Anda di halaman 1dari 5

Studi Sifat-Sifat Mekanikal Profil Baja yang Terbungkus Gypum Board Setelah Mengalami

Kebakaran
Teguh Esa Wibawa1, Hidayat Soegihardjo2
1

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Bidang Keahlian Struktur, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh November
Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp (031)
Email : Teguh_Struktur@yahoo.com
2
Dosen Jurusan Teknik Sipil Bidang Keahlian Struktur, FTSP, Insitut Teknologi Sepuluh November
Email : Hidajat_Sugihardjo@yahoo.com

ABSTRAK
Penggunaan baja akhir-akhir ini semakin populer sebagai bahan konstruksi untuk bangunan-bangunan tinggi. Baja mempunyai
beberapa keunggulan di bandingkan bahan konstruksi lainnya, misalnya dalam masalah daktilitas dan pengerjaan yang relatife lebih
cepat dibandingkan penggunaan beton bertulang. Disamping keunggulan diatas, baja juga mempunyai beberapa kelemahan
diantaranya adalah terhadap perubahan temperature. Apabila suatu struktur baja mengalami kebakaran atau terkena api secara
langsung maka kekuatan struktur tersebut akan menurun. Penurunan kekuatan ini dapat mempengaruhi fungsi dari struktur baja
tersebut.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk melindungi elemen baja dari pengaruh kebakaran, diantaranya adalah encasement
methode. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk metode ini adalah gypsum board.
Manfaat penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui sifat-sifat mekanikal dari profil baja yang di lapisi oleh gypsum board. Sifatsifat mekanikal yang akan di analisis adalah kurva hubungan tegangan- regangan, daktilitas, kurva kuat tarik yang tersisa, tegangan
ultimate dan perubahan fisik dari profil baja yang dilapisi dengan gypsum board setelah mengalami kebakaran.
Kata kunci: : Temperatur, Gypsum board, Sifat Mekanikal

PENDAHULUAN
Penggunaan baja akhir-akhir ini semakin populer
sebagai bahan konstruksi untuk bangunan-bangunan
tinggi. Baja mempunyai beberapa keunggulan di
bandingkan bahan konstruksi lainnya, misalnya
dalam masalah daktilitas dan pengerjaan yang relatife
lebih cepat dibandingkan penggunaan beton
bertulang.
Disamping keunggulan diatas, baja juga mempunyai
beberapa kelemahan diantaranya adalah rentan
terhadap perubahan temperature. Apabila suatu
struktur baja mengalami kebakaran atau terkena api
secara langsung maka kekuatan struktur tersebut akan
menurun (Nwosu, 1999). Penurunan kekuatan ini
dapat mempengaruhi fungsi dari struktur baja
tersebut.
Kebakaran merupakan suatu proses perubahan
temperature dengan siklus pemanasan dan
pendinginan. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
dari elemen-elemen struktur baja baik secara fisik
maupun kandungan kimiawinya. Adanya perubahan
pola dan perilaku dari struktur baja tersebut sangat
mempengaruhi perilaku inelastis baja pasca
kebakaran, Oleh karena itu perlindungan pada
struktur baja terhadap bahaya kebakaran sangat
diperlukan mengingat mahalnya harga material baja
pada saat ini.
Pada kasus pasca kebakaran biasanya hanya
menyisakan kerangka strukturnya saja, sehingga
untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh
kebakaran maka perlu dilakukan perlindungan
khusus terhadap baja tersebut dengan bahan
pelindung tahan api. Dengan harapan kerangka

tersebut dapat diusahakan untuk bisa dipakai kembali.


Kelayakan daripada kerangka tersebut dapat
diketahui dari perubahan pola dan perilaku struktur
sebelum dan sesudah terbakar.
Beberapa metode telah dikembangkan untuk
melindungi baja dari bahaya kebakaran, diantaranya
adalah encasement methode. Pada metode ini, baja
yang digunakan sebagai elemen struktur diselubungi
atau dibungkus dengan menggunakan bahan material
yang tahan api. Bahan-bahan tersebut diantaranya
adalah gypsum board dan lilitan lempengan kabel
baja (Brannigan, 1982 ).
Pada penulisan ini akan dibahas pengaruh
penggunaan gypsum board pada struktur baja yang
terkena kebakaran. Dengan melakukan serangkaian
analisis dan pengujian laboratorium sehinggga
didapat korelasi antara temperature dan pola serta
perilaku inelastis pada struktur baja tersebut. Pola dan
perilaku inelastis tersebut meliputi
hubungan
tegangan dan regangan, daktilitas, dan kuat tarik.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan gypsum board sebagai bahan
pelapis komponen struktur baja pada setelah
kebakaran terjadi terhadap perilaku inelastis struktur
baja, sehingga dapat dijadikan bahan acuan atau
pertimbangan bagi para perencana kontruksi baja
dalam usaha memperbaiki struktur baja yang telah
dilindungi oleh bahan material tahan api pasca
kebakaran.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Dapat menggambarkan kurva hubungan
tegangan regangan dari struktur baja pasca
1

b.
c.
d.

e.

kebakaran, dengan setiap ketebalan gypsum


board 12 mm, 24 mm dan 36 mm.
Dapat menentukan daktilitas yang terjadi pasca
kebakaran dengan setiap ketebalan gypsum
board 12 mm, 24 mm dan 36 mm.
Dapat menggambarkan kurva kuat tarik yang
tersisa pasca kebakaran dengan setiap ketebalan
gypsum board 12 mm, 24 mm dan 36 mm.
Dapat menentukan tegangan ultimate dari baja
yang telah dilindungi oleh gypsum board pasca
kebakaran. dengan setiap ketebalan gypsum
board 12 mm, 24 mm dan 36 mm.
Dapat menetukan perubahan fisik, yaitu
perpanjangan dari elemen baja tersebut dengan
setiap ketebalan gypsum board 12 mm, 24 mm
dan 36 mm.

Tinjauan Pustaka
Baja dibentuk dari bahan logam dengan komposisi
besi sebanyak 95% atau lebih. Untuk mendapatkan
sifat dan karakteristik dari suatu material yang
diinginkan, maka dapat ditambahkan atau dicampur
dengan bahan-bahan yang lainnya. Bahan-bahan
yang terkandung didalam suatu material baja sangat
mempengaruhi sifat, karakteristik dan perilakunya.
Beberapa bahan yang dapat merubah sifat suatu
material baja adalah sebagai berikut:
1. Karbon
Unsur karbon yang terkandung akan
mempengaruhi perilaku dari material baja
tersebut. Semakin banyak jumlah karbon yang
terkandung maka kekuatan, kekerasan dan
abrasi dari material baja tersebut juga akan
meningkat, akan tetapi hal ini dapat
menyebabkan daktilitasnya menurun. Oleh
Karena itu pada baja karbon dibatasi antara
0,15% - 1,7%.
2. Mangan
pada prinsipnya sifat yang terkandung pada
unsur mangan sama seperti
unsur karbon.
Unsur mangan juga dapat meningkatkan
kekuatan dan kekerasan akan tetapi dapat
memyebabkan daktilitas dari material baja
tersebut menjadi menurun.
3. Silikon
unsur silikon ditambahkan dengan tujuan agar
dapat menyebabkan terjadinya proses deoxidasi
pada pembuatan baja. Sehingga dengan melalui
proses tersebut, oksigen yang berada pada
senyawa-senyawa yang lain dapat diangkat atau
dihilangkan. Tujuan dari proses ini adalah
untuk meningkatkan kekerasan dari material
baja tersebut. (Marcus, 1977).
Sebagai bahan konstruksi baja dapat dibedakan
berdasarkan kekuatan dan kandungan kimiawinya
menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Baja karbon (carbon steel)
2. Baja paduan rendah berkekuatan tinggi (high
strength low alloy)
3. Baja paduan (steel alloy)

Ketiga golongan diatas mempunyai sifat,


karakteristik, kekuatan dan kandungan kimia yang
berbeda-beda (Englekirk, 1993).
Sifat dan perilaku dari suatu material baja akan
lebih mudah apabila dideskripsikan dengan
menggunakan kurva hubungan tegangan regangan.
Hubungan tesebut didapat dengan cara memberikan
penambahan gaya tarik secara berangsur-angsur
sampai material baja tersebut mengalami keruntuhan
(putus) (Englekirk, 1993).
Kurva tegangan-regangan juga dapat menunjukkan
daktilitas dari suatu material baja. Daktilitas adalah
regangan permanen yang terjadi sampai titik putus.
Untuk menentukan besarnya daktilitas dapat
diperoleh dari hasil uji tarik dengan menentukan
persentase perpanjangan, rasio dari luas penampang
melintang akhir dan semula dari benda uji tersebut
(Salmon, 1980).
Tegangan () dapat didefnisikan sebagai rasio
antara gaya atau beban yang bekerja (P) terhadap
luas dari material (A). Regangan () yang terjadi
dapat dihitung dengan cara membandingkan
pertambahan panjang dari material setelah
mengalami pembebanan (L) dengan panjang awal
(L) dari material tersebut (Bruneau, 1998).
Baja karbon struktural mempunyai titik leleh yang
jelas. Untuk mendapatkan suatu gambaran yang ideal
dari kurva hubungan tegangan regangan untuk baja
A36 yang mencapai tegangan ultimate dapat dilihat
pada gambar 1

