PENDAHULUAN
Kelahiran prematur adalah kelahiran bayi pada usia kurang dari usia kehamilan
34-36 minggu. Kelahiran bayi prematur dapat mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas perinatal, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris persalinan
prematur adalah penyebab tertinggi angka morbiditas dan mortalitas perinatal, dimana
komplikasi yang diakibatkan oleh persalinan pretem lebih dari 10% dari seluruh
kehamilan oleh karena itu persalinan prematur merupakan hal yang patut mendapat
perhatian khusus mengenai penatalaksanaannya disamping upaya pencegahannya.
Tujuan penanganan kelahiran prematur adalah untuk mencegah dan menghentikan
terjadinya kontraksi uterus dengan obat-obatan tokolitik sampai kehamilan seaterm
mungkin atau sampai janin mempunyai maturitas paru yang dinggap cukup mampu
untuk hidup di luar kandungan. Walaupun kemungkinan obat tokolitik hanya berhasil
sementara, tetapi penundaan ini penting untuk memberikan kesempatan untuk
pemberian kortikosteroid untuk merangsang pematangan paru- paru.
Pemberian tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan prematur menimbulkan
masalah seperti kapan saat memulai pemberian tokolitik, apakah tokolitik sudah dapat
diberikan begitu ada tanda-tanda terjadinya kontraksi uterus sebelum kehamilan aterm
walaupun belum dapat dibedakan apakah ini kontraksi yang memang suatu kontraksi
yang menandai suatu persalinan atau hanya kontraksi palsu.
Dengan demikian pemakaian tokolitik masih merupakan salah jalan terbaik untuk
menunda persalinan prematur termasuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
perinatal. Pemilihan obat-obatan tokolitik golongan mana yang akan digunakan
haruslah didasarkan pada efisiensi obat, keamanan terhadap ibu dan janin serta
pengetahuan yang jelas tentang suatu preparat yang akan digunakan.
Pengertian menurut Cunningham ( 2014)
Preterm Labour : Kelahiran pada usia kehamilan 34 36 minggu
minggu 6 hari
BAB II
2.1
Patofisiologi
Etiopatologi dari kelahiran premature diyakini disebabkan oleh proses berikut
ini: infeksi, iskemi utero plasenta, hormone metabolism disorder, gestagen dan
CRH, fetus dianggap sebagai allograft, alergi, penggelembungan uterus yang
berlebih, inkompetensi serviks. Dasar pathogenesis dari kelahiran premature adalah
inflamasi (Koucky, Germanova, Hajek, Parizek, Kalousova, & Kopecky, 2009).
1. Infeksi dan kelahiran prematur.
Aksi dari mikroorganisme berakibat pada perkembangan janin atau respon
inflamasi
maternal-chorionamnioitis,
funisitis,
dan
particularly
fetal
dengan
kondisi
patologis
pada
ibu
hamil
misalnya
homosistin
berhubungan
dengan
disfungsi
endotel.
berlebihan
dapat
menyebabkan
peningkatan
kontraktilitas
usia
kehamilan
yang
memungkinkan
dilakukan
pemberian
signifikan,
dan
kelainankongenital.
Faktor
ibu
meliputi
bukti
2+
Type L yg
dipengaruhi oleh canal Ca2+ -activated K+, beta-adrenergik reseptor (-ARS) dan
hormon seksual. Nifedipine adalah golongan CCB dihidropirydin yang paling
umum digunakan. Sebuah analisis meta dari 12 eksperimen acak yang
melibatkan 1.029 wanita membuktikan bahwa calcium channel blockers unggul
dibanding tokolitik lain (sebagian besar -mimetics) dalam mengurangi kelahiran
premature dalam waktu 7 hari. Haas, et al dalam sebuah meta analisa
menyimpulkan bahwa CCB mempunyai efektivitas yang tinggi dalam menunda
PTB dan memperbaiki neonatal outcome. Efek samping maternal secara
signifikan lebih sedikit pada pasien yang menerima calcium channel blockers
dibandingkan dengan tokolisis lainnya (Haas, et al, 2012; Gaspar & Toth, 2013;
AllDredge et al, 2013).
Nifedipin yang diformulasikan sebagai tablet konvensional 90% diabsorpsi pd
pemberian PO dengan Tmax 0.5-2 jam dan t 2 jam, sedangkan bentuk tablet
lepas lambat diabsorpsi 75-89% dengan Tmax 2.5-6 jam dan t 6 jam .
