Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Pengertian Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari atau menjelaskan tentang terjadinya,
peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubunhan dengan lingkungannya
terutama dengan makhluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi sendiri dapat dijumpai dalam
berbagai kegiatan seperti perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk
berbagai keperluan (air bersih, irigiasi, peternakan, perikanan) pengendalian banjir,
pembangkit listrik tenaga air, air limbah, dan lain sebagainya.
Hidrologi banyak dipelajari oleh para ahli dibidang teknik sipil dan pertanian,
karena ilmu tersebut dapat dimanfaatkan untuk beberapa kegiatan sebagai berikut:
Memperkirakan banyaknya banjir yang ditimbulkan oleh hujan deras, sehingga
dapat direncanakan bangunan-bangunan untuk mengendalikaannya seperti pembuatan
tanggul banjir, saluran drainase, jembatan, dsb.
Memperkirakan jumlah air ynag dibutuhkan oleh suatau jenis tanaman, sehingga
dapat direncanakan bangunan untuk melayani kebutuhan tersebut, memperkirakan jumlah
air yang tersedia di suatu sumber air (mata air, sungai,danau,dsb) untuk dapat
dimanfaatkan guna berbagai keperluan seperti air baku (air untuk keperluan rumah tangga,
perdagangan, industri), irgasi, alat pembangkit listrik, dsb.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang menyangkut
masalah kuantitas dan kualitas air di bumi dan dapat dikategortikan menjadi dua bagian,
antara lain:
Hidrologi Pemeliharaan
Menyangkut

pemasangan

alat-alat

ukur

berikut

penentuan

stasiun

pengantarnya,pengumpulan data hidrologi, pengolahan data mentah dan publikasi.


Hidrologi Terapan Ilmu yang langsung berhubungan dengan penggunan hukum-hukum
yang berlaku menurut ilmu-ilmu murni pada kejadian praktis dalam kehidupan dan
menyangkut analisis hidrologi.
1

1.2 Siklus Hidrologi


Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke
bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.
Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi
tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis
atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke
atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai
tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga
cara yang berbeda:
1. Evaporasi / transpirasi Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada
keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan
turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
2. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah
dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi
kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah
hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
3. Air Permukaan Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan
danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan
semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungaisungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh
air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk,
rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk
sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen2

komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah
air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
Siklus hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air
dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer : evaporasi dari tanah atau laut
maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di
dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi-kembali.
Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan batu es, hujan, dan lain-lain), jatuh
ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan saluran-saluran
sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang
kemudian berevaporasi dan/atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja
maupun sebagai aliran batang) selama suatu waktu atau secara langsung jatuh pada tanah
(through fall = air tembus) khususnya pada kasus hujan dengan intensitas yang tinggi dan
lama. Sebagian presipitasi berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian
pada permukaan tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah
berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat
(zone) jenuh di bawah muka air tanah. Air ini secara perlahan berpindah melalui akifer ke
saluran-saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai
tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi
juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa dari lengas ini
diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun.
Setelah bagian presipitasi yang pertama yang membasahi permukaan tanah dan
berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut
dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya, detensi permukaan menjadi lebih tebal
(lebih dalam) dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan bertambahnya
kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir ini disebut
limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan
permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi. Akhirnya,
limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai.

Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir
kembali ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini nampak kembali
pada permukaan bumi sebagai presipitasi.
Sebagaimana dapat dilihat dari Gambar dan penjelasan singkat tentang Siklus
hidrologi di atas, tangkapan daerah aliran sungai terhadap presipitasi merupakan keluaran
dari saling-tindak semua proses ini. Limpasan nampak pada sistem yang sangat kompleks
setelah pelintasan presipitasi melalui beberapa langkah penyimpanan dan transfer.
Kompleksitas ini meningkat dengan keragaman areal vegetasi, formasi-formasi geologi,
kondisi tanah dan di samping ini juga keragaman-keragaman areal waktu dari faktorfaktor iklim.

Siklus Hidrologi (Sumber : Soemarto, 1987)


1.2.1

Gangguan Siklus Hidrologi Picu Banjir dan Kekeringan


Gangguan siklus hidrologi mengakibatkan banjir dan kekeringan, karena
air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah menjadi air larian, kata
pakar air Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang Budi Santosa.
4

