Anda di halaman 1dari 17

Laporan SGD LBM 2 Blok 18

Management of Oromaxillofacial Diseases and Disorder


Penatalaksanaan Kista Odontogen

Disusun Oleh:
1. Abdillah Zunarito Omivar

31101300326

2. Enda Meditika Karisa

31101300347

3. Muhammad Adli Hifzudin

31101300363

4. Nadila Putri Mahani

31101300366

5. Nurhidayati Saputri Hasmy

31101300371

6. Nurul Laelatul Badriyah

31101300372

7. Nurul Novita Suhartono

31101300373

8. Rahma Rizki Hutami

31101300375

9. Rusna Fiki Kafalia

31101300383

10. Tanti Lestari

31101300390

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Islam Sultan Agung
Semarang
2016

PERNYATAAN PERSETUJUAN
Laporan SGD LBM 2 Blok 18

Management of Oromaxillofacial Diseases and Disorder


Penatalaksanaan Kista Odontogen

Semarang, 21 Maret 2016


Pembimbing :
drg. Rizki Amalina

Tanda tangan
..................................................

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT Rob yang telah
memberikan rahmat dan hidayah kepada kita semua. Patutlah kami bersyukur kepada
Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikan laporan LBM 2 dalam blok
Management of Oromaxillofacial Diseases and Disorder.

Laporan LBM 2 ini membahas tentang macam-macam, etiologi dan


patogenesis kista dentigerous. Selain itu kami juga membahas penatalaksanaan kista
dentigerous setelah dilakukan bedah enukleasi.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
ini. Oleh karena itu, saran-saran dari tutor akan kami terima dengan terbuka.
Semoga apa yang kami curahkan dalam laporan ini dapat memberi
pengetahuan/informasi untuk mengabdi kepada masyarakat kelak ketika menjadi
dokter gigi nantinya. Amin ya rabbal alamin.

Jazakumullahi khoiru jaza

Semarang, 21 Maret 2016

Penyusun

PENJABARANPEMBELAJARAN
UnitBelajar2

:PenatalaksanaanKistaOdontogen

Judul

:Bengkakyanglambatdansemakinbesar
Skenario

Seorangpasienperempuan29tahundibawakebagianrawatjalanpasiendengankeluhan
pembengkakanyangtidaknyeripadaregiobelakangbawahkirirahangsejak4bulanlalu.

Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan pembengkakan pada sisi kiri bawah mandibula.


Pemeriksaanintraoralmenunjukkanhilangnyasulkusbukalisdaripremolarkeduahingga
molarketigamandibulakiri.
Pemeriksaan radiografi periapikal (lihat gambar) cairan berwarna kekuningan bercampur
dengansedikitdarahdidapatdariaspirasidandikirimuntukpemeriksaansitopatologis.

I.

PENDAHULUAN
Kista adalah rongga patologis yang dibatasi epitelium. Kista berisi cairan atau
setengah cairan yang bukan akumulasi dari pus atau darah. Lapisan epitelium itu
sendiri dikelilingi oleh jaringan ikat fibrokolagen.
Infeksi gigi yang kronis dapat menjadi salah satu faktor terbentuknya kista.
Diagnosa kista ditentukan dengan rontgen photo dan pemeriksaan cairan untuk