Nifedipin terikat protein sebesar 92-98% dan banyak terdistribusi ke ASI, yang
sebagian besar akan dimetabolisme oleh isoenzym CYP3A menjadi bentuk polar
yang sangat larut air dan inaktif sehingga 60-80% diekskresikan melalui urine
dan feces (McEvoy, 2011)
Efek samping maternal meliputi takikardia, sakit kepala, muka merah, cemas,
pusing, mual, dan hipotensi. Nifedipine tidak mempengaruhi uteroplasenta,
denyut jantung, dan perfusi atau sirkulasi fetus. Penggunaan bersamaan dengan
magnesium
harus
dihindari
karena
kombinasi
dapat
mempotensiasi
30 menit
Lama Kerja
4 6 jam
Absorpsi
Distribusi
Ikatan Protein
99%
Metabolisme
Waktu Paruh
2 jam
Ekskresi
Klirens
Dari tabel diatas diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna, pada
pemberian COX inhibitors dengan plasebo dalam mencegah kelahiran prematur.
Pemberian COX inhibitors dapat meningkatkan berat badan bayi lahir dan
diketahui dapat menurunkan risiko maternal drug interaction.
Selanjutnya dalam penelitian tersebut juga dibandingkan efektifikas COX
inhibitors dibandingkan dengan agen tokolitik lainya dalam mencegah terjadinya
kelahiran prematur. Berikut hasil perhitungan statistiknya:
Tabel 2.2 Perbandingan Cox Inhibitor vs agen tokolitik lainnya (King, et al, 2010)
Dari tabel diatas, diketahui bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada pemberian
COX inhibitors dengan tokolitik lain dalam mencegah kelahiran prematur dan
munculnya efek samping obat, terutama pada maternal. Namun, dari penelitian
diketahui bahwa pemberian COX inhibitors diketahui memiliki risiko efek samping
pada fetus yang lebih besar bila dibandingkan dengan tokolitik lainnya.
Selanjutnya, dibandingkan pula efektivitas indomethacin, yang merupakan nonselektif COX inhibitors dengan beberapa COX-2 inhibitors. Diperoleh hasil yang
menyatakan bahwa, terdapat perbedaan bermakna pada pemberian indomethacin
dibandingkan dengan pemberian COX-2 inhibitors dalam mencegah kelahiran
prematur. Disamping itu diketahui bahwa indomethacin dapat meningkatkan berat
badan bayi lahir lebih tinggi dibandingkan dengan COX-2 inhibitors. Namun, risiko
10
dari efektivitas pemberian indomethacin ini adalah tingginya potensi efek samping
obat yang dapat timbul, salah satunya adalah oligohydroamnions. Di bawah ini
merupakan tabel yang berisi perbandingan keduanya.
Tabel 2.3 Perbandingan Indometachin vs Cox Inhibitor lainnya (King, et al, 2010)
11
polos uterus dengan aksi pada reseptor beta2 dengan efek yang kecil pada detak
jantung (APhA, 2013).
Beta simpatomimetik bekerja menahan kontraksi uterus dengan berikatan pada
reseptor 2-adrenergik pada sel miometrial. Interaksi ini menyebabkan
peningkatan level siklik AMP yang mengaktifkan protein kinase. Protein kinase
menginaktif miosin rantai-pendek kinase sehingga mencegah kontraktilitas uterus
(Cuppett & Caritis, 2013).
Gambar 2.3. Jalur Kontraktan dan relaksan pada sel miometrial (Cuppett &
Caritis, 2013)
Farmakokinetika (APhA, 2013)
Onset
Ikatan Protein
Metabolisme
Waktu paruh
Ekskresi
Keamanan pada kehamilan
Obat diabsorbsi dengat cepat, onset pada dosis subkutan adalah 5-15 menit,
dan lebih cept jika diberikan secara intravena. Waktu paruh obat pada kehamilan
12
adalah 3,7 jam. Sebagian besar obat dieliminasi melalui ginjal dalan bentuk tidak
berubah (Cuppett & Caritis, 2013).