Beban yang harus diterima saluran atau sungai di hilir menjadi lebih besar.
Gangguan seperti ini bisa dilihat pada karakteristik sungai yang memiliki
fluktuasi aliran cukup besar. Pada musim hujan debit aliran air sungai sangat
besar bahkan terlalu besar, tetapi pada musim kemarau debit aliran air sungai
sangat kecil bahkan kering sama sekali. Idealnya fluktuasi aliran sungai tidak
terlalu besar atau hampir seragam.
Aliran air sungai pada musim kemarau berasal dari air di dalam tanah
yang keluar dari mata air. Kontribusi terbesar aliran sungai pada musim kemarau
sebenarnya dari mata air, katanya. Ia menduga banjir disebabkan menurunnya
kapasitas saluran atau sungai akibat proses sedimentasi, buangan sampah atau
bangunan air yang menghambat aliran.
Banjir yang terjadi di musim penghujan, karena sebagian besar air hujan
yang jatuh ke permukaan tanah dialirkan sebagai air larian yang akan terbuang
percuma ke laut. Ekses yang ditimbulkan adalah berkurangnya air yang meresap
ke dalam tanah yang berarti bahwa simpanan air di dalam tanah juga akan
berkurang.
Padahal simpanan air tersebutlah yang memberikan kontribusi terhadap
aliran air pada mata air dan sungai pada musim kemarau, katanya. Banjir dan
kekeringan yang sering terjadi hampir setiap tahun khususnya di Jawa Tengah,
telah menunjukan adanya kerusakan lingkungan dalam skala yang cukup luas.
Banjir dan kekerangan disertai pencemaran di beberapa bagian sungai
merupakan gambaran suatu krisis air yang sedang dan akan dihadapi pada masa
mendatang. Usaha mengatasi masalah banjir dan kekeringan adalah meningkatkan
besaran resapan air ke dalam tanah yang antara lain bisa dilakukan dengan
menjaga kelestarian hutan dan menghambat laju air larian melalui pembuatan
sumur resapan.

Air hujan sebelum masuk ke saluran dibelokan terlabih dahulu ke sumur


resapan sehingga kesempatan air meresap ke dalam tanah menjadi lebih besar,
kata Budi Santosa.
1.3 IlmuIlmu Penunjang Lain
Kompleksnya sistem sirkulasi air serta luasnya ruang lingkup kehidupan, maka di
dalam melakukan analisis hidrologi diperlukan pula ilmu ilmu pengetahuan lain seperti :
1.

Meteorologi
Ilmu yang memepelajari tentang cuaca di bumi.

2.

Klimatologi
Ilmu yang mempelajari tentang iklim yang ada di bumi.

3.

Geografi dan Agronomi


Ilmu yang digunakan untuk mengetahui ciriciri fisik dari permukaan bumi dan dunia
tumbuhtumbuhan.

4.

Geologi dan Ilmu Tanah


Ilmu yang mempelajari komposisi dari kerak bumi yang berperan pada distribusi air
permukaan, air bawah permukaan dan air tanah dalam.

5.

Hidrolika
Ilmu yang mempelajari gerakan air beraturan dalam sistem sederhana.

6.

Oceanografi dan Limnologi


Ilmu yang berkaitan dengan laut dan danau.

7.

Statistik
Ilmu yang mempelajari tentang teknik memproses data numerik menjadi informasi yang
sangat berguna dalam penelitian ilmiah, pengambilan keputusan dan lain sebagainya.
( Joyce Marthe dan Wanny, 1991 : 5 6 )

1.4 Sejarah Perkembangan Hidrologi Di Indonesia


Ilmu hidrologi di dunia sebenarnya telah ada sejak orang mulai mempertanyakan
dari mana asal mula air yang berada di sekitar kita yaitu tepatnya pada abad ke -16. Pada
zaman Leonardo Da Vinci dan Bernad Palissy pengenalan tentang hidrologi mulai dikenal,
mereka menemukan konsep siklus Hidrologi secara benar, melalui penyelidikan (hubungan
infiltrasi sampai kepada terjadinya mata air). Ketidakmampuan orang dahulu dalam
menetapkan pengertian yang tepat karena didasari pada anggapan bahwa tanah terlalu kedap
sehingga tidak mungkin air masuk ke dalam tanah karena jumlah hujan tidak cukup banyak
untuk dapat menimbulkan air yang sebesar seperti yang sering kita lihat di sungai, danau dan
laut. Seiring dengan perkembangan zaman dan akhirnya dengan ditemukannya alat pengukur
dan pengembangan hidrolika, maka membuka kemungkinan dilaksanakannya percobaan
percobaan Hidrologi.
( Joyce Marthe dan Wanny, 1991 : 6 )
Perkembangan hidrologi di Indonesia tidak diketahui dengan jelas. Pada
pendidikan tinggi pada tahun 60 an mata kuliah Hidrologi masih merupakan mata kuliah
lain seperti irigasi, bangunan tenaga air. Mulai awal tahun 70an ilmu hidrologi mulai
berkembang dengan pesat, diantaranya ditandai dengan cukup banyaknya penemuan ilmiah
dalam bentuk seminar, loka karya yang mempersoalkan ilmu Hidrologi secara kualitatif dan
kuantitatif dan kemudian menjadi pesat. Seiring dengan berjalannya waktu, munculnya
organisasi seperti Himpunan Ahli Teknik Hidrolik Indonesia( HATHI ) di Indonesia sangat
mendukung perkembangan tersebut. Pada bulan januari tahun 2001 HATHI melakukan
seminar tentang Peningkatan Profesionalisme dan Penerapan Teknologi Air Dalam
Pembangunan Daerah yang berlangsung di Jakarta. Ini menandakan semakin berperannya
HATHI dalam perkembangan ilmuilmu hidrolik di Indonesia.
( Sumber : Internet ( Jurnal dan berbagai seminar HATHI ))

