Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik

(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik,
akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai
respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil
fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain
dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal
sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol
dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot
mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat
dikategorikan sebagai bentuk fermentasi yang mengasilkan asam laktat sebagai produk
sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa
kelelahan pada otot.
Alkohol merupakan senyawa karbon yang sangat banyak digunakan untuk
keperluan kosmetik, obat-obatan, industri minuman dan lain-lain, bahkan juga digunakan
sebagai larutan untuk penelitian-penelitian di laboratorium. Dari tahun ke tahun
penggunaan alkohol dalam skala industri makin meningkat sesuai penggunaannya.
Bahkan kini alkohol mulai digunakan sebagai bahan bakar. Alkohol dipandang sebagai
salah satu alternatif yang memberikan harapan baik untuk bahan suplemen atau bahkan
untuk substituisi bahan bakar minyak yang cadangannya semakin menipis dan tidak
dapat diperbaharui. Indonesia merupakan salah satu negara pemakai alkohol yang dari
tahun ke tahun konsumsinya terus meningkat. Kebutuhan dan konsumsi masyarakat akan
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun berbanding
terbalik dengan ketersediaannya. Di Jawa Tengah misalnya, suplai BBM dari tahun ke
tahun menurun meskipun angkanya relatif tetap. Menurut Badan Pusat Statistik Jawa
Tengah jumlah total penyaluran BBM pada tahun 2006 adalah 4.202.246 kL kemudian
pada tahun 2008 mengalami penurunan yang tidak signifikan menjadi 4.204.353kL dan
pada tahun2010juga mengalami penurunan menjadi 4.010.695 kL. Menurunnya total
suplai bahan bakar minyak tersebut salah satunya dikarenakan sumber penghasil BBM
yaitu fosil semakin lama semakin berkurang. Salah satu upaya untuk mengurangai
konsumsi masyarakat terhadap BBM adalah dengan memanfaatkan energi alternatif
1

terbarukan seperti yang tertuang dalam Peratusran Presiden (Perpres) Republik Indonesia
no. 5 tahun 2006, tetapi pemerintah juga menargetkan pada tahun 2016 pemanfaatan
BBM bisa mencapai angka 5%. Salah satu contoh bahan bakar berbasis nabati adalah
bioetanol. Saat ini sudah banyak ditemukan pemanfaatan bioetanol sebagai bahan
campuran (aditif) dari bensin yang sering disebut dengan gasohol E-10. Gasohol E-10
merupakan campuran antara bensin dengan 10% bioetanol murni. Gasohol E-10 memiliki
angka oktan 92 yang hampir setar dengan pertamax yang memiliki nilai oktan 92-95.
Oleh karena itu sangatlah mungkin jika bioetanol dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif pensubstitusi BBM yang ramah lingkungan karena hasil pembakarannya hanya
menghasilkan H2O dan CO2
Bioetanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung gula sederhana, pati,
maupun bahan berserat melalui proses fermentasi. Masing-masing bahan berbeda cara
pengolahannya untuk bisa dijadikan bioetanol. Menurut Retno dan Nuri (2011), produksi
bioetanol dengan menggunakan bahan berpati harus diawali dengan proses pemecahan
pati menjadi gula sederhana atau glukosa melalui metode hidrolisis asam atau enzimatis.
Etil alkohol (alkohol) dapat dibuat dengan cara sintesa kimia dan cara mikrobiologis
(fermentasi). Cara sintesis kimia yaitu menggunakan pereaksi kimia biasa untuk
mengubah bahan dasar menjadi alkohol. Sedangkan cara mikrobiologis yaitu
menggunakan mikroorganisme untuk mengubah bahan dasar menjadi alkohol. Winarno
dan Ferdiaz (1979) mengatakan bahwa karbohidrat dapat difermentasi menjadi alkohol.
Karbohidrat banyak terdapat pada buah-buahan, ubi kayu, beras dan lain-lain.
Melon merupakan salah satu buah-buahan yang banyak digemari orang.
Dikonsumsi karena rasanya manis dan lezat. Sekarang ini sudah banyak sirup melon
yang dikalengkan dijual di pasar, super market dan lain-lain. Kandugan gula dalam sari
buah melon inilah yang

merupakan salah satu potensi yang baik untuk dijadikan

alkohol. Upaya ini selain meningkatkan nilai tambah juga dalam usaha memanfaatkan
limbah hasil pertanian.

