PEMBIMBING
dr. H. Nano Sukarno, Sp. An
dr. Teguh Santoso Efendi, Sp. An-KIC,. M.Kes
dr. Andika Chandra Putri, Sp. An
PRESENTASI KASUS
A.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. AR
Usia
: 32 tahun
Pendidikan
: SD
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Guru
Alamat
B.
Tanggal Masuk RS
: 26 Mei 2015
No. CM
: 15256043
Dokter Anestesi
Dokter Bedah
PERSIAPAN PRE-OPERASI
1.
Anamnesa
a.
A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan dan asma;
b.
M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan penyakit tertentu;
c.
d.
L (Last Meal)
Pasien terakhir makan 7 jam pre-operasi;
e.
E (Elicit History)
Pasien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya pada tanggal 26 Mei 2015
dibawa keluarganya dengan keluhan terdapat benjolan di kepala bagian
depan dekat hidung kiri. Benjolan tersebut sudah ada sejak os masih bayi
benjolan awalnya kecil dan seiring berjalannya waktu semakin membesar
namun benjolan tersebut tidak disertai adanya nyeri. Os merasa
penglihatannya berkurang, BAB dan BAK tidak ada keluhan riwayat
demam dan trauma disangkal oleh pasien.
2.
Pemeriksaan Fisik
Tanggal Periksa
: 26 Mei 2015
Waktu pemeriksaan
: 15.30 WIB
Dirawat di
: HCU
Vital sign
a. KU
b. Kesadaran
c. TD
d. Nadi
e. Respirasi
f. Suhu
Status Genealisata
Berat badan
: 45 Kg
Kepala
o Mata
Palpebra
Konjungtiva
Sklera
Pupil
Hidung
Pernapasa cuping hidung
Sekret `
Mukosa hiperemis
Telinga
Nyeri tekan ragus
Auricula
Meatus akustikus eksternus
Mulut
:(-)
:(-)
:(-)
:(-)/(-)
: tidak tampak kelainan
: (+)/(+)
o
o
Bibir
Tonsil
Leher
KGB
Thoraks
Infeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskulasi
Palpasi
o
o
3.
seluruh kuadran
Perkusi
: Bentuk datar
: Bising usus ( + ) normal
: lembut datar, tidak ada nyeri tekan pada
: Timpani
: Tidak teraba
Pemeriksaan Penunjang
-
Jenis pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Satuan
Metode
Hematologi
C28
Waktu Perdarahan (BT)
C27
Waktu Pembekuan (CT)
2.00
4.00
1-3
1-7
Menit
Menit
Duke
Slide Test
G28
G29
H01
H14
H15
H22
E48
Golongan Darah
Rhesus
Hemoglobin
Hematokrit
Jml Leukosit
Jml Trombosit
Laju Endap Darah
AB
POSITIF
13.5
40
7.000
278.000
62/75
P: 12-16; L: 14-18
P: 35-45; L: 40-50
5.000-10.000
150.000-350.000
P= < 20; L= <15
g/dl
%
/mm3
/mm3
mm/ja
Slide Test
Slide Test
Auto Analyzer
Auto Analyzer
Auto Analyzer
Auto Analyzer
Ves Matic
m
KARBOHIDRAT
K01
Glukosa Sewaktu
FAAL GINJAL
K04
Ureum
K05
Keratini
FAAL HATI/JANTUNG
K11
SGOT (ASAT)
K12
SGPT (ALAT)
130
76-110
mg/dl
GOD POD
35
0.82
15-45
P: 0.5-0.9; L: 0.7-1.12
mg/dl
mg/dl
Urease Klinetik UV
Kinetic Jaffe
23
P: 10-31; L: 10-38
U/L/37
Klinek UV-IFCC
18
P: 9-32; L: 9-40
^
U/L/37
Klinek UV-IFCC
^
ELEKTROLIT
K27
K28
K29
Natrium
Klium
Kalsium
145
3.9
1.32
135-145
3.5-5.0
0.80-1.10
mmol/L
mmol/L
mmol/L
ISE
ISE
ISE
Hasil Radiologi
CT-Scan kepala dari OML sampai vertek slice interval 10 mm, potongan axial
polos tanpa kontras mass jaringan lunak sekirat Nasal Maxilla kiri Os Maxilla
dan Os Nasal utuh tak erosive tak destruksi Cavum nasi posterior tebal rhinitis
Tak tampak lesi perdarahan Cerebri
Lesi hipoden cerebri temporal kiri dd infrak atau lainnya
Sistem ventrikel lateral III dan IV tak tampak kelainan
Tak tampak shifting midline line ke kiri kanan
Batang otak dan otak kecil tak tampak kelainan
Pneumatisasi mastoid kurang berkembang
Calvaria dan jaringan lunak sekitarnya tak tampak kelainan
Kesan :
CT-scan kepala polos tanpa kontras saat ini belum tampak tanda-tanda
perdarahan cerebri
Sesuai observasi MAE Kiri (Meningoensefalo cele anterior )
Dengan focal infrak cerebri temporal kiri atau fokal colekting cairan
terlokalisir, cysta?
