Disusun oleh :
Kelompok 6
Kelas A
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONALVETERAN
JAWA TIMUR
TIM PENYUSUN :
(1171010061)
(1171010062)
(1171010051)
(1171010036)
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, karena dengan ridhonya
kita dapat senantiasa menjalani aktivitas dengan keadaan sehat jasmani dan rohani. Tak lupa kepada para
dosen pengajar yang memberikan waktu untuk para mahasiswanya agar dapat menyelesaikan tugas yang
di berikan dan pemberian materi yang bermanfaat untuk kelangsungan perkuliahan kami.
Makalah ini adalah salah satu bentuk keseriusan kami dalam mengerjakan tugas sehingga dapat
menjadi tolak ukur kemampuan kami dalam memahami materi yang di berikan oleh para dosen.
Harapan saya makalah ini dapat menjadi inspirasi bagi generasi berikutnnya dan membantu
mahasiswa mendapatkan pengetahuan atau ilmu yang berhubungan dengan Hukum Islam yang sesuai
dengan isi makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini saya akui belum sepenuhnya sempurna atau terperinci tetapi banyak
kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang dalam pembuatan makalah ini. Oleh
karena itu, saya membutuhkan masukan berupa kritik dan saran yang dapat menjadikan koreksi untuk
kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN..............................................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................................
13
13
13
PENUTUP........................................................................................................
16
3. 1. Kesimpulan...............................................................................................
16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
17
BAB III
iii
BAB I
Pendahuluan
handeling).
1
Tindakan pemerintah berdasarkan hukum (rechts handeling) dapat dimaknai sebagai tindakan yang
berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu untuk menciptakan suatu hak dan
kewajiban. Tindakan ini lahir sebagai konsekuensi logis dalam kedudukannya pemerintah sebagai subjek
hukum, sehingga tindakan hukum yang dilakukan menimbulkan akibat hukum.
Tindakan pemerintah berdasarkan fakta atau kenyataan dan bukan berdasarkan pada hukum
(feitelijke handeling) adalah tindakan yang tidak ada hubungan langsung dengan kewenangannya dan
tidak menimbulkan akibat hukum.
Bahwa tindakan hukum administrasi adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul dan organ
administrasi dalam keadaan khusus dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum
administrasi. Jadi dapat dikatakan tindakan hukum pemerintah apabila tindakan yang dimaksud dilakukan
organ pemerintah (bestuurs orgaan) dan menimbulkan akibat hukum khususnya di bidang hukum
administrasi.
Akibat hukum yang timbul tersebut dapat berupa penciptaan hubungan hukum yang baru maupun
perubahan atau pengakhiran hubungan hukum yang ada. Dengan demikian tindakan hukum pemerintah di
maksud memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Tindakan tersebut dilakukan oleh aparatur pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa,
c.
Tindakan yang dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum (recht gevolgen) di
e.
f.
g.
Tindakan Hukum Pemerintah dapat berbentuk tindakan berdasarkan hukum publik dan berdasarkan
hukum privat.
Tindakan hukum publik adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam
menjalankan fungsi pemerintahan. Tindakan hukum publik ini dilakukan berdasarkan kewenangan
pemerintah yang bersifat hukum publik yang hanya dapat lahir dari kewenangan yang bersifat hukum
publik pula. Sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan
hukum keperdataan.
2
Tindakan Badan atau Pejabat dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian yakni:
a.
b.
c.
ad. 1.
kedua Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
merumuskan:
Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku yang bersifat konkrit, individual, dan tindakan yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.
Perumusan ini mengandung arti bahwa suatu Keputusan Tata Usaha Negara, yang memenuhi
unsur-unsur tersebutlah sebagai syarat formal (kumulatif) yang dapat dimohonkan penyelesaiannya di
Peradilan Tata Usaha Negara.
Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara yaitu Keputusan Tata Usaha Negara
yang tidak ada wujudnya tetapi merupakan suatu sikap diam atau tidak mengeluarkan keputusan yang
telah dimohonkan kepadanya sedangkan hal itu menjadi kewajibannya. Terhadap sikap Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara tersebut dapat dijadikan objek gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana
dalam Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986. Hal ini disebut Keputusan Fiktif
Negatif.[4]
Dengan demikian kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai ciri-ciri:
1.
Yang bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara.
2.
Objek sengketa adalah Keputusan Tata Usaha Negara berupa penetapan tertulis, termasuk yang
dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
3
3.
Keputusan yang dijadikan objek sengketa bersifat konkrit, individual, final, yang menimbulkan
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
ad. 2.
