Anda di halaman 1dari 43

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler sekarang merupakan salah satu jenis penyakit yang
paling banyak menyebabkan kematian diantaranya adalah hipertensi, stroke dan salah
satunya adalah gagal jantung. Gagal jantung dibedakan menjadi gagal jantung akut
maupun kronis, dan ada pula gagal jantung kiri maupun gagal jantung kanan, namun
disini makalah ini membahas tentang gagal jantung kongestif yaitu perpaduan antara
gagal jantung kiri dan kanan atau gagal jantung dikedua sisi jantung.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal
jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Menurut prevalensi yang ada di dunia Diperkirakan 1-2% dari populasi dunia
menderita penyakit gagal jantung kongestif dengan prevalensi yang terus meningkat.
Sekitar 5-10 orang diprediksi menderita gagal jantung kongestif dari 1000 penduduk
dunia (Mosterd, 2007). Di Amerika Serikat, insidensi gagal jantung kongestif ditemukan
sebanyak 500.000 orang dan prevalensi gagal jantung kongestif sebanyak 5 juta orang
setiap tahun. Angka mortalitas akibat gagal jantung kongestif juga cukup tinggi, kurang
lebih 300.000 jiwa setiap tahun (AHA, 2001). Gagal jantung kongestif merupakan
penyakit yang bersifat progresif dengan gejala yang sangat mempengaruhi kondisivital
pasien gagal jantung kongestif.
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei
Kesehatan Nasional (SurKerNas) 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi
merupakan penyebab kematian uama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan
Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada diurutan ke-delapan (2,8%)
pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia.
Sedangkan untuk aritmia sendiri tidak terdapat prevalensi, dikarenakan jika
seseorang telah mengalami gagal jantung atau penyakit sistem kardiovaskuler maka akan
terjadi aritmia atau perubahan irama dan frekuensi dari kerja jantung atau detak jantung.
Disritmia/aritmia
merupakan
salah
satu
gangguan
dari
sistem
kardiovaskuler.Disritmia adalah tidak teraturnya irama jantung.Disritmia disebabkan
1

karena terganggunya mekanisme pembentukan impuls dan konduksi.Hal ini termasuk


terganggunya sistem saraf.Perubahan ditandai dengan denyut atau irama yang merupakan
retensi dalam pengobatan.Sebab cardiac output dan miokardiac contractility.Dimana
penyakit ini dapat menggunakan alat pacu jantung untuk mengatur ritme jantung.
Secara garis besar pasien yang mengalami gagal jantung kongestif pasti akan
mengalami aritmia. Namun terkadang pasien atau masyarakat umum kurang mengetahui
apa itu aritmia dan mengapa perlu pemahaman tentang perubaha irama jantung ( aritmia )
oleh karena itu di dalam makalah ini kelompok kani membahas tentang gagal jantung
kongestif ( CHF ) dan aritmia.Agar khususnya mahasiswa keperawatan lebih memahami
tentang gangguan yang terjadi pada kardiovaskular.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler Gagal Jantung Kongestif dan Aritmia Jantung
secara teoritis
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang anatomi fisiologi sistem kardiovaskuler
b. Mahasiswa mampu menjalaskan tentang konsep dasar teoritis tentang gangguan
sistem kardioveskuler Gagal Jantung Kongestif
c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar teoritis tentang gangguan
sistem kardiovaskular Aritmia
d. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem kardiovaskular Gagal Jantung Kongestif:
e. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem kardiovaskular Aritmia
C. Ruang Lingkup Penulisan
Karena luasnya ruang lingkup masalah tentang Gagal Jantung Kongestif dan
Aritmia ini, maka penulis hanya memaparkan beberapa point penting dan dasar tentang
Gagal Jantung Kongestif dan Aritmia serta Asuhan Keperawatannya.
D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu


dengan penjabaran masalah masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari
literatur yang ada baik di perpustakaan maupun di media internet sebagai pelengkap.
E. Sistematika Penulisan
BAB I
: Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Metode
BAB II

BAB III
BAB IV

Penulisan
Sistematika Penulisan.
: Tinjauan Teoritis yang terdiri dari :
1. Anatomi fisiologi Jantung
2. Konsep penyakit Gagal Jantung Kongestif dan Aritmia.
3. Asuhan keperawatan gangguan kardiovaskular Gagal Jantung
Kongesti
4. Asuhan keperawatan gangguan kardiovaskular Aritmmia
: Laporan Kasus
: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
Tinjauan Teoritis
A. Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung,
komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan
suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses
metabolisme tubuh (Syaifuddin : 2009).
Jantung merupakan organ berongga, berotot, dan berbentuk kerucut terletak
diantara paru-paru kiri dan kanan, daerah yang disebut mediastinum, dibelakang
badan sternum, dan duapertiga nya terletak disisi kiri. Basis yang berbentuk sirkular
pada kerucut ini mengahadap keatas dan kekanan, sedangkan puncaknya menghadap
kebawah sedangkan, kedepan dan kekiri. Puncak jantung biasanya terletak setinggi
ruang intercosta kelima, sekitar 9 cm dari garis tengah. Ukuran jantung sekitar 12 cm
dari basis ke puncak, dengan lebar sekitar 9 cm dan tebal sekitar 6 cm (Watson,
2002).