Gambar 1. Kurva Tegangan-Regangan yang Ideal

Apabila sebuah potongan baja mengalami


pembebanan bolak-balik tetapi masih dalam batas
kondisi yang elastik, maka baja tersebut akan
mengalami regangan dan kembali pada bentuknya
semula. Pada kondisi elastik ini tidak terjadi
tegangan sisa pada potongan baja tersebut. Jika
pembebanan ditambahkan secara terus menerus
sampai melewati kondisi batas elastik maka material
baja tersebut akan bersifat plastik. Pada daerah
plastik ini potongan baja tersebut akan meleleh, hal
ini menjadi acuan untuk menentukan besarnya
tegangan leleh (Fy). Garis AB menunjukan perilaku
dari material baja apabila mengalami pembebanan
2

bolak-balik pada daerah plastik. Kemiringan dari


garis AB ini sama dengan kemiringan yang terjadi di
pembebanan bolak-balik pada kondisi elastik.
Apabila pembebanan tersebut dihentikan maka akan
mengakibatkan tegangan sisa yang terjadi pada
material baja. Tegangan sisa yang terjadi dapat
mengakibatkan juga deformasi yang permanen (titik
B), dimana baja tidak dapat kembali pada bentuknya
semula.
Strain hardening adalah kemampuan untuk
menerima penambahan tegangan dengan cara
meningkatkan regangan dari material. Proses ini
akan berlangsung secara terus menerus sampai
material mencapai tegangan batas (Fu). Tegangan
batas (Fu) terjadi karena luas awal dari material (A)
telah mengalami perubahan bentuk. Luas dari
material (A) pada fase ini menjadi lebih kecil
daripada
luas
material
semula,
sehingga
mengakibatkan tegangan menjadi lebih besar.
Tegangan yang terjadi adalah rasio antara beban
yang bekerja dengan luas material (necked area),
sehingga dapat disimpulkan apabila luas tersebut
semakin kecil maka tegangan yang terjadi akan
semakin besar. Fenomena seperti ini biasa disebut
dengan istilah necking down.
Setelah tegangan batas (Fu) dari material baja
tercapai, maka tegangan akan turun kembali. Hal ini
dikarenakan tegangan yang terjadi pada fase ini
bukan berdasarkan rasio antara gaya yang bekerja
dengan luas awal material atau dengan neck area.
Tegangan yang terjadi merupakan rasio antara ratarata pertambahan panjang dari batang dengan
panjang awal batang baja tersebut. Pemberian gaya
tersebut diberikan terus menerus sehingga pada
akhirnya material dari baja mengalami keruntuhan.
Sifat dan perilaku dari material baja pada daerah
atau kondisi strain hardening pada dasarnya sama
seperti pada kondisi elastik. Apabila pembebanan
dihentikan pada kondisi strain hardening maka akan
terjadi deformasi permanen yang ditunjukan pada
titik D. Hal ini mengakibatkan juga tegangan leleh
dari material tersebut menjadi meningkat, ditunjukan
pada titik C (Englekirk, 1993).
Temperatur yang tinggi pada material baja akan
sangat
berpengaruh
terhadap
sifat
dan
karakteristiknya. Oleh karena itu pengetahuan
tentang perubahan perilaku ini diperlukan dalam
menentukan prosedur pengelasan dan pengaruh
kebakaran.
. Apabila suatu material baja diberikan temperatur
melebihi 200oF (93oC) maka kurva teganganregangan mulai menjadi tidak linier yang kemudian
secara bertahap titik leleh yang jelas menghilang.
Pada temperatur antara 800oF sampai dengan 1000oF
(430oC sampai dengan 540oC) akan terjadi laju
penurunan yang maksimum. Modulus elastisitas,
kekuatan leleh dan kekuatan tarik akan menurun
apabila temperatur semakin tinggi.
Pola dan perubahan Perilaku dari suatu material
baja yang mengalami kenaikan temperatur akan
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
diakibatkan karena kandungan dan mikrostruktur
pembentuknya saling berlainan,
akan tetapi

pengaruh kenaikan temperatur secara umum dapat


dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. Perilaku baja secara umum yang mengalami


