Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Inverted papilloma merupakan tumor jinak yang berasal dari pseudostratified

ciliated columnar epithelium regio sinonasal, umumnya dinding lateral rongga


hidung kebanyakan pada meatus media, jarang dari septum nasi ataupun sinus
paranasal. 1
Papilloma inverted pertama kali didokumentasikan oleh Ward pada tahun
1854 yang disebut Schnederian Papilloma. Tumor jinak ini diberi nama untuk
menghormati C. Victor Schneider yang pada tahun 1600 menjelaskan mukosa
nasal memproduksi cairan katar bukan menghasilkan cairan serebrospinal.
Papilloma inverted menggambarkan kelompok lesi tumor jinak yang berasal dari
permukaan mukosa traktus sinonasal. Papiloma inverted ini merupakan tumor
jinak epitelial yang paling banyak ditemukan pada rongga hidung. 2
Tumor sinonasal yang tumbuh secara lokal, bersifat agresif dan mempunyai
angka rekurensi yang cukup tinggi. Tumor ini dapat berubah menjadi ganas, oleh
karena itu penatalaksanaan tumor ini adalah dengan mereseksi seluruh jaringan
tumor. 2
Tumor ini masih jarang ditemukan 0,5%-4% dari seluruh tumor hidung dan
sinus paranasal, menyerupai polip tetapi lebih padat bila dibandingkan polip nasi,
biasanya bersifat unilateral.

Insiden terjadi lebih banyak pada laki-laki

dibandingkan perenpuan, dengan perbandingan 3:1. Umumnya terjadi padaa usia


dekade 50-70 tahun dan rata-rata berusia 53 tahun. Akan tetapi, IP pernah
ditemukan pada usia remaja dan anak-anak, dan usia yang lebih tua. 2
Keberadaan human papiloma virus (HPV) telah dibuktikan pada beberapa
laporan dengan frekuensi yang berbeda. Respler et al, menemukan DNA HPV 11
pada 2 orang pasien mereka. Weber et al, menemukan DNA HPV pada 16 dari 21

pasien mereka.Weiner et al, menemukan DNA HPV 6 dan HPV 11 sebanyak 6,8 %
dari 69 kasus. 1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh
septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Tiap kavum
nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan
superior.3
Dinding medial dibentuk oleh septum nasi. Septum nasi dibentuk oleh tulang
dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan

periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi juga dengan mukosa
nasal.3
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling
bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih
kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema.
Konka suprema ini biasanya rudimenter.3
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga didalam tulang. Ada empat sinus paranasal, mulai dari yang
terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sphenoid kanan
dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.3

2.2. INVERTED PAPILLOMA


2.1.1. Definisi
Inverted papilloma adalah tumor jinak primer dari hidung dan sinus
paranasal yang jarang terjadi. Papilloma inverted merupakan tumor jinak yang
berasal dari pseudostratified ciliated columnar epithelium regio sinonasal,
umumnya dinding lateral rongga hidung kebanyakan pada meatus media, jarang
dari septum nasi ataupun sinus paranasal.4.1
2.1.2. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab pasti papiloma inverted belum diketahui. Beberapa teori telah
diajukan, meliputi alergi, inflamasi kronik dan karsinogen berhubungan dengan
pajanan serta infeksi virus papiloma.5
Alergi merupakan penyebab yang sudah agak ditinggalkan, dikarenakan
pasien-pasien penderita papiloma inverted mempunyai riwayat alergi yang
negatif, selain itu papiloma sinonasal biasanya unilateral. Sinusitis paranasal
sering ditemukan pada penderita papiloma inverted dan ini disebabkan oleh
obstruksi tumor dibanding dengan menyebabkan terbentuknya tumor.5

Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan polusi udara dan limbah industri
yang bersifat karsinogenik telah dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab
timbulnya papiloma inverted. 5
Beberapa virus telah lama dicurigai sebagai penyebab lesi-lesi neoplastik ini,
dikarenakan virus-virus tersebut telah diketahui mempunyai kecenderungan
membentuk papiloma-papiloma di berbagai organ tubuh. Virus Human Papiloma
(HPV) merupakan epiteliotropik virus yang berimplikasi pada kehamilan dan lesi
malignansi pada traktus anogenital. HPV 11, HPV 6, HPV 16, dan HPV 18 telah
dapat diidentifikasi pada papiloma inverted. Beberapa penelitian dengan
menggunakan teknik hibridasi dan reaksi rantai polimerase memperlihatkan
bahwa HPV 11 dan HPV 6 berhubungan dengan banyak kasus papiloma tipe
fusiform tetapi sangat jarang pada tipe silindrikal dan inverted.5