Gambar 1.1 : Jantung


(yayamajuz.blogspot.com)

Gambar 1.2 : pembuluh darah jantung


(athi-world.blogspot.com)

1. Otot Jantung
Menurut Syaifuddin (2009) otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu:
a. Luar/pericardium
4

Berfungsi

sebagai

pelindung

jantung

atau

merupakan

kantong

pembungkus jantung yang terletak di mediastinum minus dan di belakang


korpus sterni dan rawan iga II- IV yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa dan
serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini
terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar gesekan pericardium tidak
mengganggu jantung.
b. Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria. Susunan
miokardium yaitu:
1) Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua lapisan.
Lapisan dalam mencakup serabut-serabut berbentuk lingkaran dan lapisan
luar mencakup kedua atria.
2) Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin
antrioventikuler sampai ke apeks jantung.
3) Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan bilik( atrium
dan ventrikel).
c. Dalam / Endokardium
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang mengilat yang
terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender endokardium kecuali aurikula
dan bagian depan sinus vena kava.
Fungsi umum otot jantung adalah :
a. Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya
rangsangan dari luar.
b. Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang
rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal.
c. Tidak dapat berkontraksi tetanik.
d. Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
2. Ruang-ruang Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
a. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian
dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
1) Muara atrium kanan terdiri dari:
a) Vena cava superior
b) Vena cava inferior
c) Sinus koronarius
d) Osteum atrioventrikuler dekstra
5

2) Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis


b. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum
atrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum
pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan terdiri
dari:
1) Valvula triskuspidal
2) Valvula pulmonalis
c. Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
d. Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum
atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta terdiri dari:
1) Valvula mitralis
2) Valvula semilunaris aorta
3. Peredaran Darah jantung
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke atrium
dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa darah dari
ventrikel dekstra masuk ke paru-paru(pulmo). Antara ventrikel sinistra dan arteri
pulmonalis terdapat katup vlavula semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis
membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinitra. Aorta (pembuluh darah
terbesar) membawa darah dari ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup
valvulasemilunaris aorta.
Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:
a. Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan kedepan
antara trunkus pulmonalis dan aurikula memberikan cabang-cabangke atrium
dekstra dan ventrikel kanan.
b. Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
c. Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium
kanan melalui sinus koronarius yang terletak dibagian belakang sulkus
atrioventrikularis merupakan lanjutan dari vena.
4. Kelistrikan Jantung

Gambar 1.3 : kelistrikan Jantung


(Senyumbening.blogspot.com)
Sistem konduksi jantung meliputi:
a. SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam
dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum atrium
dekat muara sinus koronari.
c. Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi
posterior dan tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare.
d. Serabut penghubung terminal (purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
5. Curah jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama besarnya.
Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut curah jantung
(cardiac output). Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung:
a. Beban awal
b. Kontraktilitas
c. Beban akhir
d. Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
a. Periode systole
b. Periode diastole
c. Periode istirahat
6. Bunyi Jantung
7

Tahapan bunyi jantung:


a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : Dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
d. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama
B. Konsep Dasar Gangguan Sistem Kardiovaskuler
1. Gagal Jantung
a. Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah kongestif sirkulasi akibat disfungsi
miokardium, tempat kongestif tergantung ventrikel yang terlibat.(Price dan
Wilson, 2006)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi. (Brunner dan Suddarth, 2002)
Gagal jantung kongestif adalah gagal serambi kiri/kanan dari jantung
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memberikan keluaran yang
cukup untuk

memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya

kongestif pulmonal dan sistemik. (Doenges, Moorhouse, dan geissler, 2000)


Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal
jantung sisi kiri dan sisi kanan. ( Suzanne C, Smeltzer. 2002. Hal : 805 )
Menurut kelompok kami gagal jantung kongestif adalah suatu kelaianan
atau gangguan pada jantung sebelah kanan dan kiri yang menyebabkan
ketidakmampuan pada jantung untuk memenuhi pengeluaran kebutuhan
jaringan dan akan menyebabkan terjadinya kongestif pulmonal dan sistemik.

Gambar 1.4 Jantung Normal dan Gangguan


(pustakasekolah.com)
8

b. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1) Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2) Faktor interna (dari dalam jantung)
a) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral
b) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
Adapula beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung
kongestif ( CHF )
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.

Peradangan

dan penyakit miokardium

degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang


secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas
menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung
4) Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
9

(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah


(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afteer load.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam,
tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.

Hipoksia dan

anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.

Asidosis

respiratorik atau metabolik dan abnormalita elekttronik dapat menurunkan


kontraktilitas jantung
c. Manifestasi Klinis
Menurut Niken Jayanthi (2010) manifestasi klinik yang dapat ditemukan
pada pasien dengan congestive heart failure ( CHF ) sebagai berikut :
1) Peningkatan volume intravaskular.
2) Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3) Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan

cairan

mengalir

dari

kapiler

paru

ke

alveoli;

dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.


4) Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
5) Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6) Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan
renin ginjal).
Menurut Mansjoer (2001) berdasarkan bagian jantung yang mengalami
kegagalan pemompaan gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal
jantung kanan dan gagal jantung kongestif.
1) Pada gagal jantung kiri terjadi dipsneu deffort, fating, ortopneu, dispneu
nocturnal

paroksisma,

batuk,pembesaran

jantung,

irama

derap,
10

ventricular having, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan Cheyne stokes,


takikardi, pulsus alternans, ronchi dan kongesti vena pulmonalis.
2) Pada gagal jantung kanan, timbul fatig, edema, liver engorgement,
anorexia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi
jantung kanan seperti irama gerak atrium dextra, murmur, tanda-tanda
penyakit paru kronik,tekanan vena julgularis meningkat, bunyi P2
mengeras,

asites,

hidrotoraks,

peningkatan

tekanan

vena

dan

hepatomegali.
3) Pada gagal jantung kongesti terjadi manifestasi gabungan antara kiri dan
kanan
d. Patofisiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya
EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula pengingkatan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP).
Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular paruparu, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan
hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular,
maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan
transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi
edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan
cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
Tekana arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

11

Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat


dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau
mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari
annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot
papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang
(smeltzer 2001).

12

e. Komplikasi
1) Shock Kardiogenik
Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri. Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan.Gejala ini merupakan gejala yang khas
terjadi pada kasus Shock Kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut.Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel,
karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan oksigen
miokardium.
2) Edema paru paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul
dibagian tubuh mana saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan
cairan interstitial paru-paru meningkat dari batas negatif menjadi batas
positif. Penyebab kelainan paru-paru yang paling umum adalah :

13

a) Gagal jantung sisis kiri (penyakit katub mitral) yang mengakibatkan


peningkatan tekanan kapiler paru-paru,sehimgga membanjiri ruang
intersisisal dan alveoli.
b) Kerusakan pada membrane kapiler paru-paru yang disebabkan oleh
infeksi

seperti

pneumonia

atau

terhirupnya

bahan-bahan

berbahaya(misalnya gas klorin atau gas sulfur dioksida).masing


masing

infeksi

tersebut

menyebabkan

kebocoran

protein

plasma,sehingga dengan cepat cairan keluar dari kapiler.


f. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wajan Juni Udjianti 2010 pemeriksaan diagnostic yang dapat
dilakukan pada pasien dengan congestive heart failure ( CHF ) sebagai berikut
1) Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
2) Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3) Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik.
4) Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5) Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal
6) Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7) Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
8) Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9) Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
10) Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
11) Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12) Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13) EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia.
g. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer dan Triyanti 2007 penatalaksanaan medis dan
keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal jantung
kongestif sebagai berikut :
1) Medis
14

a) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan


konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
b) Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
(1) Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
(2) Digitalisasi

c) Dosis digitalis
(1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
(2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
(3) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
(4) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
(5) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
(6) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat:
Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
d) Keperawatan
(1) Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara
lain: lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi
miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan
(2)
(3)
(4)
(5)

output tinggi.
Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Posisi setengah duduk.
Oksigenasi (2-3 liter/menit).
Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan
untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada
hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada
gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal

jantung ringan.
(6) Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan
aktivitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas
15

secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5


kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu
selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal
pada gagal jantung ringan atau sedang.
(7) Hentikan rokok dan alkohol
2. Aritmia Jantung
a. Definisi
Aritmia adalah suatu keadaan dimana konduksi listrik yang abnormal atau
perubahan otomatisitas akan mengubah frekuensi dan irama jantung. Aritmia
memiliki intensitas yang bervariasi mulai dari yang ringan, asimptomatik
( tanpa keluhan dan gejala ) dan tidak memerlukan pengobatan. ( Kowalak
2011 hal 149 )
Aritmia adalah suatu kelainan irama jantung yang terjadi akibat dari
gangguan pembentukan impuls di ventrikel sebagai akibat dari penguatan
automatisitas dibawah nodus Atrioventrikular sehhingga menyebabkan
perrubahan dalam kecepatan denyut ventrikel (Buku ajar Kardiologi, FK UI,
Hal. 275).
Menurut kelompok aritmia adalah suatu kelainan dimana terjadi
keabnormalan konduksi listrik yang akan menyebabkan terjadinya perubahan
irama jantung.

Table 1.5 hasil irama jantung normal


(jimipositron.blogspot.com)

b. Etiologi
Menurut Kowalak (2011 : hal 149) etiologi dari aritmia adalah sebagai
berikut, namun aritmia bisa memiliki penyebab sendiri yang spesifik
tergantung tipe aritmianya :
1) Defek congenital
16

2) Iskemia atau infark miokard


3) Penyakit jantung organic
4) Intoksikasi obat
5) Degenerasi jaringan penghantar impuls
6) Gangguan jaringan ikat
7) Ketidakseimbangan elektrolit
8) Hipoksia seluler
9) Hipertropi otot jantung
10) Ketidakseimbangan asam basa
11) Stress emosi
c. Klasifikasi
Menurut Kowalak 2011 hal 150 155 klasifikasi aritmia di bedakan menjadi :
1) Sinus takikardia

Gambar 1.6 : gelombang EKG sinus takikardia


(jimipositron.blogspot.com)
(a) Ciri
Irama atrium dan ventrikel teratur
Frekuensi lebih dari 100 kali per menit kadang kadang lebih dari
160 kali permenit.
Gelombang P yang normal mendahului setiap kompleks QRS
(b) Penyebab
Respon fisiologis yang normal terhadap keadaan demam, latihan,
kecemasan, rasa nyeri serta dehidrasi dapat pula menyertai
keadaan

syok,

gagal

ventrikel

kiri,

tamponade

jantung,

hipertiroidisme, anemia, hivopolemia, emboli paru dan infark


miokard pada dinding anterior.