Dosis. Sebagai tokolitik, dapat digunakan dosis terbutalin 250 mcg subkutan
tiap 20-30 menit hingga empat dosis atau hingga efek tokolitik diperoleh. Dosis
250 mcg dapat diulang tiap 3-4 jam selama 24-48 jam tergantung aktivitas uterus
dan respon hemodinamik maternal. Untuk tokolitik akut pada keadaan takhisistol
uterus yang berhubungan dengan perubahan denyut jantung janin, dosis 250 mcg
subkutan atau 125 mcg intravena dapat diberikan. Pengobatan harus ditahan jika
denyut jantung maternal >120 detak per menit (Cuppett & Caritis, 2013).
Obat juga dapat diberikan secara infus intravena dengan dosis yang dinaikkan
secara perlahan. Infus diawali pada dosis 2,5-5 mcg/menit; yang dapat
ditingkatkan tiap 20-30 menit dengan 2,5-5 mcg/menit hingga dosis maksimal 25
mcg/menit. Infus dapat dititrasi hingga uterus tidak bergerak atau muncul efek
samping maternal. Saat keadaan ini tercapai, infus dapat dikurangi 2,5-5
mcg/menit hingga dosis terendah untuk menjaga gerakan uterus. Dan harus dijaga
denyut jantung maternal tidak boleh melebihi 120 detak per menit (Cuppett &
Caritis, 2013).
Dosis salbutamol yang digunakan sebagai tokolitik adalah 4 mg salbutamol
ditambahkan dengan 500cc Dekstrose 5% diberikan secara iv 10 tetes/menit.
Dosis dapat ditingkatkan pada interva; 15-20 menit hingga kontraksi berhenti atau
denyut maternal meningkat 140detak/menit. Kemudian diberi dosis penjagaan
salbutamol oral 4 mg dua kali sehari selama 5 hari (Junejo, et al., 2008).
Kontraindikasi
pada
Kondisi
Ibu.
Pemberian
betamimetik
harus
diperhatikan jika diberikan pada ibu dengan diabetes; terbutalin harus dihindari
pada wanita hamil dengan penyakit jantung(Cuppett & Caritis, 2013)
ESO. Beta simpatomimetik telah lama digunakan untuk menghambat
kontraksi (tokolitik), tetapi jarang digunakan karena efek sampingnya dan efeknya
jangka pendek (maksimum 48 jam) pada otot rahim untuk perkembangan
takifilaksis. Ritodrineand fenoterolare yang paling sering digunakan. Clenbuterol,
salbutamol, terbutaline, dan isoxsuprineare juga digunakan sebagai tokolitik
(Visser & Kayser, 2015).
Efek samping kardiovaskular pada kehamilan, seperti palpitasi dan edema
paru merupakan komplikasi serius pada penggunaan secara intravena. Pada studi
dengan serial prospektif dari 175 kasus, munculnya efek samping yang serius ada
13
tiga kasus (1,7%) dan reaksi efek samping sedang sebanyak 2,3% dari kasus
(Visser & Kayser, 2015).
Penggunaan fenoterol dan beta simpatomimetik lain, terutama jika
dikombinasikan dengan kortikosteroid untuk meningkatkan kematangan paru
janin, dapat menyebabkan gangguan toleransi karbohidrat, beberapa mengarah
pada peningkatan tiba-tiba pada kebutuhan insulin pada diabetes tergantung
insulin. Sama seperti pada ibunya, beta simpatomimetik dapat menyebakna efek
samping kardiovaskular pada janin dan neonatal, karena gangguan toleransi
karbohidrat pada neonatal (Visser & Kayser, 2015).
Betamimetik oral digunakan untuk terapi setelah persalinan prematur bukan
untuk mencegah persalinan prematur. Kesimpulan ini berdasarkan 13 RCT dengan
total 1551 wanita yang menunjukkan betamimetik ritodrin dan terbutalin tidak
menurunkan rata-rata kelahiran prematur (delapan percobaan), atau pencegah
masalah dengan bayi yang dimaruskan masuk NICU, ketika dibandingkan dengan
plasebo, tanpa pengobatan atau obat tokolitik lain. Betamimetik dapat
menyebabkan wanita hamil memiliki peningkatan detak jantung (palpitasi) dan
nafas, penurunan tekanan darah, mual dan muntah, dan efek sampingnya kenaikan
konsentrasi gula darah (Dodd, et al., 2012).