2.1.3. Prevalensi
Inverted papilloma merupakan tumor ini masih jarang ditemukan, sekitar
0,5%-4% dari seluruh tumor hidung primer. Angka kejadiaannya sekitar 0.74-1.5
kasus per 100.000 per tahun. Pada laki-laki cenderung lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 4 : 1. Orang berkulit putih adalah yang paling
berisiko, dibandingkan dengan orang-orang dari ras lain. Inverted papiloma
umumnya mengenai usia 50-70 tahun, ,meskipun rentang usia untuk kejadian
adalah 6-90 tahun, inverted papilloma jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda.5,6

2.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi Inverted papilloma (IP)
Secara anatomi, inverted papilloma dapat dibagi menjadi dua yaitu
papiloma dinding lateral dan papilloma septal.

Kedua jenis papilloma ini

menunjukkan pola yang berbeda. Papilloma septal hanya berada di septum nasi
dan jarang melibatkan kavum nasalis. Bentuk keganasan jarang dijumpai pada
papilloma septal. Pada papilloma dinding lateral sering mengenai beberapa tempat
seperti dasar dari kavum nasi, sinus para nasalis dan duktus nasolakrimalis.
Bentuk keganasan sering dijumpai pada jenis ini. 7
Secara histologi, papilloma dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) bentuk
papillary atau bentuk fungiform, tipe ini menunjukkan proliferasi epitel dengan
jaringan ikat sebagai intinya, inversi dari epitel tidak terlihat pada jenis ini, (2)
inverted papilloma (klasik) pada tipe ini pertumbuhan epitel dominan berada di
bawah stroma, (3) papiloma sel kolumnar, merupakan varian dari papiloma yang
ada di kavum nasi, sel pada tipe ini adalah sel kolumnar dan pada tipe ini angka
rekurensi dan keganasannya lebih tinggi dari tipe lain. 7

2.1.5. Patofisiologi
Sinonasal SPs hampir selalu unilateral. 3 gejala utama atribut karakteristik
klinis dari tumor (1) kecenderungan untuk kambuh, (2) kemampuan mereka untuk
merusak struktur sekitarnya, dan (3) kecenderungan mereka untuk dihubungkan
dengan keganasan. Tingkat kekambuhan lesi neoplastik sangat bervariasi (0-78%),
terutama tergantung pada jenis pendekatan bedah dan kelengkapan reseksi.
Phillips et al menemukan bahwa tingkat kekambuhan setelah rhinotomy lateral
dan medial maxillectomy rendah dibandingkan dengan setelah eksisi transnasal
dengan Caldwell-Luc operasi (35%) atau non-endoskopik eksisi transnasal saja
(58%), dimana tingkat kekambuhan secara signifikan lebih tinggi [6] asal
multicentric dari SPs juga telah diusulkan sebagai faktor lain yang mengarah ke
tingkat kekambuhan tinggi,. namun, hal ini telah didokumentasikan hanya dalam
beberapa kasus.8
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma ganas yang paling umum yang
terkait dengan SPs. Jenis lain keganasan jarang dikaitkan dengan SPs adalah
adenokarsinoma dan karsinoma sel kecil. Dari 3 subtipe SPs, papillomas

fungiform belum dilaporkan memiliki potensi ganas. Sebaliknya, papillomas


terbalik telah dilaporkan untuk berkembang menjadi karsinoma pada 5-10%
kasus. Papillomas Silinder tampaknya memiliki frekuensi yang lebih tinggi (1419%) dari asosiasi keganasan. Korelasi ada jelas antara jumlah rekurensi atau
interval

antara

pengulangan

dan

pengembangan

keganasan.

