PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik
(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik,
akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai
respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil
fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain
dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal
sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol
dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya. Respirasi anaerobik dalam otot
mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat
dikategorikan sebagai bentuk fermentasi yang mengasilkan asam laktat sebagai produk
sampingannya. Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa
kelelahan pada otot.
Alkohol merupakan senyawa karbon yang sangat banyak digunakan untuk
keperluan kosmetik, obat-obatan, industri minuman dan lain-lain, bahkan juga digunakan
sebagai larutan untuk penelitian-penelitian di laboratorium. Dari tahun ke tahun
penggunaan alkohol dalam skala industri makin meningkat sesuai penggunaannya.
Bahkan kini alkohol mulai digunakan sebagai bahan bakar. Alkohol dipandang sebagai
salah satu alternatif yang memberikan harapan baik untuk bahan suplemen atau bahkan
untuk substituisi bahan bakar minyak yang cadangannya semakin menipis dan tidak
dapat diperbaharui. Indonesia merupakan salah satu negara pemakai alkohol yang dari
tahun ke tahun konsumsinya terus meningkat. Kebutuhan dan konsumsi masyarakat akan
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin meningkat dari tahun ke tahun berbanding
terbalik dengan ketersediaannya. Di Jawa Tengah misalnya, suplai BBM dari tahun ke
tahun menurun meskipun angkanya relatif tetap. Menurut Badan Pusat Statistik Jawa
Tengah jumlah total penyaluran BBM pada tahun 2006 adalah 4.202.246 kL kemudian
pada tahun 2008 mengalami penurunan yang tidak signifikan menjadi 4.204.353kL dan
pada tahun2010juga mengalami penurunan menjadi 4.010.695 kL. Menurunnya total
suplai bahan bakar minyak tersebut salah satunya dikarenakan sumber penghasil BBM
yaitu fosil semakin lama semakin berkurang. Salah satu upaya untuk mengurangai
konsumsi masyarakat terhadap BBM adalah dengan memanfaatkan energi alternatif
1
terbarukan seperti yang tertuang dalam Peratusran Presiden (Perpres) Republik Indonesia
no. 5 tahun 2006, tetapi pemerintah juga menargetkan pada tahun 2016 pemanfaatan
BBM bisa mencapai angka 5%. Salah satu contoh bahan bakar berbasis nabati adalah
bioetanol. Saat ini sudah banyak ditemukan pemanfaatan bioetanol sebagai bahan
campuran (aditif) dari bensin yang sering disebut dengan gasohol E-10. Gasohol E-10
merupakan campuran antara bensin dengan 10% bioetanol murni. Gasohol E-10 memiliki
angka oktan 92 yang hampir setar dengan pertamax yang memiliki nilai oktan 92-95.
Oleh karena itu sangatlah mungkin jika bioetanol dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif pensubstitusi BBM yang ramah lingkungan karena hasil pembakarannya hanya
menghasilkan H2O dan CO2
Bioetanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung gula sederhana, pati,
maupun bahan berserat melalui proses fermentasi. Masing-masing bahan berbeda cara
pengolahannya untuk bisa dijadikan bioetanol. Menurut Retno dan Nuri (2011), produksi
bioetanol dengan menggunakan bahan berpati harus diawali dengan proses pemecahan
pati menjadi gula sederhana atau glukosa melalui metode hidrolisis asam atau enzimatis.
Etil alkohol (alkohol) dapat dibuat dengan cara sintesa kimia dan cara mikrobiologis
(fermentasi). Cara sintesis kimia yaitu menggunakan pereaksi kimia biasa untuk
mengubah bahan dasar menjadi alkohol. Sedangkan cara mikrobiologis yaitu
menggunakan mikroorganisme untuk mengubah bahan dasar menjadi alkohol. Winarno
dan Ferdiaz (1979) mengatakan bahwa karbohidrat dapat difermentasi menjadi alkohol.
Karbohidrat banyak terdapat pada buah-buahan, ubi kayu, beras dan lain-lain.
Melon merupakan salah satu buah-buahan yang banyak digemari orang.