17

Dapat pula terjadi karena pemakaian antropolin, epinefrin,


isoprotrenol, kuinidin, kafein, alcohol, kokain, amfetamin dan

nikotin.
(c) Penanganan
Koreksi penyebab yang mendasari
Pemberian obat beta bloker atau penyekat kanal kalsium
2) Sinus bradikardia

Gambar 1.7 : gelombang EKG sinus bradikardia


(jimipositron.blogspot.com)
(a) Ciri
Irama atrium dan ventrikel teratur
Frekuensi kurang dari 60 kali permenit
Gelombang P yang normal mendahuli setiap kompleks QRS
(b) Penyebab
Normal pada jantung yang kondisinya baik misalnya pada atlit
Peningkatan tekanan intracranial : peningakatan tonus vagal akibat
mengejan pada saat defekasi, muntah muntah , intubasi atau
ventelasi mekanisme sick sinus syndrome : hipotiroidisme : dan

infrak miokard pada dinding inferior.


Dapat pula terjadi pada pemakaian antikolinesteras, beta

adrenergenik bloker, digoksin dan morfin.


(c) Penangganan
Koreksi penyebab yang mendasari
Pada keadaan curah jantung yang rendah, pening ( serasa berputar
putar ), perasaan lemah, perubahan tingkat kesadaran, atau

18

btekanan darah yang rendah dilakukan pemberian atropin dengan

mengacu pada protocol ACLS


Pemasangan alat pacu jantung yang temporer atau permanen
Pemberian infuse dopamine atau epinefrin

3) Paroxcymal supraventikular takikardia

Gambar 1.8 : gelombang EKG paroxcymal supraventikulasr Takikardia


(medicastore.com)
(a) Ciri
Irama atrium dan ventrikel teratur
Frekuensi jantung lebih dari 160 kali permenit, kadang kadang

melampaui 250 kali permneit .


Gelombang P teratur tetapi abnormal dan sulit dibedakan dari

gelombang T di depannya.
Gelombang T mendahului setiap kompleks QRS
Awitan dan terminasi aritmia yang mendadak
(b) Penyebab
Kelainan intrinsic pada sisitem hantaran atrioventrikuler ( AV node

)
Stress fisik atau psikologis, hipoksia, hipokalemia, kardiomiopati,
penyakit jantung congenital, infark miokard, penyakit valvula,
syndrome wollff Parkinson with, cord pulmonal, hipertiroidisme

dan hipertensi sistemik.


Intoksifikasi digoksin, seperti pemakaian kafein, mariuanah, atau

obat golongan stimulant system saraf pusat.


(c) Penanggan
Jika keadaan pasien tidak stabil, segera lakukan kardioversi.
Jika keadaan pasien stabil, lakukan stimulasi vagal, perasat
falsafah, dan masase sinus karotis

19

Jika fungsi jantung masih baik, prioritas terapi yang harus


dikerjakan adalah : pemberian penyekat kanal kalsium, beta bloker,
digoksin dan kardivesik : kemungkinan pertimbangan pemberian
prokainamid, amiodaron, atau sotolol setiap terapi sebelumnya

tidak efektif dalam mengubah iramnya.


Jika fraksi ejeksi kurang dari 40 % atau jika pasien mengalami
gagal jantung, maka urutan terapis : pemberian digoksin,
amiodaron dan kemudian diiazem.

4) Flater atrial

Gambar 1.9 : gelombang EKG flater Atrial


(doktertripster.com)
(a) Ciri
Irama atrium teratur frekuensi 250 hingga 400 x per menit.
Frekuensi vantrikel bervariasi menurut derajat blok AV node

biasanya 60-100 x permenit.


Tidak tampak gelombang P aktifitas atrium terlihat seperti

gelombang fibrasi (gelombang F).


Komplek QRS memiliki bentuk yang seragam tetapi frekuensi

sering tidak teratur.


(b) Penyebab
Gagal jantung, penyakit katup trikuspidalis atau mitralis, emboli
paru, kor purmunale, infak miokard inferior dan perikarditis.
Intoksikasi digoksin.
(c) Penanganan
Jika keadaan pasien tidak stabil dengan frekuensi ventrikel lebih
dari 150x permenit segera lakukan kardiofersi.
20

Jika keadaan pasien stabil ikuti keadaan protocol ACLS untuk


kardiofersi dan terapi obat yang dapat mencakup pemberian

penyekat kanal kalsium atau obat aritmia.


Terapi antikoagulasi mungkin pula diperlukan.
Ablasi radiofrekuensi untuk mengendalikan irama jantung.
5) Fibrilasi atrial

Gambar 1.10 : gelombang EKG Fibrilasi Atrial


(karikaturijo.blogspot.com)
(a) Ciri

Irama atrium sangat tidak teratur; frekuensi > 400 kali per menit.
Irama ventrikel sangat tidak teratur.
Kompleks QRS memiliki konfigurasi dan durasi seragam.
Tidak tampak gelombang P, aktivitas atrium terlihat sebagai
gelombang fibrilasi awal yang eratik serta tidak regular

(gelombang F).
(b) Penyebab
Gagal jantung, penyakit paru obstruktif menahun, tirotoksikosis,
perikarditis konstriktif, penyakit jantung iskemik, sepsis, emboli
paru, penyakit jantung reumatik, hipertensi, stenosis mitral, iritasi
atrium atau komplikasi pada pembedahan pintas koroner atau
penggantian katup.
Pemakaian nifedipin dan digoksin.
(c) Penanganan
Jika keadaan pasien tidak stabil dengan frekuensi ventrikel > 150

kali per menit, segera lakukan kardioversi.