Lesi gabungan dari karsinoma sel skuamosa dan SP muncul untuk


membentuk 3 kategori histologis, dan kebanyakan pasien memiliki lesi di
kelompok pertama dan kedua. Pada kelompok pertama, SP dan karsinoma sel
skuamosa menempati wilayah anatomi yang sama, tapi tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa papilloma menimbulkan karsinoma. Pada kelompok kedua,
papiloma mengandung fokus karsinoma invasif. Pada kelompok ketiga, karsinoma
invasif berkembang setelah papilloma yang resected.8

2.1.6. Gejala Klinis


Gejala klinis
Lamanya timbul gejala IP bervariasi antara beberapa minggu sampai
tahunan, tidak ada gejala spesifik yang dapat membedakan IP dan IP dengan
keganasan. 1 Gejala klinis pada IP adalah sebagai berikut

1,7,2,6

Obstruksi hidung

unilateral, hal ini terjadi karena adanya massa yang cukup besar sehingga
menyebabkan obstruksi saluran nafas.
a. Rinore, hal ini terjadi karena penumpukan sekresi dari kavum nasi dan
sekresi mukus yang berlebihan dari kelenjar pada mukosa nasal.
b. Epistaksis, biasanya terjadi unilateral dan tidak dipicu oleh sesuatu.
Epistaksis akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan.
c. Sakit kepala, hal ini terjadi karena adanya penyumbatan drainase dari
sinus. Jika sakit kepala terasa terus-menerus dan nokturnal maka harus
dicurigai adanya tranformasi malignan yang merusak basis cranii.
d. Sinusitis dan bengkak pada kedua hidung, hal ini karena adanya massa
yang mengakibatkan obstruksi dari drainase sinus.

e. Anosmia, hal ini sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi apabila mengenai
kedua hidung.
f. Gangguan pendengaran, hal ini disebabkan oleh adanya massa yang
meluas ke nasofaring dan melibatkan tuba eustachius. Tinitus juga dapat
terjadi tetapi sangat jarang.
g. Epifora, hal ini disebabkan oleh adanya sumbatan pada duktus
nasolakrimalis pada meatus inferior
h. Kaku pada wajah, hal ini disebabkan oleh keterlibatan dari nervus
infraorbital
i. Gangguan berbicara, Hal ini terjadi apabila massa telah melibatkan
nasofaring
j. Proptosis, terlihat apabila lamina papyracea telah rusak.

2.1.7. Diagnosis
Diagnosa dari Inverted Papilloma dapat ditegakkan dari :
1. Anamnesa
Keluhan utama penderita biasana berupa hidung tersumbat unilateral.
Gejala lain berupa epistaksis, Anosmia, rasa penuh di hidung, bersinbersin, proptosis dan lakrimasi yang berlebihan, Gejala berupa hidung
tersumbat yang bersifat unilateral yang terjadi dalam jangka waktu
tertentu. Penderita mempunyai riwayat nyeri kepala, rhinorea, sinusitis
atau epistaksis.9
2. Pemeriksaan fisik
Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada
asimetri atau distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan
bola mata. Jika mata terdorong ke atas berarti tumor yang berasal dari
sinus maksila, jika ke bawah dan lateral berarti tumor berasal dari sinus
frontal atau etmoid.9
Pada pemeriksaaan klinis didapatkan massa tumor mirip dengan polip
hidung, tetapi biasanya unilateral, umumnya terdapat pada dinding lateral

kavum nasi, namun tidak jarang juga ditemukan pada vestibulum, septum
nasi, dasar nasofaring, sinus frontal dan spenoidal,dan saccus lakrimal.
Tetapi biasanya unilateral. Dijumpai massa polipoid unilateral yang
mengisi kavum nasi yang menyebabkan hidung tersumbat. Inverted
papiloma berbentuk irregular, biasanya berdarah jika disentuh, berwarna
keabuan, mengisi penuh kavum nasi, berlanjut dari vestibulum ke
nasofaring. Septum nasi biasanya terdorong kontralateral.9
Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui
rinoskopi anterior dan posterior. Deskripsi massa sebaik mungkin, apakah
permukaannya licin, merupakan pertanda tumor jinak atau permukaan
berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor
ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor
berada di sinus maksila. Untuk memeriksa rongga oral, di samping
inspeksi lakukanlah palpasi dengan menggunakan sarung tangan. Palpasi
gusi, rahang atas, dan palatum. Apakah asa penonjolan, nyeri tekan, atau
gigi goyah.9
Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinoskopi dapat membantu menemukan
tumor. Adanya pembesaran kalenjar leher juga perlu di cari meskipun
tumor ini jarang bermetastasiske kalenjar leher. Pada pemeriksaan
endoskopi biasanya berasal dari medial maxilla

namun terkadang

ditemukan pada septum, vestibulum atau dari sinus frontalis.9


3. Pemeriksaan Penunjang (Histopatologi dan Gambaran Radiologi)
1) Histopatologi
Biopsi tumor penting untuk menegakkan diagnosis. Biopsi tumor sinus
maksila, dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi
Caldwel-Luc yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. Biopsi nasal
penting dilakukan untuk mendiagnosa pada suspek inverted papilloma,
biasanya dilakukan dengan hati-hati karena akan memperberat epistaksis.9