EBM. Dua puluh percobaan, melibatkan 1367 wanita, membandingkan
betamimetik dengan plasebo. Betamimetik menurunkan jumlah wanita yang
melahirkan prematur dalam waktu 48 jam (rata-rata risk ratio (RR) 0.68, 95%
confidence interval (CI) 0.53 to 0.88, 10 percobaan, 1209 wanita). Penurunan
pada jumlah kelahiran dalam tujuh hari (rata-rata RR 0.80; 95% CI 0.65 to 0.98,
lima percobaan, 911 wanita) tapi tidak ada evidensi pada penurunan kelahiran
prematur (sebelum kehamilan 37 minggu) ((RR 0.95; 95% CI 0.88 to 1.03, 10
percobaan, 1212 wanita) (Neilson, et al., 2014).
Hasil review literatur dengan metode meta analisis dari 9 RCT yang
membandingkan
atosiban
dengan
betamimetik
adalah
bahwa
keduanya
ratio (RR) 1.28, 95% confidence interval (CI) 0.68 to 2.41; dua RCT terbulatin
dengan 2600 wanita) atau dengan magnesium (RR 0.80, 95% CI 0.43 to 1.46; satu
RCT dengan 137 wanita). Rata-rata kelahiran prematur (kurang dari 37 minggu)
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada enam RCT, empat
membandingkan
ritodrin
dengan
plasebo/tanpa
pengobatan
dan
dua
Nitrit Oksida
Mekanisme Kerja. Uterus merupakan organ yang terdiri dari otot polos.
Kontraksi uterus merupakan hasil dari interaksi aktin dan miosin. Interaksi aktin
miosin ini dimediasi oleh myosin light-chain kinases. Nitrit oksida merupakan
vasodilator yang esensial untuk menjaga tonus otot polos yang dihasilkan oleh
berbagai sel. Nitrit oksida disintesis dari oksidasi l-arginin (asam amino esensial)
menjadi l-citrulline. Reaksi oksidasi ini dikatalisis oleh enzim nitrit oxide
synthase. Interaksi antara nitrit oksida dan soluble guanylyl cyclase yang terdapat
pada sel efektor terdekat akan mengakibatkan transduksi sinyal sehingga
menstimulasi
formasi
nitrit
oksida
menjadi
sintesis
cyclic
guanosine
30-60 menit
24 jam
Mudah terabsorbsi pada kulit
Rata-rata kecepatan absorbsi 0,4
mg/jam
Maks plasma konsentrasi 2-4 jam
Kons tunak tergantung dosis (rata-rata
0,2 g/L)
Ikatan dengan protein plasma 60%
15
Metabolisme
Ekskresi
Di liver
Ekskresi di urin, t eliminasi 2-4
menit
Kontraindikasi
Efek samping
terhadap
maternal
Patch 10 mg
untuk setiap
Pusing, hipotensi,
12 jam terus
preload dependent
sampai
cardiac lesions
Pusing, hipotensi
kontraksi
(e.g., aortic
berhenti,
insufficiency)
hingga 48 jam
(Renzo and Roura, 2006; Simhan and Caritis, 2007)
Efek samping
terhadap
janin/neonatus
Neonatal hipotensi
16
17
jam setelah terapi. Seluruh wanita yang menerima transdermal nitogliserin mengalami
efek samping sakit kepala (Conde-Agudelo, et al., 2013).
gestation dengan riwayat PTB dan CL pendek : 17 P 250 mg per minggu dimulai
dari minggu ke 24 melalui IM. Vaginal progesterongel 90 mg per hari dimulai
pada minggu ke 18-23 hingga minggu 37. Suppositoria 100 mg tiap hari dimulai
pada minggu 24 hingga 34 (Berghella, 2012).