1.5 Penggunaan Hidrologi Dalam Perencanaan Teknik


Dalam praktik para teknisi yang berkepentingan dengan perencanaan dan
pembangunan air tidak dapat mengakibatkan Hidrologi sebagai alat penganalisa jumlah air.
Pada suatu kota dimensi sumbersumber daya air daerah daerah pengaliran sungai semakin
luas maka tidak hanya berperanan dalam perencanaan bangunan air saja, tetapi juga ikut
menentukan macam dan luas daerah pertanian serta pedalaman dan daerah lainnya. Hidrologi
adalah suatu alat pembantu dalam perencanaan teknik hidrolika. Ilmu ini sebanding dengan
Mekanika Terapan dan Mekanika Fluida. Tetapi kedudukan dan posisi secara keseluruhan
berbeda karena Hidroligi penuh dengan kerumitan dan sistemnya maha luas. Makin luas
sistem maka makin bervariasinya nilai ukur/parameter fisik, sehingga secara praktis tidak
mungkin menetapkan/menaksir nilai nilai ukur di tiap titik, misalnya untuk suatu DAS
mempunyai formasi/susunan geologi dan susunan tanah yang berbeda sehingga sangat sulit
memperkirakan lithologi di suatu titik sembarang tanpa adanya data data pemboran.
( Joyce Marthe dan Wanny, 1991 : 7 - 8 )

BAB II
LANDASAN TEORI
2. 1 Curah Hujan Rata-Rata
Dengan melakukan penakara ataupun pencatatan, hanya didapatakan curah hujan
disuatu titik tertentu (Point Rainfall). Bila dalam suatu areal terdapat beberapa aat penakar
atau pencatat cura hujan, makan untuk mendapatkan harga curah hujan areal adalah dengan
mengambil hujan rata-ratanya, (Soemarto, 1986).
Curah hujan yang deperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air
dan rancangan pengenadalian banjir adalah curah hujan rata-rata seluruh daerah yang

bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu dari angka-angka curah hujan ini
disebur curah hujan wilayah atau daerah dan dinyatakan dalam mm, (Sosrodarsono &
Takeda, 1976).
Ada tiga macam metode dari angka-angka curah hujan dibeberapa titik pos
penakar atau pencatat :
1. Rata-rata Aljabar atau Metode Aritmatik
2. Polygon Theissen
3. Ishoiyet
2. 2 Perhitungan Curah Hujan Rata-rata dengan Poligon Theissen
Metode ini bisa digunakan untuk daerah-daerah dimana distribusi pengamatan
hujan tidak tersebar merata. Digunakan pada daerah 50.000-500.000 Hasilnya akan lebih
teliti. Sehingga metode Theissen yang digunakan dalam tugas hidrologi. Adapun caranya
yaitu:
a. Stasiun pengamat digambar pada peta dan ditarik garis hubung masing-masing
stasiun (garis putus-putus).
b. Garis tegak lurus dari gambar hubungan tersebut membentuk poligon-poligon
menglilingi setiap stasiun, hindari poligon dalam bentuk tumpul.
c. Sisi tiap poligon merupakan batas-batas daerah pengamat hujan yang bersangkutan.
d. Hitung luas tiap poligon yang terdapat di dalam DAS (Daerah Aliran Sungai) dan
luas seluruh DAS dengan planimeter dan luas tiap poligon dinyatakan sebagai
persentase dari luas DAS keseluruhannya. Dan menghitung luas juga bisa
menggunakan kertas millimeter block.
e. Faktor bobot dalam menghitung hujan rata-rata daerah didapat dengan mengalikan
prespitasi tiap stasiun pengamat dikalikan dengan prespitasi luas daerah yang
bersangkutan.