4.
Diagnosa Klinis
Meningensefalokel anterior
5.
Kesimpulan
Status ASA ( American Society Of Anasteriologists ) merupakan suatu
kelasifikasi untuk melinai kebuhgaran fisik seseorang.
Untuk pasien ini Status ASA I
C.
: ME Anterior
Jenis Pembedahan
: ME Reseksi
Jenis Anestesi
: Narkose Umum
Premedikasi
: Ondansentron 4 mg
Dexamethason 10 mg
Lidocain 60 mg
Medikasi Induksi
: Propofol 100 mg
Fentanyl 100 g
Noveron 30 mg
Maitenance
50%
50%
O2 3 L/mnt
Teknik Intubasi
Respirasi
: kontrol
Posisi
: Supine
Cairan Perioperatif
Maintenance Cairan = 4 : 2 : 1
Kebutuhan Basal
10 x 4 = 40 cc
10 x 2 = 20 cc
10 x 1 = 25 cc
85 cc/jam
Perdarahan
= 30 cc
EBV
Fenthanyl
100 g
Propofol
100 mg
Lidocain
60 mg
Noveron
30
mg
Asam traneksamat 50 mg
Dexsametason 10 mg
Tramadol
100 mg
Ondansetron
4 mg
Katerolak
60 mg
Setelah intubasi ETT cek suara nafas pada apek paru kanan dan
paru kiri, bassis paru kanan dan paru kiri serta lambung dengan
stetoskop, pastikan suara nafas dan dada mengembang simetris
SATURASI
65
65
68
68
65
67
67
67
HEART RATE
TEKAN
87x/menit
87x/menit
89x/menit
89x/menit
85x/menit
89x/menit
89x/menit
89x/menit
DARAH
97/54 mmhg
95/69 mmhg
98/60 mmhg
90/55 mmhg
87/55 mmhg
85/55 mmhg
100/63 mmhg
100/65 mmhg
D.
POST-OPERASI
Setelah pasien dinilai dengan Aldrete Score dan didapatkan nilai Aldrete
Score 8, maka pasien diperbolehkan pindah ruangan.
Infuse
: RL 20 gtt/menit
: sesuai TS bedah
Keadaan umum
: baik
10
Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
: TD
= 125/83 mmhg
= 78 x/menit
= 35.6o C
= 21 x/menit
hasil
Nilai normal
Satuan
Metode
pemeriksaaan
Hematologi
Hemoglobin
Hematokrit
Jumlah leukosit
11,9
30
14.500
g/dl
%
Mm3
Auto analyzer
Auto analyzer
Auto analyzer
Jumlah trombosit
248.000
P: 12-16 L:14-18
P:35-45 L:40-50
Dws : 5.000-10.000
Bayi : 7.000-17.000
150.000-350.000
Mm3
Auto analyzer
144
3,9
1,31
134-146
3,40-4,50
0,90-1,20
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
ISE
ISE
ISE
Elektrolot
Natrium Na
Kalium K
Kalsium Ca
F.
PEMBAHASAN
1. Pre-Operatif
11
a. Anamnesa
Dikeluhkan adanya benjolah pada kepala bagian depan. Riwayat asma,
hipertensi, diabetes, penyakit jantung disangkal oleh pasien.
b. Pemeriksaan Fisik
Berat badan
: 45 kg
Nadi
: 82 x/menit
Nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 36.1o C
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan umum
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
c. Pemeriksaan Penunjang
Data tanggal 21 mei 2015
-
BT, CT
HB
Ureum, kreatinin
SGOT, SGPT
Na, K, Ca
12
2. Anestesi
: Ternilai ASA I
Rencana Anestesi
: Narkose Umum
Premedikasi :
Ondansentron
mg,
Teknik Anestesi
: Intubasi Endotrachealtube
Obat Anestesi
: propofol 100 mg
Fentanyl 100 mcg
Noveron 30 mg
Maitenance
Kebutuhan Cairan
50%
O2 3 L/mnt
50%
: 593,75 cc
Pada kasus ini pemilihan teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi
umum (general Anestesi), yang dikarenakan pembedahan akan dilakukan
didaerah kepala dan operasi yang dilakukan mengambil waktu yang lama.
