ubun-ubun
besar
cekung
atau
cembung
kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
c.
Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleks terhadap cahaya.
d.
Hidung
Ada/tidak pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan
lendir.
e.
Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
g. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
h. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara
wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali
per menit.
i.
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus
costaae
pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut
buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah

masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract


belum sempurna, dapat terjadi distensi abdomen.
j. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya
tanda tanda infeksi pada tali pusat.
k. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan
letak muara uretra pada neonatus laki laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang perdarahan.
l.
Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar
serta warna dari faeses.
m. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jarijari tangan serta jumlahnya.
n. Refleks
Pada bayi reflek moro dan sucking kuat. Reflek moro dapat
memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat
atau adanya patah tulang

B. Diagnosa
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
muntah
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah
3. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Intervensi
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
muntah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 cairan dan
elektrolit seimbang
kriteria hasil
Intake dan output seimbang
Tidak ada tanda tanda dehidrasi
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital normal
Rasional : evaluasi perubahan yg terjadi pada klien
Pantau masukan dan keluaran cairan

Rasional : mengawasi balance cairan


Observasi tanda tanda dehidrasi
Rasional : evaluasi perkembangan kesehatan klien
Catat intake dan output
Rasionalisai : evaluasi balance cairan
Kolaburasi untuk pemberian cairan parenteral
Rasionalisasi : meningkatkan asupan nutrisi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah
Tujuan : nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan.
Kriteria evaluasi :
- Keadaan umum baik
Adanya peningkatan berat badan
Bibir tidak kering
- Adaptasi dengan metode makan yang sesuai.
Intervensi
1. Kaji kemampuan menelan dan menghisap
Rasional : mengidentifikasi makanan yang masuk adekuat.
2. Gunakan dot botol yang lunak dan besar atau dot khusus dengan
lubang yang sesuai untuk pemberian minuman.
Rasional : menurunkan resiko cidera pada area mukosa palato
skisis
3. Tempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah
mendorong makan / minuman ke dalam
Rasional : memberi kemudahan pemasukan nutrisi adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik.
4. Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan.
Rasional : membantu mempermudah jalannya makanan masuk ke
dalam saluran pencernaan
5. Tepuk punggung bayi setiap 15 ml minuman yang diminum, tetapi
jangan diangkat dot selama bayi masih menghisap
Rasional : membantu memfokuskan jalannya makanan ke dalam
saluran pencernaan.
6. Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
Rasional : makanan yang masuk disesuaikan dengan kebutuhan
tubuh.
7. Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi; puasa 6 jam;
pemberian infus dan lainnya.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar untuk membuat
pilihan berdasarkan informasi tentang pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

Ennis,.2012.Pediatric Nursing Care Plans.Pearson Education.New Jersey


.
Hidayat,Alimul A.2011. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak1.Penerbit Salemba Medica :
Jakarta.
Faras Handayani. (2010). Stenosis duodenum pada bayi (On-Line) terdapat pada :
http://www.tabloid-nakita,com/artikel.

Lubis, (2012), Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi I, Jakarta : CV. Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai