FITRA GUSFRIYANTO
1520322003
1520322008
ALFITA DEWI
1520322018
NURHUSNIDA
1520322024
SITI MASYITAH
1520322014
RIZKIYAH
1520322036
1520322042
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
nikmat-Nya kepada kami sehingga kam dapat menyelesaikan makalah Kebijakan
Informasi di Era JKN.
Dalam menyusun tugas ini, kami banyak mendapat bantuan gagasan dan moril,
untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada dosen dan pihak-pihak yang telah
membantu kami dalam penyelesaian tugas ini. Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan dan saran kami harapkan dari berbagai
pihak.
Akhir
kata
kami
berharap
semoga
tugas
ini
dapat
bermanfaat
bagi
pembaca.Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis di balas dan di ridhoi
oleh Allah SWT.
Kelompok III
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB 1 : PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumsan Masalah..........................................................................................................5
1.3 Tujuan...........................................................................................................................5
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional........................................................................................6
2.2 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional...................................................................6
2.3 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional.........................................................................7
2.4 Definisi Sistem Informasi Kesehatan...........................................................................8
2.5 Dasar Hukum Sistem Informasi Kesehatan..................................................................8
2.6 Sistem Informasi Kesehatan Nasional........................................................................10
BAB 3 : PEMBAHASAN...................................................................................................13
3.1 Sistim informasi Manajemen Berbasis Online...........................................................13
3.2 Integrasi Sistem Informasi Klaim dan Mutu dalam Program JKN dengan Peluncuran
Sistem INASIS.................................................................................................................13
3.3 Bridging System.........................................................................................................14
3.4 Sistem Rujukan Berjenjang........................................................................................17
3.4.1 Definisi................................................................................................................17
3.4.2 Tata Cara Sistem Rujukan Berjenjang.................................................................17
BAB 4 : PENUTUP.............................................................................................................19
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................19
4.2 Saran...........................................................................................................................19
iii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada tahun 2011 telah disahkan UU No.24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial yang akan menjadi badan untuk penyelenggara SJSN.
BPJS dibagi menjadi dua yakni BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang
mempunyai wewenang dan hak dalam penyelenggaraan SJSN. Menurut UU No.40 tahun
2004 pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa BPJS merupakan badan Hukum. Per 1 Januari
2014 pemerintah telah menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional. Semua rakyat
Indonesia akan tercover dan terjamin pelayanan kesehatannya tidak hanya yang
mempunyai pekerjaan seperti PNS, ABRI, polisi, dsb namun, tukang becak, tukang ojeg,
dan rakyat yang berpendapatan menengah kebawah yang tidak mempunyai asuransi
kesehatan akan terjamin pelayanan kesehatannya. Setiap peserta JKN yang membayar
iuran akan mendapatkan paket manfaat yang sama. Kepesertaan dibagi menjadi dua
Peserta bukan penerima bantuan iuran (pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima
upah, bukan pekerja) dan peserta penerima bantuan iuran (fakir miskin dan orang tidak
mampu).
Diterapkan JKN dengan tujuan agar masyarakat dijamin pelayanan kesehatan di
setiap daerahnya dan merata oleh karena itu masih banyak hal-hal yang harus diperhatikan
oleh pemerintah dalam upaya penerapan JKN 2014 ini diantaranya adalah sistem informasi
kesehatan di Indonesia. Setiap daerah masih belum mempunyai kapasitas yang sama dalam
pengelolaan dan pengaksesan sistem informasi kesehatan. Pentingnya sistem informasi
kesehatan dalam penerapan JKN adalah sebagai tools untuk bagaimana mengumpulkan
data dan mengolah data serta integrasi data dalam skala nasional. JKN akan terlaksana jika
didukung oleh tersedianya data dan informasi yang akurat dan disajikan secara cepat dan
tepat waktu.