1.2

Rumusan masalah
1. Bagaimana cara pembuatan alkohol dari sari buah melon?
2. Bagaimana peran bakteri Saccharomyces Cerevisae dalam proses fermentasi?
3. Berapa kadar alkohol yang didapatkan dari sari buah melon?

4. Berapa perbandingan kadar alkohol dari gula dengan alkohol dari sari buah
melon?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan alkohol dari sari buah melon
2.
Untuk mengetahui peran bakteri Saccharomyces Cerevisae dalam proses
fermentasi
3. Untuk mengetahui kadar alkohol yang didapatkan dari sari buah melon
4. Untuk mengetahui perbandingan kadar alkohol dari gula dengan alkohol dari sari
buah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alkohol
Fermentasi merupakan suatu reaksi yang biasanya terjadi pada senyawa organik
zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi
senyawa lain. Hal ini yang menyebabkan buah-buahan dapat diproses secara fermentasi,
karena didalam buah-buahan terdapat senyawa organik berupa zat gula. (Fardiaz, 1984)
Etanol atau etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan
senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar, etanol berwujud
cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan
tembus cahaya. Etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer. Sifat fisik dan
kimia etanol bergantung pada gugus hidroksil. Reaksi yang dapat terjadi pada etanol
antara lain dehidrasi, dehidrogenasi, oksidasi, dan esterifikasi (Rizani, 2000).
3

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan dari


fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya komponen media
yang dapat menghambat pertumbuhan serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan
kondisi selama fermentasi (Astuty, 1991)
Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai
medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces
cerevisiae. Suhu yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30C. Derajat
keasaman (pH) optimum untuk proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses
pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5. (Rizani, 2000)
Fardiaz (1992), fermentasi etanol meliputi dua tahap yaitu:
1. Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang atom
hidrogen melalui jalur EMP (Embden-Meyerhoff-Parnas), menghasilkan senyawa karbon
2.

lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa.


Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang
dilepaskan dalam tahap pertama, membntuk senyawa-senyawa hasil fermentasi yaitu
etanol.
Penggunaan ethanol sangat luas, misalnya bahan baku kosmetik, pelarut organik,
obat-obatan, minuman berethanol, dan sumber energi. Ragi yang sering digunakan dalam
industri fermentasi ethanol adalah Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces adalah
yeast yang dapat tumbuh dengan baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Tapi dalam
kondisi anaerob, yeast akan memfermentasi subtrat menjadi gula sangat cepat dan akan
segera dikonversi menjadi ethanol. Dalam penelitian Hartati (1999), Pengaruh Barker
Yeast Terhadap Pembuatan Ethanol Dari Buah Nangka Sortiran ini kami mencoba
menggunakan baker yeast untuk proses fermentasi alkohol. Seperti yang telah kita
ketahui bahwa ternyata di dalam udara masih banyak terdapat spora-spora bakteri dan
mikroorganisme hidup. Agar tidak mengganggu jalannya fermentasi yang utama, maka
semua spora maupun mikroorganisme yang ada dalam udara harus dihilangkan terlebih
dahulu. Penghilangan mikroorganisme dilakukan dengan cara sterilisasi. Variabelvariabel yang berpengaruh adalah temperatur,konsentrasi glukosa, jumlah nutrien N, P
dan K (Hartati,1999).
Berdasarkan peran oksigen, dikenal dua macam respirasi, yaitu respirasi aerob dan
respirasi anaerob (fermentasi). Umumnya respirasi aerob mempunyai tahap-tahap reaksi,
mulai dari awal sampai akhir berturut-turut ialah: glikolisis, pembentukan asetil coenzim
A (Asetil CoA), siklus krebs dan sistem transport elektron (Soedirokoesoemo, 1993)
2.2 Saccharomyces cerevisiae
4