menemukan kristalkolestrol (kolestrin). Kista ini dapat menjadi fokal infeksi dan
ada jenis kista yang dapat berubah menjadi maligna.
Pada stadium permulaan kista tidak menimbulkan keluhan-keluhan sehingga
kista yang kecil ditemukan secara kebetulan dari gambaran foto rontgen. Tetapi
lama-kelamaan kista ini akan bertambah dan akhirnya pasien mengeluh karena
adanya benjolan atau komplikasi-komplikasi yang terjadi. Di daerah mulut, kista
yang terjadi ada yang berasal dari jaringan gigi dan adapula yang bukan berasal
dari jaringan gigi.
Diagnosa ditegakkan melalui anamnesi, pemeriksaan klinis, radiografik,
pemeriksaan sitopatologis, pengamatan selama operasi pengangkatan kista, dan
pemeriksaan histopatologik. Secara garis besar kista dapat dibagi menjadi kista
developmental dan kista inflamatory. Kista developmental terbagi menjadi kista
odontogenik yaitu kista yang berasal dari sisa-sisa epitelium pembentuk gigi
(epitelium odontogenik) dan kista non odontogenik.
Kista dentigerous yaitu dari berkembangnya poliferasi enamel yang tersisa
atau pembentukan epitelium enamel, dapat bertambah besar dan menyebabkan
ekspansi sehingga meresorpsi tulang-tulang. Biasanya primordial timbul dari
pemecahan retikulum stelata organ enamel sebelum terbentuk struktur gigi.
Bermula adanya impaksi pada gigi akibat lengkung rahang yang terlalu sempit.
Adanya akumulasi cairan antara epitel email yang tereduksi dan mahkota gigi,
tekanan cairan akan mendorong dan terjadi poliferasi epitel email yang tereduksi
dalam kista. Email epitelium yang tereduksi yang berasal dari organ email dan
selubung gigi namun terbentuk sempurna
II.

RUMUSANMASALAH
1. Apa hubungannya pada daerah yang kehilangan sulcus
buccalis dengan pembengkakan dibawahnya (kista) ?
2. Apa penyebab pembengkakan tidak nyeri ?
3. Apa definisi dari kista ?
4. Apa klasifikasi kista odontogen ?

5. Kapan nekrosis pulpa dapat menjadi abses atau kista ?


6. Apa gambaran klinis dari kista odontogen ?
7. Apa gambaran radiografi dan histologi dari kista ?
8. Apa saja penyebab kista odontogen ?
9. Bagaimana patofisiologi terjadinya kista ?
10.
Bagaimana tahapan pemeriksaan sitopatologis ?
11.
Bagaimana penatalaksanaan kista odontogen dan
langkah-langkahnya ?
12.
Apa saja komplikasi dari kista odontogen ?
13.
Apa diagnosa kista di skenario dan DD nya ?
III.

PEMBAHASAN
Kista adalah rongga patologis yang berisi cairan, dibatasi oleh
lapisan epitel dan jaringan ikat. Kista dapat menyebabkan
pembesaran intraoral atau ekstraoral yang secara klinis dapat
menyerupai tumor jinak. Kista banyak didapatkan pada regio
Oral dan Maksilofasial karena adanya sisa epitel odontogenik.
Kista berisi cairan kental atau semiliquid yang dapat berada di
jaringan lunak maupun jaringan keras. Cairan dalam kista
mengandung kristal kolesterol. Kristal kolesterol merupakan salah
satu kandungan isi kista. Selain itu kista juga mengandung serous
dan mucous. Serous muncul pada fase awal dan diikuti oleh
mucous yang muncul setelah terjadi proses inflamasi. Mucous
dibentuk oleh sel goblet yaitu sel panjang dan ramping yang
terbentuk dari molekuler dan dinding kista.
Etiologi kista pada umumnya terjadi karena adanya proliferasi
dari sisa epitel pada saat perkembangan gigi. Epitel yang
berperan pada proses terjadinya kista odontogen adalah sebagai
berikut : Epithelial rest of Malassez, reduced enamel epithelium,
dan glands of Serres. Epithelial rests of Malassez merupakan
epitel yang terbentuk

akibat dari proses

fragmentasi dari

epithelial root sheath of Hertwig pada saat proses odontogenesis,


epitel ini berperan pada proses pembentukan kista radikular, kista
residual, dan kista paradental. Reduced enamel epithelium
merupakan

epitel

yang

berasal

dari

enamel

organ

dan

menyelubungi mahkota gigi yang tidak erupsi, epitel ini berperan


pada pembentukan kista dentigerous dan kista erupsi. Glands of
Serres merupakan epitel yang tersisa setelah proses disolusi dari
dental lamina, epitel ini berperan pada pertumbuhan odontogenic
keratocyst, kista lateral, dan kista pada gingiva.
Proses patogenesis kista dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
inisiasi, fase formasi kista, dan fase pembesaran kista. Pada fase
inisiasi,

terjadi

proses

berlangsung, host cell

inflamasi.