Pada anestesi umum trias anestesi dilakukan untuk menginduksi pasien
dengan obat hipnotik sedasi, analgetik dan pelemas otot.
13
lama
daripada
analgesia
lainnya.
Stabilitas
kardiovaskular
14
15
dan bifutcatio trakea. Indikasi dilakukan intubasi pada pasien ini adalah
terutama untuk menjaga jalan nafas oleh sebab akan dilakukan bedah saraf.
Keseimbangan cairan pasien puasa dapat menyebabkan pasien menjadi
dehidrasi.resusitasi cairan yang tepat diberikan pada pasien dengan tandatanda dehidrasi untuk menghindarkan hipotensi pada induksi anastesi. Selain
itu penggantian cairan untuk mengkompensasi puasa preoperasi harus
diberikan sebelum pembedahan. Kristaloid dipakai untuk pemeliharaan.
Cairan yang menggandung potasium dihindari pada pasien denga gangguan
fungsi ginjal.
Setelah ekstubasi dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan penilaian Alderate Score :
ALDERATE SCORE
Nilai
Kesadaran
Warna
2
Sadar, orientasi baik
Merah muda ( pink ) tanpa
1
Dapat dibangunkan
Pucat atau
0
Tidak dapat dibangunkan
Sianosis dengan O2 SaO2
O2 SaO2 > 92 %
kehitaman perlu O2
tetap < 90 %
4 ekstremitas bergerak
Respirasi
bergerak
Nafas dangkal ssak
bergerak
Apnu atau obstruksi
Kardiovaskuler
batuk
Tekanan darah berubah <
nafas
Berubah 20-30 %
Berubah > 50 %
Aktivitas
20 %
Jika jumlahnya > 8 pasien dapat dipindahkan keruang rawat. 5-8
diobservasi ketat, < 5 dipindahkan ke ICU
3. Post-Operatif
16
Setelah pasien dinilai dengan bila total alderate score > 8 maka pasien
sudah dapat dipindahkan dari ruangan operasi, maka pasien diperbolehkan
pindah ruagan.
Infuse
: RL 20 gtt/ menit
MENINGOENCEPHALOCELE
I.
PENDAHULUAN
Proses penutupan atau pembentukan tuba neural disebut neurulasi primer.
Neurulasi merupakan bagian dari organogenesis yang dimulai pada hari ke-18.
Neurulasi primer dimulai pada hari ke 22 sampai hari ke 27 setelah pembuahan.
Neurulasi dimulai dari penutupan 1 daerah servikal yang meluas ke atas dan bawah.
Penutupan 2 dari batas proensefalon-mesensefalon, penutupan 3 dimulai dari
stomodeum (ujung kranial neural tube). Penutupan 4 dimulai dari rombensefalon
berjalan ke arah kranial bertemu dengan penutupan.
Defek tuba neuralis menyebabkan anomali kongenital pada susunan sistem
saraf akibat kegagalan tuba neuralis menutup secara spontan antara minggu ke-3 dan
ke-4 dalam perkembangan uterus. Meskipun penyebab pasti dari defek tuba neuralis
masih belum diketahui, terdapat bukti bahwa banyak faktor, termasuk radiasi, obatobatan, malnutrisi, bahan kimia, dan determinan genetik, yang dapat mempengaruhi
perkembangan abnormal pada susunan saraf. Defek tuba neuralis utama meliputi
spina bifida okulta, meningokel, mielomeningokel, ensefalokel, anensefali, sinus
dermal, siringomielia, diastematomiela, dan lipoma pada konus medularis.
17
Meningoensefalokel
(meningoencephalocele)
atau
disebut
juga
ensefalokel
(encephalocele) adalah salah satu kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis.
