BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Inverted papilloma merupakan tumor jinak yang berasal dari pseudostratified
pasien mereka.Weiner et al, menemukan DNA HPV 6 dan HPV 11 sebanyak 6,8 %
dari 69 kasus. 1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh
septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Tiap kavum
nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan
superior.3
Dinding medial dibentuk oleh septum nasi. Septum nasi dibentuk oleh tulang
dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi juga dengan mukosa
nasal.3
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling
bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih
kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema.
Konka suprema ini biasanya rudimenter.3
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga didalam tulang. Ada empat sinus paranasal, mulai dari yang
terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sphenoid kanan
dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.3
Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan polusi udara dan limbah industri
yang bersifat karsinogenik telah dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab
timbulnya papiloma inverted. 5
Beberapa virus telah lama dicurigai sebagai penyebab lesi-lesi neoplastik ini,
dikarenakan virus-virus tersebut telah diketahui mempunyai kecenderungan
membentuk papiloma-papiloma di berbagai organ tubuh. Virus Human Papiloma
(HPV) merupakan epiteliotropik virus yang berimplikasi pada kehamilan dan lesi
malignansi pada traktus anogenital. HPV 11, HPV 6, HPV 16, dan HPV 18 telah
dapat diidentifikasi pada papiloma inverted. Beberapa penelitian dengan
menggunakan teknik hibridasi dan reaksi rantai polimerase memperlihatkan
bahwa HPV 11 dan HPV 6 berhubungan dengan banyak kasus papiloma tipe
fusiform tetapi sangat jarang pada tipe silindrikal dan inverted.5
2.1.3. Prevalensi
Inverted papilloma merupakan tumor ini masih jarang ditemukan, sekitar
0,5%-4% dari seluruh tumor hidung primer. Angka kejadiaannya sekitar 0.74-1.5
kasus per 100.000 per tahun. Pada laki-laki cenderung lebih banyak dari
perempuan dengan perbandingan 4 : 1. Orang berkulit putih adalah yang paling
berisiko, dibandingkan dengan orang-orang dari ras lain. Inverted papiloma
umumnya mengenai usia 50-70 tahun, ,meskipun rentang usia untuk kejadian
adalah 6-90 tahun, inverted papilloma jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda.5,6
2.1.4. Klasifikasi
Klasifikasi Inverted papilloma (IP)
Secara anatomi, inverted papilloma dapat dibagi menjadi dua yaitu
papiloma dinding lateral dan papilloma septal.
menunjukkan pola yang berbeda. Papilloma septal hanya berada di septum nasi
dan jarang melibatkan kavum nasalis. Bentuk keganasan jarang dijumpai pada
papilloma septal. Pada papilloma dinding lateral sering mengenai beberapa tempat
seperti dasar dari kavum nasi, sinus para nasalis dan duktus nasolakrimalis.
Bentuk keganasan sering dijumpai pada jenis ini. 7
Secara histologi, papilloma dapat dibagi menjadi tiga yaitu (1) bentuk
papillary atau bentuk fungiform, tipe ini menunjukkan proliferasi epitel dengan
jaringan ikat sebagai intinya, inversi dari epitel tidak terlihat pada jenis ini, (2)
inverted papilloma (klasik) pada tipe ini pertumbuhan epitel dominan berada di
bawah stroma, (3) papiloma sel kolumnar, merupakan varian dari papiloma yang
ada di kavum nasi, sel pada tipe ini adalah sel kolumnar dan pada tipe ini angka
rekurensi dan keganasannya lebih tinggi dari tipe lain. 7
2.1.5. Patofisiologi
Sinonasal SPs hampir selalu unilateral. 3 gejala utama atribut karakteristik
klinis dari tumor (1) kecenderungan untuk kambuh, (2) kemampuan mereka untuk
merusak struktur sekitarnya, dan (3) kecenderungan mereka untuk dihubungkan
dengan keganasan. Tingkat kekambuhan lesi neoplastik sangat bervariasi (0-78%),
terutama tergantung pada jenis pendekatan bedah dan kelengkapan reseksi.