Gambaran mikroskopik IP adalah Gambaran makroskopis IP mirip seperti


polip tetapi lebih padat dan permukaan bergerombol, dengan warna
bervariasi dari merah muda sampai agak pucat, lebih banyak jaringan
vaskularnya dari polip. Lesi dari IP ini umumnya berasal dari mukosa
dinding lateral dari nasal dan dapat melibatkan sinus paranasal, orbital dan
anterior basis kranii, telah dilaporkan juga bisa melibatkan nasofaring,
duktus lakrimalis dan bahkan tulang temporal pada cavum mastoid. 9
IP merupakan bentuk kelainan yang ditandai dengan epitel yang
hiperplastik terlihat membalik (inverted) dan terdapat pertumbuhan yang
endofitik ke stroma dibawahnya.
2) Gambaran Radiologi 9
- Plain Film
Tidak lagi memiliki peran penting dalam penilaian penyakit sinonasal.Jika
memperoleh temuan yang paling umum adalah bahwa massa hidung
dengan kekeruhan terkait dari antrum maksilaris yang berdekatan.

- CT-Scan
CT-Scan dapat digunakan untuk mengevaluasi ukuran tumor, hal ini juga
mempermudah saat pembedahan.
-

MRI

MRI sering menunjukkan penampilan yang khas, disebut sebagai pola


cerebriform yang berbelit-belit dilihat pada kedua T2 dan ditingkatkan
kontras gambar tertimbang T1. Ini merupakan garis bolak intensitas sinyal
tinggi dan rendah, penampilan yang telah disamakan dengan, meskipun
longgar, perputaran korteks serebral. Tanda ini terlihat pada 50 - 100% dari
kasus, dan jarang terjadi pada tumor sinonasal lainnya.
T1:isointense ke otot

10

T2: umumnya hyperintense ke otot garis hypointense yang bertolak


belakang T1C+ (Gd): peningkatan heterogen garis hypointense yang
bertolak belakang

Dengan CT scan, membedakan lesi papillomatous dari mukosa


inspissated, penebalan mukoperiosteal, atau polip yang dihasilkan dari
obstruksi dari jalur drainase sinus terkadang sulit. MRI merupakan studi
alternatif yang lebih unggul CT scan di papillomas membedakan dari
peradangan dan untuk memberikan penggambaran yang lebih baik dari
lesi kontras dengan sekitarnya jaringan lunak.

Pada T1-tertimbang gambar, papillomas sinonasal terlihat sedikit


hyperintense untuk otot, namun, pada T2-tertimbang gambar, SPs
memiliki intensitas sinyal intermediate. Pola cerebriform berbelit-belit
pada T2 dan ditingkatkan T1-tertimbang MRI untuk papilloma pembalik
mungkin berpotensi khas pada 80% kasus, menurut Ojiri et al. Polip
inflamasi dan materi inspissated dalam sinus sekunder untuk obstruksi
oleh papilloma adalah hyperintense pada T2-tertimbang gambar. Karena
temuan yang tercantum di atas, MRI dapat lebih akurat menentukan
tingkat sebenarnya dari lesi dan dapat membantu dalam perencanaan
perawatan.

2.1.8. PENATALAKSANAAN
Terdapat berbagai macam penatalaksanaan pada lesi tumor jinak, mulai
dari terapi medikamentosa, radioterapi dan terapi operasi. Namun pada inverted
papilloma dianjurkan hanya terapi pembedahan. Terdapat tiga tujuan operasi
papiloma inverted, yaitu 1. dapat membuka dengan cukup sehingga dapat
mereseksi tumor keseluruhan. 2.operasi menghasilkan lapangan pandang yang
baik sehingga memudahkan pengawasan pada kavitas pasca operasi. 3.