Gejala klinis sangat bervariasi tergantung malformasi serebral yang terjadi,
termasuk hidrosefalus dan banyaknya jaringan otak yang mengalami displasia dan
masuk ke dalam kantung meningoensefalokel. Jika hanya mengandung meninges
saja, prognosisnya lebih baik dan dapat berkembang normal. Meningoensefalokel
sering disertai dengan kelainan kranium fasial atau kelainan otak lainnya, seperti
hidrochephalus atau kelainan kongenital lainnya (Syndrome Meckel, Syndrome
Dandy-Walker). 2,3
Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,
kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin,
tindakan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit
yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.
II.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Disrafisme Kranial (Kranium Bifidum)
Kranium bifidum atau kranioskizis, seperti spina bifida, adalah defek tabung
neural disrafik. Anomali ini lebih jarang dari spina bifida. Biasanya dapat ditindak
dan karenanya menjadi malformasi yang penting dibidang bedah saraf. Hernia si
dura dan jaringan otak melalui defek tulang digaris tengah (sefalokel) dijumpai pada
banyak kasus. Kranium bifidum terkadang bersamaan dengan spina bifida.
Insidens kranium bifidum seperlimabelas hingga sepersepuluh spina bifida:
satu per 3.000 hingga 10.000 kelahiran. Sefalokel regio oksipital umum di Eropa
dan Amerika, sedang sefalokel frontal lebih sering dari sefalokel oksipital di Asia
Tenggara. Dibeberapa daerah di Asia Tenggara meningoensefalokel lebih sering dari
mielomeningokel. Jadi predisposisi geografis mungkin
berperan pada
kranium
18
bifidum. Oksipital meningoensefalokel lebih sering pada wanita, sedang pria lebih
sering pada yang lainnya.
Kranium bifidum diklasifikasikan kedalam dua jenis: kranium bifidum
okultum dan kranium bifidum sistikum. Kranium bifidum okultum tidak berkaitan
dengan herniasi dura, karenanya tak terdeteksi hingga dewasa bila tak bergejala.
Sinus dermal intrakranial adalah disrafisme kranial okulta berupa jaringan
yang berasal dari kulit
yang persisten
yang
berhubungan dengan kulit. Defek tulang kecil sering tampak dibawah protuberansia
oksipital eksterna, dan beberapa rambut sering tumbuh dari sinus. Lainnya, lokasi
yang kurang sering adalah nasion. Sista dermoid mungkin terdapat pada satu atau
kedua ujung dari sinus dermal.
Sinus dermal diregio oksipital sering turun ke sambungan servikomedulari
dan berakhir sebagai dermoid disisterna magna, ventrikel keempat dan hemisfer
serebeler. Tumor dermoid pada ujung sinus dermal mungkin menimbulkan gejala
massa intrakranial. Sinus dermal mungkin tanpa gejala. Banyak kasus berakibat
meningitis rekuren, dan reseksi tak lengkap sinus dermal juga bisa menimbulkan
meningitis.
Kranium bifidum sistikum dapat dibagi menjadi lima subkelompok, sesuai isi
dari sefalokel:
1. Meningokel : hanya berisi CSS didalam sefalokel.
2.
otak
dengan ventrikel.
5.
Meningoensefalosistokel, atau
lokasinya.
Meningoensefalokel dapat
diklasifikasikan
19
oksipital
dan
mikroskopis,
biasanya
akan
didapatkan
jaringan
otak
20
2.3 Etiologi
Meningoensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf
selama perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan tulang kranium saat dalam uterus seperti kurangnya asupan
asam folat selama kehamilan, adanya infeksi pada saat kehamilan terutama infeksi
TORCH, mutasi gen (terpapar bahan radiologi), obat obatan yang mengandung
bahan yang terotegenik. Meningoensefalokel juga disebabkan oleh defek tulang
kepala, biasanya terjadi dibagian occipitalis, kadang kadang juga dibagian nasal,
frontal, atau parietal.
Walaupun penyebab pasti defek tuba neuralis masih belum diketahui,
beberapa faktor antara lain radiasi, obat-obatan, malnutrisi, bahan-bahan kimia dan
faktor genetik terbukti mempengaruhi perkembangan susunan saraf pusat sejak
konsepsi, Penulis lain berpendapat bahwa maternal hypertermia pada hamil muda
juga merupakan fakor penyebab meningoensefalokel. Data terakhir menyebutkan
bahwa suplementasi vitamin seperti folic acid saat sekitar konsepsi akan mencegah
defek tuba neuralis.