Phillips et al menemukan bahwa tingkat kekambuhan setelah rhinotomy lateral
dan medial maxillectomy rendah dibandingkan dengan setelah eksisi transnasal
dengan Caldwell-Luc operasi (35%) atau non-endoskopik eksisi transnasal saja
(58%), dimana tingkat kekambuhan secara signifikan lebih tinggi [6] asal
multicentric dari SPs juga telah diusulkan sebagai faktor lain yang mengarah ke
tingkat kekambuhan tinggi,. namun, hal ini telah didokumentasikan hanya dalam
beberapa kasus.8
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma ganas yang paling umum yang
terkait dengan SPs. Jenis lain keganasan jarang dikaitkan dengan SPs adalah
adenokarsinoma dan karsinoma sel kecil. Dari 3 subtipe SPs, papillomas
antara
pengulangan
dan
pengembangan
keganasan.
1,7,2,6
Obstruksi hidung
unilateral, hal ini terjadi karena adanya massa yang cukup besar sehingga
menyebabkan obstruksi saluran nafas.
a. Rinore, hal ini terjadi karena penumpukan sekresi dari kavum nasi dan
sekresi mukus yang berlebihan dari kelenjar pada mukosa nasal.
b. Epistaksis, biasanya terjadi unilateral dan tidak dipicu oleh sesuatu.
Epistaksis akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan.
c. Sakit kepala, hal ini terjadi karena adanya penyumbatan drainase dari
sinus. Jika sakit kepala terasa terus-menerus dan nokturnal maka harus
dicurigai adanya tranformasi malignan yang merusak basis cranii.
d. Sinusitis dan bengkak pada kedua hidung, hal ini karena adanya massa
yang mengakibatkan obstruksi dari drainase sinus.
e. Anosmia, hal ini sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi apabila mengenai
kedua hidung.
f. Gangguan pendengaran, hal ini disebabkan oleh adanya massa yang
meluas ke nasofaring dan melibatkan tuba eustachius. Tinitus juga dapat
terjadi tetapi sangat jarang.
g. Epifora, hal ini disebabkan oleh adanya sumbatan pada duktus
nasolakrimalis pada meatus inferior
h. Kaku pada wajah, hal ini disebabkan oleh keterlibatan dari nervus
infraorbital
i. Gangguan berbicara, Hal ini terjadi apabila massa telah melibatkan
nasofaring
j. Proptosis, terlihat apabila lamina papyracea telah rusak.
2.1.7. Diagnosis
Diagnosa dari Inverted Papilloma dapat ditegakkan dari :
1. Anamnesa
Keluhan utama penderita biasana berupa hidung tersumbat unilateral.
Gejala lain berupa epistaksis, Anosmia, rasa penuh di hidung, bersinbersin, proptosis dan lakrimasi yang berlebihan, Gejala berupa hidung
tersumbat yang bersifat unilateral yang terjadi dalam jangka waktu
tertentu. Penderita mempunyai riwayat nyeri kepala, rhinorea, sinusitis
atau epistaksis.9
2. Pemeriksaan fisik
Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah ada
asimetri atau distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah pendorongan
bola mata. Jika mata terdorong ke atas berarti tumor yang berasal dari
sinus maksila, jika ke bawah dan lateral berarti tumor berasal dari sinus
frontal atau etmoid.9
Pada pemeriksaaan klinis didapatkan massa tumor mirip dengan polip
hidung, tetapi biasanya unilateral, umumnya terdapat pada dinding lateral
kavum nasi, namun tidak jarang juga ditemukan pada vestibulum, septum
nasi, dasar nasofaring, sinus frontal dan spenoidal,dan saccus lakrimal.
Tetapi biasanya unilateral. Dijumpai massa polipoid unilateral yang
mengisi kavum nasi yang menyebabkan hidung tersumbat. Inverted
papiloma berbentuk irregular, biasanya berdarah jika disentuh, berwarna
keabuan, mengisi penuh kavum nasi, berlanjut dari vestibulum ke
nasofaring. Septum nasi biasanya terdorong kontralateral.9
Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui
rinoskopi anterior dan posterior. Deskripsi massa sebaik mungkin, apakah
permukaannya licin, merupakan pertanda tumor jinak atau permukaan
berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor
ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor
berada di sinus maksila. Untuk memeriksa rongga oral, di samping
inspeksi lakukanlah palpasi dengan menggunakan sarung tangan. Palpasi
gusi, rahang atas, dan palatum. Apakah asa penonjolan, nyeri tekan, atau
gigi goyah.9
Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinoskopi dapat membantu menemukan
tumor. Adanya pembesaran kalenjar leher juga perlu di cari meskipun
tumor ini jarang bermetastasiske kalenjar leher. Pada pemeriksaan
endoskopi biasanya berasal dari medial maxilla
namun terkadang
- CT-Scan
CT-Scan dapat digunakan untuk mengevaluasi ukuran tumor, hal ini juga
mempermudah saat pembedahan.
