Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler sekarang merupakan salah satu jenis penyakit yang
paling banyak menyebabkan kematian diantaranya adalah hipertensi, stroke dan salah
satunya adalah gagal jantung. Gagal jantung dibedakan menjadi gagal jantung akut
maupun kronis, dan ada pula gagal jantung kiri maupun gagal jantung kanan, namun
disini makalah ini membahas tentang gagal jantung kongestif yaitu perpaduan antara
gagal jantung kiri dan kanan atau gagal jantung dikedua sisi jantung.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal
jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Menurut prevalensi yang ada di dunia Diperkirakan 1-2% dari populasi dunia
menderita penyakit gagal jantung kongestif dengan prevalensi yang terus meningkat.
Sekitar 5-10 orang diprediksi menderita gagal jantung kongestif dari 1000 penduduk
dunia (Mosterd, 2007). Di Amerika Serikat, insidensi gagal jantung kongestif ditemukan
sebanyak 500.000 orang dan prevalensi gagal jantung kongestif sebanyak 5 juta orang
setiap tahun. Angka mortalitas akibat gagal jantung kongestif juga cukup tinggi, kurang
lebih 300.000 jiwa setiap tahun (AHA, 2001). Gagal jantung kongestif merupakan
penyakit yang bersifat progresif dengan gejala yang sangat mempengaruhi kondisivital
pasien gagal jantung kongestif.
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei
Kesehatan Nasional (SurKerNas) 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi
merupakan penyebab kematian uama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan
Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada diurutan ke-delapan (2,8%)
pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia.
Sedangkan untuk aritmia sendiri tidak terdapat prevalensi, dikarenakan jika
seseorang telah mengalami gagal jantung atau penyakit sistem kardiovaskuler maka akan
terjadi aritmia atau perubahan irama dan frekuensi dari kerja jantung atau detak jantung.
Disritmia/aritmia
merupakan
salah
satu
gangguan
dari
sistem
kardiovaskuler.Disritmia adalah tidak teraturnya irama jantung.Disritmia disebabkan
1
BAB III
BAB IV
Penulisan
Sistematika Penulisan.
: Tinjauan Teoritis yang terdiri dari :
1. Anatomi fisiologi Jantung
2. Konsep penyakit Gagal Jantung Kongestif dan Aritmia.
3. Asuhan keperawatan gangguan kardiovaskular Gagal Jantung
Kongesti
4. Asuhan keperawatan gangguan kardiovaskular Aritmmia
: Laporan Kasus
: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB II
Tinjauan Teoritis
A. Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung,
komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan
suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses
metabolisme tubuh (Syaifuddin : 2009).
Jantung merupakan organ berongga, berotot, dan berbentuk kerucut terletak
diantara paru-paru kiri dan kanan, daerah yang disebut mediastinum, dibelakang
badan sternum, dan duapertiga nya terletak disisi kiri. Basis yang berbentuk sirkular
pada kerucut ini mengahadap keatas dan kekanan, sedangkan puncaknya menghadap
kebawah sedangkan, kedepan dan kekiri. Puncak jantung biasanya terletak setinggi
ruang intercosta kelima, sekitar 9 cm dari garis tengah. Ukuran jantung sekitar 12 cm
dari basis ke puncak, dengan lebar sekitar 9 cm dan tebal sekitar 6 cm (Watson,
2002).
1. Otot Jantung
Menurut Syaifuddin (2009) otot jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu:
a. Luar/pericardium
4
Berfungsi
sebagai
pelindung
jantung
atau
merupakan
kantong
b. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1) Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2) Faktor interna (dari dalam jantung)
a) Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral
b) Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c) Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d) Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
Adapula beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung
kongestif ( CHF )
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung.
Peradangan
Hipoksia dan
Asidosis
cairan
mengalir
dari
kapiler
paru
ke
alveoli;
paroksisma,
batuk,pembesaran
jantung,
irama
derap,
10
asites,
hidrotoraks,
peningkatan
tekanan
vena
dan
hepatomegali.
3) Pada gagal jantung kongesti terjadi manifestasi gabungan antara kiri dan
kanan
d. Patofisiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya
EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula pengingkatan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP).
Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular paruparu, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan
hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular,
maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan
transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi
edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan
cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
Tekana arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
11
12
e. Komplikasi
1) Shock Kardiogenik
Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri. Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan.Gejala ini merupakan gejala yang khas
terjadi pada kasus Shock Kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut.Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel,
karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan oksigen
miokardium.
2) Edema paru paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul
dibagian tubuh mana saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan
cairan interstitial paru-paru meningkat dari batas negatif menjadi batas
positif. Penyebab kelainan paru-paru yang paling umum adalah :
13
seperti
pneumonia
atau
terhirupnya
bahan-bahan
infeksi
tersebut
menyebabkan
kebocoran
protein
c) Dosis digitalis
(1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
(2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
(3) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
(4) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
(5) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
(6) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat:
Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
d) Keperawatan
(1) Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara
lain: lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi
miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan
(2)
(3)
(4)
(5)
output tinggi.
Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Posisi setengah duduk.
Oksigenasi (2-3 liter/menit).
Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan
untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada
hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada
gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal
jantung ringan.
(6) Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan
aktivitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas
15
b. Etiologi
Menurut Kowalak (2011 : hal 149) etiologi dari aritmia adalah sebagai
berikut, namun aritmia bisa memiliki penyebab sendiri yang spesifik
tergantung tipe aritmianya :
1) Defek congenital
16
syok,
gagal
ventrikel
kiri,
tamponade
jantung,
17
nikotin.
(c) Penanganan
Koreksi penyebab yang mendasari
Pemberian obat beta bloker atau penyekat kanal kalsium
2) Sinus bradikardia
18
gelombang T di depannya.
Gelombang T mendahului setiap kompleks QRS
Awitan dan terminasi aritmia yang mendadak
(b) Penyebab
Kelainan intrinsic pada sisitem hantaran atrioventrikuler ( AV node
)
Stress fisik atau psikologis, hipoksia, hipokalemia, kardiomiopati,
penyakit jantung congenital, infark miokard, penyakit valvula,
syndrome wollff Parkinson with, cord pulmonal, hipertiroidisme
19
4) Flater atrial
Irama atrium sangat tidak teratur; frekuensi > 400 kali per menit.
Irama ventrikel sangat tidak teratur.
Kompleks QRS memiliki konfigurasi dan durasi seragam.
Tidak tampak gelombang P, aktivitas atrium terlihat sebagai
gelombang fibrilasi awal yang eratik serta tidak regular
(gelombang F).
(b) Penyebab
Gagal jantung, penyakit paru obstruktif menahun, tirotoksikosis,
perikarditis konstriktif, penyakit jantung iskemik, sepsis, emboli
paru, penyakit jantung reumatik, hipertensi, stenosis mitral, iritasi
atrium atau komplikasi pada pembedahan pintas koroner atau
penggantian katup.
Pemakaian nifedipin dan digoksin.
(c) Penanganan
Jika keadaan pasien tidak stabil dengan frekuensi ventrikel > 150
21
permenit.
Gelombang P mendahului kompleks QRS, tersembunyi dalam
kompleks QRS, atau timbul sesudah kompleks QRS, jika terlihat
(b) Penyebab
Iskemis atau infak miokard pada dinding inferior, hipoksia,
(c) Penanganan
Koreksi penyebab yang mendasari.