Sistem informasi sangat penting dalam mendukung berjalannya JKN seperti pada
sistem manajemen informasi BPJS contohnya sistem pendaftaran, pendataan peserta,
kerjasama dengan penyedia layanan kesehatan, pengumpulan iuran, obat, dan lain
sebagainya. Selain itu ketersediaan sistem informasi sangat mendukung untuk
mempermudah pelayanan baik bersifat administratif maupun teknis seperti sistem
surveilens, data rekam medis pasien, dsb. Sistem informasi tidak hanya berkaitan dengan
iv
JKN tetapi juga dengan sistem kesehatan seperti surveilens nasional yang nantinya akan
menjadi evidence based dalam membuat perencanaan program kesehatan baik dalam data
penyakit, sumber daya manusia Kesehatan, farmasi, jumlah faskes serta alat kesehatan.
1.2 Rumsan Masalah
Bagaimanakah kebijakan informasi pada era JKN ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui kebijakan informasi pada era JKN
vi
imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah
daerah
4. Skrining kesehatan
Diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan
mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Namun ada manfaat yang tidak
dijamin dalam JKN yaitu pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan, pelayanan yang bertujuan kosmetik, tidak sesuai dengan prosedur,
general check up, pengobatan alternatif, pengobatan untuk mendapatkan keturunan,
pengobatan impotensi, pasien bunuh diri dan narkoba.
2.4 Definisi Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan adalah suatu sistem terintegrasi yang mampu
mengelola data dan informasi publik (pemerintah, masyarakat dan swasta) di seluruh
tingkat pemerintahan secara sistematis untuk mendukung pembangunan kesehatan.
Kebutuhan akan data dan informasi disediakan melalui penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan yaitu dengan cara pengumpulan, pengolahan, analisis data serta penyajian
informasi. Sistem informasi yang harus dikembangkan untuk mendukung manajemen
kesehatan, maka setiap penyelenggara sistem kesehatan harus memiliki sistem informasi.
Menurut WHO sistem Informasi kesehatan adalah sebuah sistem yang berintegrasi
dalam pengumpulan data, pelaporan dan digunakan untuk memberikan informasi untuk
memperbaiki pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien melalui manajemen yang lebih
baik pada semua level pelayanan kesehatan. Di Indonesia Departemen Kesehatan
mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) yang merupakan sistem
pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas yang dibangun dari jaringan sistem informasi
kesehatan provinsi yang didalamnya juga dibangun dari jaringan sistem informasi
kesehatan Kabupaten/Kota. Sistem-sistem informasi kesehatan diantaranya ada sistem
informasi puskesmas, sistem informasi Rumah Sakit, sistem informasi Surveilens Terpadu,
sistem kewaspadaan Pangan dan Gizi, sistem informasi obat, sistem informasi SDM
Kesehatan yang mencakup Sistem informasi kepegawaian Kesehatan, Tenaga Kesehatan,
Pendidikan Tenaga Kesehatan, Diklat Kesehatan, serta IPTEK Kesehatan/jaringan Litbang
Kesehatan.
2.5 Dasar Hukum Sistem Informasi Kesehatan
Di Indonesia telah ada susunan undang undang yang menjelaskan tentang informasi
yaitu Menurut UUD 1945, Pasal 28; Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
viii
keputusan Menteri Kesehatan No. 837 Tahun 2007. Dengan Tujuan pengembangan
SIKNAS online adalah untuk menjembatani permasalahan kekurangan data dari
Kabupaten/Kota ke Depkes pusat dan memungkinkan aliran data kesehatan dari
Kabupaten/Kota ke Pusdatin karena dampak adanya kebijakan desentralisasi bidang
kesehatan di seluruh Indonesia.
Di Indonesia pengelolaan SIK terbagi menjadi tiga model diantaranya pengelolaan
SIK secara manual yang dalam sistem pencatatnnya masih paper-based, pengelolaan SIK
komputerisasi Offline sistem pengelola sudah memakai computer namun masih belum ada
jaringan internet, dan pengelolaan SIK komputerisasi Online yang sudah memakai
Komputer dan jaringan online.