2.4 Embriologi
Condition
Chemke Syndrome
Pattern of Inheritance
Autosoma Recessive
Associated Findings
Hydrocephalus, cerebellar
renital
cataracts
dysplasia,
corneal
dysge
opa
21
Cryptopthalmos
(Fraser)
Autosoma Recessive
Sporadic
Retinal
detachment,
Knobioch syndrome
Autosoma Recessive
intelegence
Polydactyl,
Meckel-Gruber syndrome
Autosoma Recessive
myopia,
policysty
ki
amputations,
Sporadic
malformation
Short
or
absent
limbs,
facial
Autosoma Recessive
Pada embryogenesis, tuba neuralis menutup pada hari ke-27 atau ke-28
kehamilan. Ujung anterior dan posterior tuba neuralis menutup pada saat berbeda.
Neuropore anterior yang terletak sama tinggi dengan foramen cecum menutup pada
hari ke ke-24.
Teori mengenai terjadinya ensefalokel:
Terbukanya kembali tuba neuralis setelah penutupan pada minggu ke-8 kehamilan
karena adanya defek permeabilitas pada dasar ventrikel keempat.
22
Ensefalomeningokel oksipital
Ensefalomeningokel lengkung tengkorak
A. Interfrontal
B. Fontanel anterior
C. Interparietal
D. Fontanel posterior
E. Temporal
III.
Ensefalomeningokel fronto-ethmoidal
A. Nasofrontal
B. Naso-ethmoidal
C. Naso-orbital
23
anterior
lebih
pertama
jarang
terjadi
biasanya dibagi
dibandingkan
ke dalam dua
24
25
dengan
anomali muka,
setelah
operasi.
Insidens
hidrosefalus
yang
menyertai
pada
26
kranium bifidum. Mielomeningokel kranium terdiri dari kantong meninges yang terisi
hanya cairan serebrospinal dan meningoensefalokel mengandung kantung dan korteks
serebri, serebelum, atau bagian batang otak. Defek kranium paling lazim pada daerah
oksipital pada atau di bawah sambungan, dan sebagian terjadi frontal atau
nasofrontal. Kelainan ini adalah adalah sepersepuluh dari defek penutupan tuba
neuralis yang melibatkan spina. Etiologi ini dianggap sama dengan etiologi anensefali
dan mielomeningokel.
Bayi dengan meningoensefalokel kranium beresiko untuk terjadinya
hirdosefalus karena stenosis akuaduktus, malformasi Chiari, atau sindrom DandyWalker. Pemeriksaan dapat menunjukkan kantung kecil dengan batang bertangkai
atau struktur seperti kista besar yang dapat melebihi ukuran kranium. Lesi ini dapat
tertutup total dengan kulit, namun daerah yang tidak berkulit (denuded skin) dapat
terjadi dan memerlukan manajemen bedah segera. Transiluminasi kantung dapat
menampakkan adanya jaringan saraf.
2.8 Diagnosis
Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menilai struktur patologis sefalokel:
daerah defek tulang, ukuran serta isi sefalokel, ada atau tidaknya anomali SSP, dan
dinamika CSS.
Lubang defek tulang pada meningoensefalokel oksipital mudah dikenal pada
foto polos tengkorak. Sebagai tambahan terhadap daerah defek tulang, perluasan
defek dan ada atau tidaknya kraniolakunia dapat diketahui. Ada atau tidaknya otak
yang vital dikantung dapat ditentukan dengan ventrikulografi dan angiografi serebral,
namun CT scan memperlihatkan tidak hanya isi kantung namun semua kelainan
intrakranial yang bersamaan.
Meningoensefalokel oksipital harus didiferensiasi dari kasus garis tengah
lainnya, seperti sinus perikranii, dan holoprosensefali. Sinus perikranii sangat lebih
kompresibel dibanding meningoensefalokel. CT scan memperlihatkan
displasia
27
sehingga
kepala
hanya
berisi
cairan),
kelainan
bentuk
kepala
28
b. Gangguan perkembangan
c.
Mikrosefalus
d. Hidrosefalus
e.
Gangguan penglihatan
f.
g. Ataksia
h. Kejang.
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningoensefalokel tergantung dari isi dan luas dari
anomali. Pada meningokel oksipital, di mana kantung tidak mengandung jaringan
saraf, hasil dari pembedahan hampir selalu baik. Tetapi pada meningoensefalokel
yang berisi jaringan otak biasanya berakhir dengan kematian dari anak.9
Hampir semua meningoensefalokel memerlukan intervensi bedah saraf,
kecuali massanya terlalu besar dan dijumpai mikrosefali yang jelas. Bila mungkin,
tindakan bedah sedini mungkin untuk menghindari infeksi, apalagi bila ditemui kulit
yang tidak utuh dan perlukaan di kepala.