Dikonsumsi karena rasanya manis dan lezat. Sekarang ini sudah banyak sirup melon
yang dikalengkan dijual di pasar, super market dan lain-lain. Kandugan gula dalam sari
buah melon inilah yang
alkohol. Upaya ini selain meningkatkan nilai tambah juga dalam usaha memanfaatkan
limbah hasil pertanian.
1.2
Rumusan masalah
1. Bagaimana cara pembuatan alkohol dari sari buah melon?
2. Bagaimana peran bakteri Saccharomyces Cerevisae dalam proses fermentasi?
3. Berapa kadar alkohol yang didapatkan dari sari buah melon?
4. Berapa perbandingan kadar alkohol dari gula dengan alkohol dari sari buah
melon?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan alkohol dari sari buah melon
2.
Untuk mengetahui peran bakteri Saccharomyces Cerevisae dalam proses
fermentasi
3. Untuk mengetahui kadar alkohol yang didapatkan dari sari buah melon
4. Untuk mengetahui perbandingan kadar alkohol dari gula dengan alkohol dari sari
buah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alkohol
Fermentasi merupakan suatu reaksi yang biasanya terjadi pada senyawa organik
zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi
senyawa lain. Hal ini yang menyebabkan buah-buahan dapat diproses secara fermentasi,
karena didalam buah-buahan terdapat senyawa organik berupa zat gula. (Fardiaz, 1984)
Etanol atau etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan
senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar, etanol berwujud
cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan
tembus cahaya. Etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer. Sifat fisik dan
kimia etanol bergantung pada gugus hidroksil. Reaksi yang dapat terjadi pada etanol
antara lain dehidrasi, dehidrogenasi, oksidasi, dan esterifikasi (Rizani, 2000).
3
Starter yang digunakan dalam pembuatan alkohol ini merupakan ragi roti
komersil dengan merk Fermipan. Ragi roti merupakan khamir jenis Saccharomyces
cerevisiae tipe tertentu yang umumnya cepat tumbuh di dalam adonan roti. Di dalam
adonan roti Saccharomyces cerevisiae memetabolisme sumber gula dan salah satu hasil
metabolismenya adalah gas CO2 yang dapat mengembangkan adonan roti. Proses ini
terjadi pada kondisi aerob. Di dalam kondisi anaerob ragi roti tetap menghasilkan gas
CO2, meskipun tidak secepat dalam kondisi aerob. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pelczar dan Chan (1988), yang menyatakan bahwa ragi roti merupakan khamir jenis
Saccharomyces cerevisiae yang telah diseleksi sebelumnya untuk tujuan komersil.
Saccharomyces cerevisiae yang dipilih adalah Saccharomyces cerevisiae yang memiliki
kemampuan memfermentasi gula dengan baik di dalam adonan dan dapat tumbuh dengan
cepat. Karbondioksida yang dihasilkan dari proses fermentasi inilah yang membuat
adonan roti mengembang. Oleh karena itu, ragi roti umumnya terdiri dari Saccharomyces
cerevisiae terpilih yang cepat dalam menghasilkan karbondioksida untuk tujuan
pengembangan roti. Fermipan adalah brand yeast yang diproduksi di Perancis dan telah
dikenal luas oleh para baker di berbagai negara di dunia. Yeast atau ragi adalah suatu
macam organisme ber-sel tunggal yang tergolong dalam 1 rumpun cendawan.
Gambar 1.
Struktur sel
khamir
(Suriawiria,
Fraizer (1967)
1986)
mengklasifikasi
Saccharomyces cerevisiae sebagai berikut :
Phylum : Eumycetes
Class : Ascomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Saccharomycetaceae
Subfamili : Saccharomycetoideae
Genus : Saccharomyces
Saccharomyces cerevisiae menghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim
zimase berperan sebagai pemecah sukrosa menjadi monosakarida, sedangkan enzim
invertase mengubah monosakarida tersebut menjadi etanol dan karbondioksida.