11

6.

Prinsip

keseluruhan,

tanpa

meminimalisir deformitas kosmetik dan ketidakmampuan fungsional.


pengobatan

IP

adalah

pengangkatan

tumor

secara

meninggalkan sisa, mengingat tumor ini cenderung kambuh. Sebagai pilihan


pengobatan utama adalah pengangkatan tumor dan eksisi dengan pendekatan
rinotomi lateral atau degloving bila massa tumor ada di traktus sinonasal dan
dengan mastoidektomi untuk massa tumor di telinga tengah dan kavum mastoid. 10
Terapi IP adalah tindakan bedah. Eksisi komplit penting untuk mencegah
rekuren. Angka rekuren yang tinggi terjadi pada eksisi tidak komplit dari tumor,
reseksi secara endoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengurangi komplikasi
pendekatan eksternal. Pendekatan degloving atau rinotomi lateral yang
dikombinasi dengan medial maksilektomi sangat menurunkan angka rekurensi. 10
Tindakan bedah yang akan dipilih dapat diputuskan dengan adanya sistem
staging dari Krouse yang berdasarkan temuan radiologi dan endoskopi preoperasi.
Selain itu empat kelompok ini dimaksudkan untuk memprediksi prognosis, dan
perluasan tumor. Pembagiannya terdiri dari :
1. Tumor

terbatas pada satu sisi kavum nasi tanpa perluasan ke sinus

paranasal.
2. Tumor melibatkan dinding medial dan superior sinus maksila dengan atau
tanpa
keterlibatan

kavum nasi. Jika menenai kavum nasi, sinus etmoid juga

terlibat.
3. Tumor meluas ke inferior, posterior, anterior atau dinding lateral sinus
maksila, sinus
frontal atau sinus spenoid
4. Tumor perluasan ke ekstrasinonasal atau tumor berubah ganas. 11
Sistem ini secara primer berdasarkan lokasi dan perluasan dari inverted
papiloma. Kategori ini sangat menolong pada perencanaan pendekatan bedah.
Inverted papiloma kelompok (1) dapat diangkat secara endoskopik tanpa reseksi
tulang. Inverted papiloma pada kelompok (2) pendekatan masih secara
endoskopik dengan mereseksi stuktur tulang. Pada pasien dengan keterlibatan
sinus frontal atau kelompok (3) endoskopi masih bisa dipakai jika visualisasi

12

memungkinkan, pendekatan maksilektomi medial bisa digunakan. Pada kelompok


(4) direkomendasikan open surgical untuk mendapatkan maksimal eksposur. 12
A. Rinotomi Lateral
Myers dan Thawley menganjurkan rinotomi lateral pada dinding samping
hidung diikuti dengan pengangkatan dengan hati-hati semua mukosa lainnya yang
ada pada ipsilateral sinus paranasal.
Sessions, Larson dan Pope menganjurkan cara rinotomi lateral yang
dilanjutkan dengan etmoidektomi dan maksilekstomi medial untuk mengangkat
tumor-tumor yang terlokalisir di hidung, baik jinak maupun ganas.
Teknik rinotomi lateral telah mengalami beberapa modifikasi. Moure,
membuat insisi di samping hidung setinggi kantus medial sampai ke ala nasi,
diteruskan sampai ke dasar kolumela, bila insisi Moure dilanjutkan ke bawah
melalui sulkus infranasal dan mendorong bibir atas disebut insisi Weber. Bila
insisi Weber ini diperluas sampai dibawah kelopak mata disebut insisi WeberFerguson.

Insisi

dapat

diteruskan

sampai

bersambung

dengan

gingivobukal.13,14,1

Gambar 2.1 Insisi rinotomi lateral Moore( bala lateral rhinotomy)

insisi

13

Gambar 2.2 Insisi rinotomi lateral Weber-Fergusson 14


Setelah kulit diinsisi dan periosteum dilepaskan dari tulang muka,
dilakukan osteotomi untuk mengangkat tulang hidung. Mukosa hidung dipotong
sepanjang pinggir aperture piriformis sehingga pyramid hidung bisa ditarik ke sisi
yang berlawanan. Semua kasus-kasus yang ditemui bersama KSS telah
ditanggulangi dengan cara seperti di atas tanpa terjadi kekambuhan kembali tumor
tersebut dan didapat hasil yang cukup baik mengenai aspek kosmetik dan
fungsionalnya. 1
B. Degloving
Teknik pembedahan degloving yang digunakan ada 2 jenis yaitu:
1