Keputusan Tata Usaha Negara dalam arti beschikking, yang berarti terhadap perbuatan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang bersifat umum tidak dapat digugat di Peradilan
Tata Usaha Negara. Misalnya Keputusan Menteri, Keputusan Walikota, dan lain-lain.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh Lembaga Negara atau Pejabat berwenang dan mengikat secara
umum.
Perlu dijelaskan bahwa dengan keluarnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2004 Keputusan tidak termasuk pada hierarkhi peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 7. Istilah keputusan diubah dengan sebutan Peraturan misalnya Peraturan Menteri,
Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota, Peraturan Bupati dan lain-lain.
Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 menyebutkan bahwa
jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a.
b.
c.
Peraturan Pemerintah;
d.
e.
Peraturan Daerah.
Bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Sesuai Pasal 56 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2004 dapat diketahui bahwa semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur,
Keputusan Bupati/Walikota atau Keputusan pejabat lainnya, harus dibaca sebagai peraturan sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
4
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006
tentang jenis dan bentuk produk hukum daerah menyebutkan jenis produk hukum daerah terdiri atas:
a.
Peraturan Daerah;
b.
c.
d.
e.
yang merupakan pengaturan yang bersifat umum termasuk perundang-undangan tidak merupakan bagian
dari perbuatan keputusan (beschikking) tetapi termasuk perbuatan tata usaha negara di bidang pembuatan
peraturan (Reglement Daad van De Administratie).
ad. 3.
dari perbuatan pemerintah tersebut sedangkan tindakan hukum yaitu ada maksud untuk melahirkan akibat
hukum. Bentuk-bentuk konkrit dari tindakan materiil dapat dicontohkan sebagai berikut:
a.
Perbuatan nyata Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam fungsi pelayanan. Dalam fungsi ini
Fungsi pelayanan jasa misalnya pelayanan jasa pos dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan
penyediaan air minum, pelayanan jasa angkutan kereta api, pelayanan jasa angkutan laut (PELNI).
-
1.
2.
Pihak Kelurahan mewajibkan bagi setiap warga yang membuat KTP untuk membuat pas photo (wajib
photo).
b.
c.
b.
Oleh karena keputusan merupakan suatu pernyataan kehendak (wilsverklaring) maka pembentukan
Keputusan tersebut diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan dasarnya dan
pembuatnya juga harus memperhatikan cara-cara (prosedure) membuat ketetapan yang dimaksud, apabila
cara yang dimaksud ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut; dan
d.
Isi dan tujuan keputusan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar.
Cacat yuridis keputusan Tata Usaha Negara dan tindakan pemerintah menyangkut 3 (tiga) aspek
2.
Nomor 5 Tahun 1986 yang diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 53 Undang-undang dimaksud memuat alasan-alasan yang
digunakan untuk menggugat pemerintah atas dikeluarkanya Keputusan Tata Usaha Negara yang
merugikan pihak yang terkena Keputusan Tata Usaha Negara.
6
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Asas-asas Umum
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-
Aspek Kewenangan, yaitu meliputi hal berwenang, tidak berwenang atau melanggar kewenangan;
Aspek Prosedural, yaitu apakah prosedur pengambilan keputusan Tata Usaha Negara yang
diisyaratkan oleh peraturan perundangundangan dalam pelaksanaan kewenangan tersebut telah ditempuh
atau tidak; dan
c.
Aspek Substansi/Materi, yaitu meliputi pelaksanaan atau penggunaan kewenangan apakah secara
materi/ substansi telah selesai dengan ketentuanketentuan hukum atau peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Ad.2
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam bentuk tertulis menurut
penjelasan Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang meliputi;
a.
Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
Asas Tertib Penyelenggara Negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan
Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
d.
Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara;
e.
Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak ddan kewajiban
Penyelenggara Negara;
f.
Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam bentuk tidak tertulis dikenal sebagai
berikut[5];
1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
asas keseimbangan;
asas larangan berbuat sewenang-wenang (abus de droit/willekeur).
Selain itu ada pula Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam bentuk tidak tertulis yang semula
dikembangkan oleh De Monchy, yaitu:[6]
1.
2.
Asas Keseimbangan;
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Beberapa asas yang dapat digali dalam kearifan lokal masing-masing daerah.
2.
Gugatan.
Ad. 1.
Upaya Administratif
Upaya Administratif yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 48 ayat (1) Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu suatu prosedur yang
dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila tidak puas terhadap suatu Keputusan
Tata Usaha Negara.
Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara
tertentu, maka sengketa Tata Usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang
tersedia;
2.
Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara
sebagaimana dimaksud ayat (1), jika seluruh upaya administrasi yang bersengketa telah digunakan.
Bentuk upaya administratif yaitu:
a.