Saat

proses

inflamasi

(fibroblast, granulosit, makrofag, dan

limfosit) akan mensekresi proinflammatory cytokines (IL-1, IL-6,


IL-8, dan TNF-alfa), mediator inflamasi (Prostaglandin), dan
growth

factor

mengeliminasi

(EGF,
bakteri.

KGF,TGF-alfa,FGF,
Kolaborasi

dari

dan

HGF)

mediator

untuk

inflamasi,

proinflammatory cytokine, dan growth factor akan memicu


proliferasi sel epitel malassez.
Saat massa semakin membesar, sel yang terletak di bagian
tengah massa terletak semakin jauh dari pembuluh darah
sehingga mengakibatkan suplai nutrisi terhambat, sel yang
berada di tengah massa akan mati dan ruangan di tengah massa
akan menjadi suatu lumen.
Proses pembesaran kista

berhubungan

dengan

adanya

peningkatan tekanan hidrostatik di dalam lumen kista yang lebih

besar daripada tekanan kapiler pembuluh darah, sehingga untuk


menyeimbangkan tekanan akan terjadi proses transudasi dimana
cairan

dari

luar

kista

bisa

masuk

ke

lumen

yang

akan

mengakibatkan ukuran kista semakin besar. Pertumbuhan kista


akam disertai dengan resorbsi tulang karena adanya aktivasi dari
osteoklas.

Proinflammatory

cytokines,

interleukins,

prostaglandins, dan TNF-alfa merupakan substansi yang bisa


menstimulasi proses resorbsi tulang melalui peningkatan regulasi
dan RANKL yang akan berperan pada proses aktivasi osteoklas.
Pada
kapsul
kista
terjadi
proses
kortikasi
dimana
pembentukan tulang pada tepi kapsul kista jauh lebih cepat
daripada resorpsi tulang yang terjadi di dalam kista, sehingga
pada gambaran radiografi tepi kista terlihat lebih opaque.
Menurut teori postelat ada dua jenis hal-hal yang berkembang
di kista yaitu teori yang berhubungan dengan pembelahan sel
peripheral dan akumulasi isi kista. Teori hidrostatik mengatakan
bahwa penambahan volume pada kista dapat terjadi karena
adanya sekresi mucous dan akumulasi mucous di dalam kista.
Kista dengan infeksi memiliki sel-sel inflamasi yang
melepaskan co-factor dimana limfosit berdiferensiasi menjadi
limfogen, osteoclast aktif menjadi Osteoclast Activating Factor,
dan monosit menjadi Interleukin-1 (IL-1) sehingga terjadi resorpsi
tulang di sekitar. Itulah mengapa sulcus buccalis di daerah sekitar
kista menjadi hilang.
Nekrosis pulpa dapat mengakibatkan abses maupun kista.
Karena terdapat karies profunda, maka dapat mengakibatkan
pulpitis baik akut maupun kronis. Apabila akut maka akan menjadi

abes periapikal, dan apabila kronis maka akan menjadi granuloma


periapikal. Karena host respon yang bagus, maka akan cenderung
menjadi abses daripada granuloma.
Apabila terdapat infeksi maka terjadi degredasi jaringan yang
menstimulasi sel-sel epitel malassez sehingga terdapat proliferasi
epitel dan akhirnya terbentuklah kista periapikal. Namun apabila
tidak ada infeksi maka bisa disebabkan oleh pertumbuhan
sehingga terjadi mitosis yang tinggi dan terbentuklah rongga
patologis.
Berdasarkan klasifikasi dari WHO tahun 2005, kista odontogen
disubklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu inflammatory cyst dan
developmental cyst. Yang termasuk inflammatory cyst adalah
kista radikular, kista residual, dan kista paradental. Sedangkan
yang termasuk developmental cyst adalah gingival cyst of
newborn, gingival cyst of adult, kista glandular odontogenik, kista
dentigerous, kista orthokeratin odontogen, kista erupsi, kista
periodontal