Saccahromyces cerevisiae mengkarboksilase piruvat menjadi asetaldehid yang kemudian
diubah menjadi etanol oleh alkohol dehidrogenase dengan bantuan koenzim nikotinamid
5
46
0,791 gr/ml pada 20oC
-117,30C
78,3oC
21oC
372oC
19% volume
3,5% volume
100 btj
Kering (anhidrous)
95% dan denaturasi
Menurut Amerine dan Cruess (1967), selain etanol dan CO2, proses fermentasi
juga menghasilkan hasil sampingan yaitu asam laktat, asam piruvat, asetaldehid, asam
asetat dan gliserol.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi alkohol perlu diperhatikan, karena
tanpa adanya kondisi optimal maka alkohol yang dihasilkan juga tidak akan maksimum.
1. Suhu fermentasi
Suhu berpengaruh terhadap aktivitas enzim serta dapat pula mengurangi
hasil alkohol karena proses penguapan.
2. pH
7
Oksigen
Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerob, tetapi ada beberapa jenis
dapat tumbuh pada kondisi anaerob, dimana proses respirasi digantikan dengan
proses fermentasi. Jumlah oksigen yang dibutuhkan substrat untuk beberapa
jenis khamir berkisar antara 2 30 ppm (David dan Kirsop, 1972 di dalam
Pollock, 1981).
Oksigen dapat menghambat proses fermentasi. Jika kadar oksigen cukup
tinggi maka dalam sel khamir akan terjadi metabolisme aerob atau respirasi. Pada
proses respirasi, asam piruvat akan dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air.
Jika terdapat bakteri dari genus Acetobacter, maka etanol akan diubah menjadi
asam asetat.
4. Media fermentasi
Proses fermentasi adalah pembentukan etanol dan karbon dioksida dari
glukosa dengan bantuan khamir. Higgins et al. (1984) menyatakan bahwa
konsentrasi gula yang paling baik untuk proses fermentasi adalah 16 - 25%,
dimana akan menghassilkan etanol sebesar 6 - 12%. Konsentrassi gula di atas
25% memperlambat fermentasi sedangkan di atas 70% proses fermentasi akan
terhenti. Hal ini disebabkan adanya tekanan osmotik (Amerine et al., 1980).
Jika konsentrasi gula dalam substrat terlalu tinggi maka etanol yang
terbentuk akan menghambat aktivitas khamir, sehingga waktu fermentasi menjadi
lebih lama dan efisiensi menjadi rendah, karena tidak semua gula dikonversi
menjadi etanol. Konsentrasi gula yang terlalu rendah menjadikan proses tidak
ekonomis, karena penggunaan fermentor tidak efisien.
Presscot dan Dunn (1959) mengatakan, pada proses fermentasi anggur,
jika konsentrassi terlalu tinggi maka akan dihasilkan kandungan asam menguap
yang meningkat. Sedangkan konsentrasi gula terlalu rendah maka akan
menghasilkan asetaldehid, gliserol, dan asam-asam mudah menguap lainnya.
2.5 Buah melon
5. Snakemelon (Flexuosus)
6. Chate (Adzhur)
7. Tibish
Subspesies agrestis
1. Snapmelon (Momordica, Adiculus)
2. Oriental pickling (Conomon)
3. Makuwa
Tiga yang paling populer adalah Cantalupensis (di dalamnya termasuk blewah,
true European cantaloupe), Reticulatus (melon yang biasa dikenal, kulit buahnya
biasanya "berjala"), dan Inodorus (melon 'Honeydew', yang bentuknya oval dengan kulit
berkerut). Terdapat satu kelompok lain yang buahnya juga dimakan, Dudaim.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu
Hari
: Rabu
Tanggal
: 25 Juni 2014
Pukul
: 13.00 WIB
3.1.2 Tempat
Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknologi Industri, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.
2.
3.
4.
5.