Farmakokinetika
Absorbsi
Ikatan protein
Metabolisme
T eliminasi
Waktupuncak
Ekskresi
(Lexi Comp, 2014)
Diperpanjang
50-54% (albumin)
Hepar
5-20 menit
17-24 jam
Urin
22
Pemberian MgSO4
MgSO4 dapat
menghambat kontraksi, namun kurang efektif sebagai tokolitik (Visser & Kayser,
2015), Magnesium bekerja pada ekstraselullar dan intrasellular dengan
mekanisme menurunkan konsentrasi kalsium intrasellular sehingga mencegah
respon kontraksi. (Cuppett & Caritis, 2013). Indikasi MgSO4 selama persalinan
prematur bukan untuk menghentikan kontraksi prematur, tetapi sebagai agen
neuroprotektif pada janin. (Visser & Kayser, 2015). The American College of
Obstetrician and Gynecologosts (ACOG) Kriteria Magnesium sulfat untuk
antisipasi kelahiran prematur sebagai neuroproteksi (Merril, 2013)
Tiga meta analsis telah menunjukkan efek MgSO4 pada neuroproteksi,
khususnya cerebral palsy. Hasilnya menunjukkan bahwa MgSO4 menurunkan
resiko cerebral palsy tanpa meningkatkan resiko kematian. Lima percobaan RCT
menunjukkan efek MgSO4 sebagai agen neuroprotektif pada wanita yang beresiko
mengalami kelahiran prematur. Hasilnya menunjukkan bahwa MgSO4 antenatal
secara signifikan menurunkan resiko cerebras palsy, tanpa ada efek pada janin,
neonatal atau kematian dini (hingga usia 2 tahun) dan tidak meningkatkan resiko
kematian maternal. Penemuan ini mendukung penggunaan terapi MgSO4 sebagai
neuroproteksi janin pada wanita dengan resiko melahirkan prematur (Merril,
2013).
Magnesium Sulphate sebagai anti pre eklampsi dan eklampsi
Pemakaian MgSO4 sebagai obat anti pre eklampsi dan eklampsI lebih
didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan signifikansi dibandingkan
sebagai tokolitik.
Dari hasil penelitian: pemberian MgSO4 IV sebanyak 6g pada wanita yang
mengalami pre eklamsi berat menunjukkan penurunan arteri umbilikalis, arteri
uterin dan indek doppler janin dengan mengurangi resistensi aliran pembuluh
darah. (Maged AM, 2016).
23
Farmakokinetik (AphA,2013)
Onset of action
Distribusi
Ikatan protein
Ekskresi
i.m: 1 jam
i.v: segera (immediate)
tulang (50 -60%), cairan ekstraselluler
(1-2%)
30% terikat pada albumin.
melalui urin
Dosis. Sebagai tokolitik akut digunakan dosis: (48-72 jam) IV: 4-6 gram
loading dose, kemudian titrasi 2-4 g/jam hingga ada respon uterus dan atau
toksisitas maternal.
Kontra indikasi: hindari pemberian pada pasien yang menggunakan CCB dan
pasien dengan miasthenia gravis.
Efek samping: ketika digunakan dalam dosis yang lebih tinggi atau ketika
fungsi ginjal terbatas dapat menyebabkan hypotonia otot pada ibu dan bayi baru
lahir (Visser & Kayser, 2015).
24
Efek samping
terhadap
janin/neonatus
dengan
melibatkan
1.389
wanita
yang
Tabel 2.8. Perbandingan antara oksitosin antagonis dan plasebo dalam mencegah
efek samping terhadap maternal
27
Tabel 2.9 Perbandingan antara oksitosin antagonis dan obat tokolitik lainnya
dalam mencegah kelahiran prematur dalam 48 jam
28
Dibandingkan
CCB
atau
betamimetics,
oksitosin
antagonis
BAB III
PEMATANGAN FUNGSI PARU JANIN
3.1
kesehatan yang signifikan, mempengaruhi sekitar 5-18% dari total bayi yang lahir,
29
dengan lebih dari 60% kelahiran prematur yang terjadi di Afrika dan Asia Selatan
(PMNCH, et al., 2012). Bayi prematur, terutama yang lahir sebelum 32 minggu
kehamilan, beresiko tinggi mengalamirespiratory distress syndrome (RDS), suatu
komplikasi serius yang merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan
neonatus. Janin yang lahir prematur dan bertahan hidup pada periode neonatus
secara signifikan beresiko tinggi mengalami kecacatan syaraf dalam jangka waktu
yang panjang. RDS terjadi sebagai akibat defisiensi surfaktan dan perkembangan
paru yang belum matang. Resiko RDS dan kematian pada neonatus menurun pada
usia kehamilan yang cukup, yang menggambarkan kematangan sistem organ. Terapi
yang dapat menurunkan insiden terjadinya RDS pada janin yang lahir prematur,
termasuk diantaranya pemberian kortikosteroid sebelum kelahiran (Roberts & S,
2006).