lateral,

calcifying

odontogenic

cyst,

dan

kista

odontogen keratosis.
Pada Inflammatory cyst terdapat nyeri dan gejala inflamasi.
Nyeri terjadi karena terdesaknya saraf sensorik di sekitar kista.
Pada umumnya pada kista developmental tidak terasa nyeri,
asimtomatik, dan tidak diketahui penyebabnya. Namun apabila
ukuran kista membesar 10-15 cm atau terdapat infeksi sekunder
maka akan terasa nyeri.
Kista residual adalah kista yang terbentuk setelah sebelumnya
terdapat kista periapikal atau granuloma atau kista kecil namun
ketika perawatan, sel-sel malassez tertinggal sehingga terbentuk

kista lagi. Kista residual bersifat asimtomatik, pembesaran sel


terjadi secara perlahan dan tidak disadari.
Kista radikular berasal dari proliferasi

sel-sel

malassez,

tumbuh dari ephitel dental lamina. Pada kista radikular terdapat


tanda-tanda inflamasi. Pada gambaran radiografi tampak area
gelap berbatas radiopaque. Terdapat kerusakan lamina dura, lesi
radiolosen dengan batas radiopaque berhubungan dengan apeks
gigi yang nekrosis.
Kista odontogenik keratosis menyebabkan pembengkakan
di daerah facial atau lingual tulang rahang. Dapat terjadi pada
pasien 10-40 th. Sering terjadi pada mandibula. Ketika masih kecil
asimtomatis namun dapat tampak pada pemeriksaan radiografi.
Apabila besar dan ekstrim maka akan timbul nyeri, apabila kista
menjurus ke ramus maka akan terasa tidak nyaman pada TMJ.
Secara histologis, ephitelium nya memiliki ketebalan yg sama,
yaitu bisa 8 atau 10 lapisan.
Kista periodontal lateral bersifat asimptomatik. Berbentuk
unilokular bundar yang berbentuk seperti tetesan air mata. Pada
gambaran radiografi tampak radiolusen berbatas radiopaque
pada akar gigi distal. Secara histologis terdapat garis ephitelium
nonkeratin tipis yang kaya kolagen dan sel ephitel.
Kista dentigerous sering terjadi pada usia 10-30 tahun, hampir
selalu melibatkan gigi permanen, apabila terjadi pada gigi M3
rahang bawah dari ramus sampai processus coronoideus serta
condile akan terdesak , sedangkan apabila terjadi pada gigi
caninus rahang atas maka dapat mengakibatkan sinusitis akut
atau selulitis. Pada keadaan ekstra oral, kista sudah membesar

dan akan ada asimetri wajah. Pada pemeriksaan intra oral akan
teraba benjolan keras, tidak merasakan nyeri, dapat ditemukan
setelah mengetahui adanya gigi yang tidak tumbuh atau impaksi,
berkembang secara perlahan, bisa terjadi nyeri apabila terdapat
infeksi, tidak tumbuh gigi pada daerah yg membengkak, terdapat
pergeseran letak

gig, dan resorbsi tulang alveolar. Warna

pembengkakan bisa berwarna ungu atau biru tua (eruption


hematom).
Terdapat tiga jenis kista dentigerous yaitu :
1. Tipe central : kista mengelilingi mahkota secara simetris. Dan
bisa menggerakkan gigi berlawanan dengan erupsi normal.
Pada gambaran radiografi tampak mahkota masuk ke dalam
rongga kista. Apabila terjadi pada M3 rahang bawah, maka
akan terjadi di ramus ascendens. Apabila terjadi pada caninus
rahang atas, maka akan menekan bagian orbita. Apabila
terjadi pada insisivus rahang atas maka akan menekan sinus
nasalis. Tipe central terjadi sebelum degenerasi enamel.
2. Tipe Lateral : berkembang di sisi mesial atau distal gigi. Kista
akan menutupi sebagian mahkota. Dapat menggeserkan gigi
kearah yang tidak diliputi kista. Biasanya terjadi pada
sepanjang akar mesial gigi impaksi. Terbentuk saat bagian
oklusal terdapat pada dental kutikel.
3. Tipe Sirkumferensial : seluruh organ email menjadi cystic. Gigi
akan bererupsi menembus kista sehingga gambaran klinisnya
seperti kista radikular. Kista meluas ke akar mesial dan distal
gigi yang tidak erupsi.
Tahapan

pemeriksaan

sitologi

yang

pertama

yaitu

pemngambilan sampel.