Saringan
Gelas beker
Kompor
Panci
Pengaduk
10
6. Selang plastik
7. Botol fermentasi
8. Malem
3.2.2 Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tuangkan sari buah melon kedalam gelas beker 1000 ml dan saring ampasnya
Rebus sari buah melon sampai mendidih
Tambahkan 2,4 gram ZA dan 0,64 gram NPK, dan mengaduknya sampai larut
Dinginkan sari buah melon
Tambahkan H2SO4 sebanyak 4 tetes sampai pHnya 5 yang pH awalnya 7
Tambahkan starter ragi roti (fermipan) sebanyak 5 gram
Masukkan larutan sari buah kedalam botol fermentasi dengan menghubungkan
selang pada tutup botol fermentasi ke dalam botol yang berisi air kapur dan
rapatkan penutup dengan malem
11
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pembahasan
Tabel 2. hasil pengamatan alkohol
Nama produk
pH1
pH2
pH3
Kadar alkohol
Indeks bias
Berat jenis
Kadar gula
Alkohol
4%
1,3375
1,0515 g/ml
0,5%
Keterangan:
pH1 = pH awal sebelum ditambahkan H2SO4
pH2 = pH setelah ditambahkan H2SO4
pH3 = pH akhir setelah terjadi fermentasi
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa alkohol yang kita hasilkan memiliki kadar
alkohol 4% yang lebih tinggi dari kadar alkohol dari gula yang hanyak sekitar 0,5%.
Pada dasarnya kadar alkohol dari gula seharusnya lebih tinggi daripada kadar alkohol
dari sari buah melon karena kadar glukosa dalam gula lebih tinggi daripada kadar
glukosa dalam sari buah. Hal ini dapat terjadi dikarenakan komposisi pembuatan alkohol
dari gula telalu pekat sehingga bakteri saccharomyces cerevisae dalam fermentasi
alkohol dari gula kurang dapat bertumbuh optimun sehinggan menghasilkan kadar
alkohol lebih kecil dari pada kadar alkohol dari sari buah.
Untuk mengukur kadar alkohol yang kita dapatkan kita menggunakan alat yang
disebut alkoholmeter. Cara menggunakan alkoholmeter dengan mencelupkannya kedalam
alkohol dan melihat angka yang ditunjukkan alkoholmeter. Angka tersebut adalah kadar
alkohol yang didapatkan. Dan untuk mengetahui berat jenis alkohol yang didapatkan kita
mneggunakan alat yang disebut piknometer dengan cara mengisi alat piknometer sampai
penuh. Kemudian menimbang alat piknometer yang berisi alkohol tersebut dan
menghitung selisi berat piknometer yang berisi aklkohol dengan berat piknometer kosong
kemudian membagi dengan angka 10 (menunjukkan isi alkohol dalam pikno sebanyak
10ml) dari perhitungan tersebut didapatkan berat jenis alkohol sebanyak 1,0515 g/ml.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
13
1. Cara pembuatan alkohol dengan cara fermentasi dimulai dengan menyaring sari buah
melon dan memasaknya sampai mendidih. Kemudiam menambahkan ZA dan NPK
dan mengaduknya sampai larut, dan menambahkan H2SO4 (untuk menjadikan
suasana asam), menambahkan starter ragi roti dan menginkubasinya selama 7 hari
2. Peran bakteri Saccharomyces cerevisae dalam proses fermentasi adalah
menghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim zimase berperan sebagai pemecah
sukrosa menjadi monosakarida, sedangkan enzim invertase mengubah monosakarida
tersebut
menjadi
etanol
dan
karbondioksida.
Saccahromyces
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A, 1985, Ilmu pangan, Jakarta : UI Pres
Fardiaz, Winarmo, 1984. Biofermentasi dan Biosintesa Protein, Bandung : Angkasa
Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utam. Jakarta
Sasmitamihardja, Dardjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soedirokoesoemo, Wibisono. 1993. Materi Pokok Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Umrah, 2012, Fermentasi, Dosen Bioteknologi, Universitas Tadulako, Palu.
14
Lampiran
Gb 4. Perbandingan pH
sebelum dan setelah
ditambahkn H2SO4
Gb 7. Proses pengukuran kadar
alkohol
Gb 5. Proses pengemasan
Gb 3. Proses penambahan
starter ragi roti (fermipan)
Gb 6. Proses fermentasi
15