3.2
dapat diambil dengan mengacu pada hasil penelitian dengan level evidence yang
paling baik, pemberian kortikosteroid sebaiknya pada usia kehamilan 24 dan 34
minggu (RCOG, 2010).
DEXAMETHASON
1,8 3,5 jam
2 L/kg
70%
Hepar
1-2 jam
Urin dan feses
BETAMETHASON
6,5 jam
75 90 L
64%
Hepar
10-36 menit
Urin
BETAMETHASON
12 mg tiap 24 jam IM dalam 2
dosis
33
akan
menimbulkan efek serius pada wanita dengan infeksi sistemik, namun penggunaannya
harus lebih hati hati, seperti pada TB dan sepsis (RCOG, 2010).
EBM. The cochrane review Antenatal corticosteroids for accelerating fetal lung
maturation for women at risk of preterm birth memperlihatkan pemberian
kortikosteroid dapat menurunkan insiden RDS ( RR : 0,66; (5% CI 0,59-0,73). Saat
ini betamethason dan dexamethason merupakan regimen kortikosteroid yang
direkomendasikan dan digunakan pada praktek klinis (Brownfoot, et al., 2013).
Penggunaan dexamethasone dan bethametasone pada maternal dilaporkan tidak
menimbulkan
insiden
terjadinya
kematian,
chorioamnionitis,
puerperal
mencegah
terjadinya
insidentersebut
dibandingkan
penggunaan
Menurut EBM yang diperoleh dari beberapa penelitian dapat kami simpulkan
sebagai berikut :
1. CCB efektif diberikan sebagai tocolytic dengan Loading Dose 10 mg.
2. COX Inhibitor. Tidak ada perbedaan bermakna pada pemberian COX inhibitors
dengan tokolitik lain dalam mencegah kelahiran prematur dan munculnya efek
samping obat, terutama pada maternal, namun, memiliki risiko efek samping pada
fetus. Pada pemberian indomethacin sebagai tokolitik kurang efektif juka
dibandingkan dengan agen tokolitik lainnya, namun lebih efektif juka
dibandingkan dengan pemberian COX-2 inhibitors. Pemberiannya pun harus
dipertimbangkan dengan baik, karena dapat menimbulkan efek samping yang
besar baik pada maternal maupun pada fetus.
3. Beta Simpatomimetik dapat digunakan sebagai tocolytic paling lama 48 jam.
Terbutalin dan Salbutamol memiliki efek yang serupa namun efek samping
salbutamol lebih besar disbanding terbutalin
4. NO tidak direkomendasikan secara rutin untuk penggunaan sebagai Tocolytic,
karena berisiko tinggi terjadinya hipotensi
5. Progesteron. Agen progestational dapat menurunkan angka kelahiran prematur,
namun tidak ada penurunan signifikan pada kematian perinatal. Agen
progestational yang diberikan pada usia kehamialn trimester kedua kehamilan
dapat menurunkan kelahiran premature pada usia kurang dari 37 minggu
6. MgSO4 kurang efektif sebagai tocolytic pada persalinan premature namun dapat
menghambat kontraksi dan digunakan sebagai neuroprotektif.
7. Oxytocin Antagonis tidak lebih unggul sebagai tocolytic disbanding agen CCB
dan betamimetik
DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, B. K. et al., 2013. Koda-Kimble and Youngs applied therapeutics : the
clinical use of drugs. 10 ed. Philadelphia:Lippincotcott William & Wilkins.
35
APhA, (. P. A., 2013. Drug Information Handbook. 22nd ed. United State:
Lexicomp.
Bartho, J S., Wilczynski, JR., Basta, P., Kalinka. 2008., J. Frontiers in Bioscience
Berkman, N. D. et al., 2003. Tocolytic treatment for the management of preterm
labor: A review of the evidence, North Carolina: The Research Triangle
Institute.
Brownfoot, F. C. et al., 2013. Different Corticosteroid and Regimen for Accelerating
Fetal Lung Maturation for Women at Risk of Preterm Birth. The Cochrane
Collaboration. Published by JohnWiley & Sons, Ltd, Issue 8, pp. 1-91.
Conde-Agudelo, et al., 2013. Transdermal nitroglycerin for the treatment of preterm
labor: a systematic review and metaanalysis. Am J Obstet Gynecol
2013;209:551.e1-18
Coomarasamya, A., Knoxb, E. M., Geea, H., & Fujian Songc, K. h. (2003).
