Anda di halaman 1dari 3

FISIOLOGI TRAKTUS URINARIUS

Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air (96%) air dan sebagian
kecil zat terlarut (4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam kandung kemih
dan dibuang melalui proses mikturisi (Scanlon and Sanders, 2006).
Urin dihasilkan dari penyaringan darah yang dialirkan melalui cabang aortaabdominalis yaitu
arteri renalis oleh nefron-nefron yang ada di ginjal. Nefron-nefron itu melakukan fungsi-fungsi
seperti filtrasi, reabsorsi, dan sekresi.
Gambar
Proses pembentukan urin, yaitu (Scanlon dan Sanders, 2006)
a. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam
glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein
dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrate glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini
terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan garam-garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urin
primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrate tubulus (urin
sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
c. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan
zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+
dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI TRAKTUS URINARIUS
Pada setiap pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya diawali dengan pembuatan foto polos
abdomen (FPA). Yang harus diperhatikan disini adalah kontur, ukuran dan posisi kedua ginjal.
Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam
ginjal. Interprestasi terhadap kalsifikasi saluran ginjal harus dilakukan secara hati-hati karena
phlebolit dalam kelenjar mesenterika dan vena pelvis sering disalahartikan sebagai batu ureter
(Patel, 2007).
Pemeriksaan UIV akan menghasilkan sebuah gambaran yang disebut dengan pielogram. Pada
pielogram normal, akan didapatkan gambaran bentuk kedua ginjal seperti kacang. Kutub atas

ginjal kiri setinggi vertebra Th11, batas bawahnya setinggi korpus vertebra L3. Ginjal kanan
letaknya kira-kira 2 cm lebih rendah daripada yang kiri. Pada pernafasan, kedua ginjal bergerak,
dan pergerakan ini dapat dilihat dengan fluoroskopi. Arah sumbu ke bawah dan lateral sejajar
dengan muskuli psoas kanan dan kiri. Dengan adanya lemak perineal, ginjal menjadi lebih jelas
terlihat. Hal ini terutama dapat dilihat pada orang gemuk. Pelvis renis lalu dilanjutkan dengan
kalik mayor, biasanya berjumlah 2 buah. Dari kalik mayor dilanjutkan dengan kalik minor yang
jumlahnya antara 6-14 buah. Kedua ureter berjalan lurus dari pelvis renis ke daerah pertengahan
sacrum dan berputar ke belakang lateral dalam suatu arkus, turun ke bawah dan masuk ke dalam
dan depan untuk memasuki trigonum vesika urinaria. Tiga tempat penyempitan ureter normal
adalah pada ureteropelvical junction, ureterovesical junction, dan persilangan pembuluh darah
iliaka (Patel, 2007).
Penilaian UIV sangat dibutuhkan untuk menentukan posisi ginjal dan daerah yang perlu dinilai
lebih lanjut. Fokus transduser yang digunakan sekitar 5cm, 2,5-3,5 MHz cukup memadai.
Lakukan irisan transversal untuk menentukan lokasi aksis ginjal, diikuti dengan irisan-irisan
longitudinal, bila perlu gunakan magnifikasi. Ginjal turut bergerak pada pernapasan, sehingga
pasien diminta untuk menahan napas pada inspirasi dalam. Penilaian kutub atas ginjal paling
baik dengan sector transduser melalui celah iga. Ginjal kanan dapat diperiksa dengan pasien pada
posisi supine, left lateral decubitus dan pronasi. Posisi supine tidak dianjurkan untuk memeriksa
ginjal kiri karena gambaran ginjal terganggu oleh gambaran udara lambung dan usus. Sonic
window yang digunakan adalah otot perut belakang dan posterolateral serta celah iga. Pada ginjal
kanan, hepar juga digunakan sebagai sonic window, sedangkan pada ginjal kiri yang dipakai
adalah lambung yang berisi air (Patel, 2007).
Pemeriksaan USG ginjal merupakan pemeriksaan yang tidak invasive. Sebelum pemeriksaan,
pasien dipuasakan untuk meminimalkan gas di usus yang dapat menghalangi pemeriksaan. USG
dapat memberikan keterangan tentang ukuran, bentuk, letak, dan struktur anatomi dalam ginjal.
Ukuran ginjal normal berkisar antara (Rasad, 2011) :
Ginjal kanan : 8-14 cm
Ginjal kiri : 7-12 cm

Diameter anteroposterior rata-rata 4 cm dan diameter melintang rata-rata 5 cm. Lemak perirenal
tampak sebagai lapisan yang berdensitas tinggi mengelilingi sisi luar ginjal. Sementara parenkim
ginjal terdiri atas korteks dan medula. Eko parenkim ginjal relative lebih rendah dibandingkan
dengan eko sinus ginjal. Medula dan korteks dapat jelas dibedakan. Pada keadaan normal, eko
korteks lebih tinggi daripada eko medula, yang relatif lebih hiperekoik. Tebal parenkim ginjal
normal hamper merata, di bagian tengah 1-2 cm dan di bagian kutub 2-3cm. Tebal parenkim
ginjal dibandingkan tebal sinus ginjal kira-kira 1:2. Piramis medulla berisi lebih banyak cairan
daripada korteks sehingga terlihat lebih hipoekoik, berbentuk segitiga, dengan basis di kortek
dan apeknya di sinus. Eko sinus ginjal juga dikenal sebagai central pelvicalical echo complex,
terlihat sebagai daerah hiperekoik di bagian tengah ginjal. Hal ini disebabkan karena di sekitar
pelvis, infundibulum, dan kalises sebagian besar terdiri dari lemak (Rasad, 2011). Persiapan alat
USG, jelly, tisu, dan handskun, tidak ada persiapan khusus untuk pasien. Tranducer yang
digunakan memiliki kapasitas 3.0-5.0 MHz. Pemeriksaan dilakukan pada kedua ginjal dengan
posisi supine, bila diperlukan dengan posisi LLD/RLD, dan prone. (Oswari, 1995).

Anda mungkin juga menyukai