Bahan dan alat yang harus disiapkan dalam

pengambilan sampel adalah spatel kayu atau sikat yang dapat dimasukkan ke
rongga mulut, objek glass, pensil kaca, dan alkohol 95% untuk fiksasi. Antiseptik
oral seperti povidone iodine solution atau chlorhexidine dapat disiapkan untuk
sterilisasi sesudah pengambilan sampel. Untuk pembuatan sediaan, diperlukan
bahan pewarnaan Papanicolaou, entelan dan cover glass.
Pengambilan sediaan dilakukan dengan mengerok atau menyikat mukosa yang
akan diambil sampelnya. Spatel kayu dapat digunakan untuk pengambilan sediaan
dengan cara scraping. Cara scraping dilakukan dengan cara mengerok mukosa oral
secara berulangulang dan dilakukan dalam satu arah sampai terlihat kemerahan di
daerah mukosa yang menandakan lamina propria sudah mulai terekspos.
Sedangkan dengan metode brushing, penyikatan mukosa dapat dilakukan
menggunakan cytobrush atau sikat gigi yang telah disterilisasi dengan
merendamnya dalam cairan Chlorhexidine 0,2%. Teknik penyikatan juga dilakukan
secara berulang dan dengan arah yang sama. Setelah dilakukan pengambilan
sampel, spatel kayu atau sikat diapus pada objek glass yang sudah bersih dan sudah
ditandai terlebih dahulu dengan nomor pasien atau regio pengambilan sampel di
rongga mulut.
Objek glass yang sudah diapus harus segera dimasukkan ke larutan fiksasi dan
tidak boleh dikeringkan untuk mencegah pembusukan spesimen, perubahan sel,
dan kontaminasi. Bahan fiksasi untuk pewrnaan rutin yaitu alkohol 95%. Fiksasi
juga berguna untuk mengkondisikan struktur sel agar dapat diwarna. Fiksasi
dilakukan minimal selama 20-30 menit. Perendaman di larutan yang dilakukan
kurang dari 20 menit akan menyebabkan sampel mudah lepas dari objek glass.
Preparat yang sudah difiksasi kemudian dikeluarkan dari alkohol dan dibilas

dengan air bersih kemudian dilakukan pewarnaan dengan metode Papanicolaou,


ditutup dengan entelan dan cover glass, dan langsung dapat dilihat secara
mikroskopis.
Diagnosa kista dentigerous memiliki diagnosa banding yang mempunyai
kemiripan bentuk, adalah sebagai berikut :
a. Ameloblastoma : gambaran radiografi mirip, tapi ameloblastoma terdapat
lobul sedangkan kista dentigerous tidak ada.
b. Kista Odontogenik keratosis : kista dentigerous dari epitel email yang
tereduksi, secara histologi sama, tapi odontogenik mengelilingi m3 RB paling
banyak dari sisa epitel gland of serous, giginya sudah tumbuh karena adanya
sisa-sisa epitel.
c. Ameloblastik fibroma : sama-sama terjadi pada posterior, ada lesi pada
ameloblastik fibroma
d. Kista erupsi : memiliki gambaran klinis yang sama hanya berbeda pada
etiologinya yaitu terdapat pada gigi decidui yang mengalami erupsi
e. Kista dentigerous : tipe circumverensial menyerupai kista redikular, bedanya
adanya infeksi pada gigi vital dan non vital pada kista radikular, gambaran
radiolusen sama.
Perbedaan ameloblastoma unikistik dengan kista dentigerous yaitu jika
ameloblastoma unikistik terdapat masa, sedangkan kista dentigerous hanya cairan,
selain itu dapat diketahui setalah dilakukan biopsi, pada gambaran rediografi antara
ameloblastoma unikistik dengan kista dentigerous adalah sama.
Kista dentigerous bisa terjadi komplikasi, apabila tidak dirawat dan tidak
ditransformasi dari sel epitel lining sehingga dapat menjadi ameloblastoma dan
kemungkinan lagi bisa bertransformasi menjadi karsinomatous
Penatalaksanaan kista dibedakan menjadi dua, yaitu konservatif dan agresif.
Yang termasuk agresif adalah dengan chemical kuretase with ceranoid solution