Pemberian atropin untuk frekuensi jantung yang rendah dan
yang berat
Pemakaian digoksin, penyekat kanal kalsium, dan beta-bloker
propranolol,
kuinidin,
atau
prokainamida
c. Penanganan
1) Penanganan penyebab yang mendasari
2) Pemberian atropin atau pemasangan alat pacu jantung temporer
untuk bradikardia simptomatik
3) Penghentian pemakaian digoksin jika tindakan ini harus dilakukan
9) Third degree AV block
a. Ciri
1) Irama atrium teratur
2) Irama ventrikel teratur dan frekuensi lebih rendah dari pada irama
atrium
3) Tidak terdapat hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS
4) Tidak terdapat interval PR yang konstan
5) Kompleks QRS memiliki durasi normal ataut yang lebar dan aneh
b. Penyebab
1) Infak miokard dinding inferior atau anterior, kelainan jantung
kongenital, demam reumatik, hipoksia, komplikasi pascabedah
pada
pembedahan
penggantian
katup
mitral,
komplikasi
24
yang
dapat
menyebabkan
toksisitas
4) Kalium klorida IV jika PVC diinduksi oleh hipokalemia
5) Magnesium sulfat IV jika PVC diinduksi oleh hipomagnesia
11) Fibrilasi ventrikel
(jantungoke.blogspot.com)
a. Ciri
1) Irama dan frekuensi ventrikel tampak kacau dan cepat
2) Kompleks QRS melebar dan tidak teratur; gelombang P tidak
terlihat
b. Penyebab
1) Iskemia miokard, infak miokard, VT yang tidak teratasi, denomena
R- pada T, hipokalemia, hiperkalemia
2) Intoksikasi digoksin, epinefrin atau kuinidin
c. Penanganan
1) RJP; ikuti protocol ACLS untuk defibrilasi, intubasi endotrakeal
serta berikan epinedrin atau vasopressin, amiodaron atau lidokain
dan apabila semua tindakan ini tidak berhasil, infuse magnesium
sulfat atau prokainamida
2) Pemasangan implant defibrillator kardioverter jika terdapat risiko
timbulnya Vf secara rekuren
12) Asistol
tamponade
jantung,
hiperkalemia
dan
disosiasi
elektromekanis
26
2) Overdosis kokain
c. Penanganan
1) Lanjutkan RJP dengan mengikuti protocol ACLS untuk intubasi
ET, transcutaneous pacing, dan berikan epinefrin serta atropin.
d. Patofisiologi
Menurut Kowalak (2011) Aritmia dapat terjadi karena
otomatisitas yang digalakan, reentri, scape, bits atau koduksi
elektris yang abnormal.
Seperti yang sudah disebutkan diatas, aritmia ventrikel
umumnya disebabkan oleh iskemia atau infark myokard.Lokasi
terjadinya infark turut mempengaruhi proses terjadinya aritmia.
Sebagai contoh, jika terjadi infark di anterior, maka stenosis
biasanya barada di right coronary artery yang juga berperan dalam
memperdarahi SA node sehingga impuls alami jantung mengalami
gangguan.
Akibat dari kematian sel otot jantung ini, dapat menimbulkan
gangguan pada depolarisasi dan repolarisasi jantung, sehingga
mempengaruhi irama jantung. Dengan dilepaskannya berbagai
enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asam laktat , maka
jalur-jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat
menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel serta
timbulnya aritmia. Penurunan kontraktilitas myokard akibat
kematian sel juga dapat menstimulus pangaktifan katekolamin
yang meningkatkan rangsang system saraf simpatis, akibatnya
akan terjadi peningkatan frekuensi jantung, peningkatan kebutuhan
oksigen dan vasokonstriksi. Selain itu iritabilitas myokard
ventrikel juga menjadi penyebab munculnya aritmia ventrikel, baik
VES< VT maupun VF.
27
e. Manifestasi Klinis
Menurut Kowalak (2011) manifestasi klinis yang dapat dilihat pada pasien
dengan aritmia jantung :
1) Dispnea
2) Hipotensi
3) Pening, sinkop, dan rasa lelah
28
4)
5)
6)
7)
Nyeri dada
Kulit yang teraba dingin dan basah
Perubahan tingkat kesadaran
Penurunan haluan pegeluaran urine
f. Komplikasi
Menurut Kowalak (2011) komplikasi pada klien dengan aritmia yang tidak
tertangani dengan baik sebagai berikut :
1) Kematian jantung yang mendadak
2) Infark miokard
3) Gagal jantung
4) Trombo emboli
g. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Kowalak (2011) pemeriksaan diagnostic pada klien yang mengalami
aritmia jantung sebagai berikut :
1) Elektrokardiografi
Mendeteksi aritmia maupun iskemik dan infark yang dapat mengakibatkan
aritmia.
2) Pemeriksaan laboratorium
Dapat menggungkapkan gangguan elektrolit, ganggua asam basa, atau
intoksikasi obat yang bisa menyebabkan aritmia.
3) Pemantauan holter
Pemantauan kejadian dan lup recording dapat mendeteksi aritmia jantung
dan keefektifan terapi selama pasien melaksanakan aktifitas sehari hari.
4) Tes latihan
Dapat mendeteksi aritmia yang diinduksi oleh aktifitas fisik.