Jika keadaan pasien stabil, ikuti protocol ACLS untuk kardioversi
dan terapi obat yang dapat mencakup pemberian penyekat kanal

kalsium, beta-bloker, atau obat antiaritmia.


Terapi antikoagulasi dapat diperlukan.

21

Pada sebagian pasien penderita fibrilasi atrium yang membandel


dan tidak bisa dikontrol dengan obat-obatan dapat dilakukan ablasi

radiofrekuensi melalui kateter.


6) Junctional rhytm

Gambar 1.11 : gelombang EKG Junctional Rhytm


(frca.co.uk)
(a) Ciri
Irama atrium dan ventrikel teratur; frekuensi atrium 40 hingga 60
kali permenit, frekuensi ventrikel biasanya 40 hingga 60 kali

permenit.
Gelombang P mendahului kompleks QRS, tersembunyi dalam
kompleks QRS, atau timbul sesudah kompleks QRS, jika terlihat

biasanya gelombang P ini terbalik.


Interval PR (kalau terdapat) < 0,12 detik
Kompleks QRS memiliki konfigurasi dan durasi yang normal
kecuali pada hantaran yang abnormal.

(b) Penyebab
Iskemis atau infak miokard pada dinding inferior, hipoksia,

stimulasi vagal dan sick sinus syndrome.


Demam reumatik akut.
Pembedahan katup jantung.
Intoksikasi digoksin.

(c) Penanganan
Koreksi penyebab yang mendasari.
Pemberian atropin untuk frekuensi jantung yang rendah dan

disertai keluhan/ gejala.


Pemasangan alat pacu jantung jika keadaan pasien tidak responsive
terhadap obat-obatan.
22

Penghentian pemakaian digoksin jika tindakan ini harus dilakukan.

7) First degree AV block

Gambar 1.12 : Gelombang EKG First degree AV block, second degree AV


block dan Third degree AV block
(mykentuckyheart.com)
(a) Ciri
Irama atrium dan ventrikel teratur.
Interval PR > 0,20 detik
Gelombang P mendahului kompleks QRS
Kompleks QRS tampak normal
(b) Penyebab
Dapat terlihat pada orang sehat
Iskemia atau infak miokard pada dinding inferior, hipotiroidisme,

hipokalemia, dan hiperkalemia


Intoksikasi digoksin; pemakaian kuinidin, prokainamida, penyekat

beta-adrenergik, penyekat kanal kalsium, atau amiodaron


(c) Penanganan
Koreksi penyebab yang mendasari
Mungkin pemberian atropin jika terjadi bradikardia simptomatik

yang berat
Pemakaian digoksin, penyekat kanal kalsium, dan beta-bloker

dilakukan dengan hati-hati


8) Second degree AV block
a. Ciri
1) Irama atrium teratur
2) Irama ventrikel tidak teratur
3) Frekuensi atrium melebihi frekuensi ventrikel
23

4) Interval PR secara progresif memanjang tetapi hanya sedikit pada


setiap siklus samapai kompleks QRS menghilang.
b. Penyebab
1) Infaks miokard inferior, pembedahan jantung, demam reumatik
akut dan stimulasi vagal
2) Intoksikasi digoksin;pemakaian

propranolol,

kuinidin,

atau

prokainamida
c. Penanganan
1) Penanganan penyebab yang mendasari
2) Pemberian atropin atau pemasangan alat pacu jantung temporer
untuk bradikardia simptomatik
3) Penghentian pemakaian digoksin jika tindakan ini harus dilakukan
9) Third degree AV block
a. Ciri
1) Irama atrium teratur
2) Irama ventrikel teratur dan frekuensi lebih rendah dari pada irama
atrium
3) Tidak terdapat hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS
4) Tidak terdapat interval PR yang konstan
5) Kompleks QRS memiliki durasi normal ataut yang lebar dan aneh
b. Penyebab
1) Infak miokard dinding inferior atau anterior, kelainan jantung
kongenital, demam reumatik, hipoksia, komplikasi pascabedah
pada

pembedahan

penggantian

katup

mitral,

komplikasi

pascaprosedur pada ablasi radiofrekuensi dalam jaringan nodus AV


atau di dekatnya, penyakit Lev dan penyakit Lenegre
2) Intoksikasi digoksin
c. Penanganan
1) Pemberian atropin, dopamine, atau epinefrin untuk bradikardia
simptomatik
2) Pemasangan alat pacu jantung yang temporer atau permanen
10) Ventricular premature beat

24

Gambar 1.13 : gelombang EKG Ventrikular premature beat


(Fpnotebook.com)
a. Ciri
1) Irama atrium teratur
2) Irama ventrikel tidak teratur
3) Kompleks QRS melebar dan mengalami distorsi; biasanya
kompleks QRS > 0,14 detik
4) Kompleks QRS premature yang timbul sendiri; berpasangan atau
berderetan sebanyak tiga buah dalam setiap deret, atau silih
berganti dengan denyut normal; terfokus pada satu lokasi atau
lebih
5) Berbahaya kalau dua VPB bersatu, multifocal dan memiliki pola
gelombang R pada gelombang T
b. Penyebab
1) Gagal jantung; infak miokard yang telah lama dan akut, iskemia
atau kontusio; iritasi miokardial akibat penggunaan kateter
ventricular atau alat pacu jantung; hiperkapnia, hipokalemia dan
hipomagnesia
2) Intoksikasi obat ( digoksin, aminofilin, anti-depresan, trisiklik,
beta-bloker, isoproterenol atau dopamine)
3) Stress psikologikal, ansietas, nyeri, atau latihan
c. Penanganan
1) Jika memungkinkan berikan prokainamida, amiodaron, atau
lidokain secara IV
2) Terapi penyebab yang mendasari
3) Menghentikan penggunaan obat

yang

dapat

menyebabkan

toksisitas
4) Kalium klorida IV jika PVC diinduksi oleh hipokalemia
5) Magnesium sulfat IV jika PVC diinduksi oleh hipomagnesia
11) Fibrilasi ventrikel