Starter yang digunakan dalam pembuatan alkohol ini merupakan ragi roti
komersil dengan merk Fermipan. Ragi roti merupakan khamir jenis Saccharomyces
cerevisiae tipe tertentu yang umumnya cepat tumbuh di dalam adonan roti. Di dalam
adonan roti Saccharomyces cerevisiae memetabolisme sumber gula dan salah satu hasil
metabolismenya adalah gas CO2 yang dapat mengembangkan adonan roti. Proses ini
terjadi pada kondisi aerob. Di dalam kondisi anaerob ragi roti tetap menghasilkan gas
CO2, meskipun tidak secepat dalam kondisi aerob. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pelczar dan Chan (1988), yang menyatakan bahwa ragi roti merupakan khamir jenis
Saccharomyces cerevisiae yang telah diseleksi sebelumnya untuk tujuan komersil.
Saccharomyces cerevisiae yang dipilih adalah Saccharomyces cerevisiae yang memiliki
kemampuan memfermentasi gula dengan baik di dalam adonan dan dapat tumbuh dengan
cepat. Karbondioksida yang dihasilkan dari proses fermentasi inilah yang membuat
adonan roti mengembang. Oleh karena itu, ragi roti umumnya terdiri dari Saccharomyces
cerevisiae terpilih yang cepat dalam menghasilkan karbondioksida untuk tujuan
pengembangan roti. Fermipan adalah brand yeast yang diproduksi di Perancis dan telah
dikenal luas oleh para baker di berbagai negara di dunia. Yeast atau ragi adalah suatu
macam organisme ber-sel tunggal yang tergolong dalam 1 rumpun cendawan.

Gambar 1.
Struktur sel

khamir

(Suriawiria,
Fraizer (1967)

1986)

mengklasifikasi
Saccharomyces cerevisiae sebagai berikut :
Phylum : Eumycetes
Class : Ascomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Subfamili : Saccharomycetoideae
Genus : Saccharomyces
Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim
zimase berperan sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida, sedangkan enzim
invertase mengubah monosakarida tersebut menjadi etanol dan karbondioksida.
Saccahromyces cerevisiae mengkarboksilase piruvat menjadi asetaldehid yang kemudian
diubah menjadi etanol oleh alkohol dehidrogenase dengan bantuan koenzim nikotinamid
5

adenin dinukletida (NAD). Frasier dan Westhoff (1973) menyatakan bahwa


Saccharomyces cerevisiae termasuk top yeast tumbuh cepat dan sangat aktif
memfermentasi pada suhu 20oC. Saccharomyces cerevisiae var ellipsoideus mampu
menghasilkan alkohol dalam jumlah yang tinggi pada media yang sesuai dengan
pertumbuhannya, yaitu 16% dari bahan baku bukan sirup dan sampai 18% dari bahan
baku sirup (Amerine et al.,1967). Menurut Van der Walt (1970), Saccharomyces
cerevisiae dapat melakukan fermentasi glukosa, sukrosa, rafinosa dan fruktosa.
2.3 Fermentasi Alkohol
Fermentasi adalah proses metabolisme yang menyangkut perubahan kimia bahan
organik yang disebabkan aktivitas enzim mikrootganisme (Amerine, 1980). Proses
fermentasi dapat berlangsung secara aerob (memerlukan oksigen) dan dapat secara
anaerob (tidak memerlukan oksigen) (Pringgomulyo dan wardoyo, 1980).
Proses fermentasi alkohol melibatkan reangkaian reaksi enzimatis yangg
menghasilkan etanol dan CO2 serta sedikit senyawa-senyawa lain. Menurut Haas (1978),
proses fermentasi gula menjadi alkohol melalui empat belas tahap perubahan kimia dan
tidak kurang dari lima belas macam enzim serta tiga macam koenzim yang ikut berperan
dalam proses tersebut. Seluruh enzim dan koenzim ini sering juga disebut zimase.
Proses fermentasi alkkohol ini melibatkan Saccharomyces cerevisiae yang akan
memetabolisme glukosa menjadi etanol. Rehm dan Reed (1983); dan Ayres, Mundt dan
Sandine (1980) mengatakan bahwa tehapan pembuatan alkohol melalui jalur EmbdenMeyerhof-Parnas (EMP).
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. Secara ringkas reaksi pembentukan etanol
dari glukosa sebagai berikut :
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2 + Energi
Glukosa
etanol
Pada reaksi ini 1 mol glukosa akan membentuk 2 mol etanol dan 2 mol CO 2 serta
ATP (energi), atau dengan basis berat, 51,1 % glukosa diubah menjadi etanol dan 48,9 %
CO2.
Pada kenyataannya hasil ini tidak tercapai, karena beberapa nutrisi digunakan
untuk pertumbuhan dan metabolisme khamir serta terbentuknya hasil sampingan,
sehingga hanya 90 95% dari nilai yang dapat dicapai (Kunkee dan Amerine, 1970).