Effectiveness of nifedipine versus atosiban for tocolysis in preterm labour: a
meta-analysis with an indirect comparison of randomised trials. International
Journal of Obstetrics and Gynaecology Vol 10, 10451049.
Craig, C.R. & Stitzel, R. E., 2003. Modem Pharmacology with Clinicsk. Applications
Sixth Edition. Philadelphia:Lippincotcott William & Wilkins
Cunningham, F. G. et al., 2014. Williams Obstetrics 24th Edition. 24 ed. US:
McGraw-Hill Education.
Cuppett, C. D. & Caritis, S. N., 2013. Uterine Contraction Agents and Tocolytics. In:
Clinical Pharmacology During Pregnancy. United Kingdom: Academic Press,
pp. 307-330.
Dodd, J. M., Crowther, C. A. & Middleton, P., 2012. Oral betamimetics for
maintenance therapy after threatened. The Cochrane Collaboration, Issue 12,
pp. 1-79.
Flenady, V., Reinebrant, H., Liley, H. T., & Papatsonis, D. (2014). Oxytocin receptor
antagonists for inhibiting preterm labour (Review). The Cochrane Library.
Gspr, Rbert., Hajagos-Tth, Judit. 2013. Calcium Channel Blockers as
Tocolytics: Principles of Their Actions, Adverse Effects and Therapeutic
Combinations . J. Pharmaceutics 6 : 689-699
Junejo, N., Mumtaz, F. & Unar, B. A., 2008. Comparison of Salbutamol and
Nifedipine as a Tocolytic Agent in the Treatment of Preterm Labour.
JLUMHS, pp. 115-120.
36
Kashanian, M., Bahasadri, S. & Zolali, B., 2011. Comparison of the efficacy and
adverse effects of nifedipine and indomethacin for the treatment of preterm
labor. International Journal of Gynecology and Obstetric, Volume 113, pp.
192 - 195.
Katzung, B. G. & Trevor, A. J., 2015. Basic and Clinical Pharmacology. 13 ed. US:
McGraw-Hill Education..
King, J. et. al., 2010. Cyclo-oxygenase (COX) inhibitors for treating preterm labour.
The Cochrane Collaboration, Volume 2.
Koucky, et al., 2009. Pathophysiology of Preterm Labour. Prague Medical Report /
Vol. 110 (2009) No. 1, p. 1324
Lacy, C. F. et. al., 2015. Drug Information Handbook. 24th ed. Ohio: Lexi-comp
Lamont, R. F., & Kam, K. R. (2008). Atosiban as a tocolytic for the treatment of
spontaneous preterm labor. Future Drugs, 163-174.
Mackenzie, D., Walker, M., Armson, A., Hannah, M., 2006
Macintyre, D A., Chan, A C., Smith, R., 2007. Myometrial Activation-Coordination,
Conectivity and Contractility. Fetal and Maternal Medicine Review
McEvoy, K Gerald. 2011. AHFS Drug Essential Information. Maryland : ASHP
Meis PJ, Klebanoff M, Thom E, Dombrowski MP, Sibai B,Moawad AH, et al. 2003
Prevention of recurrent preterm delivery by 17 alpha-hydroxyprogesterone
caproate. N Engl J Med;348:2379-85.
Merril, L., 2013. Magnesium Sulfate During Anticipated Preterm Birth for Infant
Neuroprotection. AWHONN, pp. 44-54.
MIrzamoradi, M. et al., 2014. Does magnesium sulfate delay the active phase of
labor in women with premature rupture of membranes? A randomized
controlled trial. Taiwanese Journal of Obstetrics & Gynecology, Volume 53,
pp. 309-312.
Neilson, J. P., West, H. M. & Dowswell, T., 2014. Betamimetics for inhibiting
preterm labour. The Cochrane Collaboration, Issue 2, pp. 1-116.
PMNCH, Save, t. C., WHO & March, o. D., 2012. Born Too Soon : The Global
Action Report on Preterm Birth. Geneva: World Health Organization.
Progesterone for the Prevention of Preterm Birth amongWoman at Increased Risk :
A Systemic Review and Meta Analysis of Randomized Controlled Trials.
American Journal of Obstetric and Gynecology.
37
Collaboration. Published by
38