Dengan persamaan sebagai berikut :

( A 1. R 1 ) + A 2. R 2

R= + A 3. R 3+ ( An. Rn)
A 1+ A 2+ A 3++ An

......................(2.1)

Keterangan :
R

= curah hujan rata-rata (mm)

A1, A2, A3,..,An

= luas bagian daerah yang diwakili oleh setiap

R1, R2, R3,..,Rn

= curah hujan disetiap stasiun

= jumlah stasiun hujan

stasiun

2. 3 Perbaikan Data
Di dalam pengukuran hujan sering dialami dua masalah. Masalah pertama adalah
tidak tercatatnya data hujan karena rusaknya alat atau pengamat tidak mencatat data. Data
yang hilang dapat diisi dengan nilai perkiraan. Masalah kedua adalah karena adanya
perubahan kondisi di lokasi pencatatan selama suatu periode pencatatan. Kedua masalah
tersebut perlu diselesaikan dengan melakukan koreksi berdasarkan data dari beberapa
sasiut sekitarnya. Sehingga sebelu menghitung rata-rata curah hujan daerah, tentunya
terlebih dalu mengecek data yang ada jika ada permasalahan seperti yang telah dijelaskan
maka terlebih dahulu memperbaiki data yang ada. Berikut ini diberikan dua cara untuk
melakukan koreksi data:
a. Metode perbandingan normal ( Normal Ratio Method)
Data yang hilang diperkirakan dengan rumus :
Px 1 P 1 P2 P3
Pn
= (
+
+
++
)
Nx n N 1 N 2 N 3
Nn ...........................................................(2.2)
Keterangan :
Px

= hujan yang hilang di stasiun X

P1, P2, P3, , Pn

= data hujan di stasiun sekitar pada periode yang sama

Nx

= hujan tahunan di stasiun X


10

= jumlah stasiun hujan di sekitar X

N1, N2, N3, , Nn = hujan tahunan di stasiun sekitar X


b. Reciprocal Method
Cara ini lebih baik karena memperhitungkan jarak antara stasiun (Li) seperti
persamaan berikut ini :
n
LiPi2
Px= i=l
n
...............................................................................................(2.3)
Lil 2
i=l
2. 4

Pengujian Data Curah Hujan


Bulshland (1982) memperkenlkan cara kumulatif devias yaitu nilai kumulatif
penyimpangan terhadap nilai rata-rata (mean) dengan :
(Yi ) , K=1, 2, 3, , n
S0 = 0 . SK* =
...................................................................

Nilai S0 = 0, untuk data yang homogen maka nilai SK* berkisar nol karena tidak
terdapat kesalahan sistematik nilai Yi terhadap Y rata-rata (). Oleh sebab itu SK* (harga
mutlak) dapat digunakan sebagai indicator terjadinya perubahan atau ketidak panggahan.
Cara lain ynag dapat digunakan ialah dengan RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)
(Blushlan, 1982).
Dengan persamaan :

SK
SK** = DY , dengan K= 1, 2, 3,, n..................................................................(2.4)
n

( Xi X )
DY2=
n
i=l

Nilai statistik Q

............................................................................................. (2.5)

Q = Maks |SK**|.................................................................(2.6)

0 K n

Nilai statistik R
0 K n

R= maks |SK**| - min |SK**|..............................................(2.7)


0 K n

Tabel 1.1 Nilai Q

n dan R n
11

90%

95%

99%

90%

95%

99%

10

1,05

1,14

1,29

1,21

1,28

1,38

20

1,10

1,22

1,42

1,24

1,43

1,60

30

1,12

1,24

1,46

1,40

1,50

1,70

40

1,13

1,26

1,50

1,42

1,53

1,74

50

1,14

1,27

1,52

1,44

1,55

1,78

100

1,15

1,29

1,55

1,50

1,62

1,86

1,22

1,36

1,63

1,62

1,75

2,00

(Sumber: Harto 1993 : 60)


2.4 1 Uji Konsistensi
Banyaknya hujan diukur dengan alat pengukur hujan (rain gauge) baik
yang manual maupun otomatia. Data hasil pengukuran (data curah hujan) yang
diperoleh di lapangan kemudian diurutkan menurut fungsi waktu sehingga
merupakan deret berkala. Data deret berkala tersebut dilakukan pengujian.
Uji konsistensi berarti menguji kebenaran data lapangan yang tidak
dipegaruhi oleh kesalahan pada saat pengiriman atau saat pengukuran. Data
tersebut harus benar-benar menggambarkan fenomena hidrologi seperti keadaan
sebenarnya di lapangan.
Jika data hujan tidak konsistensi yang diakibatkan oleh berubahnya atau
terganggunya lingkungan di sekitar tempat di mana penakar dipasang, misalnya:
a. Terlindung oleh pohon
b. Terletak berdekatan dengan gedung tinggi
c. Perubahan cara penakaran atau pemindahan stasiun titik lain yang berdekatan
d. Kesalahan pencatatan data pengukuran
Untuk menyelidiki penyimpangan-penyimpangan tersebut dapat digunakan:
1) Double Mass Analysis