Gambar 2. Jalur pembentukan ethanol Embden-Meyerhof-parnas (Higgins.,1984)


Menurut Presscot dan Dunn (1959), besarnya alkohol dapat diperkirakan
berdasarkan besarnya kandungan gula awal pada fermentasi dikalikan dengan bilangan
0,575, sehingga didapatkan : KADAR ALKOHOL = KADAR GULA AWAL X 0,575
Etanol adalah etil alkohol atau metil karbonil. rumus kimia etanol adalah C 2H5OH, yaitu
suatu cairan tak berwarna, bening, mudah menguap, atau berbau merangsang, dan mudah
larut dalam air. Alkohol dapat dibuat melalui proses sintesa dan fermentasi
(Pringgomulyo dan Wardoyo, 1980). Wanto dan Soubagyio (1980) menyatakan sifat-sifat
alkohol. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. sifat-sifat alkohol
Sifat-sifat
Berat molekul (BM)
Kerapatan
Titik lebur
Titik didih
Titik bakar(flash point)
Titik nyala
Batas ledak
a. Atas
b. Bawah
Batas keracunan
Jenis mutu

46
0,791 gr/ml pada 20oC
-117,30C
78,3oC
21oC
372oC
19% volume
3,5% volume
100 btj
Kering (anhidrous)
95% dan denaturasi

Menurut Amerine dan Cruess (1967), selain etanol dan CO2, proses fermentasi
juga menghasilkan hasil sampingan yaitu asam laktat, asam piruvat, asetaldehid, asam
asetat dan gliserol.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi alkohol perlu diperhatikan, karena
tanpa adanya kondisi optimal maka alkohol yang dihasilkan juga tidak akan maksimum.
1. Suhu fermentasi
Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim serta dapat pula mengurangi
hasil alkohol karena proses penguapan.
2. pH
7

Keasaman atau pH optimum untuk proses fermentasi antara 4,0 5,0.


Pada keasaman di bawah 3,0, proses fermentasi akan berkurang kecepatannya
(Presscot dan Dunn, 1959). Menurut Rehn dan Reed (1983), khamir sanggup
tumbuh dan efisien untuk fermentasi etanol pada pH 3,5 sampai 6,0 dengan
temperatur 28 35oC.
3.

Oksigen
Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerob, tetapi ada beberapa jenis

dapat tumbuh pada kondisi anaerob, dimana proses respirasi digantikan dengan
proses fermentasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan substrat untuk beberapa
jenis khamir berkisar antara 2 30 ppm (David dan Kirsop, 1972 di dalam
Pollock, 1981).
Oksigen dapat menghambat proses fermentasi. Jika kadar oksigen cukup
tinggi maka dalam sel khamir akan terjadi metabolisme aerob atau respirasi. Pada
proses respirasi, asam piruvat akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air.
Jika terdapat bakteri dari genus Acetobacter, maka etanol akan diubah menjadi
asam asetat.
4. Media fermentasi
Proses fermentasi adalah pembentukan etanol dan karbon dioksida dari
glukosa dengan bantuan khamir. Higgins et al. (1984) menyatakan bahwa
konsentrasi gula yang paling baik untuk proses fermentasi adalah 16 - 25%,
dimana akan menghassilkan etanol sebesar 6 - 12%. Konsentrassi gula di atas
25% memperlambat fermentasi sedangkan di atas 70% proses fermentasi akan
terhenti. Hal ini disebabkan adanya tekanan osmotik (Amerine et al., 1980).
Jika konsentrasi gula dalam substrat terlalu tinggi maka etanol yang
terbentuk akan menghambat aktivitas khamir, sehingga waktu fermentasi menjadi
lebih lama dan efisiensi menjadi rendah, karena tidak semua gula dikonversi
menjadi etanol. Konsentrasi gula yang terlalu rendah menjadikan proses tidak
ekonomis, karena penggunaan fermentor tidak efisien.
Presscot dan Dunn (1959) mengatakan, pada proses fermentasi anggur,
jika konsentrassi terlalu tinggi maka akan dihasilkan kandungan asam menguap
yang meningkat. Sedangkan konsentrasi gula terlalu rendah maka akan
menghasilkan asetaldehid, gliserol, dan asam-asam mudah menguap lainnya.
2.5 Buah melon