Gambar 1.13 : gelombang EKG fibrilasi ventrikel


25

(jantungoke.blogspot.com)
a. Ciri
1) Irama dan frekuensi ventrikel tampak kacau dan cepat
2) Kompleks QRS melebar dan tidak teratur; gelombang P tidak
terlihat
b. Penyebab
1) Iskemia miokard, infak miokard, VT yang tidak teratasi, denomena
R- pada T, hipokalemia, hiperkalemia
2) Intoksikasi digoksin, epinefrin atau kuinidin
c. Penanganan
1) RJP; ikuti protocol ACLS untuk defibrilasi, intubasi endotrakeal
serta berikan epinedrin atau vasopressin, amiodaron atau lidokain
dan apabila semua tindakan ini tidak berhasil, infuse magnesium
sulfat atau prokainamida
2) Pemasangan implant defibrillator kardioverter jika terdapat risiko
timbulnya Vf secara rekuren
12) Asistol

Gambar 1.4 : gelombang EKG Asistol


(jantungoke.blogspot.com)
a. Ciri
1) Tidak terdapat frekuensi ataupun irama atrium atau ventrikel
2) Tidak terlihat gelombang P., kompleks QRS atau gelombang T
yang dapat dibedakan
b. Penyebab
1) Iskemia miokard, infak miokard, penyakit katup aorta, gagal
jantung, hipoksia, hipokalemia, hiperkalemia, emboli paru, rupture
jantung,

tamponade

jantung,

hiperkalemia

dan

disosiasi

elektromekanis
26

2) Overdosis kokain
c. Penanganan
1) Lanjutkan RJP dengan mengikuti protocol ACLS untuk intubasi
ET, transcutaneous pacing, dan berikan epinefrin serta atropin.
d. Patofisiologi
Menurut Kowalak (2011) Aritmia dapat terjadi karena
otomatisitas yang digalakan, reentri, scape, bits atau koduksi
elektris yang abnormal.
Seperti yang sudah disebutkan diatas, aritmia ventrikel
umumnya disebabkan oleh iskemia atau infark myokard.Lokasi
terjadinya infark turut mempengaruhi proses terjadinya aritmia.
Sebagai contoh, jika terjadi infark di anterior, maka stenosis
biasanya barada di right coronary artery yang juga berperan dalam
memperdarahi SA node sehingga impuls alami jantung mengalami
gangguan.
Akibat dari kematian sel otot jantung ini, dapat menimbulkan
gangguan pada depolarisasi dan repolarisasi jantung, sehingga
mempengaruhi irama jantung. Dengan dilepaskannya berbagai
enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat , maka
jalur-jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat
menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel serta
timbulnya aritmia. Penurunan kontraktilitas myokard akibat
kematian sel juga dapat menstimulus pangaktifan katekolamin
yang meningkatkan rangsang system saraf simpatis, akibatnya
akan terjadi peningkatan frekuensi jantung, peningkatan kebutuhan
oksigen dan vasokonstriksi. Selain itu iritabilitas myokard
ventrikel juga menjadi penyebab munculnya aritmia ventrikel, baik
VES< VT maupun VF.

27

Skema 2.2 : Pathway Aritmia


(Kowalak : 2011)

e. Manifestasi Klinis
Menurut Kowalak (2011) manifestasi klinis yang dapat dilihat pada pasien
dengan aritmia jantung :
1) Dispnea
2) Hipotensi
3) Pening, sinkop, dan rasa lelah
28

4)
5)
6)
7)

Nyeri dada
Kulit yang teraba dingin dan basah
Perubahan tingkat kesadaran
Penurunan haluan pegeluaran urine

f. Komplikasi
Menurut Kowalak (2011) komplikasi pada klien dengan aritmia yang tidak
tertangani dengan baik sebagai berikut :
1) Kematian jantung yang mendadak
2) Infark miokard
3) Gagal jantung
4) Trombo emboli
g. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Kowalak (2011) pemeriksaan diagnostic pada klien yang mengalami
aritmia jantung sebagai berikut :
1) Elektrokardiografi
Mendeteksi aritmia maupun iskemik dan infark yang dapat mengakibatkan
aritmia.
2) Pemeriksaan laboratorium
Dapat menggungkapkan gangguan elektrolit, ganggua asam basa, atau
intoksikasi obat yang bisa menyebabkan aritmia.
3) Pemantauan holter
Pemantauan kejadian dan lup recording dapat mendeteksi aritmia jantung
dan keefektifan terapi selama pasien melaksanakan aktifitas sehari hari.
4) Tes latihan
Dapat mendeteksi aritmia yang diinduksi oleh aktifitas fisik.
5) Pemeriksaan elektrofisiologi
Mengidentifikasi mekanisme aritmia dan lokasi lintasan tambahan,
pemeriksaan ini juga dapat menilai keefektifan obat obat anti aritmia,
ablasio radiofrekuensi dan defebilator kardioveter yang diimplantasikan.
h. Penatalaksanaan
Menurut Kowalak penatalaksanaan medis dan keperawatan yang dapat
diberikan pada klie degan aritmia jantung antara lain :
1) Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a) Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi
pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau
flutter. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi
29

dan aritmi yang menyertai anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut

dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard,

ventrikel takikardia. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT


Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b) Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina
pektoris dan hipertensi
c) Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
d) Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia

2) Keperawatan
a) Lakukan pengkajian pada pasien yang tidak dipantau untuk
mendeteksi gangguan irama
b) Jika denyut nadi klien teraba cepat, lambat atau tidak teratur yang
abnormal, awasi tanda tanda hipoperfusi seperti hipotensi dan
penurunan haluan urine.
c) Catat adanya aritmia pada pasien yag dipantau dan lakukan
pemeriksaan untuk menilai kemammpuan penyebab serta akibatnya.
d) Jika terjadi aritmia yang mengancam hidup pasien,lakukan segera
pengkajian untuk menilai tingkat kesadaran, respirasi dan frekuensi
deyut nadi.
e) Evaluasi keadaan pasien untuk menemukan perubahan curah jantung
yang terjadi karena aritmia
f) Pantau faktor faktor predisposisi seperti ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, dan tada tandaintoksikasi obat khususnya pada
pemakaian digoksin jika ada mencurigaiitoksikasi obat, laporkan
tanda tandanya pada dokter dan tunda pemberian dosis berikutnya
g) Untuk mencegah aritmia pada pasien jantung pasca bedah, berikan
oksigen dengan kecepatan yang adekuat dan kurangi beban kerja
jantung sementara status metabolic, neurologic respiratorik serta
hemodinamik sipertahankan dengan cermat .
30

C. Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kongestif


1. Pengkajian
Pengkajian digunakan untuk mengumpulkan data tentang keluhan keluhan yang
sedang pasien rasakan, pengkajian dilakukan pertama kali sebelum klien di
berikan asuhan keperawatan.
Menurut Doengoes ( 2000 ) beberapa pengkajian keperawatan yang dilakukan
pada klien gagal jantung kongestif ( CHF ) :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,

insomnia, nyeri

dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.


Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda :
TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
Tekanan Nadi ; mungkin sempit (tidak teraba)
Irama Jantung ; Disritmia.
Frekuensi jantung ; Takikardia.
Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior

ke kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan

S2 mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.\
Lien : pembesaran / dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.

c. Integritas ego
31

Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan


penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
Tanda
: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
e. Makanan/cairan
Gejala
: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
Tanda
: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
f. Higiene
Gejala
: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
Tanda
: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
g. Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
i. Pernapasan
Gejala
: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda
:
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori

pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus

dengan/tanpa pemebentukan sputum.


Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
32

Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.


Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
Warna kulit ; Pucat dan sianosis.

j. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot,
kulit lecet.
k. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes ( 2000 ) diagnosa keperawatan pada klien dengan gagal
jantung kongestif ( CHF ) sebagai berikut :
a. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli
b. Kelebihan volume cairan vaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan
hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area
interstisial / jaringan
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan
miokard
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru
e. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Doengoes ( 2000 ) intervensi keperawatan pada klien dengan gagal
jantung kongestif ( CHF ) sebagai berikut :
a. Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, kemungkinan
dibuktikan oleh:
1) Daerah perifer dingin, Nyeri dada
2) EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.
100 X/menit-

RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi


33

3) Kapiler refill lebih dari 3 detik


4) Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru
80 mmHg. 45 mmHg dan saturasi 80 mmHg, pa CO2 120/80
mmHg, AGD dengan : pa O2 - HR lebih dari 100X/menit, TD
5) Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan .
Kriteria :
Daerah perifer hangat, tidak sianosis,gambaran EKG tak menunjukkan
perluasan infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger (-), kapiler refill 3-5
detik, nadi 60-100X/mnt, TD 120/80 mmHg.
Intervensi :
a. Monitor frekuensi dan irama jantung
b. Observasi perubahan status mental
c. Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
d. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
e. Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
f. Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit, GDA
(pa O2, pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan oksigen
c. Kelebihan volume cairan vaskuler berhubungan dengan

penurunan

perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan


hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area
interstisial / jaringan

Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan
tindakan keperawatan selama di rawat di RS
Kriteria :
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan
darah dalam batas normal, tidak ada distensi vena perifer/vena dan
oedema dependen, paru 10%)bersih dan BB ideal (BB ideal = TB 100

34

Intervensi :
Ukur masukan/haluaran,

catat

penurunan,

pengeluaran,

sifat

konsentrasi, hitung keseimbangan cairan


Observasi adanya oedema dependen
Timbang BB tiap hari
Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi

kardiovaskuler
Kolaborasi : pemberian diit rendah natrium, berikan diuretic
Kaji JVP setelah terapi diuretic
Pantau CVP dan tekanan darah

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai


oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan
miokard, kemungkinan dibuktikan oleh : gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam katifitas, terjadinya disritmia dan kelemahan umum.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan
keperawatan.
Kriteria :
Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan sesudah

aktifitas
Tingkatkan istirahat (ditempat tidur)
Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang

tidak berat
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh
bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1

jam setelah makan


Anjurkan keluarga utuk membantu aktifitas klien untuk mengurangi
resiko cedera.

e. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret


Tujuan :
35

Jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS.

Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada secret, suara
nafas normal
Intervensi :
Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu

pernafasan.
Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi nafas

dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronchi, dll


Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas

misal batuk, penghisapan lendir, dll


Tinggikan kepala / mpat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan selama
kerja.

f. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru,


hepatomegali, splenomegali, kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan
kedalaman dan kecepatan pernafasan, gangguan pengembangan dada,
GDA tidak normal.
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatab selama di RS,
RR normal, tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu
pernafasan dan GDA normal.
Intervensi :
Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi dan ekspansi dada
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan

Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang senyaman

mungkin.
Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.

36

D. Asuhan Keperawatan Aritmia


1. Pengkajian
Menurut Doengos (2000) pengkajian pola Gordon untuk klien dengan aritmia adalah :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan umum dank arena kerja
Tanda : perubahan frekuensi jantung/tekanan darah dengan aktivitas/olahraga
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat IM sebelumnya/akut (90%-95% mengalami aritmia),
kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi.
Tanda :
1) perubahan TD, contoh hipertensi/hipotensi selama periode aritmia.
2) Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat ; pulsus alternant (denyut
kuat teratur/lemah) ; nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/lemah).
3) Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
4) Bunyi jantung ; irama tak teratur, bunyi extra, denyut menurun.
5) Kulit ; warna dan kelembapan berubah. Contoh pucat, sianosis, berkeringat
(gagal jantung, syok).
6) Edema ; dependen, umum, devij (pada gagal jantung)
7) Haluaran urine ; menurun bila curah jantung menurun berat
c. Integritas Ego
Gajala : perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam, stressor
berhubungan dengan masalah medic.
Tanda : cemas, takut, menolak, marah, gelisah dan menangis
d. Makanan/cairan
Gejala : hilang nafsu makan, anorexia. Tidak toleran terhadap makanan (karena
adanya obat). Mual/muntah. Perubahan berat badan
Tanda : perubahan berat badan, edema, perubahan pada kelembapan kulit atau
turgor, pernapasan krekels
e. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut, sakit kepala.
Tanda : status mental/sensori perubahan, contoh disorientasi, bingung,
kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma. Perubahan
perilaku, contoh : menyerang, letargi, halusinasi. Perubahan pupil (kesamaan dan
reaksi terhadap sinar). Kehilangan reflex tendon dalam dengan aritmia yang
mengancam hidup (takikardia ventrikel, bradikardi berat)
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bisa hilang oleh
obat antiangina
Tanda : perilaku distraksi, contoh gelisah, pernapasan.
g. Pernapasan

37

Gejala ; penyakit paru kronis, riwayat atau penggunaan tembakau berulang.


Napas pendek. Batuk (dengan atau tanpa produksi sputum).
Tanda : perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama periode aritmia,
bunyi napas (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi
pernapasan, seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal, hemoptisis
h. Keamanan
Tanda : demam, kemerahan kulit (reaksi obat), inflamasi, eritema, edema,
kehilangan tonus otot
2. Diagnosa
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrial , penurunan kontraktilitas miokardia.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen,
kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

3. Intervensi
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrial , penurunan kontraktilitas miokardia.
Tujuan/Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh
TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama,
status mental biasa.
2) Menunjukkan penurunan frekuensi/tak ada disritmia
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.

38

2. Catat bunyi jantung.


Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.
Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang
atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4. Pantau TD.
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat, pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan
hipotensi tidak dapat normal lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi).
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen,
kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.
Tujuan/kriteria hasil :
1) Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
2) Memenuhi perawatan diri sendiri.
3) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi
jantung.
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dipsnea, berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
39

volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera


frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
c.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air.
Tujuan/kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
dan pengeluaran.
2) Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima.
3) Berat badan stabil dan tidak ada edema
4) Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi ginjal.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam fase
akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan
dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kngesti paru, gagal jantung.

40

5) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal.
6) Konsul dengan ahli gizi.
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

41

BAB III
Penutup

B. Kesimpulan
Gagal jantung kongestif adalah gagal serambi kiri/kanan

dari jantung yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi


kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongestif pulmonal dan sistemik.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung
kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Aritmia adalah suatu keadaan dimana konduksi listrik yang abnormal atau perubahan
otomatisitas akan mengubah frekuensi dan irama jantung. Aritmia memiliki intensitas yang
bervariasi mulai dari yang ringan, asimptomatik ( tanpa keluhan dan gejala ) dan tidak
memerlukan pengobatan.
C. Saran
Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih banyak bahkan lebih lengkap tentang gagal
jantung, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku buku yang berhubungan dengan
gagal jantung. Dan meningkatkan kembali pengetahuan terkait konsep dasar pada pasien
dengan

aritmia, meningkatkan pengetahuan perawat

dalam pemberian layanan asuhan

keperawatan dengan aritmia, memperluas kembali pengetahuan demi perkembanga


keperawatan terutama pada klien dengan gangguan pada jantung.

Daftar Pustaka

42

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasia perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Kowalak.2011.Buku Ajar Patofisiolofi.Jakarta:EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, W. Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( edisi ke lima, jilid II ). Jakarta : Interna
Publishing.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC.
Udjianti, wajan J.2010.Keperawatan kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

43

Anda mungkin juga menyukai