Anda di halaman 1dari 4

ASSET TRACING

Saat ini, dalam Sistem Informasi Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (SIHARKA)
di lIngkup Pemerintah Kabupaten Banjar yang di kelola oleh Inspektorat Kabupaten
Banjar selaku Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), 823 ASN dari Jabatan
struktural Eselon III dan IV telah menyampaikan LHKASN-nya. Kewajiban LHKASN
bagi ASN termuat dalam SE Men PAN dan RB Nomor 1 tahun 2015 tentang
Kewajiban Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN)
di Lingkungan Instansi Pemerintah. Dalam SE tersebut, APIP ditugaskan untuk
melakukan verifikasi atas kewajaran LHKASN, serta melakukan klarifikasi dan
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) kepada wajib lapor jika pada saat
verifikasi terdapat indikasi adanya ketidakwajaran. Tugas tersebut bukanlah hal yang
mudah bagi APIP, melakukan verifikasi, klarifikasi dan PDTT untuk menelusuri
kekayaan/asset tracing ASN adalah hal yang mustahil dilakukan oleh APIP dalam
kapsitas kelembagaannya yang sangat terbatas. Namun demikian, sekedar untuk
menambah wawasan bagi para pejabat struktural dan pejabat fungsional di
lingkungan Inspektorat Kabupaten Banjar, Inspektur memaparkan materi Asset
Tracing atau penelusuran aset dalam Pelatihan Kantor Sendiri (PKS) di aula kantor.
Paradigma baru pemberantasan korupsi tidak lagi sekedar memberikan efek jera
melalui penghukuman penjara yang seberat-beratnya, tetapi juga harus mampu
mengembalikan ase-aset yang telah dicuri kepada negara dan sekaligus melakukan
pemiskinan bagi para pelaku korupsi atau fraud (Frauder). Sebelumnya, pemberian

penghukuman semata selain tidak mampu mengembalikan kerugian negara, juga


menjadi pembenar bagi para frauder untuk melakukan fraud kembali atau bahkan
memancing frauder baru untuk melakukan hal yang sama dikarenakan hasil
kekayaan ataupun aset yang dia peroleh jauh lebih besar dan menguntungkan
daripada hukuman yang diganjarkan kepada mereka. Dengan menjalani beberapa
tahun hukuman pidana dengan berbagai remisi yang diterima, maka setelah itu dia
dapat menikmati kekayaannya yang tidak mungkin dimiliki meski dia rajin menabung
dengan menyisihkan gajinya dari mulai kerja sampai pensiun
Asset Tracing berkaitan dengan pengembalian kembali aset yang dimiliki oleh
sesorang dan/atau koorporasi yang diperoleh dengan cara melawan hukum kepada
negara atau Fraud (kecurangan), organisasi atau suatu entitas yang dirugikan.
Seiring dengan semakin berkembangnya dunia teknologi informasi dan intelegensia
frauder, maka pengamanan hasil fraud dan kejahatan lainnya semakin canggih
dengan

merekayasa,

menyamarkan

dan

menutupi/menyembunyikannya

dari

penegak hukum. Namun demikian, auditor forensik atau investigator yang sudah
terlatih harus mampu menelusuri, menelisik jejak hasil fraud yang sudah disamarkan
atau dimanipulasikan dalam bentuk asset lainnya sehingga diperoleh alat bukti yang
handal dan memadai dalam rangka proses litigasi. Upaya kamuflase hasil tindak
pidana kecurangan bisa melalui money laundering maupun penggelapan aset.
Salah satu upaya untuk menyamarkan aset adalah dengan Pencucian uang/Money
laundering. Dalam Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 yang diubah dengan
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
(TPPU) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pencucian Uang/money
laundering

adalah

Perbuatan

menempatkan,

menstransfer,

membayarkan,

membelanjakan, menghibahkan, menyampaikan, menitipkan, membawa keluar


negeri, menukarkan,atau perbuatan lainnya atas harta kekayaannya yang diketahui
atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolaholah menjadi harta kekayaan yang sah. Ada tiga proses dalam Pencucian
uang/Money laundering yaitu pertama dengan penempatan/placement, kedua
pelapisan/layering, dan ketiga Integrasi/integration.

Tahap Penempatan/placement merupakan upaya menempatkan uang tunai yang


berasal dari tindak pidana kedalam sistem keuangan (finansial system) atau upaya
menempatkan uang giral kembali kedalam sistem perbankan (Bank, aset mahal,
barang antik dan perhiasan). Tahap pelapisan/layering merupakan upaya untuk
menstransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana/dirty money yang telah
berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (bank) sebagai hasil usaha
penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain (menjual sekuritas
yang lain). Tahap Integrasi/Integration merupakan upaya menggunakan harta
kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk dalam sistem
keuangan melalui penempatan atau transfer, sehingga seolah-olah menjadiharta
kekayaan yang halal/clean money untuk kegiatan bisnis yang halal. Menelusuri aset
pada tahap integrasi sangat sulit sehingga perlu waktu dan keahlian khusus.
Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan dalam melakukan asset tracing
diantaranya adalah melalui lembaga resmi pemerintah seperti Pusat Pelaporan dan
Transaksi Keuangan (PPATK) dengan jaringan yang dimilikinya dalam Financial
Intellegence Unit (FIU) maupun Interpol yang ada di luar negeri, Laporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT). APIP
tentu tidak memiliki aset untuk cara-cara tersebut. Laporan Hasil Analisis (LHA) dari
PPATK hanya akan diberikan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk
ditindaklanjuti, sedangkan LTKM yang di buat oleh Bank dan LTKT dari penyedia
transaksi tunai hanya disampaikan kepada PPATK. Tetapi kadang kala, bila terjadi
persengketaan di dalam suatu keluarga biasanya akan mengungkapkan asal muasal
didapatnya harta benda tersebut, peristiwa ini yang mungkin dapat digunakan oleh
APIP untuk mengetahui sumber aset dalam proses verifikasi dan klarifikasi
LHKASN.
Dengan diketahuinya posisi aset frauder, maka tindakan pemulihan (asset recovery)
melalui proses mengubah asset yang sudah ditemukan dalam asset tracing menjadi
asset untuk diserahkan pada pihak yang dimenangkan dalam penyelesaian
sengketa atau kepada negara dalam pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam skala besar yang melibatkan jasa keuangan atau perbankan di luar negeri,
maka aset tracing dilakukan bekerjasama dengan Financial Action Task force on
Money Laundering (FATF) yang merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam

upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di tiap negara.


Sedangkan untuk pemulihan kerugian salah satunya dengan kerjasama antar
negara lain untuk pemblokiran rekening atau penyitaan. Demikian disampaikan
inspektur dalam mengakhiri PKS tentang Asset Tracing yang dilanjutkan dengan sesi
diskusi untuk menambah wawasan.

Anda mungkin juga menyukai