Keberatan;
b.
c.
jika dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara yang mengakibatkan terjadinya sengketa Tata Usaha Negara upaya administratif yang
tersedia adalah keberatan, maka penyelesaian selanjutnya adalah dengan mengajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara;
b.
jika dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara yang mengakibatkan terjadinya sengketa Tata Usaha Negara upaya administratif yang
tersedia adalah banding administratif atau keberatan dan banding administratif, maka penyelesaian
selanjutnya adalah dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai
peradilan tingkat pertama.
ad. 2.
Gugatan
Disamping melalui upaya administratif seperti yang disebutkan diatas, penyelesaian sengketa
Tata Usaha Negara dapat juga dilakukan melalui gugatan. Gugatan tersebut dengan ketentuan tidak ada
upaya administratif yang harus dilalui dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi sengketa. Gugatan juga dapat dilakukan
seseorang atau badan hukum perdata yang sudah melalui upaya administratif dan sudah mendapat
Keputusan Tata Usaha Negara namun masih merasa dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara tersebut.
10
Sesuai dengan Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Perubahan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, menentukan orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan oleh suatu
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang
berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Dan dalam hal ini juga termasuk
gugatan terhadap Keputusan Fiktif Negatif.
Syarat-syarat gugatan
Pasal 56 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menentukan:
Bahwa gugatan harus memuat, antara lain:
a.
b.
c.
Dasar gugatan (posita/fundamentum petendi) dan hal yang diminta (petitum/tuntutan) untuk
Apabila gugatan dibuat dan ditandatangani oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus
Gugatan sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan oleh
penggugat.
Menyangkut tentang surat kuasa yang sah, walaupun pada prinsipnya yang bersengketa di pengadilan tata
usaha negara adalah para pihak itu sendiri, akan tetapi sesuai dengan ketentuan Pasal 57 Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka para pihak masingmasing pihak dapat didampingi oleh seseorang atau beberapa orang kuasanya.[7]
Tenggang Waktu Gugatan
Bahwa Pasal 55 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara menentukan bahwa gugatan hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 (sembilan
puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan/Pejabat Tata Usaha
Negara yaang dimaksud.
Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan, menurut ketentuan:
a.
Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dihitung setelah lewatnya tenggang
waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan
yang bersangkutan;
11
b.
Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari dihitung setelah lewatnya batas
waktu empat bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan;
c.
Perhitungan hari yang dimaksud berdasarkan perhitungan hari kalender dan bukan hari kerja.
Jenis-jenis Putusan
Dari ketentuan Pasal 97 ayat (7) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara dapat diketahui Putusan Pengadilan dapat berupa:
a.
gugatan ditolak;
b.
gugatan dikabulkan;
c.
d.
gugatan gugur.
Perdamaian
Dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara di Peradilan Tata Usaha Negara tidak dikenal
perdamaian seperti halnya dalam perkara perdata di Peradilan Umum. Namun jika antara para pihak dalam
sengketa Tata Usaha Negara diluar pemeriksaan sidang Pengadilan terjadi perdamaian, maka:
a.
Penggugat wajib mencabut gugatannya secara resmi dalam sidang terbuka untuk umum dengan
Apabila pencabutan gugatan dimaksud dikabulkan, maka Hakim memerintahkan agar Panitera
Perintah pencoretan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.
Namun apabila dalam pencabutan gugatan oleh Penggugat ini terdapat unsur paksaan,
kekeliruan atau tipuan yang dilakukan oleh Tergugat, maka dengan sendirinya Pengadilan tidak akan
mengabulkan pencabutan gugatan yang akan dilakukan oleh Penggugat.
12
BAB II
PEMBAHASAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PEMERINTAH
(PMHP)
A.
B.
13
14
Perlindungan hukum yang diberikan kepada orang/Badan Hukum Perdata atas perbuatan
15
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan tentang Perbuatan Melawan Hukum oleh
Penguasa sebagai berikut :
pengertian perbuatan melawan hukum tidak hanya meliputi perbuatan yang bertentangan dengan
pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi termasuk juga perbuatan yang melanggar
kepatutan masyarakat.
Perlindungan hukum yang diberikan kepada orang/Badan Hukum Perdata atas perbuatan melawan
hukum oleh penguasa, antara lain :
o Upaya administrasi
o Peradilan umum
o Peradilan Tata Usaha Negara
SARAN :
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Ujang.2005. Makalah: Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa.Disampaikan dalam
Bimbingan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Pemerintah Propinsi Lampung.
Rajagukguk ,Erman. Makalah: Perbuatan Melawan Hukum oleh Individu dan Penguasa serta
Kebijaksanaan Penguasa yang Tidak Dapat Digugat.
17