I. Menurut Conley dan Price serta Magnila:


Pada prinsipnya dibuat 4 macam insisi yaitu:
1. Insisi sublabial seperti pada operasi Caldwell luc, mulai dari tuberositas
maksila satu sisi sampai tuberositas maksila sisi lainnya. Insisi
diteruskan sampai mencapai periosteum dan jaringan lunak muka

14

dilepaskan dari dinding depan maksila sampai mencapai foramen


infraorbita. Saraf dan pembuluh darah infraorbita dipertahankan.
2.

Dilakukan insisi transfiksi yang akan memisahkan tulang rawan


septum dengan kolumela.

3. Insisi interkartilago pada kedua sisi, sehingga memisahkan jaringan


lunak hidung dengan kartilago lateral atas hidung. Periosteum di atas
tulang dilepaskan ke lateral sejauh mungkin dan juga ke superior
sampai mencapai pangkal hidung.
4. Insisi sekeliling apertura piriformis pada kedua sisi 15

Gambar 2.3 Teknik Degloving A. Insisi Sublabial B. Insisi Transfiksi C.


Insisi interkartilago D. Degloving komplit

15

4
5

Gambar 2.4 Teknik Degloving A. Insisi Sublabial B. Insisi Transfiksi C.


Insisi interkartilago D. Degloving komplit 15

II. Cara Pavolainen dan Malmberg

1. Dilakukan insisi sublabial bilateral seperti cara Conley.

2. Mukosa hidung hanya diinsisi sepanjang bagian bawah apertura


piriformis.

3. Dilakukan osteotomi lateral pada kedua sisi, yang juga memotong


mukosa hidung

10

sampai mencapai sutura naso frontal.

11 4. Tulang rawan septum bersama mukosa yang menutupinya digunting


mulai dari
12

spina nasalis anterior ke atas sampai mencapai sutura nasofrontal, yaitu


pada batas

13

atas osteotomi sejajar dengan arah osteotomi

14
C. Maksilektomi Medial

16

Pemotongan Tulang untuk masilektomi medial adalah dengan memotong


sepanjang tulang hidung dari apertura piriformis ke glabella beberapa milimeter
anterior dari alur nasomaksilaris. Potongan horisontal dibuat tepat di bawah
glabella diarahkan menuju posterior frontoethmoid suture line. Potongan
anteroposterior dibuat sepanjang garis jahitan fronto ethmoidal. Potongan Obliq
dasar orbita dari tepi medial orbita ke foramen infraorbital diperluas ke arah
postero medial untuk bergabung dengan potongan fronto etmoid di wilayah
ethmoid

posterior.

17

Gambar 2.5 Daerah kuning menunjukkan daerah reseksi tulang pada


masilektomi medial (Atlas Johan Fagan)

D. Endoskopi pada inverted papilloma 6,16


Sejak diperkenalkan oleh Messerklinger, Stammberger dan Kennedy,
endoskopi telah banyak mengalami evolusi oleh para Rhinologist untuk
melakukan pendekatan bedah hidung dan sinus paranasal. Setelah lebih dari 20
tahun, saat sekarang ini penggunaan endoskopi tidak hanya terbatas pada radang