Gambar 3. Buah melon


Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Plantae
Divisi:
Magnoliophyta
Kelas:
Magnoliopsida
Ordo:
Cucurbitales
Famili:
Cucurbitaceae
Genus:
Cucumis
Spesies:
C. melo
Nama binomial
Cucumis melo L
Melon (Cucumis melo L.) merupakan nama buah sekaligus tanaman yang
menghasilkannya, yang termasuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Buahnya
biasanya dimakan segar sebagai buah meja atau diiris-iris sebagai campuran es buah.
Bagian yang dimakan adalah daging buah (mesokarp). Teksturnya lunak, berwarna putih
sampai merah, tergantung kultivarnya.
Tumbuhan semusim, merambat tetapi menjalar, tidak memanjat. Daun berbentuk
menjari dengan lekuk moderat sehingga seperti lingkaran bersudut. Batangnya biasanya
tidak berkayu.
Tumbuhan ini berumah satu dengan bunga dua tipe: bunga jantan dan
hermafrodit. Bunga jantan muncul biasanya pada saat tanaman masih muda atau bila
tumbuhnya kurang baik. Buah bertipe pepo. Bagian mesokarp menebal menjadi daging
buah yang berair. pemuliaan diarahkan pada daging buah yang tebal, manis, serta jika
mungkin, harum.
Melon amat beragam, terutama dilihat dari bentuk buahnya. Terdapat dua
subspesies dan sepuluh kelompok kultivar ('cultivar group') dalam spesies ini:
Subspesies melon
1. Muskmelon (Reticulatus)
2. Cantaloupe (Cantalupensis)
3. Casaba (Inodorus)
4. Pocketmelon (Dudaim)
9

5. Snakemelon (Flexuosus)
6. Chate (Adzhur)
7. Tibish
Subspesies agrestis
1. Snapmelon (Momordica, Adiculus)
2. Oriental pickling (Conomon)
3. Makuwa
Tiga yang paling populer adalah Cantalupensis (di dalamnya termasuk blewah,
true European cantaloupe), Reticulatus (melon yang biasa dikenal, kulit buahnya
biasanya "berjala"), dan Inodorus (melon 'Honeydew', yang bentuknya oval dengan kulit
berkerut). Terdapat satu kelompok lain yang buahnya juga dimakan, Dudaim.

BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu
Hari
: Rabu
Tanggal
: 25 Juni 2014
Pukul
: 13.00 WIB
3.1.2 Tempat
Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknologi Industri, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.
2.
3.
4.
5.

Saringan
Gelas beker
Kompor
Panci
Pengaduk
10

6. Selang plastik
7. Botol fermentasi
8. Malem
3.2.2 Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pupuk ZA 2,4 gram


Pupuk NPK 0,64 gram
H2SO4
Air kapur
Sari buah melon 1000 ml
Ragi roti Saccharomyces cerevisae 5 gram

3.3 Prosedur Pembuatan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tuangkan sari buah melon kedalam gelas beker 1000 ml dan saring ampasnya
Rebus sari buah melon sampai mendidih
Tambahkan 2,4 gram ZA dan 0,64 gram NPK, dan mengaduknya sampai larut
Dinginkan sari buah melon
Tambahkan H2SO4 sebanyak 4 tetes sampai pHnya 5 yang pH awalnya 7
Tambahkan starter ragi roti (fermipan) sebanyak 5 gram
Masukkan larutan sari buah kedalam botol fermentasi dengan menghubungkan
selang pada tutup botol fermentasi ke dalam botol yang berisi air kapur dan
rapatkan penutup dengan malem

11

3.4 Skema Percobaan

Tuangkan sari buah melon


kedalam gelas beker 1000 ml dan
saring ampasnya

Rebus sari buah melon sampai


mendidih

Dinginkan sari buah melon

Tambahkan 2,4 gram ZA dan


0,64 gram NPK, dan
mengaduknya sampai larut

Tambahkan H2SO4 sebanyak 4


tetes sampai pHnya 5 yang pH
awalnya 7

Tambahkan starter ragi roti


(fermipan) sebanyak 5 gram

Masukkan larutan sari buah


kedalam botol fermentasi dengan
menghubungkan selang pada
tutup botol fermentasi ke dalam
botol yang berisi air kapur dan
rapatkan penutup dengan malem
12

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembahasan
Tabel 2. hasil pengamatan alkohol

