1615102006
1615102012
Jadi ketika seseorang telah mampu menguasai pasar atau berhasil melakukan
monopoli, maka orang tersebut dapat menaikkan harga sesuai keinginannya tanpa melihat
permintaan pasar, hal ini dapat dilakukan karena tidak adanya pesaing yang berarti baginya
. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 1 ayat(6) UU menyatakan bahwa :
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.
Jadi persaingan usaha tidak sehat adalah suatu persaingan usaha dalam berbisnis yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau curang atau melawan hukum yang tindakannya
tersebut telah menghambat pesaingnya dalam melakukan usaha yang serupa.
Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli menyatakan bahwa:
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan tidak sehat.
Kemudian dalam pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa :
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang
dan atau jasa yang sama;atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 % (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Dalam pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan
dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta
kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Jadi dalam pasal ini adalah adanya sebuah perjanjian antar pelaku usaha yang
mengakibatkan adanya perlakukan yang berbeda antara pembeli satu dengan
pembeli yang lain.
Pembeli yang satu harus membayar lebih tinggi atau lebih murah dari pembeli
yang lain terhadap barang atau jasa yang sama.
Hal ini tidak diperbolehkan karena akan menyebabkan adanya persaingan usaha
yang tidak sehat antara pelaku usaha.
Menurut Ayudha D. Prayoga sebagaimana dikutip dalam buku karangan Rachmadi
Usman membagi diskriminasi harga kedalam 3 tingkatan. Dalam setiap tingkatan
menuntut informasi yang berbeda mengenai konsumen, yaitu :
1. Diskriminasi harga sempurna, dimana produsen akan menetapkan harga yang
berbeda untuk setiap konsumen. Setiap konsumen akan dikenakan harga
tertinggi yang sanggup dibayarnya. Dengan menerapkan strategi ini hanya
dapat di implementasikan pada kasus tertentu saja, karena menuntut produsen
untuk mengetahui secara tepat berapa jumlah maksimum yang ingin
dibayarkan oleh konsumen untuk jumlah barang yang ditawarkan.
2. Pada situasi dimana produsen tidak dapat mengidentifikasi maksimum harga
yang dapat dikenakan untuk setiap konsumen, atau situasi dimana produsen
tidak dapat melanjutkan struktur harga yang sama untuk tambahan unit
penjualan, maka produsen dapat menetapkan strategi diskriminasi tingkat
harga kedua, dimana produsen akan menerapkan sebagian dari surplus
konsumen, pada strategi ini produsen menerapkan harga yang berbeda untuk
setiap pembelinya berdasarkan jumlah barang yang dibeli, pembeli yang
bersedia membeli barang lebih banyak diberikan harga per unit lebih murah.
Makin sedikit yang dibeli, harga perunitnya makin mahal. Strategi ini banyak
dilakukan pada penjual grosir atau pasar swalayan besar.
3. Bentuk terakhir diskriminasi harga umumnya diterapkan produsen yang
mengetahui bahwa permintaan atas produk mereka beragam secara sistematik,
berdasarkan karakteristik konsumen dan kelompok demografis. Pada kondisi
ini produsen dapat memperoleh keuntungan dengan mengenakan tarif yang
berbeda untuk setiap kelompok konsumen yang berbeda.
c. Penetapan harga dibawah harga pasar atau jual rugi (predatory price)
Dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa :
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.