5) Pemeriksaan elektrofisiologi
Mengidentifikasi mekanisme aritmia dan lokasi lintasan tambahan,
pemeriksaan ini juga dapat menilai keefektifan obat obat anti aritmia,
ablasio radiofrekuensi dan defebilator kardioveter yang diimplantasikan.
h. Penatalaksanaan
Menurut Kowalak penatalaksanaan medis dan keperawatan yang dapat
diberikan pada klie degan aritmia jantung antara lain :
1) Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a) Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi
pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau
flutter. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi
29
dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard,
2) Keperawatan
a) Lakukan pengkajian pada pasien yang tidak dipantau untuk
mendeteksi gangguan irama
b) Jika denyut nadi klien teraba cepat, lambat atau tidak teratur yang
abnormal, awasi tanda tanda hipoperfusi seperti hipotensi dan
penurunan haluan urine.
c) Catat adanya aritmia pada pasien yag dipantau dan lakukan
pemeriksaan untuk menilai kemammpuan penyebab serta akibatnya.
d) Jika terjadi aritmia yang mengancam hidup pasien,lakukan segera
pengkajian untuk menilai tingkat kesadaran, respirasi dan frekuensi
deyut nadi.
e) Evaluasi keadaan pasien untuk menemukan perubahan curah jantung
yang terjadi karena aritmia
f) Pantau faktor faktor predisposisi seperti ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, dan tada tandaintoksikasi obat khususnya pada
pemakaian digoksin jika ada mencurigaiitoksikasi obat, laporkan
tanda tandanya pada dokter dan tunda pemberian dosis berikutnya
g) Untuk mencegah aritmia pada pasien jantung pasca bedah, berikan
oksigen dengan kecepatan yang adekuat dan kurangi beban kerja
jantung sementara status metabolic, neurologic respiratorik serta
hemodinamik sipertahankan dengan cermat .
30
insomnia, nyeri
ke kiri.
Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan
S2 mungkin melemah.
Murmur sistolik dan diastolic.
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
Hepar ; pembesaran/dapat teraba.\
Lien : pembesaran / dapat teraba.
Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada
ekstremitas.
c. Integritas ego
31
pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus
j. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot,
kulit lecet.
k. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes ( 2000 ) diagnosa keperawatan pada klien dengan gagal
jantung kongestif ( CHF ) sebagai berikut :
a. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli
b. Kelebihan volume cairan vaskuler berhubungan dengan penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan
hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan dalam area
interstisial / jaringan
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan
miokard
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru
e. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Doengoes ( 2000 ) intervensi keperawatan pada klien dengan gagal
jantung kongestif ( CHF ) sebagai berikut :
a. Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, kemungkinan
dibuktikan oleh:
1) Daerah perifer dingin, Nyeri dada
2) EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.
100 X/menit-
penurunan
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan
tindakan keperawatan selama di rawat di RS
Kriteria :
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan
darah dalam batas normal, tidak ada distensi vena perifer/vena dan
oedema dependen, paru 10%)bersih dan BB ideal (BB ideal = TB 100
34
Intervensi :
Ukur masukan/haluaran,
catat
penurunan,
pengeluaran,
sifat
kardiovaskuler
Kolaborasi : pemberian diit rendah natrium, berikan diuretic
Kaji JVP setelah terapi diuretic
Pantau CVP dan tekanan darah
aktifitas
Tingkatkan istirahat (ditempat tidur)
Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang
tidak berat
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh
bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada secret, suara
nafas normal
Intervensi :
Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu
pernafasan.
Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi nafas
mungkin.
Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.
36
37
3. Intervensi
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrial , penurunan kontraktilitas miokardia.
Tujuan/Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh
TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama,
status mental biasa.
2) Menunjukkan penurunan frekuensi/tak ada disritmia
3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
38
40
5) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal.
6) Konsul dengan ahli gizi.
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
41
BAB III
Penutup
B. Kesimpulan
Gagal jantung kongestif adalah gagal serambi kiri/kanan
Daftar Pustaka
42
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasia perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Kowalak.2011.Buku Ajar Patofisiolofi.Jakarta:EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, W. Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ( edisi ke lima, jilid II ). Jakarta : Interna
Publishing.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC.
Udjianti, wajan J.2010.Keperawatan kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
43