Sistem informasi yang telah dilaksanakan adalah pengumpulan data berasal dari
pelayanan kesehatan dari primer sampai tersier. Kemudian data tersebut dikumpulkan ke
Departemen Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Jenis data yang dikumpulkan berbedabeda ada yang berbentuk hard file atau soft file. Setelah itu Dinkes kabupaten/Kota
mengumpulkan data ke Dinas Provinsi yang akhirnya akan dikumpulkan pada Kementrian
Kesehatan untuk diolah yang hasilnya akan menjadi evidence-based bagi pemerintah
dalam membuat rencana program kesehatan dan sebagainya.
Menurut Roadmap SIK 2011-2014 kebutuhan data/informasi yang akurat makin
meningkat namun ternyata sistem informasi saat ini masih belum dapat menghasilkan data
yang akurat, lengkap dan tepat waktu. Berbagai masalah masih dihadapi dalam
penyelenggaraan SIK diantaranya adalah belum adanya persepsi yang sama antara
penyelenggara kesehatan terutama penyelenggara SIK terhadap SIK. Penyelenggaraan SIK
masih belum dilakukan secara efisien, terjadi redundant data, dan duplikasi kegiatan.
Kualitas data yang dikumpulkan masih rendah bahkan ada data yang tidak sesuai dengan
kebutuhan ketepatan waktu laporan juga masih rendah, sistem umpan balik tidak berjalan
optimal, pemanfaatan data/informasi di tingkat daerah untuk advokasi, perencanaan
program, monitoring dan manajemen masih rendah serta tidak efisien nya penggunaan
sumber daya dan bahkan kurang sumber daya yang ada sehingga menghasilkan data yang
tidak valid dan reliable serta berbeda jenis data pada setiap daerah.
Ada beberapa daerah yang mempunyai sistem informasi kesehatan sendiri sehingga
berbeda jenis data dan banyaknya duplikasi kerja dalam pencatatan dan pelaporan yang
xi
dilakukan oleh petugas di lapangan. Hal ini mulai terjadi sejak pada tahun 2004
diterapkannya sistem desentralisasi sehingga tiap daerah menganggarkan biaya untuk
pengembangan SIK namun mereka tidak mempunyai pedoman yang satu sehingga data
yang dihasilkan berbeda-beda. Pada tahun 2010 Dinas Kesehatan Provinsi harus
melaporkan secara rutin 301 tipe laporan dan memakai 8 jenis SIK (Aplikasi software)
yang berbeda (Pedoman SIK).
xii
BAB 3 : PEMBAHASAN
yang
dapat
dikelompokkan
menjadi
Provider:
karakteristik,
individu:
mengeluhkan mengenai antrian panjang saat berobat pada rumah sakit yang bekerja sama
dengan BPJS.
Disisi rumah sakit, antrian panjang yang timbul karena membludaknya pasien ini
juga menjadi permasalahan tersendiri. Tenaga medis yang tersedia kadang menjadi
kewalahan untuk dapat melayani dengan cepat semua pasien BPJS tersebut. Sistem yang
tersedia dalam pelayanan BPJS memang menjadi penyebab utama timbulnya antrian
panjang tersebut. Dalam melakukan olah data, petugas medis masih melakukan input
manual data-data pasien BPJS. Input manual pada system komputerisasi BPJS ini
memerlukan waktu lama untuk tiap pasien dimana rata rata membutuhkan waktu 5
menit/pasien.
Lambatnya proses administrasi ini tentu berdampak pada terlambatnya proses
pelayanan kepada pasien. Input manual cenderung akan terjadi banyak kesalahan dan tidak
validnya data. Apalagi data tersebut harus melewati proses verifikasi yang berbeda dan
waktu yang cukup lama. Selain kerugian pada pasien juga berimbas pada rumah sakit
dimana klaim tagihan menjadi lambat yang akibatnya pemasukan bagi rumah sakit
tersendat.