and resection. Sedangkan konservatif dibagi menjadi part 1 dan part 2. Part 1 yaitu
marsupualisasi. Di Eropa, marsupialisasi dilakukan dengan teknik membuka kista
untuk dekompresi sehingga tidak akan ada tekanan di dalam kista
kemudian tepi nya dijhit dengan mukosa sebelahnya. Di Amerika
Serikat, marsupialisasi dilaukan dengan teknik eksternalisasi,
yaitu melarutkan kista dengan cara memasang tube di kista agar
cairan di dalam kista dapat keluar. Part 2 yaitu enukleasi,
enukleasi adalah pengangkatan kista tanpa pemecahan kista.
Dilakukan dengan menggunakan michel treamer dimana bagian
yang halus mengahadap kista, dan bagian yang seperti sendok
menghadap tulang agar tidak merusak kista. Enukleasi dilakukan
dengan cara dikorek.

IV.

KONSEP MAPING

Kista

odontogenik

Inflamatory

Non
odontogenik

Developmental

Macam-Macam

Gambaran klinis,
radiografi, dan

V.

KESIMPULAN
Macam-macam

WHO ada 2, yaitu yang

Pemeriksaan
klinis dan
sitopatologis
Penatalaksana
an

kista secara umum menurut


pertama Kista Developmental

meliputi Kista Odontogenik yaitu kista yang berhubungan dengan mahkota dan akar gigi,
yang termasuk dalam kista odontogenik adalah kista dentigerous, kista erupsi dan kista
lateral periodontal sedangkan kista non odontogen yaitu kista yang tidak berhubungan
dengan gigi, misalnya kista fisural (kista nasolabial, kista median, kista globulo maxilaris
dan juga kista retensi yang terdiri dari mukokel karena adanya obstruksi kelenjar minor

dan ranula karena adanya obstruksi kelenjar mayor). Yang kedua adalah Kista Inflamatory
yaitu Kista Residual dan Kista Radikular. Pembesaran kista meliputi poliferasi epitel,
pembesaran volume dan adanya resorbsi tulang.
Kista Dentigerous bisa terjadi komplikasi, apabila tidak dirawat dan tidak
ditransformasi dari sel epitel lining sehingga dapat menjadi ameloblastoma dan
kemungkinan lagi bisa bertransformasi menjadi karsinomatous. Penanganan kista
Dentigerous sebaiknya dilakukan bedah enukleasi. Pemeriksaan menunjang yang
dilakukan dalam menangani kista dentigerous adalah dengan rontgen, cek laborat
histopatologi, biopsi, selain itu juga dapat dilakukan aspirasi cairan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Singh M, Gupta K.C. 2010. Surgical Treatment of Odontogenic Keratocyst by


Enucleation. PMC.
2. Ramadhani D.N. 2008. Distribusi dan Frekuensi Kejadian Kista Dentigerous
Berdasarkan Elemen Gigi Penyebab dan Lokasi Kelainan di Poli Gigi Rumah Sakir

Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Periode 1 Novemver 2002-31 Oktober


2008. Skripsi (S.KG).Universitas Indonesia.
3. Surya T.A. 2009. Gambaran Radiografi Odontogenik Keratosa. Skripsi (S.KG).
Universitas Sumatera Utara.
4. Sabirin I.P. 2015. Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai Pemeriksaan Penunjang
di Kedokteran Gigi. Jurnal kedokteran dan kesehatan.Universitas Jenderal Achmad
Yani.
5. Burket. 2003. Oral Medicine diagnosa & treatment 10th edition. BC Decker.
Inc.London.
6. White SC & Pharoah. 2000. Oral radiology 5th ed. Mosby. St Louis.
7. Peterson. 1993. Contemporary oral and Maaxillofacial Surgery. 2nd ed. CV Mosby
Comapany.

Anda mungkin juga menyukai