12

Cara ini umumnya digunakan yaitu untuk dengan menggambarkan


besarnya hujan kumulatif stasiun yang diuji dengan besarnya hujan kumulatif
rata-rata hujan dari beberapa stasiun acuan sekitarnya.
Gambar 2. Curah Hujan Tahunan Rata-Rata Beberapa Pos Penakar
Yang Berdekatan
Jika tidak terdapat perubahan lingkungan maka didapatkan garis ABC,
tetapi karena pada suatu saat terjadi perubahan lingkungan maka akan didapat
garis ABC. Penyimpangan tiba di garis semula menunjukkan adanya
perubahan tiba-tiba dalam pengamatan.
2) Von Neuman Ratio
Untuk mengatasi ketidak panggahan dat adari suatu stasiun dengan data
dari stasiun itu sendiri, dengan mendeteksi pergeseran nilai-nilai rata-rata
(Mean Von Neuman Ratio) merupakan salah satu cara klasik yang digunakan,
dengan persamaan sebagai berikut :
n1

( yi yi+1)/ ( yi )2
i=l
n1

N =

...........................................................(2.8)

i=l

Data dikatakan panggah apabila nilai

( N ) =2

Buishand (1982) memperkenalkan cara kumulatif deviasi yaitu nilai


kumulatif penyimpangannya terhadap nilai rata-rata (mean) dengan:
k

|SC*=0.SK*=

( yi )
i=l

, k= 1, 2, 3,,n|.....................................(2.9)

Nilai Sn*=0, untuk data homogen maka nilai SK* berkisar nol (0) km,
tidak terdapat kesalahan sistematik nilai yi terhadap nilai (rata-rata). Oleh
karena itu SK* (harga mutlak) dapat digunakan sebagai indikator terjadinya
perubahan atau ketidak panggahan.
3) RAPS ( Rest Adjusted Partial Sums)

13

Pengujian RAPS ini digunakan untuk menguji ketidak panggahan antara


data pada stasiun itu sendiri dengan mendeteksi pergeseran nilai rata-rata,
dengan persamaan:
Data Stasiun
Y1 =
....................................................................(2.10)
n
n

( Xi X )
DY =
n
i=l
2

........................................................................(2.11)

SK*=

( yi )
i=l

..........................................................................(2.12)

SK** =

SK
DY

Untuk : Dy =

, dengan K= 1, 2, 3,, n........................................(2.13)

Dy

.................................................................(2.14)

Keterangan :
n
= banyak tahun
yi
= data curah hujan ke-i

= rata-rata curah hujan


SK*, SK**, Dy
= nilai statistik
Nilai statistik Q
Q = Maks |SK**|..........................................(2.15)
0 K n
Nilai statistik R
R= maks |SK**| - min |SK**|
...............................................................................................................
(2.16)
0 K n

0 K n

4) WAPS (Weight Adjusted Partial Sums)


ZK** = [k (n-k)-0,5SK*, dengan K= 1, 2, 3, ..n
...............................................................................................................
(2.17)
ZK** = ZK*/DY...............................................................................(2.18)
V= maks |ZK**|................................................................................(2.19)
1 K n1
Statistik ini dapat disajikan dalam persamaan:
|W=(n-2)-0,5.V/(1-V2)0,5|......................................................................(2.20)
14

Dengan W adalah nilai worskys test:


W = maks |tk|.....................................................................................(2.21)
1 K n1
Dengan tk adalah nilai student untuk membedakan nilai rata-rata dari k
sampai k yang pertama dan sampel (n-k) terakhir. Pengujian V berarti sama
dengan pengujian W.
2. 5 Periode Ulang Curah Hujan
Jika suatu laju data hidrologi (X) mencapai suatu harga tertentu (Xi) atau kurang
dari (Xi) diperkairakan akan terjadi setahun sekali dalam T tahun. Maka T tahun ini
dianggap sebagai periode ulang dari (Xi).
(Xi) ini disebut data dengan kemungkinan T tahun. Jika atau berupa data curah
hujan harian, maka disebut curah hujan harian T tahun (Hidrologi untuk Pengairan, Suyono
Sasrodarsono).
Peridoe curah hujan merupakan keumngkinan terjadinya curah hujan tertentu,
contoh: T40= 400 mm. Kemungkinan terjadinya curah hujan 400 mm adalah 40 tahun
sekali. Periode ulang adalah periode tertentu yang mungkin terjadi banjir rencana ulang,
(Suyono Sasrodarsono dan Takeda, 1976). Metode yang digunakan untuk menghitung
periode ulang:
2.5. 1