Perlu ada Bridging system BPJS
Salah satu cara menanggulangi lambatnya proses administrasi pasien BPJS adalah
dengan melakukan bridging system segera. Bridging system adalah menyelaraskan dua
system yang berbeda tanpa adanya intervensi dari masing masing system satu sama lain.
Jadi perlu adanya penyatuan sistem komputerisai BPJS dengan Sistem komputerisasi pihak
rumah sakit. Perubahan sistem komputerisasi tersebut harus meliputi sistem administrasi
mulai dari pendaftaran (registrasi), proses pelayanan (rekam medik elektronik), proses
klaim dan pembiayaan. Dengan adanya bridging system tersebut mampu menekan waktu
administrasi pasien menjadi 1 menit saja per pasien BPJS.
xv
Setelah menelorkan program bridging system atau penyatuan sistem IT antara BPJS
Kesehatan, dengan rumah sakit, lembaganya kembali meluncurkan finger print yang
dimaksudkan untuk mempermudah proses pendaftaran di rumah sakit. Peresmiannnya,
dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebelum digantikan dengan Presiden
Jokowi- JK. Harapannya, penggunaan teknologi dalam implementasi BPJS Kesehatan, bisa
mencapai kecepatan untuk pelayanan lebih baik (better), harus makin murah (cheap) dalam
arti terjangkau, mudah (easy) dan cepat (fast).
Selanjutnya, Dadang menjelaskan, finger print ini akan memudahkan masyarakan
dan memotong antrean pendaftaran di rumah sakit hingga 2,5 jam. "Dengan adanya finger
print ini, peserta datang ke RS tidak perlu bawa kartu. Jadi lebih hemat (tidak perlu cetak
kartu) dan peserta eligible atau menghindari pemalsuan data atau kartu.
xvi
xvii
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
xviii
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk
xix
BAB 4 : PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terdapat beberapa kebijakan sistim informasi dalam era jaminan kesehatan nasional (JKN)
yaitu:
a. Sistim informasi Manajemen Berbasis Online
Sistem Informasi Manjemen Berbasis Online merupakan hasil kerjasama dengan
Telkom untuk penyediaan sistem informasi manajemen telah disiapkan sistem
untuk pendaftaran, pendataan peserta, pengumpulan iuran yang berbasis online.
b. Integrasi Sistem Informasi Klaim dan Mutu dalam Program JKN Dengan
Peluncuran Sistim INASIS
INASIS merupakan sebuah aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan
klaim pada pemerintah. INA-CBG merupakan sistem pembayaran dengan sistem
"paket", berdasarkan penyakit yang diderita pasien.
c. Bridging Sistem
Bridging system adalah menyelaraskan dua system yang berbeda tanpa adanya
intervensi dari masing masing system satu sama lain. Jadi perlu adanya penyatuan
sistem komputerisai BPJS dengan Sistem komputerisasi pihak rumah sakit.
d. Sistem Rujukan Berjenjang
4.2 Saran
a. Dengan adanya pembaharuan dalam sistem informasi kesehatan di Era JKN maka
sangat diharapkan proses pelayanan kesehatan kepada pasien dapat mengalami
peningkatan dengan pelayanan yang efektivitas dan efisien.
b. Diharapkan pemerintah terus membuat pengembangan sistem informasi kesehatan
untuk menunjang pelayanan kesehatan.
xx
DAFTAR PUSTAKA
1.
Armiatin. 2014. Rancang Bangun Sistem Informasi Rumah Sakit di Era Implementasi
Jaminan Kesehatan Nasional .
2.
Info BPJS Kesehatan. 2014. Bridging System Perpendek Antrean Pelayanan. Jakarta :
BPJS Kesehatan
3.
4.
5.
6.
7.
Kepmenkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 511 tahun 2002
tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS).
8.
9.
Kemenkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 tahun 2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
10. Kepmenkes RI. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 tahun 2007
tentang Pengembangan Jaringan Komputer Online Sistem Informasi Kesehatan
Nasional.
xxi