kenaikan temperatur

Pada saat mengalami kenaikan temperatur, baja


paduan dengan kekuatan tinggi akan mengalami
penurunan tegangan batas (Fu)
lebih cepat
dibandingkan dengan baja karbon. Pada proses
pendinginan, kekuatan dari baja karbon hampir
mendekati kekuatan awalnya. Baja paduan dengan
kekuatan tinggi akan mengalami penurunan kekuatan
batas yang permanen ketika temperatur telah berkisar
antara 300oC sampai dengan 400oC (Patterson,
1937).
Baja dengan persentase karbon yang tinggi seperti
baja A36, menunjukan pelapukan regangan (strain
aging) pada temperatur 300oF sampai dengan 700oF
(150oC sampai dengan 370oC). Hal ini dapat dilihat
dari kenaikan relatif titik leleh dan kekuatan tarik
pada daerah temperatur tersebut. Apabila temperatur
telah mencapai 500oF sampai dengan 600oF (260oC
sampai 320oC) maka kekuatan tariknya akan naik
kira-kira sebesar 10% di atas kekuatan pada
temperatur ruang dan titik leleh akan kembali
mendekati titik leleh pada temperatur ruang.
Pelapukan
regangan
yang
terjadi
dapat
mengakibatkan juga daktilitas dari material baja
tersebut menjadi menurun.
Pada temperatur 600oF sampai dengan 800oF
(320oC sampai dengan 430oC) akan menyebabkan
formasi struktur yang getas. Apabila pemanasan
dilakukan terus menerus sampai melewati 1000oF
(540oC) senyawa karbon dan elemen paduannya
akan mengendap, hal ini akan menyebabkan
3

mikrostrukturnya menjadi lebih getas (Salmon,


1980).
Pada saat suatu material baja menerima panas
dengan temperatur mencapai 700oF (370oC),
tegangan leleh dan kekuatan tariknya akan menurun
berbanding lurus dengan kenaikan temperatur yang
diterimanya. Tegangan leleh akan berkurang
berkisar 60% sampai dengan 70% ketika temperatur
yang diterima material baja tersebut telah melewati
1000oF (540oC).
Untuk menjaga kualitas material baja pasca
kebakaran maka baja tersebut harus dilapisi oleh
suatu bahan yang bersifat tahan terhadap temperatur
yang tinggi. Semua prosedur dan metode untuk
pengujian terhadap material yang tahan api telah
diatur pada ASTM E119 (Marcus, 1977).
Pengetahuan tentang perilaku dari suatu material
baja yang mengalami kebakaran sangat perlu. Hal ini
dapat dijadikan sebagai dasar pemikiran dalam
menentukan kualitas material baja pasca kebakaran.
Beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan
berkaitan dengan perilaku baja pada saat terbakar
adalah :
1. Koefisien ekspansi
2. Penurunan titik leleh
3. Konduksi temperatur
Koefisien ekspansi dari baja harus diperhitungkan,
karena merupakan salah satu variabel dalam
menentukan pertambahan panjang (L). Elemen
baja yang mengalami pertambahan panjang dapat
mengganggu sistem dari struktur baja tersebut.
Untuk elemen baja yang mengalami pengekangan
maka baja tersebut tidak dapat bertambah panjang,
akan tetapi dapat menyebabkan terjadinya tekuk.
Elemen baja merupakan suatu material yang
bersifat thermoplastic. Pada saat temperatur
mencapai kira-kira sebesar 1300 OF atau lebih titik
leleh baja akan mengalami penurunan secara drastis.
Hal ini menyebabkan penurunan kekuatan dari
elemen baja yang akhirnya dapat mengakibatkan
keruntuhan struktur.
Baja merupakan salah satu penghantar panas yang
baik. Pada beberapa kondisi, karakteristik ini sangat
menguntungkan, misalnya untuk penggunaan
dimensi elemen baja yang besar. Panas yang
diterima dapat didistribusikan. Sehingga tidak
menyebabkan terjadinya panas hanya pada suatu
titik tertentu.
Sifat dan karakteristik ini juga penting untuk
dipahami, karena panas yang diterima oleh elemen
baja dapat di hantarkan terhadap material lainnya
yang mudah terbakar (Brannigan, 1982 ).
Oleh karena itu pengetahuan tentang perilaku dan
karakteristik dari elemen baja pada saat terbakar
harus dipahami oleh para desainer.
Beberapa metode yang telah dikembangkan untuk
memberikan perlindungan terhadap mutu dan
kualitas baja pasca kebakaran diantaranya adalah :
1. Encasement Methode
Metode
ini
dilakukan
dengan
cara
membungkus baja tersebut dengan material
yang tahan terhadap api. Beberapa material