2.5. 2

Metode Analitis
Metode analitis dibagi menjadi 4 :
1. Normal
2. Log Normal
3. Gumbel
4. Log Person Type III
Metode Pengerjaan
1. Mengubah data curah hujan tahunan sebanyak n buah Xi, Xii,
Xiii,,Xn menjadi log Xi, log Xii, log Xiii,,log Xn.
2. Menghitung nilai rata-ratanya denga rumus, sebagai berikut:
n

Log X =

log Xi
i =l

...............................................(2.22)

3. Mengitung harga standar deviasinya dengan rumus, sebagai


berikut:

15

X
log Xilog

........................................................(2.23)
n

i=l

S=
4. Menghitung koefisien kemencengannya dengan rumus, sebagai
berikut :
X
log Xilog

X
S log
.........................................................(2.24)

i=l

CS=
5. Menghitung logaritma curah hujan dengan waktu ulang
dikehendaik dengan rumus sebagai berikut
Log Xi= log X + KTS........................................(2.25)
Dengan harga K dapat diambil dari nilai K distribusi Pearson
tipe III dan log pearson. Jadi, dengan harga CS yang dihitung
dan periode ulang yang dikehendaki, nilai K dapat dicari.
6. Mencari ani log dari XT untuk mendapatkan curah hujan
2.5. 3

dengan
Metode grafis
Untuk perhitungan secara grafis terdapat 5 cara yaitu:
m
x 100
a. Weibull p= n+1
.........................................(2.26)
Dengan

:
m = nomor urut setiap curah hujan
n = jumlah data
2 m1
x 100
b. Hazen p=
........................................(2.27)
2n
16

c. Bloom p=

m0,375
x 100
..................................(2.28)
n+0,25

d. Gringorten p=
e. Cunnane p=

m0,44
x 100
.............................(2.29)
n+0,12
m0,4
x 100
...................................(2.30)
n+0,2

Cara grafis ini dilakukan dengan :


a. Mengurutkan data curah hujan rata-rata dari yang terkecil
sampai dengan yang terbesar.
b. Menghitung nilai probabilitas masing-masing frekuensi data
dengan menggunakan cara Weibull, Hazen, Vloom, Gringorten,
dan Cunnane.
c. Data terdistribusi normal, plot data dan nilai probabilitasbya
oada kertas probabilitasnya normal.
d. Akan didapatkan besarnya curah hujan dengan metode T yang
dikehendki berdasarkan P= 1/T dan plot pada kertas grafik
probabilitasnya sehingga didapatkan nilai hujan rancangan
2.5. 4

untuk tiap data ulang.


Uji Kecocokan
Untuk menentukan keccokan distribusi frekuensi dari
samoel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan
dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekunensi tersebut
dilakukan engujian parometer.
Pengujian parometer dapat digunakan dengan :
a. Smrinov-Kolmogrof
b. Chi-Kuadrat
Umumnya

pengujian

dilakssanakan

dengan

menggambarkan data pada kertas peluang dan menentukan apakah


garis tersebut adalah garis lurus.
a. Smirnov-Kolmogrov

17

Uji kecocokan Smirnov-kolmogrof sering juga disebut uji


kecocokan

non

parametik

(Non

Parametik

Test),

karena

pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.


1. Urutkan data dari yang kecil ke yang terbesar dan tentukan
besarnya peluang dari masing-masing data.
X1
P(X1)
X2
P(X2)
Xm
P(Xm)
2. Tentukan nilai masing-masing peluang grafisny adan hasil
penggambaran data (persamaan garis lurus plotting posisiton)
X1
P(X1)
X2
P(X2)
Xm
P(Xm)
3. Dari kedua nilai peluang tersebut tentukan selisih terbesarnya
antara peluang pengamatan berdasarkan hitungan dengan
peluang grafis.
D= |P(Xm)-P(Xm))|.................................................(2.31)
D
Dmax= 100 ..........................................................(2.32)
4. Nilai kritis D0 untuk uji smirnov-kolmogrov. Dengan nilai n
(jumlah data) dan a (derajat kepercayaan) didapat nilai D0.
Apabila nilai Dmaks lebih kecil dai D 0 maka distribusi teoritis
yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat
diterima, dengan syarat Dmaks<D0.
b. Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan

untuk

menentukan

persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili


dari

distribusi

statistik

sampel

data

yang

dianalisis.

Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X 2,


oleh karena itu disebut dengan Chi-Kuadrat.
Parameter X2 dapat dihitung dengan rumus:
2
(OiEi)

2
Xh =
.............................................(2.33)
Ei
Dengan :
Xh

= Parameter Chi-Kuadrat terhitung

18

Oi

= Banyaknya data pengamatan pada interval

Ei

ke-i
= Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i

Prosdur uji Chi-Kuadrat:


1. Urutkan data pengamatan (dari kecil ke besar).
2. Kelompokkan data menjadi beberapa kelas.
3. Tentukan banyaknya data pengamatan sebesar Oi tuap-tiap
kelas.
4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan
sebesar Ei.
5. Tiap-tiap sub grup (kelompok) dihitung nilai :
- Oi Ei
- ( Oi Ei )2
6. Jumlahakn seluruh nilai ( Oi Ei ) 2 untuk menentukan nilai
dari Chi-Kuadrat hitung.
7. Tentukan derajat kebebasan (dk) = k R 1
Dengan nilai R=2, untuk distribusi normal dan binomial
R=1, untuk dostribusi poisson

2.6 Hidrograf Banjir Rancangan


Hidrograf adalah diagram yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air
menurut waktu. Sedangkan hidrograf satuannya adalah suatu limpasan langsung yang di
akibatkan oleh suatu volume hujan efektif, yang terbagi dalam ruang dan waktu.
Hidrograf satuan klasik tidak bisa dibuat karena tidak ada alat atau keterbatasan
alat dan tidak ada AWLR. Oleh karena itu, dibuatlah hidrograf satuan sintesis/ tiruan.
Hidrograf satuan sintesis adalah hidrograf satuan yang diturunkan karena tidak mempunyai
data AWLR dan data hujan jam jaman ( karena alat yang digunakan adalah untuk
mengukur hujan secara manual atau harian ).
Untuk membuat hidrograf banjir pada sungaisungai yang sedikit sekali
dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter
daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu, misalnyawaktu untuk mencapai puncak
hidrograf, lebar dasar, luas kemiringan, panjang alur terpancang, koefisien limpasan, dan
19

sebagainya. Dalam hal ini, biasanya digunakan hidrografhidrograf sintetik, dimana


parameternya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik dengan pengaliran
yang ditinjau.
Ada dua cara / metode yang digunakan untuk membuat hidrograf satuan sintetik, antara
lain :
1. Hidrograf satuan sintetik SNYDER
Ditemukan oleh F.F. SNYDER pada tahun 1938 dari Amerika Serikat.
2.

Hidrograf satuan sintetik NAKAYASU

Ditemukan oleh NAKAYASU ( dari jepang ) yang telah menyelidiki hidrograf satuan pada
beberapa sungai dijepang.
2.6.1 Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU
Langkah langkah dan rumus yang digunakan dalam pengerjaan dengan metode
NAKAYASU adalah sebagai berikut :
1. Mencari nilai waktu konsentrasi ( tg )
Untuk L < 15 km
Tg

= 0,21L0,7.......................................................................................(2.34)

Untuk L > 15 km
Tg

= 0,4 + 0,058 L.................................................................................( 2.35)

dimana :
L : panjang alur sungai ( km )
Tg : waktu konsentrasi ( jam )
2. Mencari nilai waktu satuan hujan ( tr )
Tr = 0,5 Tg ( jam )............................................................................................( 2.36 )
3. Mencari nilai tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak ( Tp )
Tp = Tg + 0,8 Tr ( jam ).....................................................................................( 2.37 )
20

4. Mencari waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debit puncak ( T0,3 )
T0,3 = Tg ( jam )...............................................................................................( 2.38 )
dimana :
Untuk daerah pengaliran biasa, = 2
Untuk bagian naik hidrograf yang lambat, bagian menurun yang cepat ( terjadi pada
daerah yang sangat landai ), = 1,5
Untuk bagian naik hidrograf yang sangat cepat, bagian menurun yang lambat (terjadi
pada daerah curam), = 3
5. Mencari nilai debit puncak banjir ( Qp )
Qp yang dimaksud disini bukanlah debit maksimum pada penggambaran hidrograf
C A Ro
( m 3 / dt )
3,6 ( 0,3 Tp T0,3 )
Qp =

..................................................................( 2.39 )

dimana :
C = koefisien pengaliran limpasan
A = luas DAS ( Km2 )
Ro = hujan satuan ( 1 mm )
6. Menetukan bagian lengkung naik ( rising limb ) hidrograf satuan ( Qa )

1
Tp
Qa = Qp (

) 2,4.............................................................................................( 2.40 )

7. Menentukan bagian lengkung turun ( decreasing limb ) hidrograf satuan


Qd

( Qd ).