Nama produk

pH1

pH2

pH3

Kadar alkohol

Indeks bias

Berat jenis

Kadar gula

Alkohol

4%

1,3375

1,0515 g/ml

0,5%

Keterangan:
pH1 = pH awal sebelum ditambahkan H2SO4
pH2 = pH setelah ditambahkan H2SO4
pH3 = pH akhir setelah terjadi fermentasi
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa alkohol yang kita hasilkan memiliki kadar
alkohol 4% yang lebih tinggi dari kadar alkohol dari gula yang hanyak sekitar 0,5%.
Pada dasarnya kadar alkohol dari gula seharusnya lebih tinggi daripada kadar alkohol
dari sari buah melon karena kadar glukosa dalam gula lebih tinggi daripada kadar
glukosa dalam sari buah. Hal ini dapat terjadi dikarenakan komposisi pembuatan alkohol
dari gula telalu pekat sehingga bakteri saccharomyces cerevisae dalam fermentasi
alkohol dari gula kurang dapat bertumbuh optimun sehinggan menghasilkan kadar
alkohol lebih kecil dari pada kadar alkohol dari sari buah.
Untuk mengukur kadar alkohol yang kita dapatkan kita menggunakan alat yang
disebut alkoholmeter. Cara menggunakan alkoholmeter dengan mencelupkannya kedalam
alkohol dan melihat angka yang ditunjukkan alkoholmeter. Angka tersebut adalah kadar
alkohol yang didapatkan. Dan untuk mengetahui berat jenis alkohol yang didapatkan kita
mneggunakan alat yang disebut piknometer dengan cara mengisi alat piknometer sampai
penuh. Kemudian menimbang alat piknometer yang berisi alkohol tersebut dan
menghitung selisi berat piknometer yang berisi aklkohol dengan berat piknometer kosong
kemudian membagi dengan angka 10 (menunjukkan isi alkohol dalam pikno sebanyak
10ml) dari perhitungan tersebut didapatkan berat jenis alkohol sebanyak 1,0515 g/ml.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

13

1. Cara pembuatan alkohol dengan cara fermentasi dimulai dengan menyaring sari buah
melon dan memasaknya sampai mendidih. Kemudiam menambahkan ZA dan NPK
dan mengaduknya sampai larut, dan menambahkan H2SO4 (untuk menjadikan
suasana asam), menambahkan starter ragi roti dan menginkubasinya selama 7 hari
2. Peran bakteri Saccharomyces cerevisae dalam proses fermentasi adalah
menghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim zimase berperan sebagai pemecah
sukrosa menjadi monosakarida, sedangkan enzim invertase mengubah monosakarida
tersebut

menjadi

etanol

dan

karbondioksida.

Saccahromyces

cerevisiae mengkarboksilase piruvat menjadi asetaldehid yang kemudian diubah


menjadi etanol oleh alkohol dehidrogenase dengan bantuan koenzim nikotinamid
adenin dinukletida (NAD).
3. Kadar alkohol yang didapatkan dari sari buah melon adalah 4%.
4. Perbandingan kadar alkohol dari gula dengan kadar alkohol dari sari buah melon
adalah 1 : 8.
5.2 Saran
Dalam praktikum pembuatan alkohol yang selanjutnya diharapkan lebih
memperhatikan komposisi bahan yang digunakan untuk mnghasilkan kadar alkohol yang
lebih tinggi dan untuk membantu bakteri Saccharomyces cerevisae lebih bekerja secara
optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A, 1985, Ilmu pangan, Jakarta : UI Pres
Fardiaz, Winarmo, 1984. Biofermentasi dan Biosintesa Protein, Bandung : Angkasa
Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utam. Jakarta
Sasmitamihardja, Dardjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soedirokoesoemo, Wibisono. 1993. Materi Pokok Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Umrah, 2012, Fermentasi, Dosen Bioteknologi, Universitas Tadulako, Palu.

14

Lampiran

Gb 1. Proses penyaringan sari


buah

Gb 4. Perbandingan pH
sebelum dan setelah
ditambahkn H2SO4
Gb 7. Proses pengukuran kadar
alkohol

Gb 2. Proses pemasakan dan


penambahan ZA dan NPK

Gb 5. Proses pengemasan

Gb 3. Proses penambahan
starter ragi roti (fermipan)

Gb 6. Proses fermentasi
15

Gb 8. Angka penunjuk kadar


alkohol

Gb 9. Proses pengukuran berat


jenis alkohol

Anda mungkin juga menyukai