Pada neonatus apabila dijumpai ulkus pada meningoensefalokel atau tidak
terjadi
kebocoran
cairan
serebrospinal,
operasi
segera
dilakukan.
Pada
meningoensefalokel yang ditutupi kulit kepala yang baik, operasi dapat ditunda
sampai keadaan anak stabil. Tujuan operasi adalah menutup defek (watertight dural
closure), eksisi masa otak yang herniasi serta memelihara fungsi otak.
1. Penanganan Pra Bedah
Segera setelah lahir daerah lesi harus dikenakan kasa steril yang direndam
salin yang ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi kasa steril yang tidak
melekat untuk mencegah jaringan saraf yang terpapar menjadi kering.
Perawatan pra bedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada saat
mempertahan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa pusat
29
tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan panas
yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah. Lingkaran occipito frontalis
kepala diukur dan dibuat grafiknya. Diperlukan pemeriksaan X-Ray kepala
Anteroposterior/Lateral dan diambil fotografi dari lesi.
2. Perawatan pasca bedah
Pemberian makan per oral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan. Jika
ada drain hisap maka harus diperiksa setiap jam untuk menjamin tidak adanya belitan
atau tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan negatif dan wadah. Lingkar kepala
diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu. Sering kali terdapat
peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan cacat spinal dan jika
peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan hidrosefalus maka harus
diberikan terapi yang sesuai.
2.11 Prognosis
Faktor penentu prognosis pada pasien ensefalokel meliputi ukuran
ensefalokel,
banyaknya
jaringan
otak
yang
mengalami
herniasi,
derajat
30
III.
1.
KESIMPULAN
Meningoensefalokel (meningoencephalocele) atau disebut juga meningoensefalokel
(encephalocele) adalah kelainan kongenital akibat defek tuba neuralis. Defek tuba
neuralis ini di daerah kaudal akan menyebabkan spina bifida dan di daerah kranial
akan menyebabkan defek tulang kranium disebut kranium bifidum.
2.
pada kasus ini pemilihan teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi umum ( general
anestesi ) karena pasien akan dilakukan pembedan dibagian kepala dan operasi yang
dilakukan mengambil waktu yang lama.
3.
obat induksi yang digunakan adalah propofol, fentanyl dan noveron, dan obat ini
tidak mempengaruhi fungsi ginjal yang signifikan.
4.
obat lain yang diberikan pada pasien adalah asam traneksamat untuk membantu
mengatasi perdarahan karena pembedahan dexsametasone seperti kortikosteroid
lainnya memiliki anti inflamasi dan anti alergi dengan pencegahan pelepasan
histamin.
5.
anestesi inhalasi yang di gunakan pada pasien ini yaitu Sevofluran yang merupakan
sedative/hipnotika inhalasi yang digunakan dalam menginduksi atau memelihara
anestesi. dengan waktu induksi dan pulih yang cepat. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi.
6.
Tatalaksana jalan nafas pada pasien ini dilakukan intubasi. Indikasi dilakukan intubasi
pada pasien ini adalah terutama untuk menjaga jalan nafas oleh sebab akan dilakukan
bedah saraf.
7.
resusitasi cairan diberikan pada pasien dengan voluven hes 6% dan RL.
8.
setelah tindakan operasi pada pasien selesai kemudian dilakukan ekstubasi dalam
kondisi dan tanda vital normal
31
9.
kemudian dilakukan penilaian aldrete score, hasil score > 8 maka pasien sudah dapat
dipindahkan dari ruangan operasi
32
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ashari, S. Disrafisme Sistem Saraf. Dalam : Sinopsis Ilmu Bedah Saraf 1st Edition.
Sagung Seto Jakarta. 2011
2.
Nelson, B.; Arvin K. Buku Ilmu Kesehatan Anak. 15th edition. Penerbit Buku
3.
6. Sjamsuhidajat, R. Wim d.J.; Buku Ajar Ilmu Bedah; Penerbit Buku Kedokteran EGC;
Jakarta; 2005.
7. Lubis, N.U. Encephalocele; in CKD Cermin Dunia Kedokteran Magazine; Kalbe
Farma; PT. Temprint; Jakarta; 2009.