> 0,3 Qp
t - Tp
T0,3
Qd = 0,3 Qp ^ (

)......................................................................................( 2.41 )
21

0,3 Qp > Qd > 0,32 Qp


( t - Tp ) ( 0,5 .T0,3 )
1,5 T0,3
Qd = 0,3 Qp ^ (

)............................................................( 2.42)

0,32 Qp > Qd
( t - Tp ) ( 0,5 .T0,3 )
2 T0,3
Qd = 0,3 Qp ^

)..............................................................( 2.43 )

Debit Puncak ( Qp )
0,8 Tr

Tg

lengkung naik ( Qa )

lengkung turun ( Qp )

Qp
Tp

T0,3

0,3Qp

0,32Qp

1,5 T0,3

Gambar 3.hidrograf banjir rancangan metode Nakayasu


8. Menghitung sebaran hujan jam jaman ( RT )

RT

R 24 24 2 / 3
( )
24
T
= (
)
............................................................................................( 2.44 )

dimana : RT
R24

= intensitas hujan rata rata dalam T jam (mm/jam)


= curah hujan efektif dalam 1 hari (mm)
22

= waktu konsentrasi hujan (jam)

9. Menghitung nisbi jam jaman ( Rt )


Rt
dimana : Rt

= T RT ( T 1 ) ( RT 1 ).............................................................( 2.45 )
= persentase intensitas hujan rata rata dalam t jam (%)

RT - 1 = nilai intensitas hujan dalam t jam (mm/jam)


= nilai RT sebelumnya
10. Menghitung hujan efektif ( Rc )
Rc = Rt x Rn..........................................................................................( 2.46 )
Rn = C R................................................................................................( 2.47 )
dimana :

= koefisien pengaliran

= hujan rancangan periode ulang (mm)

11. Dibuat ordinat hidrograf satuan


Sehingga diperoleh nilai Q total = base flow + Rc
Dibuat grafik yang menghubungkan t sebagai sumbu x dengan Q total sebagai sumbu
y dan di peroleh hidrograf satuan sintetik dengan metode NAKAYASU. ( Sumber :
Soemarto. 1987. Hidrologi Teknik Usaha Nasional, Surabaya )
2.7 Evaporasi Penman Modifikasi FAO

23

Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.Evaporasi


adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan badan air (abiotik),
sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (biotik) akibat proses
respirasi dan fotosintesis.Kombinasi dua proses yang saling terpisah dimana kehilangan
air dari permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman
melalui proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET).Proses hilangnya air akibat
evapotranspirasi merupakan salah satu komponen penting dalam hidrologi karena proses
tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam badan badan
tanaman.

Untuk

kepentingan

sumber

daya

air,

data

air,

ini untuk

tanah,

dan

menghitung

kesetimbangan air dan lebih khusus untuk keperluan penentuan kebutuhan air bagi
tanaman (pertanian) dalam periode pertumbuhan atau periode produksi. Oleh karena itu
data evapotranspirasi sangat dibutuhkan untuk tujuan irigasi atau pemberian air,
perencanaan irigasi atau untuk konservasi air.Evapotranspirasi ditentukan oleh banyak
faktor yakni:

24

a. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan badan-badan air,
tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi geografis lokasi.
b. Kecepatan angin (v): Angin merupakan faktor yang menyebabkan terdistribusinya air
yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung terus
sebelum terjadinya keejenuhan kandungan uap di udara.
c.

Kelembaban

relatif

(RH):

Parameter

iklim

ini

memegang

peranan

karena

udaramemiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk temperatur


udara dan tekanan udara atmosfir.
d. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi. Suhu ini dapat
berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu atmosfir. Proses terjadinya
evaporasi dan transpirasi pada dasarnya akibat adanya energi yang disuplai oleh matahari
baik yang diterima oleh air, tanah dan tanaman.
Metode Penman :
ETo = c (W Rn + (1 W) f(u) (ea ed) )............................................................. ( 2.48 )
Metode Penman modifikasi (FAO) digunakan untuk luasan lahan dengan data
pengukuran temperatur, kelembaban, kecepatan angin dan lama matahari bersinar
(Doorenbos dan Pruitt, 1977).Harga koefisien panci evaporasi (Kp) tergantung pada
iklim, tipe panci dan lingkungan panci. Untuk tipe panci A yang dikelilingi oleh tanaman
hijau pendek maka harga koefisien panci berkisar antara 0,4 0,85 yang dipengaruhi
oleh kecepatan angin dan kelembaban nisbiudara rata-rata. Kelembaban nisbi merupakan
perbandingan jumlah uap air yang ada di udara dengan jumlah maksimun uap air yang dapat
dikandung udara pada temperatur yang sama dan dinyatakan dengan persen (%).Untuk
daerah tropis seperti Indonesia dimana kecepatan angin lemah sampai sedang dan
kelembaban nisbi udara rata rata diatas 70 %, harga Kp hanya berkisar dari 0,65
0,85.

25

26

Anda mungkin juga menyukai