-
MRI
10
2.1.8. PENATALAKSANAAN
Terdapat berbagai macam penatalaksanaan pada lesi tumor jinak, mulai
dari terapi medikamentosa, radioterapi dan terapi operasi. Namun pada inverted
papilloma dianjurkan hanya terapi pembedahan. Terdapat tiga tujuan operasi
papiloma inverted, yaitu 1. dapat membuka dengan cukup sehingga dapat
mereseksi tumor keseluruhan. 2.operasi menghasilkan lapangan pandang yang
baik sehingga memudahkan pengawasan pada kavitas pasca operasi. 3.
11
6.
Prinsip
keseluruhan,
tanpa
IP
adalah
pengangkatan
tumor
secara
paranasal.
2. Tumor melibatkan dinding medial dan superior sinus maksila dengan atau
tanpa
keterlibatan
terlibat.
3. Tumor meluas ke inferior, posterior, anterior atau dinding lateral sinus
maksila, sinus
frontal atau sinus spenoid
4. Tumor perluasan ke ekstrasinonasal atau tumor berubah ganas. 11
Sistem ini secara primer berdasarkan lokasi dan perluasan dari inverted
papiloma. Kategori ini sangat menolong pada perencanaan pendekatan bedah.
Inverted papiloma kelompok (1) dapat diangkat secara endoskopik tanpa reseksi
tulang. Inverted papiloma pada kelompok (2) pendekatan masih secara
endoskopik dengan mereseksi stuktur tulang. Pada pasien dengan keterlibatan
sinus frontal atau kelompok (3) endoskopi masih bisa dipakai jika visualisasi
12
Insisi
dapat
diteruskan
sampai
bersambung
dengan
gingivobukal.13,14,1
insisi
13
14
15
4
5
10
13
14
C. Maksilektomi Medial
16
posterior.
17
18
sinus paranasal tetapi juga digunakan untuk terapi pada berbagai patologi
sinonasal.
Dengan adanya endoskopik nasal, dengan pencahayaan yang kuat, resolusi
yang tinggi dan sudut visualisasi, bersamaan dengan kemajuan pada Tomografi
komputer dan pencitraan Magnetik Resonansi dapat menuntun kearah identifikasi
yang akurat, penentuan lokasi yang baik, dan keberhasilan reseksi lesi intranasal.
Reseksi endoskopik dapat meliputi spenoetmoidektomi total, meatotomi yang
luas, reseksi konka media dan visualisasi sinus frontal. Keuntungan pendekatan
secara endoskopik transnasal dibanding maksilektomi medial adalah sangat kecil
terbentuknya skar eksternal sehingga deformitas kosmetik dapat ditiadakan,
mengurangi waktu rawat di rumah sakit, mengurangi kehilangan darah pada saat
operasi dan perluasan dari tumor dapat ditentukan dengan visualisasi secara
langsung, sehingga menghasilkan reseksi secara utuh yang lebih baik.
Manipulasi yang hati-hati terhadap massa tumor dapat menuntun operator
untuk menentukan asal tumor dari dinding lateral hidung. Setelah uncinektomi,
dinding medial sinus maksila dapat diidentifikasi. Jika mukosa antrum terlihat
massa tumor, konka inferior dilepaskan bersama dinding medial sinus maksila
sampai ke dasar hidung. Backbitting dan sitebitting dapat digunakan pada saat ini.
Pada tahap ini seluruh antrum maksila dapat divisualisasi secara lengkap.
Apabila tumor telah meluas ke sinus etmoid dan spenoid, dapat dilakukan
etmoidektomi total dan spenoidektomi. Hal yang sama dilakukan pada sinus
frontal jika mukosanya juga ikut terlibat. Prosedur Caldwell-Luc kadang
dibutuhkan untuk mendapatkan akses ke seluruh antrum maksila pada kasus yang
melibatkan seluruh mukosa sinus maksila.
Apabila pada CT Scan terlihat adanya area hyperostosis, operator
disarankan untuk menggunakan bor diamond untuk menipiskan tulang di area ini.
Daerah hyperostosis ini berhubungan dengan tempat berasal tumor.