18

sinus paranasal tetapi juga digunakan untuk terapi pada berbagai patologi
sinonasal.
Dengan adanya endoskopik nasal, dengan pencahayaan yang kuat, resolusi
yang tinggi dan sudut visualisasi, bersamaan dengan kemajuan pada Tomografi
komputer dan pencitraan Magnetik Resonansi dapat menuntun kearah identifikasi
yang akurat, penentuan lokasi yang baik, dan keberhasilan reseksi lesi intranasal.
Reseksi endoskopik dapat meliputi spenoetmoidektomi total, meatotomi yang
luas, reseksi konka media dan visualisasi sinus frontal. Keuntungan pendekatan
secara endoskopik transnasal dibanding maksilektomi medial adalah sangat kecil
terbentuknya skar eksternal sehingga deformitas kosmetik dapat ditiadakan,
mengurangi waktu rawat di rumah sakit, mengurangi kehilangan darah pada saat
operasi dan perluasan dari tumor dapat ditentukan dengan visualisasi secara
langsung, sehingga menghasilkan reseksi secara utuh yang lebih baik.
Manipulasi yang hati-hati terhadap massa tumor dapat menuntun operator
untuk menentukan asal tumor dari dinding lateral hidung. Setelah uncinektomi,
dinding medial sinus maksila dapat diidentifikasi. Jika mukosa antrum terlihat
massa tumor, konka inferior dilepaskan bersama dinding medial sinus maksila
sampai ke dasar hidung. Backbitting dan sitebitting dapat digunakan pada saat ini.
Pada tahap ini seluruh antrum maksila dapat divisualisasi secara lengkap.
Apabila tumor telah meluas ke sinus etmoid dan spenoid, dapat dilakukan
etmoidektomi total dan spenoidektomi. Hal yang sama dilakukan pada sinus
frontal jika mukosanya juga ikut terlibat. Prosedur Caldwell-Luc kadang
dibutuhkan untuk mendapatkan akses ke seluruh antrum maksila pada kasus yang
melibatkan seluruh mukosa sinus maksila.
Apabila pada CT Scan terlihat adanya area hyperostosis, operator
disarankan untuk menggunakan bor diamond untuk menipiskan tulang di area ini.
Daerah hyperostosis ini berhubungan dengan tempat berasal tumor.
Pada endoskopi maksilektomi medial, reseksi dilakukan pada seluruh
dinding lateral hidung. Campuran lidokain dan epinefrin disuntikkan pada daerah
konka media, dinding meatus inferior dan dinding meatus media dan garis
nasomaksila untuk hemostasis. Batas superior ditentukan setelah reseksi anterior

19

dan posterior etmoid ke batas sphenoid dan perlengketan konka media ke dinding
lateral hidung dipisahkan. Arteri etmoid di ekspos untuk landmark reseksi yang
meluas ke superior. Pada kasus tumor yang meluas ke fovea atau ke orbita, arteri
etmoid dipotong dan dipisahkan. Konka media di eksisi dari perlengketannya di
superior untuk menghindari cedera lamina kribriformis. Insisi dibuat dari bagian
anterior meatus inferior ke dinding posterior sinus maksila. Batas anterior
diperluas dari perlengketan konka media ke batas anterior dari bagian anterior
meatus media termasuk konka media, procesus unsinatus dan kanalis
nasolakrimalis.
Dinding lateral dipisahkan ke medial dan diseksi diangkat dari sinus
maksila sampai ke arteri spenopalatina yang telah diligasi. Tumor kemudian di
buang secara en bloc. Mukosa etmoid posterior yang tersisa di buang untuk batas
control. Reseksi dapat dimodifikasi tergantung dari perluasan tumor.
2.1.9. KOMPLIKASI
Komplikasi Inverted papilloma
Komplikasi inverted papilloma adalah terjadinya perdarahan dan
malignansi dari papilloma tersebut.

Komplikasi dapat terjadi setelah reseksi

bedah sinonasal papilloma. Komplikasi yang paling serius adalah yang


berhubungan dengan orbita. Blepharitis, diplopia, dan dacryocystitis intermiten
telah dilaporkan pada pasien dengan rinotomi lateral dan masilektomi medial.
Ektropion terjadi secara sekunder akibat jaringan parut yang menarik ke bawah
kelopak mata bawah. Kebocoran CSF dapatterjadi jika dasar tenggorok terkena
selama operasi.
Komplikasi lambat yang dapat terjadi adalah crusting, infeksi, fistula
nasokutaneus, stenosis vestibular, dan nasal-valve collapse. Komplikasi yang
paling umum setelah prosedur degloving adalah stenosis vestibular. Fistula
Oroantral, intermiten parestesia, dan crusting yang berkepanjangan juga dapat
terjadi. Reseksi endoskopik menimbulkan risiko yang sama dari setiap operasi
sinus endoskopi. Potensi komplikasi termasuk kebocoran CSF, komplikasi orbital

20

(hematoma orbita atau periorbita, diplopia, cedera pada saraf optik, cedera pada
otot ekstraokular, epiphora), perdarahan, infeksi, dan sinekia. 6
2.1.10. Prognosis
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang
mempengaruhi prognosis keganasan nasal dan sinus paranasal, cara tepat dan
akurat. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis histologi, asal tumor
primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas
sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan
banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan
hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.
Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan
memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan
meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium
tumor 1
15