yang biasa dipakai diantaranya adalah beton,


batu bata, dan gypsum board.
2. Direct Application Methode
Pada metode ini, baja dilindungi dengan cara
langsung, biasanya dengan cara menyemprot
baja tersebut dengan bahan-bahan kimia. Bahan
yang biasa digunakan adalah Asbestos fiber,
yang akan mengembang dan bersifat menahan
panas apabila terkena api secara langsung.
3. Membrane Fireprooping Methode
Metode ini digunakan dengan cara menutup
seluruh bagian langit-langit. Pada metode ini
diperlukan rancangan langit-langit secara
khusus agar bisa berfungsi untuk menahan
oksigen yang masuk kedalam ruangan.
Salah satu metode yang telah dikembangkan adalah
dengan cara memasukan air kedalam kolom baja
yang berbentuk kotak. Metode ini pertama kali
digunakan pada United States Steel Building di
Pittsburgh (Brannigan, 1982).
Gypsum board merupakan material yang baik
dalam penyerapan panas (Brannigan, 1982).
Gypsum board merupakan salah satu bahan material
yang bisa digunakan dalam penggunaan encasement
methode. Keuntungan secara fisik dari gypsum board
dibandingkan bahan material lain diantaranya
adalah:
1. Lebih ringan
2. Mudah
untuk
dikerjakan/dalam
pembentukan
3. Ketebalan
yang
bervariasi,
memungkinkan untuk memilih tebal
material yang ideal.
Gypsum board sering digunakan sebagai pelindung
konstruksi dari bahaya api atau kebakaran. Tingkat
ketahanan api yang dapat dicapai oleh gypsum board
berasal dari susunan senyawa-senyawa pembentuk
yang terdiri dari kalsium sulfat dan biasa disebut
dengan crystalline. Crystals ini mengandung kurang
lebih 50% air, sehingga mengakibatkan gypsum
board sangat efektif digunakan sebagai fire
retardant.
Pada saat terjadi kenaikan temperatur atau
mengalami kebakaran, maka temperatur gypsum
board akan naik secara perlahan. Kenaikan
temperatur yang terjadi akan berhenti dan menjadi
stabil apabila temperatur gypsum board telah
mencapai kurang lebih temperatur titik didih air
(100oC). Hal ini juga menyebabkan Kandungan air
yang terdapat dalam crystalline akan menguap.
Proses penguapan ini biasa disebut dengan istilah
calcination.
Beragam ketebalan gypsum board yang berada
dipasaran saat ini memungkinkan para desainer dapat
melakukan
eksperimen-eksperimen
untuk
mendapatkan hasil tingkat ketahan api yang
maksimal. Pada prinsipnya semakin tebal gypsum
board yang dipakai maka tingkat ketahanan api yang
dihasilkan semakin tinggi (Schultz, 1952).

METODE

[7]

[8]

Marcus Samuel H. (1977). Basics of Structural


Steel
Design.
Reston
Publishing
Company,Inc. A Prentice-Hall Company.
Reston-Virginia
Englekirk Robert. (1993). Steel Structures,
Controlling Behavior Through Design.
University of California, Los Angeles. John
Wiley and Sons.Inc. Canada

KESIMPULAN
1. Terdapat pengaruh yang
signifacant pada
penggunaan gypsum board sebagai bahan pelapis pada
material baja yang mengalami kebakaran terhadap
kekuatan dari material baja.
2. Semakin tebal bahan pelapis (gypsum board)
maka tingkat ketahanan api yang dicapai semakin
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Nwosu.D I; Kodur V K R. (1999). Behavior of
Steel Frames Under Fire Condition.
Proquest Science Journals 26, 2, pg.156.
Canadian Journal of Civil Engineering
[2] Brannigan Francis L. (1982). Building
Construction for The Fire Service, 2nd
edition. NFPA, National Fire Protection
Association. Batterymarch park, Quincy,
Massachusetts
[3] Salmon Charles G..; Johnson John E. (1980).
Steel Structure, Design and Behavior, 2nd
edition. University of Wisconsin, Madison
[4] Bruneau Michel.; Uang Chia-Ming.; Whittaker
Andrew. (1998). Ductile Design of Steel
Structures. McGraw-Hill, United states of
America.
[5] Schultz Neil. (1952). Fire and Flammability
Handbook. Van Nostrand Reinhold
Company, New York.
[6] Patterson James. (1937). Simplified Design for
Building Fire Safety. Iowa State
University, United States of America.
5

Anda mungkin juga menyukai