Pada endoskopi maksilektomi medial, reseksi dilakukan pada seluruh
dinding lateral hidung. Campuran lidokain dan epinefrin disuntikkan pada daerah
konka media, dinding meatus inferior dan dinding meatus media dan garis
nasomaksila untuk hemostasis. Batas superior ditentukan setelah reseksi anterior
19
dan posterior etmoid ke batas sphenoid dan perlengketan konka media ke dinding
lateral hidung dipisahkan. Arteri etmoid di ekspos untuk landmark reseksi yang
meluas ke superior. Pada kasus tumor yang meluas ke fovea atau ke orbita, arteri
etmoid dipotong dan dipisahkan. Konka media di eksisi dari perlengketannya di
superior untuk menghindari cedera lamina kribriformis. Insisi dibuat dari bagian
anterior meatus inferior ke dinding posterior sinus maksila. Batas anterior
diperluas dari perlengketan konka media ke batas anterior dari bagian anterior
meatus media termasuk konka media, procesus unsinatus dan kanalis
nasolakrimalis.
Dinding lateral dipisahkan ke medial dan diseksi diangkat dari sinus
maksila sampai ke arteri spenopalatina yang telah diligasi. Tumor kemudian di
buang secara en bloc. Mukosa etmoid posterior yang tersisa di buang untuk batas
control. Reseksi dapat dimodifikasi tergantung dari perluasan tumor.
2.1.9. KOMPLIKASI
Komplikasi Inverted papilloma
Komplikasi inverted papilloma adalah terjadinya perdarahan dan
malignansi dari papilloma tersebut.
20
(hematoma orbita atau periorbita, diplopia, cedera pada saraf optik, cedera pada
otot ekstraokular, epiphora), perdarahan, infeksi, dan sinekia. 6
2.1.10. Prognosis
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang
mempengaruhi prognosis keganasan nasal dan sinus paranasal, cara tepat dan
akurat. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis histologi, asal tumor
primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas
sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan
banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan
hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.
Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan
memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan
meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium
tumor 1
15
BAB 3
KESIMPULAN
21
Kesimpulan
Inverted Papilloma merupakan tumor jinak primer dari hidung dan sinus
paranasal yang jarang terjadi. Penyebab pasti dari papillomainverted belum
diketahui. Beberapa teori telah seperti alergi, inflamasi kronik dan karsinogen
berhubungan dengan pajanan serta infeksi virus papilloma. Sinusitis paranasal
sering ditemukan pada penderita papilloma inverted.
Angka kejadiannya sekitar 0,74-1,5 kasus per 100.000 per tahun. Pada
laki-laki cenderung lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 4:1.
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Terdapat berbagai macam penatalaksanaan pada lesi tumor jinak, mulai
dari terapi medikamentosa, radioterapi dan terapi operasi. Namun pada inverted
papilloma dianjurkan hanya terapi pembedahan. Terdapat tiga tujuan operasi
papiloma inverted, yaitu 1. dapat membuka dengan cukup sehingga dapat
mereseksi tumor keseluruhan. 2.operasi menghasilkan lapangan pandang yang
baik sehingga memudahkan pengawasan pada kavitas pasca operasi. 3.
meminimalisir deformitas kosmetik dan ketidakmampuan fungsional.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Salim, Agus. Imunoekspresi p63 Pada Inverted Papilloma Dan Karsinoma
Sel
Skuamosa
Sinonasal
Available
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33509
[accessed
at
on
September, 10]
2. Thapa, Narmaya. 2010. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted
Papilloma. Nepalese Journal of ENT Head and Neck Surgery; Volume 1,
No.1 (Jan-June 2010).
3. Soepardi E.A, Iskandar N., Bashiruddin J., dan Rastuti R.D. Buku ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. FK UI,
2007: 118, 119, 145
4. Netter F.H. Atlas of Human Anatomy. Available from: http://www.
Netterimages.com/image/4413.htm.
5. Woodruf W.W. dan Vrabec D.P. Inverted Papilloma of The Nasal Vault and
Paranasal Sinuses: Spectrumof CT Finding. American Journal of
Roentgenology February 1994: 419
6. Sadeghi,
Nader.
Sinonasal
Papillomas.
Available
at
T. Inverted
Papilloma
of
Nose. Available
at
23
T.
Rhinotomy
Lateral.
Available
at
Surgery.
Available
at
24