BAB 3
KESIMPULAN

21

Kesimpulan
Inverted Papilloma merupakan tumor jinak primer dari hidung dan sinus
paranasal yang jarang terjadi. Penyebab pasti dari papillomainverted belum
diketahui. Beberapa teori telah seperti alergi, inflamasi kronik dan karsinogen
berhubungan dengan pajanan serta infeksi virus papilloma. Sinusitis paranasal
sering ditemukan pada penderita papilloma inverted.
Angka kejadiannya sekitar 0,74-1,5 kasus per 100.000 per tahun. Pada
laki-laki cenderung lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 4:1.
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Terdapat berbagai macam penatalaksanaan pada lesi tumor jinak, mulai
dari terapi medikamentosa, radioterapi dan terapi operasi. Namun pada inverted
papilloma dianjurkan hanya terapi pembedahan. Terdapat tiga tujuan operasi
papiloma inverted, yaitu 1. dapat membuka dengan cukup sehingga dapat
mereseksi tumor keseluruhan. 2.operasi menghasilkan lapangan pandang yang
baik sehingga memudahkan pengawasan pada kavitas pasca operasi. 3.
meminimalisir deformitas kosmetik dan ketidakmampuan fungsional.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Salim, Agus. Imunoekspresi p63 Pada Inverted Papilloma Dan Karsinoma
Sel

Skuamosa

Sinonasal

Available

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33509

[accessed

at
on

September, 10]
2. Thapa, Narmaya. 2010. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted
Papilloma. Nepalese Journal of ENT Head and Neck Surgery; Volume 1,
No.1 (Jan-June 2010).
3. Soepardi E.A, Iskandar N., Bashiruddin J., dan Rastuti R.D. Buku ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. FK UI,
2007: 118, 119, 145
4. Netter F.H. Atlas of Human Anatomy. Available from: http://www.
Netterimages.com/image/4413.htm.
5. Woodruf W.W. dan Vrabec D.P. Inverted Papilloma of The Nasal Vault and
Paranasal Sinuses: Spectrumof CT Finding. American Journal of
Roentgenology February 1994: 419
6. Sadeghi,

Nader.

Sinonasal

Papillomas.

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/862677overview#showall[accessed on September, 10]


7. Balasubramanian,

T. Inverted

Papilloma

of

Nose. Available

http://www.scribd.com/doc/33702466/Inverted-papilloma-nose-and-itsmanagement. [accessed on September, 10]

at

23

8. Momose KJ, Weber AL, Goodman M et al Radiological aspects of


inverted papilloma. Radiology. PubMed citation
9. Lee DK, Chung SK, Dhong HJ et al Focal hyperrotosis on CT of
sinonasal inverted papilloma as a predicator of tumor origin. ANJR Am J
Neuroradiol. 2007. PubMed citation

10. Baruah, P., Deka, C. 2003. Endoscopic Management of Inverted


Papillomas of the Nose and Paranasal Sinus, In : Ear, Nose, Throat
Journal, Vol. 82: 317-20.
11. Krouse, John H. 2000. Development of a Staging System for Inverted
Papilloma. The American Laryngological, Rhinological and Otological
Society, Inc. Lippincott Williams and Wilkins,Inc.
12. Octiza, Ricki dan Bestari J Budiman. 2011. Ekstirpasi Papiloma Inverted
dengan Pendekatan Endoskopik. Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
13. Balasubramanian,

T.

Rhinotomy

Lateral.

Available

at

http://www.drtbalu.com/lateral_rhino.html[accessed on September, 11]


14. Osborne, J.E., M.Clayton dan D.Fenwick. The Leeds Modified WeberFergusson Incision. The Journal of Laryngology and Otology, Volume 101,
pp 465-466.
15. Conley, John, Daniel D., Stanley, et al. Degloving Approach for Total
Excision of Inverted Papilloma.LARYNGOSCOPE, Volume 94, No. 12,
December 1984.
16. Fagan, Johan. Open Acces Atlas of Otolaryngology, Head, and Neck
Operative

Surgery.

Available

at

24

https://vula.uct.ac.za/access/content/group/ba5fb1bd-be95-48e5-81be586fbaeba29d/Medial%20Maxillectomy.pdf[accessed on September, 11]

Anda mungkin juga menyukai